STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Alamat : Lindajang
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Perdarahan dari jalan lahir sejak 2 jam post partus
Riwayat Penyakit Sekarang :
P3A0 post partus mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir sejak 2 jam. Pasien
sebelumnya melahirkan secara spontan di Puskesmas Suli Barat dan mengatakan
ari-ari hanya keluar sebagian. Darah yang keluar berwarna merah dan
bergumpal, perdarahan dirasakan terus menerus.
1
• Riwayat abortus disangkal
• Riwayat trauma disangkal
• Asma (-), HT (-), DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
DM disangkal.
Hipertensi disangkal.
Asma disangkal.
Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan
Riwayat Alergi :
Obat-obatan disangkal
Makanan disangkal
Cuaca disangkal
Riwayat Psikososial :
Merokok disangkal
Alkohol disangkal
Riwayat Operasi :
Riwayat operasi disangkal
Riwayat Haid :
Haid pertama kali umur 12 tahun
Frekuensi haid : lamanya 7 hari, siklus 28 hari teratur dan tidak sakit.
HPHT : 15 Agustus 2017
TP : 22 Mei 2018
2
Riwayat Persalinan:
Gravida (0), Aterm (+), Premature (-), Abortus (-), Anak Hidup (3), SC (-)
Tempat Jenis Anak
No Penolong Tahun Aterm Penyulit
bersalin persalinan Sex BB Keadaan
3
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midcalvicularis
sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Abdomen
striae gravidarum (+), linea nigra (+), , nyeri tekan abdomen (-),
bising usus (+) dalam batas normal, TFU setinggi pusat.
Genitalia :
Vulva/Vagina : darah (+)
Pemeriksaan dalam : stolsel (+), pembukaan portio cervix 4 jari
Ekstremitas :
Atas : Udem (-/-), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis (-),
CRT < 2 detik
Bawah : Udem (-/-), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis (-),
CRT < 2 detik
STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan luar
TFU : Setinggi pusat
Pemeriksaan Dalam
Vaginal toucher :
Vulva/Vagina : darah (+)
Pemeriksaan dalam : stolsel (+), pembukaan
portio cervix 4 jari
4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium(27 Mei 2018):
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
1. Darah Rutin
WBC 26,8 4,0-10,0 x 103/ul
RBC 3,92 3,5-5,5 x 106/ul
HGB 9,6 11,0 - 17,9 gr/dl
HCT 31,9 20,0- 70,0 %
MCV 81,5 75,0-118,0 fl
MCH 24,5 23.2 – 38,7 pg
MCHC 32 31,9- 37,0 gr/dl
PLT 300 100-300 x 103/ul
LYMPH 1,6 0,6 – 3,5 x 103/ul
MONO 0,9 0,1- 0,9 x 103/ul
Kimia darah
GDS 105 < 200 mg/dl
HBsAg Negatif Negatif
B20 Negatif Negatif
V. RESUME
Seorang pasien perempuan usia 36 tahun dengan keluhan
perdarahan dari jalan lahir. P3A0 post partus mengeluhkan keluar darah dari
jalan lahir sejak 2 jam. Pasien sebelumnya melahirkan secara spontan di
Puskesmas Suli Barat dan mengatakan ari-ari hanya keluar sebagian. Darah
yang keluar berwarna merah dan bergumpal, perdarahan dirasakan terus
menerus. Demam saat ini tidak ada. Penglihatan kabur tidak ada. Batuk tidak
ada. Sesak tidak ada. Nyeri dada tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Nyeri
ulu hati tidak ada. Buang air kecil lancar, warna kuning, buang air besar biasa.
Pasien tidak memiliki riwayat persalinan lama dan perdarahan post
persalinan pada persalinan. Pada pemeriksaan fisis didapatkan Keadaan umum:
Tekanan darah : 100/60 mmHg, Nadi: 80 x/menit, Respirasi: 20 x/menit,
Suhu:36.5oC. Pemeriksaan luar TFU: setinggi pusat. Pemeriksaan Dalam
Vaginal toucher: Vulva/Vagina: darah (+). Pemeriksaan dalam: stolsel (+),
pembukaan portio cervix 4 jari. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis dan anemia.
VI. ASSESSMENT
Perdarahan Post Partum e.c Rest Plasenta
VII. PENGOBATAN/TINDAKAN
IVFD RL + Oxytosin 2 ampul 28 tts
Anbacim 1 amp / 12 jam/ iv
5
VIII. PLANNING
USG : Sisa jaringan (+)
Tindakan Operasi Yang Dilakukan
Kuretase
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KERJA PRE OPERASI
P3A0 dengan HPP ec Rest Plasenta
DIAGNOSIS KERJA POST OPERASI
P3A0 dengan HPP ec Rest Plasenta
IX. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
28/3/2018 Perdarahan KU : Tampak sakit P3A0 Post IVFD RL 28tpm
dari jalan sedang/composmentis kuretase Anbacim
Tanda Vital :
lahir TD : 100/60
HPP ec 1gr/12jam/iv
Nadi : 80x/menit Rest Norages
Suhu : 36,5oC Plasenta 1amp/8jam/iv
RR : 20x/menit Ranitidin
Mata : CA -/- , SI -/- 1amp/8jam/iv
Abdomen :
Striae gravidarum (+), linea
nigra (+), TFU 2 jari dibawah
umbilikus, timpani, BU (+)
normal
Genitalia : Darah (+)
Ekstremitas:
Akral hangat, CRT < 2 detik,
udema -/-
29/3/2018 Kontrol KU : tampak sehat Post Cefixime 500mg
post kuret Kes : CM kuretase H 2x1
Tanda Vital :
TD : 100/60
1 HPP ec Tramadol 3x1
Nadi : 80x/menit Rest Myotonic 3x1
Suhu : 36,5oC Plasenta Boleh pulang
RR : 20x/menit
Genitalia : Darah (+)
X. PROGNOSIS
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PERDARAHAN POST PARTUM
I. PENDAHULUAN
Salah satu tujuan perkembangan berkelanjutan yang ditetapkan oleh PBB pada
tahun 2015 adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 70 kematian per 100.
000 kelahiran tahun 2030. Jika hal ini harus dicapai, kematian ibu yang berhubungan
dengan perdarahan post partum (PPP) harus dikurangi secara signifikan. Untuk
mendukung hal ini, petugas kesehatan di negara-negara berkembang perlu memiliki
akses ke obat yang tepat dan untuk dilatih dalam prosedur yang relevan. Tapi di luar
ini, negara membutuhkan pedoman berbasis bukti pada keselamatan, kualitas, dan
kegunaan dari berbagai intervensi. Ini akan memberikan dasar untuk kebijakan dan
program pembangunan strategis yang diperlukan untuk memastikan implementasi
yang realistis dan berkelanjutan intervensi yang tepat. (1,2)
7
nyaris celaka, yang disebabkan perdarahan dankejadian perdarahan post partum
utama tampaknya akan meningkat. Data World Health Organization (WHO) tahun
2014, menunjukkan bahwa 27% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan
post partum. Di Amerika Serikat diperkirakan 7-10 wanita tiap 100.000 kelahiran
hidup. Data statistik nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari
kematian ini disebabkan oleh perdarahan post partum. Di beberapa negara
berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100. 000 kelahiran
hidup. (2)
II. DEFINISI
Perdarahan Post Partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih besar dari
atau sama dengan 500 ml setelah lahir pada persalinan pervaginam 1000 ml pada
persalinan section sesaria. Perdarahan yang terjadi dalam waktu 24 jam disebut
perdarahan post partum dinisedangkan perdarahan yang terjadi antara 24 jam hingga
12 minggu setelah lahir dianggap sebagai perdarahan post partum lanjutan. (1)
III. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan post partum (PPP) bertanggung jawab untuk sekitar 25% dari
kematian ibu di seluruh dunia (WHO, 2007), mencapai setinggi 60% di beberapa
negara. PPP juga bisa menjadi penyebab morbiditas berat jangka panjang, dan sekitar
12% dari wanita yang bertahan hidup PPP akan memiliki anemia berat.
8
Berdasarkan data Survei Demografis dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 yang diterbitkan tahun 2013, angka kematian ibu (AKI) yakni 359/100. 000
kelahiran hidup dibandingkan data SDKI tahun 2007, angka kematian ibu di
Indonesia masih sebesar 228/100. 000 kelahiran hidup, dimana hal tersebut masih
cukup jauh dari target MDG sebesar 102/100. 000 kelahiran hidup. Adapun
penyebab utama kematian pada ibu adalah perdarahan (50% persen kasus). (5, 6)
Adapun data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar tahun 2013, tercatat 4 kasus
kematian ibu maternal dari 24.576 kelahiran hidup yang disebabkan perdarahan post
partum. Sehingga Program EMAS atau Expanding Maternal and Neonatal Survival
merupakan program meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan guna menurunkan
AKI di Indonesia. (6, 7)
9
V. Plasenta8
Plasenta (uri) adalah yang sangat penting bagi janin karena plasenta merupakan
alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan sebaliknya, juga sebagai penghasil
hormon. Jiwa anak bergantung pada plasenta. Baik tidaknya anak bergantung pada
baik buruknya faal plasenta. Setelah nidasi, sel-sel trofoblas menyerbu kedalam
desidua sekitarnya sambil menghancurkan jaringan. Diantara massa trofoblas timbul
lubang-lubang sehingga menyerupai susunan spons. Lubang ini kemudian berisi
darah ibu karena dinding pembuluh-pembuluh darah juga termakan oleh kegiatan
troblas.
10
Pada kehamilan muda, seluruh korion mempunyai vili, tetapi vili dalam
desidua kapsularis akan mati, sedangkan vili dalam desidua basalis tumbuh terus dan
merupakan bagian fetal dari plasenta. Sebagian vili ada yang menanamkan diri
kedalam desidua, vili ini disebut jonjot panjang (Haftzotte) karena memancangkan
telur pada desidua. Ada juga vili yang ujungnya tidak sampai ke desidua, tetapi
terapung dalam darah ibu. Vili ini terutama bertugas mencari makanan. Mula-mula
vili itu berbentuk batang saja, tetapi kemudian mengeluarkan cabang-cabangnya. Hal
ini sangat memperluas permukaan filtrasi vili tersebut dan berguna karena kebutuhan
janin bertambah seriring usianya.
Pada minggu ke-16, sel-sel Langhans mulai menghilang. Hal ini
menguntungkan bagi kecepatan pertukaran zat antara darah anak dan ibu. Darah anak
dan ibu tidak dapat bercampur karena terpisah oleh jaringan yang dinamakan
membran plasenta, terdiri dari dua lapisan sinsitium, lapisan sel Langhans, jaringan
ikat vilus dan lapisan endotel kapiler. Dengan hilangnya satu lapisan, membran
plasenta akan menjadi lebih tipis dan pertukaran zat lebih lancar. Pada akhir bulan ke
IV, daya serbu trofoblas berhenti dan pada batas antara jaringan janin dan ibu
terdapat lapisan jaringan yang bersifat nekrotik, disebut lapisan fibrin Nitabuch.
Pada akhir kehamilan, plasenta akan berbentuk seperti cakram dengan garis
tengah 15-20 cm, tebal 2-3 cm, dan berat ± 500 gr. Plasenta tadi terletak pada
dinding rahim sebelah depan atau belakang di dekat fundus.
Permukaan fetal adalah permukaan plasenta yang menghadap ke janin,
warnanya keputuh-putihan dan licin karena tertutup oleh amnion. Di bawah amnion,
tampak pembuluh-pembuluh darah.
11
Permukaan maternal adalah permukaan plasenta yang menghadap ke dinding
rahim, warnanya merah dan terbagi-bagi oleh celah-celah. Celah ini tadinya terisi
oleh septa (sekat) yang berasal dari jaringan ibu. Oleh celah-celah ini, plasenta
terbagi dalam 16-20 kotiledon.
Pada penampang sebuah plasenta yang masih melekat pada dinding rahim,
tampak bahwa plasenta terdiri dari dua bagian :
1. Bagian dari jaringan anak, disebut lempeng penutup atau membrana korii,
yang dibentuk oleh amnion, pembuluh-pembukuh darah janin, korion, dan vili
2. Bagian yang terbentuk oleh jaringan ibu, disebut lempeng desidua atau
lempeng basal, yang terdiri dari desidua kompakta dan sebagian desidua
spongiosa, yang kelak ikut lepas bersama plasenta.
VI. ETIOLOGI
Etiologi dari perdarahan post partum dikenal dengan empat proses dasar.
Perdarahan akan terjadi jika uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik. Produksi
faktor pembekuan ataupun trauma jalan lahir juga dapat menyebabkan kehilangan
darah dalam jumlah yang cukup besar jika tidak teridentifikasi dengan baik. Untuk
memudahkan dalam mengingat, proses-proses tersebut dikenal dengan 4T (Tonus,
Tissue, Trauma, dan Thrombin). (1 – 3)
a. Tonus
12
Kontraksi miometrium yang buruk dapat disebabkan oleh kelelahan
akibat persalinan lama atau persalinan presipitatus atau persalinan dengan
stimulasi. Hal ini juga dapat diakibatkan inhibisi dari kontraksi dengan obat-
obatan seperti anestesi halogen, nitrat, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik,
dan nifedipin. Data terakhir memberi petunjuk bahwa grande multipara bukan
merupakan faktor risiko independen pada perdarahan post partum.
b. Tissue
Kontraksi dan retraksi uterus menyebabkan pelepasan dan ekspulsi dari
plasenta. Pelepasan dan ekspulsi yang sempurna melancarkan retraksi
berkelanjutan dan oklusi pembuluh darah optimal.
Retensi sebagian dari plasenta lebih umum jika plasenta telah
berkembang dengan lobus aksesori. Plasenta lebih umum bertahan pada
kehamilan preterm terutama di bawah usia kehamilan 24 minggu, dan
perdarahan signifikan dapat terjadi. Hal ini harus dipikirkan pada setiap
persalinan preterm, baik spontan maupun diinduksi. Bekuan darah juga dapat
menyebabkan distensi uterus dan mencegah kontraksi efektif.
c. Trauma
Luka pada traktus genitalia dapat terjadi spontan atau melalui manipulasi
untuk melahirkan bayi. Persalinan Caesar menghasilkan perdarahan dua kali
lebih banyak dibandingkan perdarahan melaui persalinan pervaginam.
13
terjadi spontan. Eksplorasi manual ataupun intrumentasi dari uterus jarang
menghasilkan luka pada serviks. Laserasi dinding vagina paling umum terjadi
karena persalinan pervaginam operatif.
d. Trombosis
Pada periode post partum, gangguan sistem koagulasi dan platelet tidak
sering menghasilkan perdarahan berlebihan; ini menekankan efisiensi kontraksi
uterus dan retraksi dalam mencegah perdarahan. Deposisi fibri pada lokasi
plasenta dan membeku pada pembuluh darah memiliki peranan penting.
14
plasma, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (Epsilon
Amino Caproic Acid).
a. Atonia Uteri
Atonia merupakan penyebab perdaran post partum terbanyak (> 50%).
Atonia uteri merupakan kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus
untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan
post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir
hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan
hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik. (1 – 3, 8, 10)
Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko
mayor terjadinya atonia uteri. Lemahnya kontraksi miometrium merupakan
akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga
besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai
akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obat anestesi, nitrat,
obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik
dan nifedipin. (1, 2)
Diagnosis atonia uteri ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir
ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi
didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang
buruk.
Penanganan atoni uteri adalah dengan melakukan pemijatan uterus,
melahirkan plasenta, dan memberi uterotonik untuk meningkatkan kontraksi
uterus sehingga perdarahan dapat berhenti. Jika perdarahan tidak berhenti,
dilakukan kompresi bimanual atau tampon kondom untuk menghentikan
perdarahan.
15
Penanganan Atonia Uteri
Uterus berkontraksi Ya
Evaluasi rutin
tidak
Evaluasi/bersihkan bekuan darah/selaput ketuban
Kompresi Bimanual Interna (KBI) maksimal 5 menit
Tidak
Ya
Uterus berkontraksi Pengawasan kala IV
Histerektomi
16
b. Retensio Plasenta
17
Penanganan retensio plasenta : (2, 11)
18
c. Sisa Plasenta (Placental Rest)
Perdarahan pasca persalinan dini dapat terjadi sebagai akibat
tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus
dikeluarkan secara manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obat-
obat uterotonika intravena.9
Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest
placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir
4,7
seluruhnya dalam setengah jam (30 menit) setelah janin lahir. Sedangkan
sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum
sekunder.7
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah
perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
19
dengan memakai spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri
warna darah merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena
ruptur uteri dapat diduga pada persalinan macet.
Tingkat II Mencakup laserasi dengan tambahan fascia dan otot dari badan
perineum tapi tidak sphincter ani. Robekan ini biasnya meluas ke
atas pada salah satu atau kedua sisi vagina, membentuk kerusakan
triangula
Tingkat III Laserasi meluas lebih jauh mencakup otot sfingter ani
Tingkat IIIa Robekan < 50% sfingter ani eksterna
Tingkat IIIb Robekan > 50% sfingter ani eksterna
Tingkat IIIc Robekan juga meliputi sfingter ani interna
Tingkat IV Laserasi meluas melewati mukosa rectum menampakkan lumennya
20
2.) Robekan Serviks
Robekan serviks sering ditemukan dengan inspeksi pada persalinan
pervagina. Kebanyakan berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak membutuhkan
perbaikan. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat
menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak
berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik,
perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir khususnya robekan serviks uteri. Dalam
keadaan ini serviks harus diperiksa dengan spekulum. (2)
21
ITP dikenal juga sebagai primary immune thrombocytopenic purpura dan
autoimmune thrombocytopenic purpura, didefinisikan sebagai trombositopenia
terisolasi dengan sumsum tulang normal dan hilangnya penyebab lain dari
trombositopenia. ITP merupakan penurunan jumlah dari platelet yang beredar
dengan tidak adanya paparan toksik atau penyakit yang berhubungan dengan
rendahnya jumlah platelet
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi
jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan.
Pada kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen
yang tajam, serta pemanjangan waktu trombin. (1, 2, 8)
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset
terjadinya perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang
mendasari terjadinya perdarahan post partum, seperti solutio plasenta,
sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan
septikemia. Ambil langkah spesifik untuk menangani penyebab yang
mendasari dan kelainan hemostatik. (1 – 3, 11)
Penanganan DIC identik dengan pasien yang mengalami koagulopati
dilusional. Restorasi dan penanganan volume sirkulasi dan penggantian produk
darah bersifat sangat esensial. Perlu saran dari ahli hematologi pada kasus
transfusi masif dan koagulopati. (2)
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada
pasien dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit
dengan cepat. Transfusi trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000–
50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau
diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin
dibutuhkan karena masa paruh trombosit hanya 3-4 hari. (1-3, 11)
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V,
VII, IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Bila ditemukan koagulopati, dan
belum terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan harus
dipakai secara empiris.(2)
22
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan
fibrinogen, dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan
penyakit Von Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi
untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis. (2)
d. Inversio Uteri
Inversio uteri adalah komplikasi post partum yang langka dan mengancam
jiwa. Inversio uterin biasanya terjadi akibat kegagalan pelepasan plasenta dari
uterus. Fundus uterus masuk ke dalam kavum endometrium dan mungkin turun
hingga ke serviks ataupun melewati serviks.
Inversio uteri biasanya diikuti dengan primiparitas, penggunaan oksitosin,
makroskomia atau insersi plasenta pada fundus.
Penanganan dari inversion uteri adalah resusitasi cairan, debridemen
endometrium, dan reduksi manual uterus ke dalam kavum abdomen dengan
manuver Johnson
23
Diagnosis perdarahan post partum ditegakkan dengan mengamati jumlah
perdarahan dan keadaan klinis pasien. Jumlah darah yang hilang dan derajat
kesadaran pasien serta tanda-tanda vital pasien terus dipantau. Setelah
diagnosis ditegakkan, segera meminta pertolongan tenaga medis lain. (1, 2, 11)
Posisi kaki yang ditinggikan (lebih tinggi dari pada dada pasien) dapat
meningkatkan aliran darah balik vena. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan
akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling tidak 1 jalur intravena
pada wanita dengan resiko perdarahan post partum dan dipertimbangkan jalur
kedua pada pasien dengan risiko sangat tinggi. (2)
24
Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu penggantian 4-5 L
kristaloid, sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravaskuler, dan
bergeser ke ruang interstisial. Kehilangan darah yang banyak, biasanya
membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah. (1, 2)
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2. 000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan
tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat. PRC digunakan
dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi. (1, 2)
VIII. PENCEGAHAN
Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas batas
normal dapat membahayakan penderita menderita anemia. Kadar fibrinogen perlu
diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan solutio plasenta.
(2,8,11)
25
Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta
lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah
perdarahan pascapersalinan. 10 IU oksitosin diberikan intramuskular segera setelah
anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir, hendaknya
diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular. Kadang-kadang pemberian ergometrin
setelah bahu depan bayi lahir pada presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas
segera setelah bayi seluruhnya lahir. (1 – 3, 8, 11)
Dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera
tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin
setelah bahu bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada
persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya. Pada perdarahan yang timbul
setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu menghentikan
perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Tetapi apabila
plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah penyebab perdarahan karena atonia
uteri atau karena perlukaan jalan lahir. (2,11)
26
KESIMPULAN
Perdarahan Post Partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih besar dari
atau sama dengan 500 ml setelah lahir pada persalinan pervaginam 1000 ml pada
persalinan section sesaria. Perdarahan yang terjadi dalam waktu 24 jam disebut
perdarahan post partum dini sedangkan perdarahan yang terjadi antara 24 jam hingga
12 minggu postnatal dianggap sebagai perdarahan post partum lanjutan. Etiologi
terjadinya perdarahan post partum dikenal dengan 4T (Tonus, Tissue, Trauma, dan
Thrombin).
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom
KD. Obstetrical Hemorrhage. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL,
Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD, editor. Williams Obstetrics. Edisi 24.
USA: The McGraw-Hill Companies; 2014. p. 780-822
2. Smith J. Post partum Hemorrhage. [online]. 2014. [updated 23 September
2014; cited 27 Januari 2016]; Available from:http://emedicine. medscape. com
3. Anderson J, Etches D. Prevention and Management of Post partum
Hemorrhage. Am Fam Physician. 2007 Mar 15;75(6). p. 875-881
4. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Post partum Haemorrhage And
Abnormalities Of The Third Stage Of Labour. Edinburgh: Chruchill
Livingstone; 2003. p. 60-61
5. Kompasiana. Angka Kematian Ibu di Indonesia Masih Jauh dari Target MDGs
2015. 2014 [updated 9 November 2014; cited 27 Januari 2015]; Available
from: http://kesehatan. kompasiana. com/medis/2014/11/09/angka-kematian-
ibu-di-indonesia-masih-jauh-dari-target-mdgs-2015-690475. html
6. Pusat Data Perhimpunan RS seluruh Indonesia. Enam Provinsi Jadi Sasaran
Penurunan Angka Kematian Ibu dan Anak. 2012 [updated 14 Mei 2012; cited
27 Januari 2016]; Available from: http://www. pdpersi. co. id/content/news.
php?mid=5&catid=23&nid=802
7. Kemnterian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Kesehatan Ibu. In:
Indonesia KKR, editor. Jakarta: Infodatin; 2014. Available from: http://www.
depkes. go. id/download. php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-ibu.
pdf
8. Aghajanian P, dkk. Post partum Hemorrhage & the Abnormal Puerperium. In:
DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N, editors. Current Diagnosis
& Treatment Obstetrics & Gynecology. USA: The McGraw-Hill Companies;
2006. p. 31. 1-14
9. POPPHI. Prevention of Post partum Hemorrhages: Implementing Active
Managaement of the Third Stage of Labor (AMTSL): A Reference Manual for
Health Care Providers. Seattle: PATH; 2007. p. 8-9, 12, 19, 53-62
28
10. WHO. WHO Recommendations for the Prevention and Treatment of Post
partum Haemorrhages. 2012; Available from: http://apps. who.
int/iris/bitstream/10665/75411/1/9789241548502_eng. pdf
11. Paterson S, Brown S. Obstetrics Emergencies. In: Edmonds DK, editor.
Dewhurst’s Textbook of Obstetrics & Gynaecology. Edisi 7. USA: Blackwell
Publishing; 2007. p. 149-54
12. WHO. WHO Guidelines for the Management of Post partum Haemorrhage and
retained placenta. 2009; Available from: http://whqlibdoc. who.
int/publications/2009/9789241598514_eng. pdf
13. Thapa K, Malla B, Pandey S, Amatya S. Intrauterine Condom Tamponade in
Management of Post Partum Haemorrhage. J Nepal Health Res Counc. 2010
8(16). p. 19-22
14. Pelatihan Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar. Atonia Uteri. Bagian Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar. 2008
15. Diemert A, Ortmeyer G, Hollwitz B, Lotz M, Somville T, Glosemeyer P, Diehl
W, Hecher K. The combination of intrauterine ballon tamponade and the B-
lynch procedure for the treatment of severe post partum hemorrhage. Am J
Obstet Gynecol. 2012. 65. e1-4
29