Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit diare atau gastroenteritis merupakan suatu penyakit penting disekitar masyarakat
yang masih merupakan sebab utama kesakitan dan kematian seseorang terutama pada anak. Hal
ini tercemin banyak orang yang menderita penyakit diare atau gastroenteritis yang masuk keluar
dari Rumah Sakit. Akibat dari penyakit diare banyak faktor diantaranya kesehatan lingkungan,
higene perorangan, keadaan gizi, faktor sosial ekonomi, menentukan serangan penyakit diare,
walaupun banyak kasus diare yang mengalami dehidrasi namun banyak yang meninggal bila tidak
dilakukan tindakan-tindakan yang tepat.

Masyarakat pada umumnya selalu menganggap suatu hal penyakit diare adalah sepele,
sedangkan jika mengetahui yang terjadi sebenarnya banyak penderita diare yang mengalami
kematian. Penyakit gastrointeritis merupakan penyakit yang harus segera ditangani karena dapat
mengalami dehidrasi berat yang mengakibatkan syok hipovolemik dan mengalami kematian.

Masalah pada penyakit gastrointeritis atau diare yang dapat mengakibatkan kematian berupa
komplikasi lain dan masalah lain yang berkaitan dengan diare belum sepenuhnya ditanggulangi
secara memadai, namun berbagai peran untuk mencegah kematian yang berupa komplikasi dan
masalah lain seperti pelayanan kesehatan yang baik dan terpenuhi, dalam mencegah penyakit diare
dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada semua warga masyarakat tentang penyakit
gastroenteriritis serta peran keluarga dan warga sekitarnya sangat mendorong turunnya terjadinya
penyakit gastroenteritis karena dari keluargalah pola hidup seseorang terbentuk. Dengan pola
hidup yang sehat dan bersih dapat mencegah terjadinya penyakit gastrointeritis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a) Definisi

Gastroenteritis akut adalah peradangan pada lambung dan usus yang ditandai dengan gejala
diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah dan seringkali disertai peningkatan suhu tubuh.
Gastoenteritis terdiri dari peradangan pada lambung (gastritis) dan usus (enteritis).3
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan pada mukosa atau sub mukosa lambung yang
dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal. Gastritis merupakan penyakit yang sering
ditemukan dan merupakan respon mukosa terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri
(setelah menelan makanan), kafein, alcohol dan aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi
Helicobacter pylori lebih sering dianggap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti obat anti
inflamasi non steroid (OAINS), sulfonamid, steroid juga diketahui menggangu sawar mukosa
lambung.4
Enteritis merupakan peradangan pada usus yang ditandai dengan gejala diare. Diare adalah
buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat),
kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam. Defenisi
lain buang air besar cair lebih dari 3 kali sehari, buang air besar tersebut bisa/tanpa disertai oleh
lendir ataupun darah.5
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World
Gastroenterology Organisation Global Guidlines 2005, diare akut didefenisikan sebagai pasase
tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14
hari. Sedangkan diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.5
Diare infektif adalah bisa penyebabnya adalah infeksi. Sedangkan diare non infektif adalah
apabila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab diare. Dare organik adalah bila ditemukan
penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare fungsional adalah apabila
tidak ditemukan penyebab organik.5

b) Epidemiologi

Pada tahun 1995,diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari 3
juta penduduk dunia. Kematian karena diare akut di negara berkembang terjadi terutama pada
2
anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal di
daerah/lingkungan yang buruk,kumuh dan padat. Dengan sistem pembuangan sampah yang tidak
memenuhi syarat,keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya,kurangnya bahan
sumber makanan disertai cara penyimpanan yang tidak memenuhi syarat,tingkat pendidikan yang
rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan.4

Di Amerika Serikat, dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare
karena infeksi berkurang. Data dariCenters for Disease Control and prevetion (CDC) menunjukan
bahwa infeksi karena Salmonella, Shigella, Listeria, E.coli,dan Yersinia berkurang berkisar 20-
30% berkat perhatian atas kebersihan dan keamanan makanan. Sementara dibeberapa rumah sakit
di Indonesia data menunjukkan diare karena infeksi masih menduduki peringkat pertama sampai
dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat kerumah sakit.4

c) Etiologi4,5

Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena sebab-
sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, dan sebagainya

Diare akut karenainfeksi dapat ditimbulkan oleh:

1. Bakteri
Jenis bakteri penyebab yaitu: Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella dysentriae, Vibrio
cholera non 01, Vibrio parachemolyticus, Yersinia entero colityca,
klebsiella,pseudomonas, aeromonas
2. Parasit
Jenis protozoa penyebab yaitu: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomanes
hominis, Isospora sp. Jenis cacing penyebab yaitu: A. lumbricoides, trichuris trichiura,
strongiloides stercoralis.
3. Virus
Jenis virus penyebab yaitu: rotavirus, adenovirus, norwalk virus
Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur, tempat, dan
waktu. Di negara maju, diare akut paling sering disebabkan oleh norwalk virus,
Helicobacteri jejuni, Salmonella sp, Clostridum difficle, sedangkan penyebab paling sering
dinegara berkembang adalah Enterotoxicgenic eshericia coli, rotavirus dan V. cholerae.

3
d) Patofisiologis6

Sekitar 9-10 liter cairan memasuki saluran cema setiap harinya,berasal dari luar (diet) dan
dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung,empedu dan sebagainya). Sebagaian besar(75-85%)
dari jumlah tersebut akan diresorbsi kembali di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan
memasuki usus besar.sejumlah 90% dari cairan tersebut di usus besar akan diresorbsi,sehingga
tersisa jumlah 150-250 ml caran yang akan ikut membentuk tinja.

Faktor-faktor faal yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama
lain,misalnya,cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan terangsangnya usus secara
mekanisme meningkatnya volume,sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya, bila waktu
henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan
dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan elektrolit,air dan zat-zat lain terganggu.

e) Patogenesis4,7

Dua hal yang harus diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor
kausal(agent) dan faktor penjamu(host).Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut,terdiri atas faktor-
faktor daya tangkis atau lingkungan interntraktus intestinalis seperti keasaman lambung,motilitas
usus,imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus,sekresi mukosa,dan enzim
pencernaan.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi Shigella sp.terbukti dapat menyebabkan
serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi oleh
V.cholera.Hipomotilitas usus pada infeksi usus dapat memperpanjang waktu diaredan gejala
penyakit,serta mengurangi absorbsi elektrolit dan mengurangi kecepatan eliminasi sumber
infeksi.Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis pada mereka
yang kekurangan IgA,demikian pula diare yang terjadi pada penderita HIV/AIDS karena gangguan
imunitas.Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang oleh suatu toksoid
berulang kali,akan terjadi sekresi antibodi.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan penetrasi
yang dapat merusak sel mukosa,kemampuan memproduksi toksin yang mepengaruhi sekresi
cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat
menginduksi diare.

4
Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan menjadi:
1. Infeksi Non-Invasi
Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik atau watery
diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin yang
bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non invasi misalnya V. cholera non 01, V. cholera 01
atau 0139, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B. cereus,
Aeromonas spp., V. cholera eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus
15-30 menit sesudah diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan yang berlebihan
Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar
adenosin 3′,5′-siklik mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif
anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan
kalium.
Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pompa Na tidak
terganggu, karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion HCO3-, H2O, Na+ dan K+) dapat
dikompensasi oleh meningkatnya absorbsi ion Na (diiringi oleh H2O, K+, HCO3-, dan Cl-).
Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif
oleh dinding sel usus. Glukosa tersebut diserap bersama air, sekaligus diiringi oleh ion Na+,
K+, Cl- dan HCO3-. Inilah dasar terapi oralit per oral pada kolera.
Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan keluar secara deras
dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik isotonik voluminial
(watery diarrhea).
ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin yaitu labile toxin (LT) dan stable toxin (ST).
LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus tetapi hanya memberikan stimulasi yang
terbatas terhadap enzim adenilat siklase. Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan
E. coli lebih ringan dibandingkan diare yang disebabkan V. cholerae.
Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan makanan
menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin kolera yang menyebabkan diare
yang singkat dan dahsyat.
2. Infeksi Invasif
Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare inflammatory. Bakteri
invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni, V.

5
parahaemolyticus, Yersinia, C. perfringens tipe C, Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C.
difficile, Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis
dan ulserasi, sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur dengan lendir
dan darah. Walaupun demikian, infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi
sebagai suatu diare sekretorik. Pada pemerksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel eritrosit dan
leukosit.
f) Manifestasi klinis4

Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita
diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang berasal dari
tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga berupa transmisi
dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya: rota virus, atau melalui
aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal.
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau memproduksi toksin akan
menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala: mual, muntah, dengan
atau tanpa demam yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses
lembek atau cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan
atau minuman yang terkontaminasi.
Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang
adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena
kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung,
lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi serak. Keluhan dan
gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Kehilangan bikarbonas menyebabkan perbandingan bikarbonas dan asam karbonas
berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa (pernapasan Kussmaul).
Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH darah dapat
kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/mnt, tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung eksterimitas

6
dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga dapat timbul
aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal sangat menurun dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pada
pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru.
Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang
menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare inflamasi dengan
gejala mual, muntah dan demam yang tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare disertai darah
dan lendir. Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat
diperkirakan berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari
terakhir, dan anamnesis atau observasi bentuk diare (pada tabel 1).
Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan kolon bagian proksimal, dengan
nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio titik Mc.Burney dengan gejala seperti apendisitis
akut.
Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik lainnya seperti Reiter’s
syndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis) yang dapat disebabkan oleh Salmonella,
Campylobacter, Shigella, dan Yersinia. Shigella dapat menyebabkan hemolytic-uremic
syndrome. Diare akut dapat juga sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik antara lain
hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik renjatan sindrom.
Tabel 1. Epidemi Diare Akut
Sarana Bakteri Patogen
Air Vibrio cholerae, Norwalk agent, Giardia,
Cryptospordium (termasuk makanan yang dicuci
dengan air tersebut).
Makanan
Unggas Salmonella, Campylobacter, dan Shigella spp.
Sapi, juice buah yg Enterohemoragic escherichia coli
tidak dipasteurisasi

7
Babi Cacing pita (tape worm)
Sea food dan kerang V. cholerae non 01, V. parahaemolyticus; vibrio
spp, Salmonella spp., Aeromonas spp, Hepatitis
A,B,C
Keju, susu Listeria spp.
Telur Salmonella spp.
Mayoinase + makanan Staphylococcus dan Clostridium
& cream
Nasi goreng Bacillus cereus
Berrie segar Cycklospora spp.
Sayuran atau buah- Clostridium spp.
buahan kaleng
Kecambah Enterohemorrhagic E. coli dan Salmonella spp.
Lingkungan
Hewan ke manusia Salmonella, Campylobacter, Cryptosporodium,
Giardia spp.
Manusia ke manusia Semua bakteri enterik, virus, parasit
(termasuk seksual
kontak)
Rumah sakit/antibiotik C. difficile
Kolam renang Giardia dan Crytosporodium spp.
Wisatawan asing E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Giardia, Entamoeba histolytica

g) Diagnosis4,8

Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila anamnesis, manifestasi
klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.
Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:
1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)
2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh penderita.

8
3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh karena keracunan
makanan atau pencemaran sumber air.
4. Dimana tempat tinggal penderita.
5. Pola kehidupan seksual.
Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited disease. Indikasi untuk
melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai dehidrasi, tampak darah pada feses,
panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri
perut hebat pada penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut > 70 tahun, dan pada penderita
dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Penentuan derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subjektif dengan menggunakan kriteria
WHO, Skor Maurice king, dan lain-lain.
Derajat dehidrasi berdasarkan defisit berat badan:
 Dehidrasi ringan: defisit 2½ – 5 %
 Dehidrasi sedang: defisit 5 – 10 %
 Dehidrasi berat: defisit > 10 %

Derajat dehidrasi berdasarkan skor Maurice King:


Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan
diperiksa 0 1 2
Gelisah, cengeng, Mengigau, koma,
Keadaan umum Sehat
apatis, mengantuk atau syok

Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Kering dan
Mulut Normal Kering
sianosis
Sedang (120 -
Denyut nadi/menit Kuat > 120 > 140
140)

9
 Skor 0 – 2 : dehidrasi ringan
 Skor 3 – 6 : dehidrasi sedang
 Skor >7 : dehidrasi berat
h) Penatalaksanaan1,5
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
2. Memberikan terapi simptomatik
3. Memberikan terapi definitive
2.8.1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan1,4,5
Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat,
yaitu:
Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL merupakan cairan pilihan
karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila
dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja. Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan
cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap
satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut
awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal
agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya.
Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak
diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat
dihitung dengan memakai cara:
 BJ Plasma dengan memakai rumus:
Kebutuhan cairan:
BJ Plasma – 1.025 x BB (Kg) x 4 ml
0.001
 Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:
− Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% x kgBB
− Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% x kgBB
− Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% x kgBB
 Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan penilaian/skor sebagai
berikut:

10
Pemeriksaan Skor
Rasa haus/muntah 1
Suara serak 2
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekwensi Nadi > 120 x/menit 1
Frekwensi nafas > 30 x/menit 1
Turgor kulit menurun 1
Facies cholerica/wajah keriput 2
Ekstremitas dingin 1
Washer’s woman’s hand 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (kg) x 1 liter


15
Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada orang dewasa dapat
melalui oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya
berkisar antara 20 gr glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,5 gr Na bikarbonat dan 1,5 gr KCl per liter air.
Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan
mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral
pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda,
dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk
mengganti kalium. Cairan per oral juga digunakan untuk mempertahankan hidrasi setelah
rehidrasi inisial.
Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang dihitung dengan rumus BJ
plasma atau sistem skor Daldiyono diberikan dalam waktu 2 jam. Tujuannya jelas agar tercapai
rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3,

11
didasarkan kepada kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya,
rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.

2.8.2. Memberikan terapi simptomatik1,4,5


I. Obat anti diare:
a. Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas
racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga
enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan
sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di
Indonesia saat ini tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat
baru anti diare.
b. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari,
loperamid 2 – 4 mg atau 3 – 4 x sehari dan lomotil 5 mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok
obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat
memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan dengan cara
yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%.
Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
c. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau
toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung
dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
d. Zat hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,
Karaya(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan
cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekuensi dan konsistensi feses tetapi tidak
dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc atau 2x
sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.

12
II. Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan
memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.
Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi atau menghilangkan diare harus
diberikan dalam jumlah yang adekuat.
2.8.3. Memberikan terapi definitif1,4,5
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena
40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik diindikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses
berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
 V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau kortimoksazol dosis awal
2 x 3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7
hari atau golongan Fluoroquinolon.
 ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari.
 S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hari
 Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2 minggu atau
Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-10 hari, atau Ciprofloksasin 2
x 500 mg selama 14 hari.
 Salmonella non Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau ciprofloxacin atau
norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari.
 Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 5 hari.
 Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x 250 mg, anak:
30-50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari atau Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr
selama 5-7 hari.
 Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2 g/hr selama 3
hari.
 Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x 100 mg/hr
selama 5 hari.

13
 Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari
Virus: simptomatik dan suportif.
i) Komplikasi1,5

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia
lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga
terjadi syok hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke
hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik
yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal
yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan
pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh
EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14
hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti
diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
j) Prognosis5

Penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial
jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas
yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak
dan pada lanjut usia. Pada negara Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius
< 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan
sindrom uremik hemolitik.
k) Pencegahan5,6

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah
dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari
toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah
pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air
merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang

14
digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring
dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang
diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika
berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air. Semua buah dan
sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan)
sebelum dikonsumsi.
Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada
buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu
yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan
meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh
dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan
ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera,
dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan
untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang.
Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping.
Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan
efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul
setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

15
1. Simadibrata M, Daldiyono. Diare Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1,
Edisi IV. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. Hal. 410 – 415.
2. Ahlquist DA, Camilleri M. Diarrhea and constipation. In :Harrison's Principles of Internal
Medicine 16th Edition. Mc-Graw-Hill Professional. 2004.
3. Lung E. Acute Diarrheal Disease. In : Friedman SL. Current diagnosis and treatment in
Gastroenterology 2nd Ed. Mc Graw Hill & Lange. 2002.
4. Diare akut. Dalam : Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi ketiga.
Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2001. 500-4.
5. Kayser FH. Medical Microbiology. New York. 2005.
6. Fauci AS, et al. Harrison Manual of Medicine 17th Edition. Mc-Graw-Hill Medical. 2009.
7. Fried M, Fox M. Diarrhea. In : Siegenthaler W. Differential Diagnosis in Internal Medicine
From Symptom to Diagnosis. Thieme. New York. 2007.
8. Gastroenteristis. Dapat diunduh dari
http://medicastore.com/penyakit_subkategori/7/index.html.
9. Mansjoer, A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran edisi III.Jakarta: Media Aesculapius.2001.

16

Anda mungkin juga menyukai