Anda di halaman 1dari 5

Sunny Kamengmau

40 tahun

Sunny Kamengmau sukses menciptakan tas Robita yang digemari di Jepang.

Sunny Kamengmau adalah pria asal Nusa Tenggara Timur yang sukses menciptakan dan
memasarkan tas merek Robita. Tas ini sangat populer di Jepang, bahkan di kalangan sosialita
kelas atas di sana.

Sunny tak pernah lulus SMA. Bermodal nekat, dia pergi ke Bali untuk menjadi tukang sapu di
sebuah hotel. Karena kinerjanya bagus, dia lalu diangkat menjadi satpam.

Selama bekerja di hotel itu, dia tekun belajar bahasa Inggris dan Jepang. Bahkan gaji
pertamanya dia sisihkan sebagian untuk membeli kamus bahasa asing itu.

Pekerjaannya di hotel itu kemudian mempertemukannya dengan pengusaha asal Jepang


yang memintanya memasok tas kulit ke Negeri Matahari Terbit itu. Namun usahanya tidak ujug-
ujug sukses. Bahkan dia sempat nyaris kehilangan semua penjahit tas karena usahanya tak
maju-maju.

Pelan tapi pasti, dia memperkokoh usahanya hingga mampu merekrut 100 karyawan. Tasnya
amat digemari kalangan jetset di Jepang. Tak hanya di Jepang, Sunny pun menargetkan
menguasai pasar tas berkualitas di Indonesia.
Sukses menjadi seorang pengusaha adalah hak bagi siapa saja yang bekerja keras dan pantang
menyerah. Apapun latar belakangnya, ketika memiliki kemauan keras untuk maju dan
berkembang, maka kesuksesan akan semakin dekat pada Anda. Tampaknya Sunny Kamengmau
sudah membukitakannya, meskipun dengan latar belakang yang bisa dikatakan terpuruk,
namun dengan kemauan keras ia berhasil mendapatkan kesuksesan dalam berbisnis.

Ia yang dulunya hanya seorang tukang kebun yang bekerja di sebuah hotel di Bali, kini
menjadi pengusaha tas yang sukses memasarkan produknya di Jepang. Bagaimana lika-liku
kehidupannya, simak ulasannya berikut ini.

Perjuanganan Awal Sunny Kamengmau


Sunny Kamengmau adalah seorang pengusaha sukses yang berasal dari Nusa Tenggara Timur.
Kesuksesan yang ia dapatkan sekarang ini bukanlah suatu yang instan, namun panjang sekali
perjalanan yang harus ia lalui. Perjalanan hidup yang ia lewati juga tidak mudah, banyak sekali
hambatan dan rintangan yang selalu ditemuinya dalam meniti bisnis.

Awal kisah perjalanannya bermula ketika Sunny Kamengmau kabur dari rumah. Entah apa
alasannya, namun kala itu ia masih sangat muda, ia lari dari rumah dan tentu saja tidak
melanjutkan pendidikannya yang saat itu masih SMA. Pelariannya dari rumah membawanya
sampai di Kuta, Bali. Di situ ia kemudian bekerja sebagai tukang kebun di sebuah Hotel. Setelah
satu tahun kemudian, ia naik pangkat menjadi satpam hotel, profesi ini dijalaninya cukup lama
yaitu selama empat tahun.

Tak disangka minat belajar Sunny Kamengmau sangatlah tinggi, terutama pada bahasa asing.
Keinginan tersebut sudah ada bahkan ketika ia masih menjadi tukang kebun hotel. Ia selalu
belajar bahasa asing, bahasa Inggris dan bahasa Jepang menjadi bahasa yang ia pelajari.

Tujuannya yang begitu kuat untuk menguasai bahasa asing adalah supaya bisa bergaul dengan
para tamu yang kebanyakan dari manca negara. Bahkan begitu semangatnya menguasai bahasa
asing, sampai gajinya sebagai tukang kebun yang saat itu Rp 50 ribu digunakan untuk membeli
kamus bahasa Inggris.

Peluang Bisnis Datang Dari Jepang


Nah, dari kemauan belajar dan sikap yang baik tersebut membuatnya akrab dengan tamu dan
juga majikannya sendiri. Ia mengaku para tamu dan keluarga pemilik hotel adalah guru
bahasanya.

“Antara saya dan keluarga bos, terutama anaknya Marlon ini, seperti tidak ada jarak,” begitu
ujar Sunny.
Berbekal kemampuannya berbahasa Jepang ini, mempertemukan Sunny dengan seorang tamu
dari Jepang yang bernama Nobuyuki Kakizaki pada tahun 1995. Karena Sunny fasih berbahasa
Jepang, menjadikannya berteman akrab dengan tamu dari Jepang tersebut. Tak disangka,
ternyata tamu dari Jepang tersebut adalah seorang pengusaha yang memiliki perusahaan Real
Point Inc.

Setelah lima tahun berteman akrab, Sunny pun mendapatkan tawaran yang sangat menjanjikan
dari Nobuyuki. Ia ditawari menjadi pemasok tas kulit untuk Nobuyuki, karena perusahaan yang
ia kelola akan melebarkan bisnis baru di Jepang. Meskipun belum mempunyai modal
pengetahuan yang mumpuni pada bisnis ini, namun dengan keberanian dan tekad kuat Sunny
pun menyanggupinya.

Berkali-kali Gagal, Akhirnya Sampai Pada Kesuksesan


Membuat sebuah produk yang berkualitas ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Apalagi
dengan pengalaman yang sama sekali tidak ia punyai, bahkan saat itu ia membutuhkan waktu
enam bulan hanya untuk membuat sebuah sampel tas. Namun demikian juga tidak lantas
langsung diterima, bahkan saat itu penjahit Sunny sampai hampir putus asa dan akan keluar.

Meskipun berulangkali gagal, dengan tekad yang bulat membuat Sunny tak mau mundur
barang sejengkal. Dengan tekad dan keyakinan yang luar biasa, lambat laun akhirnya tas yang ia
buat bisa diterima oleh orang Jepang tersebut. Pesanan pun mulai datang, meski pada awalnya
masih sangat minim. Pada tahun 2003 Sunny mampu memproduksi 100-200 tas perbulan yang
ia kirim ke Jepang.

Pada tahun 2006 tas Robita yang digawangi Sunny, mampu menyuplai kebutuhan pasar di
Jepang sampai 5000 tas perbulannya. Tas merek Robita sendiri bukanlah tas murahan di Jepang,
tas ini termasuk yang digemari bagi kalanagan sosialita. Harga yang ditawarkan kisaran Rp 2
juta sampai Rp 4 juta. Jika dihitung secara kasar, dengan harga minimal per biji adalah Rp 2 juta,
maka tas Robita mampu meraup Rp 10 miliar tiap bulannya.
Jakarta -Sunny Kamengmau baru berusia 38 tahun saat ini. Pria asal Nusa Tenggara Timur itu
sudah sukses sebagai pemasok tas kulit merek Robita yang disukai sosialita Jepang. Tapi
kesuksesan tidak datang secara instan.

Seperti diceritakan sebelumnya, keluwesannya bergaul membuat Sunny berkenalan dan


berteman dengan seorang bos konfeksi asal Jepang, Nobuyuki Kakizaki. Pemilik perusahaan
Real Point Inc. ini kemudian mengajaknya berbisnis tas kulit buatan tangan.

“Orang Jepang itu sangat menyukai produk handmade, itu sebabnya tas Robita sangat disukai di
sana,” kata Sunny, kepada detikFinance, di Denpasar, Bali, pada Selasa (18/3/2014).

Tapi lantaran tak punya pengalaman membikin tas, perlu waktu lama bagi Sunny untuk
menghasilkan tas yang memuaskan Kakizaki dan rekanannya di Jepang. Dia mulai dengan satu
orang staf yang bertindak sebagai penjahit dan pembuat tas.

Awalnya produk mereka dinilai kurang berkualitas. Malah untuk menghasilkan satu sampel saja
butuh waktu sampai enam bulan. Responsnya pun negatif. Begitu beberapa kali, sampai si
penjahit merasa bosan dan hendak keluar.

“Tapi saya bujuk dia, saya beri rokok dan ajak makan,” kata Sunny, seraya tertawa. Dia
mengakui, pengalamannya membuat tas memang nihil. Semuanya coba-coba.

Tapi Sunny bilang tekadnya sudah bulat, sehingga dia tak mau mundur meski berkali-kali gagal.
Dia juga memuji kesabaran dan kepercayaan Kakizaki di Jepang. Akhirnya, lambat laun situasi
membaik. Tas yang mereka bikin dinilai memuaskan.

Pesanan pun datang meski awalnya masih sedikit. Keberhasilan memang tak datang secepat
mata berkedip. Sampai 2003, Sunny baru bisa merekrut 15 karyawan. Produksi mereka terbatas
antara 100-200 tas per bulan.

Tapi dua tahun kemudian, situasi semakin membaik. Pesanan mulai bertambah sehingga Sunny
pun menambah kekuatan di lini produksi secara bertahap. Kini Sunny sudah memiliki 100
karyawan, tidak termasuk rekanan pengepul kulitnya.

Puncak produksi Sunny dan anak buahnya terjadi sejak 2006, sampai sekarang. Mereka mampu
memproduksi dan mengirimkan lebih dari 5.000 tas per bulan, yang terdiri dari 20-30 model.
“Total kami sudah memproduksi 700 ribu tas sejak 2000,” kata Sunny.

Tas Robita bukanlah tas pasaran. Di Jepang, harga tas ini terentang antara Rp 2 juta sampai Rp 4
juta. Kalau melihat website-nya, ada dua model tas Robita yang dipasarkan, yaitu Robita dan
Robita Warna.
Kalau dihitung-hitung, dengan harga minimal Rp 2 juta, setidaknya bisnis tas Robita meraup
minimal Rp 10 miliar per bulan. Berapa bagian Sunny? Dia bilang, persentasenya lumayan. Tapi
dia merahasiakan angkanya.

Yang jelas, bisnis ini telah membuatnya menjadi seorang jutawan muda sekaligus dermawan.
Keluarga besarnya diboyong dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, dan dibelikan rumah di Bali. Di
tanah kelahirannya, Sunny juga kerap melakukan aksi sosial. Dia bilang, itu adalah bentuk
pertanggungjawaban sosialnya.

“Saya akan merasa hidup saya ini sia-sia kalau tidak bisa berbuat sesuatu untuk orang banyak,”
kata Sunny. Dia juga getol menyemangati warga NTT untuk menjadi wirausahawan meski putus
sekolah. Tapi dia juga menekankan bahwa pendidikan itu pun penting, jangan sampai putus
sekolah seperti dirinya.

Untuk menopang bisnisnya, Sunny telah membangun empat pabrik pembuatan tas. Sebanyak
tiga pabrik didirikan di Bali dan satu pabrik berdiri di Yogyakarta, salah satu daerah penghasil
kulit sapi dan kambing—bahan utama tas-tas Robita.

Tetapi sebagai wirausahawan muda, Sunny tak puas hanya bekerja sebagai pemasok. Dia punya
ambisi lain, mendirikan toko tas Robita sendiri untuk pasar Indonesia. Di mana Sunny membuka
butik tas Robitanya? Berapa modal yang dikucurkannya?

Anda mungkin juga menyukai