Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN

MATERNAL DAN NEONATAL

ASFIKSIA DAN HIPOTERMIA

Dosen Pembimbing

Dr Hartian M.Kes Path

Kelompok V:

Erliantri juwelly Septi Refmelda

Ria juwita Elisa Pitri

Rina yolike Susi Susanti

Fadhila herari husada

PRODI DIPLOMA III KEBIDANAN

FIKES DEHASEN BENGKULU

TAHUN 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang maha kuasa karena atas rahmat dan
karunianya kita dapat mengenal ilmu, pengetahuan, tidak lupa kita haturkan
shalawat beserta salam atas junjungan alam Nabi besar kita yaitu nabi Muhammad
saw. Dan kami mengucapkan terimakasih kepada dosen yang telah mengajari
kami ilmu yang sangat banyak, berkat ilmu itu juga kami mampu menyelesaikan
makalah ini pada waktunya.

Dalam menyusun makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Bengkulu, september 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang......................................................................................................................4

Rumusan masalah.................................................................................................................6

Tujuan..................................................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN

ASFIKSIA

Definisi Asfiksia..................................................................................................................7

Ptofiologi..............................................................................................................................8

Perubahan Patofisiologi.......................................................................................................8

Etiologi...............................................................................................................................10

Gejala dan Tanda Asfiksia.................................................................................................12

Diagnosis............................................................................................................................12

Penanganan Asfiksia Bayi Baru Lahir...............................................................................13

HIPOTERMI

Definisi Hipotermi.............................................................................................................23

Etiologi...............................................................................................................................23

Ptofisiologi.........................................................................................................................24

Penyebab............................................................................................................................24

Tanda Gejala......................................................................................................................24

Diagnosis............................................................................................................................25

Penanganan........................................................................................................................26

BAB III PENUTUP...........................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................28

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan oleh WHO (World Health


Organization) pada tahun 2008, AKN (Angka Kematian Neonatus) di dunia
adalah 26 per 1.000 kelahiran hidup. Di sisi lain, kelahiran dengan asfiksia
menempati urutan ke-5, yaitu sebanyak 9% sebagai penyebab kematian anak
tertinggi di dunia setelah penyakit lain, pneumonia, diare, dan kelahiran prematur
( WHO, 2010 ).
Profil kesehatan Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa, pada tahun
2007 Indonesia menempati posisi ke-3 untuk AKB (Angka Kematian Bayi)
tertinggi di ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) yakni 34 per 1.000
kelahiran hidup. Sedangkan posisi pertama ditempati oleh Laos dan Myanmar
dengan AKB (Angka Kematian Bayi) sebesar 70 per 1.000 kelahiran hidup dan
posisi kedua ditempati oleh Kamboja dengan AKB (Angka Kematian Bayi)
sebesar 67 per 1.000 kelahiran hidup.
Secara umum, AKB (Angka Kematian Bayi) di Indonesia telah mengalami
penurunan. Hasil SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) dalam profil
kesehatan Indonesia tahun 2008 menunjukkan AKB(Angka Kematian Bayi) pada
tahun 2007 sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup.
Dalam profil kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2008, AKB (Angka
Kematian Bayi) di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan di tahun 2007 yaitu
menjadi 41 per 1.000 kelahiran hidup dibandingkan hasil Susenas (Survei Sosial
Ekonomi Nasional) selama tahun 2006 yaitu 36 per 1.000 kelahiran hidup (Dinas
Kesehatan SulSel, 2009).Dalam profil kesehatan Indonesia dijelaskan bahwa
beberapa penyebab kematian bayi bermula dari masa kehamilan. Penyebab
kematian bayi yang terbanyak adalah disebabkan karena pertumbuhan janin yang
lambat,kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur dan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah
kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan

4
nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
(asfiksia lahir) ( Dinas Kesehatan SulSel, 2009).
Di lain pihak, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan pada tahun
2008 melaporkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 bahwa telah terjadi
pergeseran penyebab kematian untuk semua umur yaitu dari penyakit menular ke
penyakit tidak menular. Penyebab kematian perinatal (0-7 hari) yang terbanyak
adalah gangguan pernapasan (35,9%) dan kelahiran prematur (32,3%), sedangkan
untuk usia (7-28 hari) penyebab kematian yang terbanyak adalah sepsis
neonatorum (20,5%) dan kelainan kongenital (18,1%) (BadanPenelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2008).
Hipotermi merupakan 6,3% penyebab kematian neonatal. Kejadian
hipotermi pada bayi baru lahir cukup tinggi, secara global berkisar 8,5% - 52%,
diperkirakan 17 juta bayi baru lahir mengalami hipotermia di negara terbelakang.
Kejadian hipotermi terjadi pada 92,3% bayi batu lahir, lebih dari 50% mengalami
moderat hipotermi, risiko ini meningkat pada 24 -72 jam pertama kehidupannya.
Prevalensi hipotermi di Indonesia belum diketahui, namun penelitian Pratiwi et
al., (2009) di Sanglah Bali menunjukkan 47% kejadian hipotermi pada bayi yang
tidak dilakukan IMD dan 27% pada bayi yang dilakukan IMD.
WHO merekomendasikan “The Warm Chain” sebagai metode
pencegahan hipotermi yang dilakukan oleh petugas kesehatan diantaranya segera
mengeringkan tubuh bayi dan melakukan kontak kulit ke kulit minimal 1 jam
segera setelah lahir. Suhu tubuh ibu akan menghangatkan bayi dan membuatnya
lebih tenang. Kulit ibu berfungsi sebagai termoregulator bagi bayi, suhu kulit dada
ibu yang melahirkan akan menyesuaikan dengan suhu tubuh bayi, jika bayi
kedinginan secara otomatis kulit ibu naik dua derajat untuk menghangatkan bayi
sehingga menurunkan risiko hipotermi, jika suhu bayi meningkat, suhu kulit ibu
otomatis turun satu derajat untuk menstabilkan suhu bayi. Bayi yang dilakukan
kontak kulit ke kulit melalui IMD memiliki suhu yang lebih stabil dibandingkan
dengan bayi yang tidak di IMD.
IMD merupakan intervensi sederhana yang mampu meningkatkan
neonatal outcome secara signifikan yaitu mengurangi risiko kematian neonatal,

5
meningkatkan ikatan kasih sayang, meningkatkan durasi menyusui, menstabilkan
suhu tubuh, menstabilkan pernafasan, nadi serta glukosa darah bayi. Penelitian di
Ghana menyebutkan IMD dapat menyelamatkan 22% dari bayi yang meninggal
sebelum usia satu bulan, IMD disebut sebagai tindakan penyelamatan kehidupan.
IMD merupakan kunci kesuksesan menyusui yang dipengaruhi oleh sikap,
pengetahuan dan motivasi bidan/dokter penolong persalinan, didukung oleh
suami, keluarga, dan masyarakat. Informasi dan dukungan sangat diperlukan bagi
ibu dan keluarga dimulai sejak kehamilan.
Mengingat banyaknya / meningkatnya angka kematian bayi khususnya
bayi baru lahir yg disebabkan oleh asfiksia dan hipotermia oleh sebab itu makalah
ini dijelaskan untuk menekankan angka kejadian tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asfiksia dan hipotermia?
2. Apa patofisiologi asfiksia dan hipotermia?
3. Apa saja tanda gejala asfiksia hipotermi dan hipotermia?
4. Bagaimana kita dapat mengetahui diagnosa asfiksia dan hipotermia?
5. Bagaimana penanganan asfiksia dan hipotermia?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yg dimaksud dengan asfiksia dan hipotermia lebih
jelas.
2. Untuk mengetahui patofisiologi,tanda gejala,diagnosa dan penangannanya.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ASFIKSIA

A. Definisi

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
(Asuhan Persalinan Normal, 2007).

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera


bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia
janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia
akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
(Wiknjosastro, 1999)

Asfiksia merupakan penyebab utama lahir mati dan kematian neonatus.


Selain itu asfiksia menyebabkan mortalitas yang tinggi dan sering menimbulkan
gejala sisa berupa kelainan neurologi. Asfiksia adalah keadaan hipoksia yang
progresif, karena akumulasi CO2 dan asidosis (Hajjah, 2012).

Asfiksia Neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat
asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2011).

7
B. Patofisiologi Asfiksia

 Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan


terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi
lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak
dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus
sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin
akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat
dan terjadi atelektasis.
 Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut,
gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan
tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi
juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan
makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder.
Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2
dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian tidak dimulai segera.
 Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilical dapat terjadi
pada saat antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat tali pusat
dipotong. Hal ini diikuti oleh serangkaian kejadian yang dapat
diperkirakan ketika asfiksia bertambah berat.
 Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk
mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala dijalan
lahir atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat
ini akan diikuti oleh henti nafas komplit yang disebut apnea primer.

8
 Setelah waktu singkat-lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis karena
dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai –usaha bernafas otomatis
dimulai. Hal ini hanya akan membantu dalam waktu singkat, kemudian
jika paru tidak mengembang, secara bertahap terjadi penurunan kekuatan
dan frekuensi pernafasan. Selanjutnya bayi akan memasuki periode apnea
terminal. Kecuali jika dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari
keadaan terminal ini tidak akan terjadi.
 Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun di
bawah 100 kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat saat
bayi bernafas terengah-engah tetapi bersama dengan menurun dan
hentinya nafas terengah-engah bayi, frekuensi jantung terus berkurang.
Keadaan asam-basa semakin memburuk, metabolisme selular gagal,
jantungpun berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama.
 Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan pelepasan
ketokolamin dan zat kimia stress lainnya. Walupun demikian, tekanan
darah yang terkait erat dengan frekuensi jantung, mengalami penurunan
tajam selama apnea terminal.
 Terjadi penurunan pH yang hamper linier sejak awitan asfiksia. Apnea
primer dan apnea terminal mungkin tidak selalu dapat dibedakan. Pada
umumnya bradikardi berat dan kondisi syok memburuk apnea terminal.

C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis

Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa


kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang
lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak
teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode
apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua.
Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.

9
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan
keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi
asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses
metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen
tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya
akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya :

1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.

2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.

3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap


tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan
ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.

D. Etiologi / Penyebab Asfiksia

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan


sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi
berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang
dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya


asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi
berikut ini:

1. Faktor ibu

 Preeklampsia dan eklampsia

 Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

 Partus lama atau partus macet

 Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

10
 Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat

 Lilitan tali pusat

 Tali pusat pendek

 Simpul tali pusat

 Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

 Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

 Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi


vakum, ekstraksi forsep)

 Kelainan bawaan (kongenital)

 Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk


menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal
itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali
atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh
karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.

4. Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
5. Faktor fetus

11
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir dan lain-lain.
6. Faktor neonatus
Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal, yaitu :
(a) pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin
(b) trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial
(c) kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika, atresia/stenosis
saluran pernapasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
E. Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia

 Tidak bernafas atau bernafas megap-megap

 Warna kulit kebiruan

 Kejang

 Penurunan kesadaran

F. Diagnosis

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu :

1. Denyut jantung janin

Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-
lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya

12
2. Mekonium dalam air ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai.
Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan pH darah janin

Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan


kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa
pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai
di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai
asfiksia.

G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan
resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui
rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda
penting, yaitu :

 Penafasan

 Denyut jantung

 Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan
menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera

13
ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan
positif (VTP).

Persiapan Alat Resusitasi

Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi


dalam keadaan siap pakai, yaitu :

1. 2 helai kain / handuk.

2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang,
handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur
posisi kepala bayi.

3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.

4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.

5. Kotak alat resusitasi.

6. Jam atau pencatat waktu.

Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal


sebagai ABC resusitasi, yaitu :

1. Memastikan saluran terbuka

– Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.

– Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.

– Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran
pernafasan terbuka.

2. Memulai pernafasan

– Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan

14
– Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau
mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).

3. Mempertahankan sirkulasi

– Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara

– Kompresi dada.

– Pengobatan

 Persiapan resusitasi

Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua
faktor utama yang perlu dilakukan adalah :

1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat


terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau
asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil.

Persiapan minumum antara lain :

– Alat pemanas siap pakai

– Oksigen

– Alat pengisap

– Alat sungkup dan balon resusitasi

– Alat intubasi

– Obat-obatan

 Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :

15
1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus
rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang
harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai
suatu tim yang terkoordinasi.
4.Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap
pakai.

 Langkah-Langkah Resusitasi

Apakah bayi cukup bulan?


1. Apakah bayi bernapas atau menangis?

2. Apakah tonus otot bayi baik atau kuat?


Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur
perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di
dada ibunya dan diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila
terdapat jawaban ”tidak” dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan
satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan:
1. Langkah awal dalam stabilisasi
(a) Memberikan kehangatan
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan
telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi
seluruh tubuh.
Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus
mendapat perlakuan khusus.
Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik penghangatan
tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi dibawah

16
pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR. Alat lain yang bisa digunakan
adalah alas penghangat.
(b) Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu
agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan
mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan
ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.
(c) Membersihkan jalan napas sesuai keperluan Aspirasi mekoneum saat
proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi. Salah satu pendekatan
obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan
penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning), namun
bukti penelitian dari beberapa senter menunjukkan bahwa cara ini tidak
menunjukkan efek yang bermakna dalam mencegah aspirasi mekonium.
Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada
keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan
amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot
kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan
penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi
mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah pemasangan
laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter
penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis.
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,
pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum.

(d) Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkanpada


posisi yang benar Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan
mengeringkan akan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai
pernapasan. Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan,
bayi belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan
menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh
atau ekstremitas bayi.

17
Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua
rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan
apapun tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau
dua tepukan pada telapak kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuang
waktu yang berharga dengan terus menerus memberikan rangsangan taktil.

Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya


ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi
jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu
nilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.
2. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)

1. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.

2. Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan


ventilasi harus sesuai.

3. Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.

4. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah


lahir, membutuhkan: 30-40 cm H2O. Setelah nafas pertama,
membutuhkan: 15-20 cm H2O. Bayi dengan kondisi atau penyakit paru-
paru yang berakibat turunnya compliance, membutuhkan: 20-40 cm H2O.
Tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang
mempunyai pengukuran tekanan.

5. Observasi gerak dada bayi: adanya gerakan dada bayi turun naik
merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru
mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak
maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru
terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini
dapat menyebabkan pneumothoraks.

18
6. Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai sebagai
pedoman ventilasi yang efektif. Gerak paru mungkin disebabkan
masuknya udara ke dalam lambung.

7. Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar dengan menggunakan


stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi
bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.

8. Observasi pengembangan dada bayi: apabila dada terlalu berkembang,


kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang
berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut:
perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara terhambat, dan tidak
cukup tekanan.

Apabila dengan tahapan diatas dada bayi masih tetap kurang berkembang
sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi pipa-balon lakukan

3. Kompresi dada

Teknik kompresi dada ada 2 cara:

a. Teknik ibu jari (lebih dipilih)

o Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari tangan melingkari dada dan menopang
punggung

o Lebih baik dalam megontrol kedalaman dan tekanan konsisten

o Lebih unggul dalam menaikan puncak sistolik dan tekanan perfusi coroner

b. Teknik dua jari

19
o Ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari 1 tangan menekan sternum,
tangan lainnya menopang punggung

o Tidak tergantung

o Lebih mudah untuk pemberian obat

c. Kedalaman dan tekanan

o Kedalaman ±1/3 diameter anteroposterior dada


o Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan curah jantung maksimum

d. Koordinasi VTP dan kompresi dada

1 siklus : 3 kompresi + 1 ventilasi (3:1) dalam 2 detik


Frekuensi: 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit (berarti 120 kegiatan per
menit)
Untuk memastikan frekuensi kompresi dada dan ventilasi yang tepat, pelaku
kompresi mengucapkan “satu – dua – tiga - pompa-…” (Prambudi, 2013).

4. Intubasi Endotrakeal
Cara:
a. Langkah 1: Persiapan memasukkan laringoskopi

 Stabilkan kepala bayi dalam posisi sedikit tengadah

 Berikan O2 aliran bebas selama prosedur

b. Langkah 2: Memasukkan laringoskopi

 Daun laringoskopi di sebelah kanan lidah

 Geser lidah ke sebelah kiri mulut

20
 Masukkan daun sampai batas pangkal lidah

c. Langkah 3: Angkat daun laringoskop

 Angkat sedikit daun laringoskop

 Angkat seluruh daun, jangan hanya ujungnya

 Lihat daerah farings

 Jangan mengungkit daun

d. Langkah 4: Melihat tanda anatomis


 Cari tanda pita suara, seperti garis vertical pada kedua sisi glottis (huruf
“V” terbalik)

 Tekan krikoid agar glotis terlihat

 Bila perlu, hisap lender untuk membantu visualisasi

e. Langkah 5: Memasukkan pipa

 Masukkan pipa dari sebelah kanan mulut bayi dengan lengkung pipa pada
arah horizontal

 Jika pita suara tertutup, tunggu sampai terbuka

 Memasukkan pipa sampai garis pedoman pita suara berada di batas pita
suara

 Batas waktu tindakan 20 detik


(Jika 20 detik pita suara belum terbuka, hentikan dan berikan VTP)
f. Langkah 6: mencabut laringoskop

21
 Pegang pipa dengan kuat sambil menahan kea rah langit-langit mulut bayi,
cabut laringoskop dengan hati-hati.

 Bila memakai stilet, tahan pipa saat mencabut stilet.


5. Obat-obatan dan cairan:

a. Epinefrin

 Larutan = 1 : 10.000

 Cara = IV (pertimbangkan melalui ET bila jalur IV sedang disiapkan)

 Dosis : 0,1 – 0,3 mL/kgBB IV


 Persiapan = larutan 1 : 10.000 dalam semprit 1 ml (semprit lebih besar
diperlukan untuk pemberian melalui pipa ET. Dosis melalui pipa ET 0,3-
1,0 mL/kg)

 Kecepatan = secepat mungkin

Jangan memberikan dosis lebih tinggi secara IV.


b. Bikarbonat Natrium 4,2%

c. Dekstron 10%

d. Nalokson

22
2.2 HIPOTERMIA

A. Definisi

Kosim et al., (2014) dan Behrmen et al., (2000) menyatakan bahwa bayi
baru lahir tanpa penanganan yang tepat akan kehilangan panas empat kali lebih
besar dari pada orang dewasa, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan
suhu, tubuh antara 2 – 4°C dalam 10 - 30 menit setelah kelahiran.
Suhu tubuh rendah dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan
lingkungan yang dingin (suhu lingkungan rendah,permukaan yang dingin atau
basah) atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian(asuhan kebidanan
neonatus,bayi,dan anak balita).
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu tubuh dibawah normal (kurang
dari 36,5 C). Hipotermi merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian
bayi barulahir,terutamadenganberatbadankurangdari2,5Kg.(sudarti,M.Kes 2010)
Hipotermi dibedakan atas :
1.stres dingin(36-36,5 C)
2.hipotermi sedang(32-36 C)
3.hipotermi berat(dibawah32 C)
Bayi-bayi yang sangat rawan terhadap hipotermi yaitu :
1. bayi kurang bulan / prematur
2. bayi berat lahir rendah
3. bayi sakit
B.Etiologi
1. Prematuritas
2. Asfiksia
3. Sepsis
4. Kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral
5. Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran
6. Eksposure suhu lingkungan yang dingin

23
C.Patofisiologi
Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferen menyampaikan pada
sentral pengatur panas di hipothalamus. Saraf yang dari hipothalamus sewaktu
mencapai brown fat memacu pelepasan noradrenalin lokal seehingga trigliserida
dioksidasi menjadi gliserol dan asam lemak. Blood gliserol level meningkat tetapi
asam lemak secara lokal dikonsumsi untuk menghasilkan panas.daerah brown fat
menjadi panas, kemudian didistribusikan ke beberapa bagian tubuh melalui aliran
darah.Ini menunjukkan bahwa bayi akan memerlukan oksigen tambahan dan
glukosa untuk metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat.

D. Penyebab Hipotermi
Berikut penyebab terjadinya penurunan suhu tubuh pada bayi :

 Ketika bayi baru lahir tidak segera dibersihkan, terlalu cepat dimandikan,
tidak segera diberi pakaian, tutup kepala, dan dibungkus, diletakkan pada
ruangan yang dingin, tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan
dari ibunya, tidak segera disusui ibunya.
 Bayi berat lahir rendah yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5
kg atau bayi dengaan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm atau bayi dengan
tanda-tanda otot lembek, kulit kerput.
 Bayi lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis dan sakit berat.

E. Tanda dan Gejala Hipotermi

a. Hipotermia sedang:
 Kaki teraba dingin
 Kemampuan menghisap lemah
 Tangisan lemah
 Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata
b. Hipotermia berat
 Sama dengan hipotermia sedang
 Pernafasan lambat tidak teratur

24
 Bunyi jantung lambat
 Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolic
c. Stadium lanjut hipotermia
 Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
 Bagian tubuh lainnya pucat
 Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada
 punggung, kaki dan tangan (sklerema) .

F. Diagnosis

Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh


atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu
petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukurannya
dapat dilakukan melalui aksila,rektal,atau kulit. Untuk mengukur suhu hipotermi
diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat
mengukur sampai 25 C

G. Proses Terjadinya Hipotermi

Penurunan suhu tubuh pada bayi terjadi melalui :

 Evaporasi (menguapnya cairan dari kulit bayi yang basah)


 Radiasi (memancarnya panas tubuh bayi ke lingkungan sekitar yang lebih
dingin)
 Konduksi (pindahnya panas tubuh apabila kulit bayi langsung kontak
dengan permukaan yang lebih dingin)

H. Pengobatan Hipotermi
Mengatasi bayi hipotermi dilakukan dengan cara :

 Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok


dan tutup kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat

25
karena terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin
bisa ditambahkan selimut.
 Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau
dihangatkan diatas tungku.
 Menghangatkan bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt yang
diletakkan pada jarak setengah meter diatas bayi.
 Meminta pertolongan kepada petugas kesehatan terdekat.

 Dirujuk ke rumah sakit.

I. Pencegahan Hipotermi

Melakukan tujuh rantai hangat, yaitu :

 Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering, bersih, penerangan


cukup.
 Memberi asi sedini mungkin dalam waktu 30 menit setelah melahirkan
agar bayi memperoleh kalori.
 Mempertahankan kehangatan pada bayi.
 Memberi perawatan bayi baru lahir yang memadai.
 Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan /
perawatan bayi baru lahir.
 Menunda memandikanbayi baru lahir .
 Pada bayi normal tunda memandikannya sampai 24 jam.
 Pada bayi berat badan lahir rendah tunda memandikannya lebih lama lagi.

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan
manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari)
membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan
kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu.
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi
pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian. Masalah ini
timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang
memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya
perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi
akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.

B. Saran
Kasus kegawatdaruratan merupakan hal yang saat ini mendapat perhatian
yang begitu besar. Oleh karena itu, diharapkan seluruh pihak memberikan
kontribusinya dalam merespon kasus kegawatdaruratan ini. Diharapkan kepada
para calon bidan agar cepat mengetahui dan memahami kegawatdaruratan pada
bayi baru lahir serta mengenali tanda-tanda bahaya yang terjadi pada bayi baru
lahir.

27
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto.2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Rineka Cipta.


Jakarta.

Budiarto, Eko. 2007. Biostatistikauntukkedokterandankesehatanmasyarakat.EGC.


Jakarta.

Depkes RI, 2008. Profilkesehatanindonesia. Jakarta.

Deslidel, H. 2012. Buku ajar asuhanneonatus, bayi, danbalita. EGC. Jakarta.

Dewi VN. 2011. AsuhanNeonatusBayidanAnakBalita.SalembaMedika. Jakarta.

Hassan R, Husein A. 2007. Ilmukesehatananak 3.Infomedika. Jakarta.

HidayahAA.2008.Pengantarilmukesehatananakuntukpendidikankebidanan.Salem
baMedika. Jakarta.

Warih BP, Abubakar M. 2009. Fisiologi pada Neonatus. dalam : Kumpulan


makalah Konas III IDSAI. Surabaya.

28

Anda mungkin juga menyukai