Anda di halaman 1dari 15

 Edema paru

Pada preeklamsia berat, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah
jantung ventrikel kiri kibat peningkatan afterload) atau non-kardiogenik (akibat
kerusakan sel endotel pembuluh darah kapiler Paru).
Prognosis preeklampsia berat menjadi buruk bila edema paru di sertai oligouria.
 Glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan


ibu.diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada
sindrom HELLP

Sikap terhadap kehamilannya

Penelitian Duley, berdasar Cochrane Review, terhadap dua uji klinik, terdi atas 133 ibu
dengan preeklampsia berat hamil preterm,menyimpulkan bahwa belum ada cukup data untuk
memberi rekomendasi tentang sikap terhadap kehamilannya pada kehamilan preterm.

Berdasar Williams Obstetrics (39), ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala preeklampsia berat selama perawaan, maka sikap terhadap kehamilannya
dibagimenjadi

1. Aktif (aggressive management): berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi


bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
 Perawatan Aktif (agresif): sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri.

1. Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini:

o Ibu
- Umur kehamilan > 37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil batasan
umurkehamilan > 37 minggu untuk preeklampsia berat.
- Adanya tanda-tanda/gejala-gejala Impending Ecampsia.
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan
laboratorik memburuk.
- Diduga terjadi solusio plasenta.
- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
o Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
- NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
- Terjadinya oligohidramnion
o Laboratorik
- Adanya tanda-tanda "Sindroma HELLP" khususnya menurunnya trombosit
dengancepat.
2. Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar keadaan obstetric
pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.
 Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan
secara aktif. Di Bagian Kebidanan RSU Dr. Sutomo Surabaya, pada
perawatankonservatif preeklampsia, loading dose MgSO4 tidak diberikan secara i.v, cuku
i.m saja. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilan ialah hanya observasi
dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.
Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklamsia ringan,
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan
keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus di
terminasi. Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau
tanda-tanda preeklampsia ringan.
 Penyulit ibu
- Siste saraf pusat.
- Perdarahan intrakranial, trombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati, edema
serebri, edema retina, makular atau retina detachment dan kebutaan korteks.
- Gastrointestinal-hepatik: subskapular hematoma hepar, ruptur kapsular hepar.
- Ginjal, gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.
- Hematologic: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi.
- Kardiopulmonar: edemaparu kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi atau
arrest, pernapasan, kardiak arrest, iskemia miokardium
- Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan
 Penyulit janin
Penyulit yarg dapat terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction,
solusio plasenta, prematuritas, sindroma distres napas, kematian janin intrauterin,
kematian neonatal perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral
palsy.

Eklampsia

 Gambaran klinik
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai
dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia
dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya
terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
Pada penderita preeclampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala
atau tanda-tandayang khas, yang dianggap sebagai tanda prodama akan terjdinya kejang.
Preeclampsia yang disertai dengantanda-tanda prodoma ini disebut sebagai impending
eclmpasia atau imminent eclampsia.

 Diagnosis banding
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan Kejang akibat penyakit lain. Oleh
karena itu, diagnosis banding eklampsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan
otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolic, meningitis, epilepsy iatrogenic.Eklampsia
selalu didahului oleh preeclampsia. Perawatan pranatal untuk kehamilan dengan
predisposisi preeklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin
gejala-gejala prodoma eklampsia. Sering dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat
mendadak menjadi kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya
preeklampsia sebelumnya.
Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah dengan
dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar
mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang,
sehingga seluruh tibuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami
distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai
dalam posisi inverse. Semua otot tubuh saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan
ini berlangsung 15-30 detik.
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan
terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan
terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten
pada otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini
sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Sering kali pula lidah tergigit
akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar
liur berbusa yang kadang-kadang disertai bercak-bercak darah. Wajah tampak
membengkak karena kongesti dan pada koniungtiva mata dijumpai bintik-bintik
pendarahan. Pada waktu timbul kejang diafragma terfiksir, sehingga pernapasan tertahan,
kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit, kemudian berangsur-angsur kontaksi
melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh kedalam koma. Pada waktu timbul
kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat,
yang mungkin oleh karena gangguan serebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai
dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah. Koma
yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak diberi obat-obat
anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya
kejang, frekuensi pernapasan meningkat, dapat mencapai 50 kali per menit akibat
terjadinya hiperkardia, atau hipoksia. Pada beberapa kasus dapat menimbulkan sianosis.
Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dan sedikit
gelisah. Untuk menilai derajathilangnya kesadaran, dapat dipakai beberapa cara. Di
Rumah Sakit Dr. Soetomo telah diperkenalkan suatu cara untuk menilai derajat
kedalaman koma tersebut yaitu Glasgow Coma.
Di Inggris untuk mengevaluasi koma pada eklampsia ditambah penilaian kejang, yang
disebut Glasgow-Pittsburg ComaScoring System.

 Pwrawatan eklampsia
Perawatan dasar eklampsiayang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi
untuk fungasi vital, yang selalu harus di ingat Airway, Breathing, Criculation (ABC),
mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma
pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu
krisis hipertensi, melahirkan janjin pada waktu yang tepat.
Perawatan medikamentosa dan perwatan suportif eklampsia, meripakan
perawatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklamsia ialah
mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya
hipertensi krisis, mencapai stabilitas ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan
janin pada saat dan dengan cara yang tepat.
 Pengobatan medikamentosa
- Obat antikejang

Obat anti kejang yang menjadi pilihan pertama ialah magnesium sulfat.
Bila dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat
jenis lain, misalnya tiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternatif
pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, pemberian
direpam hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman.
Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor
plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat-oba anri hipertensi
hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar atas indikasi.

- Magnesium sulfat (MgSO4)


Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian
magnesium Sulfat pada preeklampsia berat. Pengobatan suportif terutama
ditujukan untukgangguan fungsi organ-oran penting, misalnya tindakan-
tindakan asidosis, mempertahankan Ventilasi paru-paru, mengatur tekanan
darah, mencegah dekompensasi kordis.
Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing care sangat
penting, misalnya meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu
kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infus penderita, dan
monitoring produksi urin.

- Perawatan pada waktu kejang


Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah
mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut.
Dirawat di kamar isolasi cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila
terjadisianosis segera dapat diketahui. Penderita dibaringkan di
tempattidur yang lebar, dengan reil tempat tidur harus dipasang dan
dikunci dengan kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut
penderita dan jangan mencoba melepas sudap lidah yang sedang tergigit
karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan daerah orofaring
diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang
kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras di sekitarnya.
Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari
fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen.

- Perawatan koma
Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau
mempertahankan diri terhadap suhu yang ekstrim,posisi tubuh yang
menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena hilangnya reflek muntah. Bahaya
terbesar yang mengancam penderita koma, ialah terbuntunya jalan napas
atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh dalam koma harus dianggap
bahwa jalan napas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain.
Oleh karena itu, tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh (tidak
sadar), ialah menjaga dan mengusahakan agar jalan napas atas tetap
terbuka. Untuk menghindari terbuntunya jalan napas atas oleh pangkal
lidah dan epiglotis dilakukan tindakan sebagai berikut. Cara yang
sederhana dan cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan napas atas,
ialah dengan manuver head tilt-neck lift, yaitu kepala direndahkan dan
leher dalam posisi ekstensi ke belakang atau head tilt-chaim lift, dengan
kepala direndahkan dan dagu ditarik ke atas, atau jaw-thrust, yaitu
mandibula kiri kanan diekstensikan ke atas sambil mengankat kepala ke
belakang. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan
oropharyngealairway.
Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita koma
akan kehilangan reflex muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi
bahan lambung sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu dianggap
sebagai lambung penuh. Oleh karena itu, semua benda yang ada dalam
rongga mulut dan tenggorokan, baik ditidurkan dalam posisi stabil untuk
drainase lender. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai
Glasgow Coma Scale. Pada perawatan koma perlu diperhatikan
pencegahan dekubitus dan makanan penderita. Pada koma yang lama, bila
nutrisi tidak mungkin, dapat diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT).

- Perawatan edema paru

Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU karena


membutuhkan perawatan animasi dengan respirator.

 Pengobatan obstetrik
Sikap terhadap kahamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus
diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila
sudah mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada
perawatan pascapersalinan, bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda- tanda
vital dilakukan sebagaimana lazimnya.

 Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala
perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan
berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Eklampsia
tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janjin dari ibu yang sudah
mempunyaihipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong
buruk. Seringkali janjin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang
kondisi bayi sudah snagat inferior.

Sindroma HELLP

Definisi klinik

Sindroma HELLP ialah preeclampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis,


peninggatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia.

H : Hemolysis
EL :Elevated Liver Enzyme
LP : Low Platelets Count

Diagnosis

 Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah
(semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus)
 Adanya tanda dan gejala preeklampsia
 Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST, dan bilirubin
indirek
 Tanda kerusakan/disfungsi sel hepar : kenaikan ALT, AST, LDH
 Trombositopenia
 Trombosit < 150.000/ml. Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran
atas abdomen tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklampsia, harus
dipertimbangkan sindroma HELLP.

Klasifikasi sindroma HELLP menurut klasifikasi Mississippi


Berdasar kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasi dengan nama
"Klasifikasi Mississippi"

 Klas 1 : Kadar trombosit <50,000/ml


LDH > 600 IU/l
AST dan/atau ALT >40IU/l
 Klas 2: Kadar trombosit > 50.000 < 100.000/ml
LDH >600 IU/l
AST dan/atau ALT > 40 IU/l
 Klas 3: Kadar trombosit > 100.000 < 150.000/ml
LDH >600 IU/l
AST dan/arau ALT > 40 IU/l

Diagnosis banding preeclampsia-sindroma HELLP

 Trombotik angiopati
 Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya :
- acute fatty liver Frognamcy of pregnancy
- hipovolemia berat/perdarahan berat
- Sepsis
 Kelainan jaringan ikat: SLE
 Penyakit ginjal priiner

Terapi medikamentosa

Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan melakukan monitoring


kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati
konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.

Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double


strength dexamethasone (double dose).

Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000-150.000/ml


dengan disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka diberikan
deksamethasone 10 mg i.v. tiap 12 jam. Paca postpartum deksametason diberikan 10 mg i.v tiap
12 jam 2 kali, kemudian diikuui 5 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali. Terapi deksamethasone dihentikan,
bila telah terjadiperbaikan laboratorium, yaitu trombosit > 100.000/ml dan penurunan LDH serta
perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi trombosit, bila kadar trombosit <50.000/ml dan antioksidan.

Sikap pengelolaan obstetrik

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri
(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau
perabdominam

Kematian ibu dan janin

Kematian ibu bersalin pada Sindroma HELLP cukup tinggi yaitu 24%. Penyebab ke
matian dapat berupa kegagalan kardiopulmunar, gangguan pembekuan darah, perdarahan otak,
ruptur hepar, dan kegagalan organ multipel. Demikian juga kematian perinatal pada Sindroma
HELLP cukup tinggi, terutama disebabkan oleh persalinan preterm

Pengelolaan

Diagnosis dini sangat penting mengingat juga banyaknya penyakit yang mirip dengan
sindroma HELLP. Pengobatan sindroma HELLP juga harus memperhatikan perawatan dan
pengobatan pada preeklampsia da eklampsia. Pemberian cairan intravena harus sangat hati-hati
karena sudah terjadi vasospasme dan kerusakan sel endotel. Cairan yang diberikan adalah RD
5%, bergantian RL 5% dengan kecepatan 100 ml/jam dengan produksi urin dipertahankan
sekurang-kurangnya 20 ml/jam. Bila hendak dilakukan seksio sesarea dan bila trombosit <50.000
ml, maka perlu diberikan transfusi trombosit. Bila trombosit <40.000/ml, dan akan dilakukan
seksio maka perlu diberi transfusi darah segar. Dapat pula diberikan plasma exchange dengan
fresh frozen plasma dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.
Doublestrength dexamethasone diberikan 10 mg i.v tiap 12 jam segera setelah diagnosis
sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan pemberianDoublestrength dexamethasone ialah untuk
(1) kehamilan preterm, meningkatkan pematanagan paru janin dan (2) untuk sindroma HELLP
sendiri dapat mempercepat perbaikan gejala klinik dan laboratorik.

Pada sindroma HELLP postpartum diberikan deksametason 1 0 mg i.v setiap 12 jam


disusul pemberian 5 mg deksametason 2 x selang 12 jam (tappering off).

Perbaikan gejala klinik setelah pemberian deksametason dapat diketahui dengan:


meningkatnya produksi urin, trombosit, menurunnya tekanan darah, dan menurunnya kadar
LDH, dan AST. Bila terjadinya rupture hepar sebaiknya dilakukan pembedahan lobektomi.

Sikap terhadap kehamilan

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP, tanpa memandang umur kehamilan,
kehamilan segera di akhiri, persalinan dapat dilakukan perabdominan atau pervaginam. Perlu
diperhatikann adanya gangguan pembekuan darah bila hendak melakukan anastesi regional
(spinal).

Hipertensi Kronik
2.3.1 Definisi
Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah hipertensi yang didapatkan sebelum timbulnya
kehamilan. Apabila tidak diketahui adanya hipertensi sebelum kehamilan, maka hipertensi
kronik didefinisikan bila didapatkan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg sebelum umur kehamilan 20 minggu. ( Prawirohardjo, Sarwono. 2008.
Ilmu kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Halaman : 556 )

2.3.2 Etiologi Hipertensi Kronik


Hipertensi konik dapat disebabkan primer: idiopatik: 90 % dan sekunder: 10 %, berhubungan
dengan penyakit ginjal, vaskular kolagen, endokrin, dan pembuluh darah.
Tabel. Klasifikasi tekanan darah orang dewasa (JNC7 – 2003)
Kategori Tekanan darah
Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Stage 1 hipertensi 140 – 159 90 – 99
Stage 2 hipertensi ≥ 160 ≥ 100

2.3.3 Diagnosis hipertensi kronik pada kehamilan


Diagnosis hipetensi kronik ialah bila didapatkan hipertensi yang tela timbul sebelum kehamilan,
atau timbul hiprtensi < 20 minggu umur kehamilan. ( Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu
kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Halaman : 557 )
Ciri-ciri hipertensi konik:
• Umur ibu relatif tua diatas 35 tahun
• Tekanan darah sangat tinggi
• Umumnya multipara
• Umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal, dan diabetes mellitus
• Obesitas
• Penggunaan obat-obat anti hipertensi sebelum kehamilan
• Hipertensi yang menetap pascapersalinan

2.3.4 Dampak hipertensi kronik pada kehamilan


2.3.4.1 Dampak pada ibu
Bila perempuan hamil mendapat monoterap untuk hipertensinya, dan hiprtensi dapat terkendali,
maka hipertensi kronik tidak brpengaruh buruk pada kehamilan, meski tetap mempunyai resiko
tejadinya solusio plasenta, ataupun superimposed preeklampsia.
2.3.4.2 Dampak pada janin
Dampak hipertensi kronik pada janin ialah pertumbuhan janin terhambat atau fetal growth
restriction, intra uterine growth restriction: IUGR. Insidens fetal growth restriction berbanding
langsung dengan derajat hipertensi yang disebabkan menurunnya pefusi uteroplasenta, sehingga
menimbulakna insufiensi plasenta. Dampak lain pada janin ialah peningkatan persalinan preterm.
2.3.4.3 Pemeriksaan laboratorium
Pemeiksaan khusus berupa ECG (eko kardiografi), pemeriksaan mata, dan pemeriksaan USG
ginjal. Pemeriksaan laboratorium lain ialah fungsi ginjal, fungsi hepar, Hb, hematokrit, dan
trombosit.

2.3.4.4 Pemeriksaan janin


Perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi janin. Bila dicurigai IUGR, dilakukan NST dan
profil biofisik.
2.3.5 Pengelolaan pada kehamilan
Tujuan pengelolaan hipertensi kroni dalam kehamilan adalah meminimalkan atau mencegah
dampak buruk pada ibu ataupun janin akibat hipertensinya sendiri ataupun akibat obat-obat
antihipertensi.
Secara umum ini berarti mencegah terjadinya hiprtensi yang ringan menjadi lebih
berat(pregnancy aggravated hypertension), yang dapat dicapai dengan cara farmakologik atau
perubahan pola hidup: diet, merokok, alkoho, dan substance abuse.
Terapi hipertensi kronik berat hanya mempertimbangkan keselamatan ibu, tanpa memandang
status kehamilan. Hal ini untuk menghindari terjadinya CVA, infark miokard, serta disfungsi
jantung dan gnjal.
Antihipertensi diberikan:
• Sedini mungkin pada batas tekanan darah dianggap hipetensi, yatu pada stage 1
hipertensi tekanan darah sistolik ≥140 mmHg, tekanan diastolik ≥ 90 mmHg
• Bla terjadi disfungsi end organ.

2.3.6 Obat antihipertensi


Jenis antihiprtensi yang digunakan pada hipertensi kronik, ialah
• α – Metildopa:
Suatu α2 – reseptor agonis
Dosis awal 500 g 3 x per hari, maksimal 3 gram per hari
• Calcium – channel – blockers
Nifedipin: dosis bervariasi antara 30 – 90 mg per hari.
• Diuretik thiazide
Tidak diberikan karena akan mengganggu volume plasma sehingga mengganggu aliran darah
utero-plasenta.
2.3.7 Evaluasi janin
Untuk mengetahui apakah terjadi insufisiensi plasenta akut atau kronik, perlu dilakukan
Nonstress Test dan pemeriksaan ultrasonografi bila curiga terjadinya fetal growth restriction atau
terjadi superimginjal posed preeklampsia.
2.3.8 Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
Diagnosi superimposed preeklampsia sulit, apalagi hipertensi kronik disertai kelainan dengan
proteinuria.
Tanda-tanda superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik, adalah a) adanya proteinuria,
gejala-gejala neurologic, nyeri kepala hebat, gangguan virus, edema patologik yang menyeluruh
(anasarka), oliguria, edema paru. b) kelainan laboratorium: berupa kenaikan serum kreatinin,
trombositopenia, kenaikan transaminase serum hepar.
2.3.9 Persalinan pada kehamilan dengan hipertensi kronik
Sikap terhadap persalinan ditentukan oleh derajat tekanan darah dan perjalanan klinik. Bila
didapatkan tekanan darah yang terkendali, perjalanan kehamilan normal, pertumbuhan janin
normal, dan volume amnion normal, maka dapat diteruskan sampai aterm (Parkland Memorial
Hospital Dallas).
Bila terjadi komplikasi dan kesehatan janin bertambah buruk, maka segera
diterminasi diarahkan pervaginam, termasuk hipertensi dengan superimposed preeklampsia, dan
hipertensi kronik yang tambah berat.
2.3.10 Perawatan pascapersalinan
Perawatan pascapersalinan sama seperti peeklampsia. Edema serebri, edema paru, gangguan
ginjal, dapat terjadi 24 -36 jam pascapersalinan. Setelah persalinan: 6jam pertama resistensi
(tahanan) perifer meningkat. Akibatnya, terjdi peningkatan kerja ventrikel kiri (left ventrikel
work load). Bersamaan dengan itu akumulasi cairan interstitial masuk kedalam intravascular.
Perlu terai lebih cepat dengan atau tanpa diuretik. Banyak perempuan dengan hipertensi kronik
dan superimposed preeklampsia, mengalami penciutan volume darah (hipovolemia). Bila terjadi
perdarahan pasapersalinan, sangat berbahaya jika diberikan cairan kristaloid atupun koloid,
karena lumen pembuluh darah telah mengalami vasokonstriksi. Terapi terbaik bila terjadi
perdarahan ialah pemberian transfusi darah.

2.4 Hipertensi yang diinduksi Kehamilan


Hipertensi yang diinduksi kehamilan juga disebut hipertensi gestasional nonproteinurik.
Diagnosis : Peningkatan tekanan darah secara menetap hingga ≥ 140/ 90 mmHg pada
trimester ketiga tanpa adanya bukti preeklamsia pada seorang ibu yang sebelumnya memiliki
tekanan darah normal. Ini merupakan diagnosis per eksklusionam.
Etioligi : Kondisi ini mungkin merupaka gambaran respon fisiologis yang
berlebihan dari system kardiovaskular ibu terhadap kehamilan.( Norwitz, Errol & Schorge, Jhon.
2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hal : 89 )

Anda mungkin juga menyukai