Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk membunuh atau

menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi didalam tubuh tetapi

tidak berbahaya bagi hospes. Antibiotik pertama kali ditemukan pada tahun

1929 oleh Alexander Fleming dari Scotlandia yang menemukan Penisilin,

selanjutnya ditemukan antibiotik-antibiotik lain diantaranya Streptomisin,

Tetrasiklin, Kloramfenikol, Gentamisin dan Basitrasin (Jawetz, 2005).

Antibiotika juga merupakan senyawa yang dihasilkan oleh

mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau

menghentikan suatu proses biokimia mikroorganisme lain. Istilah ‘antibiotika’

sekarang meliputi senyawa sintetik seperti sulfonamida dan kuinolon yang

bukan merupakan produk mikroba. Sifat antibiotika adalah harus memiliki

sifat toksisitas selektif setinggi mungkin, artinya obat tersebut harus bersifat

sangat toksik untuk mikroba tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Rismarini

dkk, 2010).

Pemilihan antibiotik untuk mengatasi penyakit yang disebabkan bakteri

perlu mempertimbangkan beberapa hal termasuk antibiotik yang mempunyai

spektrum luas, mampu bekerja langsung terhadap bakteri penyebab infeksi,

1
2

potensi menginduksi resistensi minimal dan dapat dikombinasikan dengan

antibiotik lain (Hekmawati, 2011).

Berdasarkan struktur kimianya, antibiotika dapat digolongkan sebagai

Antibiotik beta laktam, Tetrasiklin, Kloramfenikol, Makrolida, Linkomisin,

Antibiotik aminoglikosida, Antibiotik polipeptida (bekerja pada bakteri gram

negatif), dan Antibiotik polien (bekerja pada jamur) (Hekmawati, 2011).

Kloramfenikol merupakan salah satu jenis antibiotika yang secara alami

diproduksi oleh Streptomyces venezuelae. Melalui pengembangan teknologi

fermentasi, kloramfenikol dapat diisolasi, disemisintesis menjadi antibitoka

turunannya, antara lain tiamfenikol dan turunan lain melalui berbagai reaksi

kimia dan enzimatis (Reynolds, 1982).

Tiamfenikol adalah turunan kloramfenikol yang juga aktif terhadap

spesies Salmonella dan dapat diberikan secara oral. Obat dapat diberikan

dengan dosis lebih kecil, interval lebih lama, dengan angka kekambuhan dan

pengidap kuman lebih kecil. Walaupun dapat menyebabkan depresi sumsum

tulang tetapi hampir tidak pernah terjadi anemia aplastik (Rismarini dkk,

2010).

Salah satu terapi yang menggunakan kloramfenikol dalam

pengobatannya adalah demam tifoid. Selain kloramfenikol, tiamfenikol juga

bisa dipakai sebagai obat pengganti lini pertama dari demam tifoid.
3

Tiamfenikol merupakan antibiotik dengan spectrum luas, namun bersifat

toksik. Tiamfenikol sebaiknya dicadangkan untuk infeksi berat yang

diakibatkan oleh bacteriodes, H.influenzae, Neisseria, meningiditis,

Salmonella, dan Rickettsia. Karena toksisitasnya, tiamfenikol tidak cocok

untuk penggunaan sistemik, kecuali untuk penggunaan diatas (Hekmawati,

2011).

1.2 Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka didapatkan tujuan sebagai

berikut:

1.2.1. Mengetahui sifat fisiko kimia dan rumus kimia dari Tiamfenikol.

1.2.2. Mengetahui farmakologi umum dari Tiamfenikol.

1.2.3. Mengetahui farmakodinamik dari Tiamfenikol.

1.2.4. Mengetahui farmakokinetik dari Tiamfenikol.

1.2.5. Mengetahui taksisitas dari Tiamfenikol.

1.3 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat secara akademis dan praktis,

meliputi:

1.3.1. Bagi ilmu kedokteran

Dapat digunakan sebagai bahan penambah wawasan mengenai

antibiotik Tiamfenikol.
4

1.3.2. Bagi institusi terkait

Sebagai tambahan referensi tentang perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya bagi seluruh anggota Fakultas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya.

1.3.3. Bagi mahasiswa

Sebagai bahan bacaan atau refensi terutama pada mata perkuliahan

farmasi mengenai antibiotik Tiamfenikol.

Anda mungkin juga menyukai