Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

TENTANG

“HALUSINASI, ISOLASI SOSIAL, DEFISIT PERAWATAN


DIRI, HARGA DIRI RENDAH, RESIKO PERILAKU
KEKERASAN”

DISUSUN OLEH :
ANDI TRISNAWATI
(P07220116005)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


KALTIM

PRODI D-III KEPERAWATAN


LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai
terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitas
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
C. Manifestasi Klinis
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),
takut
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 2005)
D. Tahapan dan tingkatan halusinasi
1. Comporting → cemas sedang, halusinasi merupakan kesenangan
Karakteristik
Non psikotik, merasa cemas, kesepian, bersalah, takut sehingga mencoba
berpikir hal-hal menyenangkan, halusinasi masih dapat dikontrol
Observable patient behaviors
Tersenyum/tertawa sendiri, bicara tanpa bersuara, rapid eyes movement,
bicara pelan, diam dan preoccupied
2. Condemnine → cemas berat, halusinasi menjadi refulsif
Karakteristik
Nonspesifik pengalaman sensori menjadi menakuitkan, klien merasa
hilang kontrol dan merasa dilecehkan oleh pengalaan sensori tersebut,
menarik diri dari orang lain
Observable patient behaviors
Peningkatan aktivitas sistem saraf otonom, peningkatan denyut jantung,
respirasi dan tekanan darah.
3. Controlling → cemas berat, halusinasi tidak dapat ditolak
Karakteristik
Klien menyerah terhadap halusinasinya, halusinasi menjadi lebih
mengancam
Observable patient behavior
Mengikuti perintah halusinasinya, sulit berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak dapat mengikuti perintah dari perawat.
4. Conquering → panik, klien dikuasai oleh halusinasinya
Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi menakutkan dan mengancam jika tidak
mengikuti perintahnya
Observable patient behavior
Pelaku panik, resiko tinggi mencederai diri sendiri/orang lain,m,m
aktivitas menggambarkan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, gelisah,
isolasi sosial/katatonia.
E. Klasifikasi
1. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannya dengan
stimulkus yang nyata/lingkungan. Dengan kata lain yang berada disekitar
klien tidak mendengar bunyi atau suara yang didengar klien tersebut.
2. Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya stimulus yang
nyata dari lingkungan\
3. Halusinasi penciuman
Klien mencium sesuatu yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus
yang nyata
4. Halusinasi pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata biasanya merasakan rasa
makanan yang tidak enak
5. Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata
F. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut
Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang
lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
1. Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

2. Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di
sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
H. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori perceptual ; halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri


I. Asuhan Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan
fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan
social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan alat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
J. Analisa data

No Data Subyekstif Data Obyektif

1. Klien mengatakan melihat Tampak bicara dan ketawa sendiri.


atau mendengar sesuatu. Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
Klien tidak mampu Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat
mengenal tempat, waktu, sesuatu.
orang. Gerakan mata yang cepat.

2. Klien mengatakan merasa Tidak tahan terhadap kontak yang lama.


kesepian. Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat
Klien mengatakan tidak bicara.
dapat berhubungan sosial. Tidak ada kontak mata.
Ekspresi wajah murung, sedih.
Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya
sendiri.
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.

Klien mengungkapkan Wajah klien tampak tegang, merah.


3.
takut. Mata merah dan melotot.
Klien mengungkapkan apa
Rahang mengatup.
yang dilihat dan didengar
Tangan mengepal.
mengancam dan
membuatnya takut. Mondar mandir.

K. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah
1. Gangguan sensori perceptual : Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri

3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


L. Intervensi

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah ....x pertemuan SP 1
- Mengenali halusinasi pasien dapat menyebutkan  Bantu pasien mengenal
yang dialaminya : halusinasinya (Isi,
- Mengontrol  Isi, waktu, frekuensi, waktu, frekuensi, situasi
halusinasinya situasi pencetus, pencetus, perasaan)
- Mengikuti program perasaan  Latih mengontrol
pengobatan  Mampu memperagakan halusinasinya dengan
cara dalam mengontrol cara menghardik.
halusinasi Tahapan tindakannya
meliputi :
- Jelaskan cara
menghardik
halusinasinya
- Peragakan cara
menghardik
- Minta pasien
memperagakan ulang
 Pantau peberapan cara
ini beri penguatan
perilaku pasien
 Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah ...x pertemuan, SP 2
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang
 Menyebutkan kegiatan lalu (SP 1)
yang sudah dilakukan - Latih berbicara dengan
 Memperagakan cara orang lain saat halusinasi
bercakap-cakap dengan muncul
orang lain - Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah ...x pertemuan, SP 3
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang
 Menyebutkan kegiatan lalu (SP 1 dan SP 2)
yang sudah dilakukan - Latih kegiatan agar
 Membuat jadwal halusinasitidak muncul.
kegiatan sehari-hari dan Tahapannya :
mampu  Jelaskan pentingnya
memperagakannya aktivitas yang teratur
untuk mengatasi
halusinasi
 Diskusikan aktivitas
yang biasa dilakukan
oleh pasien
 Latih pasien
melakukan aktivitas
 Susun jadwal
aktivitas sehari-hari
sesuai dengan
aktivitas yang telah
dilatih (dari bangun
pagi sampai malam
hari)
 Pantau pelaksanaan
jadwal kegiatan,
berikan penguatan
terhdap perilaku
pasien yang positif
Setelah ...x pertemuan, SP 4
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang
 Menyebutkan kegiatan lalu (SP 1, 2, 3)
yang sudah dilakukan - Tanyakan program
 Menyebutkan manfaat pengobatan
dari program pengobatan - Jelaskan pentingnya
penggunaan obat pada
gangguan jiwa
- Jelaskan akibat bila tidak
digunakan sesuai
program
- Jelaskan akibat putus
obat
- Jelaskan cara
mendapatkan
obat/berobat
- Jelaskan pengobatan
(5B)
- Latih pasien minum obat
- Masukan dalam jadwal
harian pasien
Keluarga mampu : Setelah...x pertemuan SP 1
- Merawat pasien di keluarga mampu - Identifikasi masalah
rumah dan menjadi menjelaskan tentang keluarga dalam merawat
sistem pendukung halusinasi pasien
yang efektif untuk - Jelaskan tentang
pasien. halusinasi :
 Pengertian hakusinas
 Jenis halusinasi dalam
pasien
 Tanda dan gejala’
 Cara merawat pasien
(cara komunikasi,
pemberian obat, dan
pembetrian aktivitas
kepada pasien)
 Sumber sumber
pelayanan kesehatan
yang bisa di jangkau
 Bermain peran cara
merawat
- Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat
pasien.
Setelah ...x pertemuan, SP 2
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan
 Menyelesaikan kegiatan keluarga (SP 1)
yang sudah dilakukan - Latih keluarga merawat
 Memperagakan cara pasien
merawat pasien - RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
Setelah ...x pertemuan, SP 3
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan
 Menyebutkan kegiatan keluarga (SP 2)
yang sudah dilakukan - Latih keluarga merawat
 Memperagakan cara pasien
merawat pasien serta - RTL keluarga/jadwal
mampu membuat RTL keluarga untuk merawat
pasien
Setelah ...x pertemuan SP 4
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan
 Menyebutkan kegiatan keluarga
yang sudah dilakukan - Evaluasi kemampuan
 Melaksanakan follow up pasien
rujukan - RTL keluarga :
 Follow up
 Rujukan

Daftar Pustaka

Ade Herman, S.D. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika


Aditama

Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta :


Nuha

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta :
Salemba Medika

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan


Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan


Jiwa (Terjemahan).Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito,
2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009, hlm. 93).
B. Penyebab
1. Faktor Predis Posisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu /
pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan /
hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek – jelekkan anak. Ekspresi
emosi yang tinggi. Orang tua atau anggota keluarga sering berteriak,
marah untuk persoalan kecil / spele, sering menggunakan kekerasan
fisik untuk mengatasi masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan,
anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya
tidak memberi pujian atas keberhasilan anak .
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Contoh : Individu yang
berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat atau lanjut usia.
Demikianlah kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak
keluar ruman (pingit) dapat menyebabkan isolasi sosial.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa,
insiden tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya yang
anggota keluarga menderita skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
Internal maupun eksternal meliputi.
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti : perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara.
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus
saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c. Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan, maupun biologis.
d. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Ego pada klien
psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stres. Hal
ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase sinibiotik sehingga perkembangan psikologis individu
terhambat.
1) Hubungan ibu dan anak
Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan
kecemasannya pada anak, misalnya dengan tekanan suara yang
tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum dapat
mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.
2) Dependen versus Interdependen
Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat menimbulkan
konflik, di satu sisi anak ingin mengembangkan kemandiriannya.
C. Manifestasi Klinis
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghidar dari orang lain (menyendiri)
3. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.
4. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
5. Komunikasi kurang / tidak ada.
6. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
7. Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.
8. Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam mobilitas.
9. Menolak berhubungan dengan orang lain.
10. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
D. Akibat
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah,
sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila
tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan
persepsi sensori : halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain juga
bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang dapat berpengaruh terhadap
kemempuan untuk melakukan perawatan secara mandiri
E. Pohon Masalah

Gangguan sensori persepsi :Halusinasi

Isolasi sosial ; menarik diri

Gangguan konsep diri : HDR

F. Masalah Keperawatan dan Fokus Pengkajian

No Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji

1 Resiko perubahan sensori - Data Subjektif :


persepsi : halusinasi - Klien mengatakan mendengar bunyi
yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran
tanpa ada stimulus yang nyata
- Klien mengatakan mencium bau
tanpa stimulus
- Klien merasa makan sesuatu
- Klien merasa ada sesuatu pada
kulitnya
- Klien takut pada suara/ bunyi/
gambar yang dilihat dan didengar
- Klien ingin memukul/ melempar
barang-barang
Data Objektif :
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar/
melihat sesuatu
- Klien berhenti bicara ditengah
kalimat untuk mendengarkan sesuatu
- Disorientasi

2. Isolasi Sosial : menarik diri Data Subjektif :


- Sukar didapat jika klien menolak
komunikasi. Terkadang hanya berupa
jawaban singkat ya atau tidak.
Data Objektif :
- Klien terlihat apatis, ekspresi sedih,
afek tumpul, menyendiri, berdiam
diri di kamar dan banyak diam.

3. Gangguan konsep diri : harga Data subyektif:

diri rendah - Klien mengatakan: saya tidak


mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
- Klien tampak lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai
diri/ ingin mengakhiri hidup.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : Menarik diri
2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
3. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
H. Intervensi

Tujuan
Pasien mampu :
- Menyadari penyebab isolasi sosial
Berinteraksi dengan orang lain
Keluarga mampu :
Merawat pasien isolasi sosial di rumah

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ….x pertemuan SP I
klien mampu: - Identifikasi penyebab
- Membina hubungan
- Siapa yang satu rumah dengan pasien
saling percaya - Siapa yang dekat dengan pasien
- Menyadari penyebab
- Siapa yang tidak dekat dengan pasien
isolasi sosial, - Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi
keuntungan dan dengan orang lain
kerugian berinteraksi - Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan
dengan orang lain berinteraksi dengan orang lain
- Melakukan interaksi - Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
dengan orang lain berinteraksi dengan orang lain
secara bertahap - Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak
teman dan bergaul akrab dengan mereka
- Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung
diri dan tidak bergaul dengan orang lain
- Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan
fisik pasien
- Latih berkenalan
- Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan
orang lain
- Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain
- Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara
berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di
hadapan perawat
- Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu
orang teman / anggota keluarga
- Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan,
tingkatkan jumlah interaksi dengan 2,3,4 orang dan
seterusnya
- Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang
telah dilakukan oleh pasien
- Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah
berinteraksi dengan orang lain, mungkin pasien
akan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar
pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
- Masukkan jadwal kegiatan pasien
SP 2
- Evaluasi SP1
- Latih berhubungan sosial secara bertahap
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi SP1 dan 2
- Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah ….x pertemuan SP 1
keluarga mampu - Identifikasi masalah yang dihadapi keluarga dalam
menjelaskan tentang : merawat pasien
- Masalah isolasi sosial - Penjelasan isolasi sosial
dan dampaknya pada - Cara merawat pasien isolasi sosial
pasien - Latih (simulasi)
- Penyebab isolasi sosial - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
- Sikap keluarga untuk pasien
membantu pasien SP 2
mengatasi isolasi - Evaluasi SP 1
sosialnya - Latih (langsung ke pasien)
- Pengobatan yang - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
berkelanjutan dan pasien
mencegah putus obat SP 3
- Tempat rujukan dan - Evaluasi SP 1 dan SP 2
fasilitas kesehatan - Latih (langsung ke pasien)
yang tersedia bagi - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan keluarga
 Evaluasi kemampuan pasien
 Rencana tindak lanjut keluarga
 Follow Up
 Rujukan

Daftar Pustaka
Marlindawani, Jeney, 2002, Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
Psikososial dengan gangguan jiwa

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Stuart, GW. 2002. Buku Saku
Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan
dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (
Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit
peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan
akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis.
B. Penyebab
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya
C. Manifestasi Klinis
1. Fisik:
 Badan bau, pakaian kotor
 Rambut dan kulit kotor
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut yang bau
 Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif
 Menarik diri, isolasi diri
 Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina
3. Social
 Interaksi kurang
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berprilaku sesuai norma
 Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat , gosok
gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
D. Akibat
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti
pasien dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi
sosial dan bahkan kehilangan kemampuan dan motivasi dalam melakukan
perawatan terhadap tubuhnya.
E. Pohon Masalah

resiko tinggi isolasi sosial : menarik diri

Deficit perawatan diri

Gangguan konsep diri : HDR

F. Masalah Keperawatan Dan Data yang perlu dikaji


No Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji

1. Defisit perawatan diri  Data mayor :


 DS :
Menyatakan malas mandi, tidak tahu
cara makan yang baik, tidak tahu
cara dandan, dan tidak tahu cara
eliminasi yang baik
 DO :
Badan kotor, dandan tidak rapih,
makan berantakan, BAB/BAK
sembarangan.
 Data minor :
 DS :
Merasa tidak berguna, merasa tidak
perlu merubah penampilan, merasa
tidak ada yang peduli
 DO :
Tidak tersedia alat kebersihan, tidak
tersedia alat makan, tidak tersedia
alat toileting

2. Gangguan konsep diri : HDR  Data mayor


 DS :
Klien hidup tak bermakna, tidak
memiliki kelebihan apapun, merasa
jelek.
 DO :
Kontak mata kurang, tidak
berinisiatif berinteraksi denbgan
orang lain.
- Data minor
 DS :
Klien mengatakan malas, putus as,
ingin mati.
 DO :
Klien malas-malasan, produktivitas
menurun
3. Resiko tinggi isolasi sosial : - Data mayor
menarik diri  DS :
Klien mengatakan malas
berinteraksi, mengatakan orang lain
tidak mau menerima dirinya, merasa
orang lain tidak selevel.
 DO :
Menyendiri, mengurung diri, tidak
mau bercakap-cakap dengan orang
lain.
- Data minor
 DS :
Curiga dengan orang lain,
mendengar suara/melihat
bayangan, merasa tidak berguna
 DO:
Mematung, mondar-mandir, tanpa
arah, tidak berinisiatif, berhubunganb
dengan orang lain.

G. Diagnose Keperawatan
1. Deficit Perawatan Diri
2. Isolasi Sosial : MD
3. Gangguan konsep diri : HDR
H. Intervensi

Tujuan
Pasien mampu :
- Melakukan kebersihan diri secara mandiri
- Melakukan berhias / berdandan secara baik
- Melakukan makan dengan baik
- Melakukan BAB / BAK secara mandiri
Keluarga mampu :
- Merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ...x pertemuan, SP 1
pasien mampu: - Identifikasi kebersihan diri, berdandan, makan dan
menjelaskan BAB / BAK
pentingnya : - Jelaskan pentingnya kebersihan diri
Kebersihan diri - Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
Berdandan - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Makan SP 2
BAB / BAK - Evaluasi SP 1
- mampu melakukan - Jelaskan pentingnya berdandan
cara merawat diri - Latih cara berdandan
 Untuk laki – laki meliputi cara :
Berpakaian
Menyisir rambut
Bercukur
 Untuk perempuan meliputi cara :
Berpakaian
Menyisir rambut
Berhias
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi kegiatan SP 1 dan SP 2
- Jelaskan cara dan alat makan yang benar
- Jelaskan cara mempersiapkan makan
- Jelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah
makan
- Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang
baik
- Latih kegiatan makan
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 4
- Evaluasi kemampuan pasien yang lalu (SP1, 2, dan
3)
- Latih cara BAB dan BAK yang baik
- Menjelsakan tempat BAB/BAK yang sesuai
- Menjelskan cara membersihkan diri setelah
BAB/BAK
Setelah ...x pertemuan, SP 1
keluarga mampu - Identifikasi masalah keluarga dalam merawat
meneruskan melatih pasien dengan masalah kebersihan diri, berdandan,
pasien dan mendukung makan, BAB/BAK
agar kemampuan - Jelaskan defisit perawatan diri
pasien dalam - Jelaskan cara merawat kebersihan diri, berdandan,
perawatan dirinya makan, BAB/BAK
meningkat - Bermain peran cara merawat
- Rencana tindak lanjut keluarga/jadwal keluarga
untuk merawat pasien
SP 2
- Evaluasi SP 1
- Latih keluarga merawat langsung ke pasien,
kebersihan diri dan berdandan
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien
SP 3
- Evaluasi kemampuan SP 2
- Latih keluarga merawat langsung ke pasien cara
makan
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien
SP 4
- Evaluasi kemampuan keluarga
- Evaluasi kemampuan pasien
- RTL keluarga
Follow up
Rujukan

Daftar Pustaka
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo, 2003

Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon
Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 –


2006. Jakarta : Prima Medika.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan
merasa lebih rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga
dan tidak dapat bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas,
2010)
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks,
tuntutan peran kerja, harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak
percayaan orang tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam
stuktural sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian yang mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi
c. Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan kematian
d. Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit
dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk,
penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan dengan
tumbang normal moral dan prosedur medis keperawatan
C. Manifestasi Klinis
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
1 Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain
2 Mengkritik diri sendiri dan orang lain
3 Gangguan dalam berhubungan
4 Rasa diri penting yang berlebihan
5 Perasaan tidak mampu
6 Rasa bersalah
7 Pandangan hidup yang pesimis
8 Penolakan terhadap kemampuan personal
9 Menarik diri secara social
10 Khawatir dan menarik diri dari realitas

D. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak
mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
E. Pohon Masalah

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : HDR

Berduka disfungsional

F. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


No Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji

1. Gangguan konsep diri : - Data Mayor :


HDR  DS :
Klien hidup tidak bermakna, tidak
memiliki kelebihan apapun,
merasa jelek
 DO :
Kontak mata kurang, tidak
berinisiatif untuk berinteraksi dengan
orang lain.
- Data Minor :
 DS :
Klien mengatakan malas, putus asa,
ingin mati
 DO :
Klien malas-malasan, Produktivitas
menurun
2. Isolasi Sosial : Menarik diri - Data Mayor :
 DS :
Klien mengatakan malas
berinteraksi, mengatakan orang lain
tidak mau menerima dirinya, merasa
orang lain tidak selevel.
 DO :
Menyendiri , mengurung diri, tidak
mau bercakap-cakap dengan orang
lain
- Data Minor :
 DS :
Curiga dengan orang lain,
mendengar suara/melihat bayangan,
merasa tidak berguna
 DO :
Mematung, mondar-mandir tanpa
arah, tidak berinisiatif berhubungan
dengan orang lain.

3. Berduka disfungsional - Data Mayor :


 DS :
Mengungkapkan tak berdaya dan tak
ingin hidup lagi
 DO :
Mengungkapkan sedih karena tidak
naik kelas/ kehilangan seseorang
- Data Minor :
 DS :
Ekspresi Wajah sedih
 DO :
Tidak ada kontak mata ketika diajak
bicara

G. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : HDR
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Berduka disfungsional
H. Intervensi

Tujuan
Pasien mampu :
- Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Menilai kemampuan yang dapat digunakan
- Menetapkan / memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan
- Melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
- Merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.
Keluarga mampu :
- Merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan menjadi sistem
pendukung yang efektif bagi pasien

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ….x pertemuan SP I
klien mampu: - Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki.
- Mengidentifikasi - Diskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah
kemampuan aspek kemampuan dan aspek positif seperti kegiatan
positif yang dimiliki pasien di rumah adanya keluarga dan lingkungan
- Memiliki kemampuan terdekat pasien.
yang dapat digunakan - Beri pujian yang realistis dan hindarkan setiap kali
- Memilih kegiatan bertemu dengan pasien penilaian yang negatif.
sesuai kemampuan - Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini
- Melakukan kegiatan - Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih
yang sudah dipilih digunakan saat ini
- Merencanakan - Bantu pasien menyebutkannya dan memberi
kegiatan yang sudah penguatan terhadap kemampuan diri yang
dilatih diungkapkan pasien
- Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi
pendengar yang aktif
- Pilih kemampuan yang akan dilatih
- Diskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang
dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang
akan pasien lakukan sehari-hari.
- Bantu pasien menetapkan aktivitas mana yang dapat
pasien lakukan secara mandiri.
- Aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dari
keluarga
- Aktivitas apa saja yang perlu bantuan penuh dari
keluarga atau lingkungan terdekat pasien.
- Beri contoh cara pelaksanaan aktivitas yang dapat
dilakukan pasien
- Susun bersama pasien aktivitas atau kegiatan sehari-
hari pasien
- Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
- Diskusikan dengan pasien untuk menetapkan urutan
kegiatan (yang sudah dipilih pasien) yang akan
dilatihkan.
- Bersama pasien dan keluarga memperagakan
beberapa kegiatan yang akan dilakukan pasien.
- Berikan dukungan atau pujian yang nyata sesuai
kemajuan yang diperlihatkan pasien
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
- Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba
kegiatan.
- Beri pujian atas aktivitas / kegiatan yang dapat
dilakukan pasien setiap hari
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi dan
perubahan sikap
- Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan
bersama pasien dan keluarga.
- Berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya
setelah pelaksanaan kegiatan.
- Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap
aktivitas yang dilakukan pasien
SP 2
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
- Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan
- Latih kemampuan yang dipilih
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
- Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

Setelah ….x pertemuan SP 1


keluarga mampu : - Identifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat
- Mengidentifikasi pasien
kemampuan yang - Jelaskan proses terjadinya HDR
dimiliki pasien - Jelaskan tentang cara merawat pasien
- Menyediakan fasilitas - Main peran dalam merawat pasien HDR
untuk pasien - Susun RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
melakukan kegiatan merawat pasien
- Mendorong pasien SP 2
melakukan kegiatan - Evaluasi kemampuan SP 1
- Memuji pasien saat - Latih keluarga langsung ke pasien
pasien dapat - Menyusun RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
melakukan kegiatan merawat pasien
- Membantu melatih SP 3
pasien - Evaluasi kemampuan keluarga
- Membantu menyusun - Evaluasi kemampuan pasien
jadwal kegiatan pasien - RTL keluarga :
- Membantu - Follow Up
perkembangan pasien - Rujukan

Daftar Pustaka

Keliat,Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta:


EGC.

Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Jogjakarta: Nuha Medika Press.

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa. Jakarta
: Salemba Medika

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC


LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi
tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau
perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan). Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang
lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari,
2015:137)
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien
dengan perilaku kekerasan adalah:
a. Teori Biologis
1) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang
mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100). Lobus frontalis memegang
peranan penting sebagai penengah antara perilaku yang berarti dan
pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak dimana terdapat
interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal
dapat menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah,
2012: 29).
2) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007)
dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang
tidur akan bangun jika terstimulasi oleh factor eksternal. Menurut
penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki
oleh penghuni pelaku tindak criminal serta orang-orang yang
tersangkut hukum akibat perilaku agresif (Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 100).
3) Cycardian Rhytm Irama sikardian memegang peranan individu.
Menurut penelitian pada jam sibuk seperti menjellang masuk
kerja dan menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam
tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap
agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
4) Faktor Biokimia Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter
di otak contohnya epineprin, norepenieprin, dopamin dan
serotonin sangat berperan dalam penyampaian informasi
melalui system persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus
dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan
akan dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak dan
meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormone
androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan
GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
5) Brain Area Disorder Gangguan pada sistem limbik dan lobus
temporal, siindrom otak, tumor otak, trauma otak, penyakit
ensepalitis, epilepsy ditemukan sangat berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 100)
b. Teori Psikogis
1) Teori Psikoanalisa Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi
oleh riwayat tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan
bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun
dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan
kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap
agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang yang rendah.
Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012:
hal 100 – 101)
2) Imitation, modelling and information processing theory Menurut
teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan
yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku
yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan
individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa
anak dikumpulkan untuk menontn tayangan pemukulan pada
boneka dengan reward positif ( semakin keras pukulannya akan
diberi coklat). Anak lain diberikan tontonan yang sama dengan
tayangan mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward
yang sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak
keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku
sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 101).
3) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat
marah ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).
2. Faktor Presipitasi

C. Rentang respon
Respon adaptif Respon
maladaptif

asertif frustasi pasif agresif PK


Klien mampu Klien gagal Klien Klien Perasaan
mengungkapkan menapai merasa tidak merasa tidak marah dan
rasa marah tujuan dapat dapat bermusuha
tanpa kepuasan saat mengungkap mengungkap n yang kuat
menyalahkan marah dan kan kan dan hilang
orang lain dan tidak dapat perasaannya, perasaannya, kontrol
memberikan menemukan tidak tidak disertai
kelegaan. alternatifnya. berdaya dn berdaya dn amuk,
menyerah. menyerah. merusak
lingkungan
Gambar Rentang Respon Marah

1. Respon Adaptif
Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social
Budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut, respon adaptif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 96):
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang laindan
lingkungan
2. Respon Maladaptif
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social
b. Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).
D. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan factor
predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
a. Psikologis
Menurut Townsend(1996, dalam jurnal penelitian) Faktor
psikologi perilaku kekerasan meliputi:
1) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
2) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologic
terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk
dipengaruhioleh peran eksternal (Nuraenah, 2012: 31).
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar
rumah, semua aspek ini menstiumulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 142).
c. Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan
budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang
mempunyai kemampuan yang sama untuk mnyesuaikan dengan
berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress (Nuraenah,
2012: 31).
d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan (Eko Prabowo,
2014: hal 143).
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Kondisi klien: kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan,kehidupan yang penuh dengan agresif dan masa
lalu yang tidak menyenangkan
b. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lungkungan.\
c. Lingkungan: panas, padat dan bising

E. Tanda dan Gejala


Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kkekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
1. Muka merah dan tegang
2. Mata melotot atau pandangan tajam
3. . Tangan mengepal
4. Rahang mengatup
5. Wajah memerah dan tegang
6. Postur tubuh kaku
7. Pandangan tajam
8. Jalan mondar mandir

Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya (Kartika Sari,


2015: 138) :
1. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
2. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
3. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
4. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada
berdebardebar, rasa tercekik dan bingung
5. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
6. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

F. Akibat
Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain.
Seseorang dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain dapat menunjukan perilaku (Kartikasari, 2015: hal 140) :
Data Subyektif :
1. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
2. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data Obyektif :
1. Wajah tegang merah
2. Mondar mandir
3. Mata melotot, rahang mengatup
4. Tangan mengepal
5. Keluar banyak keringat
6. Mata merah
7. Tatapan mata tajam
8. Muka merah
G. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 103).
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan yang tertarik
pada teman suaminya,akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
5. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan
dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).
H. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan
mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang
berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya trifluoperasineestelasine,
bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer bukan obat anti
psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya
mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo,
2014: hal 145).
2. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan
media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak
berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu
bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan
oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan
ditentukan program kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
3. Peran serta keluarga \Keluarga merupakan sistem pendukung utama
yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-
sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima
tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang
mempunyai kemampuan mengtasi masalah akan dapat mencegah
perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptif (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptif
ke perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan
pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal (Eko Prabowo,
2014: hal 145).
4. Terapi somatic
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif
dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik
pasien,terapi adalah perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
5. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall
dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang menangani
skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo, 2014:
hal 146).
I. Pohon Masalah

Factor predisposisi dan presipitasi

koping individu tidak efektif


Harga diri rendah

halusinasi causa

Perilaku kekerasan Cor problem

Resiko mencederai diri sendiri dan effect


orang lain
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan dari pohn masalah pada gambar adalah sebagai
berikut (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 106).
1. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
2. Harga diri rendah kronik
K. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Tujuan Umum
Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai denga tanggung jawab
2. Tujuan Khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien mau membalas salam
b) Kien mau berjabat tangan
c) Klien mau menyebutkan nama
d) Klien mau kontak mata
e) Klien mau mengetahui nama perawat
f) Klien mau menyediakan waktu untuk kontak
2) Intervensi
1) Beri salam dan panggil nama klien
2) Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
3) Jelaskan maksud hubungan interaksi
4) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
5) Beri rasa aman dan sikap empati
6) Lakukan kontak singkat tapi sering
b. TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan
1) Kriteria Evauasi
a) Klien dapat mengungkapkan perasaannya
b) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel/jengkel (dari diri sendiri, orang lain dan
lingkungan)
2) Intervensi
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya
b) Bantu klien mengungkap perasaannya
c. TUK III : Kien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau
jengkel
b) Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami
2) Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat
marah/jengkel
b) Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda klien saat
jengkel/marah yang dialami
d. TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilakuk kekerasan yang
biasa dilakukan
1) Kriteria Evaluasi
a.) Klien dapatmengungkapkan perilaku kekerasan yang
dilakukan
b.) Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang
dilakukan
c.) Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat
menyelesaikan masalah atau tidak
2) Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan klien
b) Bantu klien dapat bermain peran dengan perilakukekerasan
yang biasa dilakukan
c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien
lakukan masalahnya selesai
e. TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat mengungkapkan akibat dari cara yang
dilakukan klien
2) Intervensi
a) Bicarakan akibat kerugian dari cara yang dilakukan klien
b) Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang dilakukan
oleh klien
c) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara baru
yang sehat
f. TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam
berespon terhadap kemarahan secara konstruktif
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat melakukan cara berespn terhadap kemarahan
secara konstruktif
2) Intervensi
a) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari car baru
b) Beri pujian jika klien menemukan cara yang sehat
c) Diskusikan dengan klien mengenai cara lain
g. TUK VII : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
a) Fisik : olahragadan menyiram tanaman
b) Verbal : mengatakan secra langsung dan tidak menyakiti
c) Spiritual : sembahyang, berdoa/ibdah yang lain
2) Intervensi
a) Bantu klien memilih cara yang tepat untuk klien
b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
c) Bantu klien menstimulasi cara tersebut
d) Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien
menstimulasi cara tersebut
e) Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipilihnya
jika ia sedang kesal/jengkel
h. TUK VIII : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol
perilaku kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
a) Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien yang
berperikalu kekerasan
b) Keluarga klien meras puas dalam merawat klien
2) Intervensi
a) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap
apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selam ini
b) Jelaskan peran serta keluarga dalam perawatan klien
c) Jelaskan cara merawat klien
d) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat kien
e) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
i. TUK IX : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai
program pengobatan)
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat meyebutkan obat-batan yang diminum dan
kegunaannya
b) Klien dapat minum obat sesuai dengan program pengobatan
2) Intervensi
a) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien
b) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti
minum obat tanpa izin dokter

Anda mungkin juga menyukai