Anda di halaman 1dari 23

1http://biografi-orang-sukses-dunia.blogspot.com/2013/09/biografi-sudiartawan-orang-miskin-yang.

html

Biografi Sudi Artawan Orang Miskin Yang Menjelma Menjadi Milionaire

I Nyoman Sudi Artawan


Sudi Artawan atau nama lengkapnya I Nyoman Sudi Artawan, bagi teman blogger
yang asli Bali tentu tak asing dengan pengusaha yang satu ini. Ia adalah pengusaha
kapal pesiar, pendiri Monarch School, dan bidang usaha yang lain. Awalnya beliau
adalah seorang penjual kelapa yang kemudian beralih menjadi bartender, lalu
bekerja di kapal pesiar. Setelah menikah ia ingin tetap bersama keluarga sehingga
resign dari kapal pesiar dan mendirikan bisnis yang membuatnya dari miskin papa
menjadi miliuner di Bali. Berikut ini Biografi Sudi Artawann dengan kisah
suksesnya.
I Nyoman Sudi Artawan atau akrab dipanggil Sudi adalah orang asli kelahiran Bali.
Ia lahir pada tanggal 1 Desember 1975 di desa Pelapuan, Kecamatan Busungbiu,
Kabupaten Buleleng-Bali. Ia adalah dari pasangan Ketut Merta dan Wayan Kenak.
Saat Sudi kecil, kedua kakaknya meninggal secara hampir bersamaan, hal ini
membuat orang tua Sudi merasa sedih. Untuk bisa melupakan kesedihannya
akhirnya keluarga Sudi pindah ke desa Bongancina. Disana orang tuanya membeli
tanah yang dicicil dari desa Bongancina. Di tanah itu didirikan rumah semi
permanen yang terbuat dari bambu, lantainya tanah. Sehingga jika hujan, lantainya
becek dan udara dingin masuk ke rumah yang membuat keluarga Sudi kedinginan.
Sudi dan adiknya sering ditinggal di rumah sendirian dengan hanya disediakan nasi
yang dicampur ketela atau pisang. Orang tuanya harus bekerja seharian di rumah
tetangga guna memperoleh penghasilan. Saat Sudi SD, ia dibelikan kambing
bapaknya untuk diternak, selain itu Sudi biar bisa menghasilkan uang sendiri.
Setiap hari Sudi harus meempuh jarak 4 km sehingga sering ia merasa kelelahan
sesampainya di sekolah. Saat masuk SMP, ia tidak diterima di SMP Negeri karena
nilainya kurang akhirnya ia masuk di SMP PGRI.

Saat SMA beliau diterima di SMA Negeri 2 Singaraja yang merupakan SMA
favorit di sana. Karena persaingannya ketat, ia sampai hampir tak naik kelas.
Namun saat kelas dua ia masuk kelas Sosial dan selalu menjadi juara kelas sampai
kelas tiga. Ketika SMA Sudi tinggal dengan saudaranya yang menjadi guru dimana
budaya keluarganya adalah membaca. Tinggal bersama keluarga dengan budaya
yang positif membuat Sudi selalu terpacu untuk belajar dan berprestasi. Selain
sekolah Sudi juga mengikuti kursus bahasa Inggris dan Jepang. Sering saat di
angkot ia mempraktekkan bahasa Inggrisnya dengan bercakap-cakap dengan turis
(di Bali banyak turis berkeliaran).
Bekerja Sebagai Penjual Kelapa
Selepas SMA Sudi tak bisa kuliah karena tak ada biaya. Sudi kemudian ikut
pamannya yang menjual kelapa dan ia juga harus membantu pamannya tersebut.
Selain itu ia juga harus bisa mencarai uang untuk kursus bahasa Inggris. Baginya
bahasa Inggris adalah penting karena siapa tahu dari situlah pintu kesuksesannya
terbuka. Sudi harus bangun jam 1 dini hari dan berjualan kelapa di pasar sampai
pukul 07.30 pagi.
Selama itu orang tua Sudi masih mengiriminya uang. Ia sangat berterimakasih
pada orang tuanya karena walau ia sudah tidak sekolah tapi masih membantunya.
Uang itu ia kumpulkan dan akhirnya cukup untuk membeli vespa. Ia pun merasa
senang karena dengan vespa itu ia tidak lagi berganti kendaraan jika mau kursus
ataupun saat ia libur ia bisa menuju ke kawasan wisata untuk mempraktekkan
bahasa Inggrisnya.
Suatu hari Sudi ditawari menjadi salesman sebuah MLM yang mengharuskannya
berkeliling mencari nasabah setiap hari. Pekerjaan ini ia lakukan selama dua bulan
tentu dengan tetap kursusu bahasa Inggris dan kursus singkat bartender di BLKP.
Ia kemudian pindah dari rumah pamannya ke kontrakan yang sekamar dengan
temannya yang sudah menikah. Disana ia membantu dengan mencuci piring dan
memasak alias jadi pembantu. Dengan begitu ia tak perlu ikut membayar sewa
kontrakan. Namun ia harus rela tidur di beranda hanya beralas selimut tipis dengan
bantal kamus bahasa Inggris. Sebenarnya Sudi ingin menjadi Guide namun
karena usulan teman sekontrakannya tersebut yang bernama Dewa Sudi ia ikut
kursus bartender di BLKP.
Bekerja di Hotel

Suatu hari Sudi berkenalan dengan Mr. Martinus yang kemudian menawarinya
pekerjaan menjadi bartender di Nusa Dua Bali, namun gajinya sangat kecil
sehingga tidak cukup untuk makan sampai sebulan. Untuk mendapat penghasilan
tambahan, sewaktu hari libur ia nyambi sebagai Guide sambil melancarkan bahasa
Inggrisnya. Untuk mengatasi kebutuhan makannya saat tanggung bulan ia juga
sering meminta nasi di tempat kerjanya, tetapi itu juga tak selalu ia lakukan karena
merasa tak enak. Kadang ia menanggung rasa lapar yang sangat sehingga pernah
pingsan di tempat kerjanya. Hal ini membuat Sudi ingin sekali pulang kampung
namun temannya selalu menguatkannya agar tetap berjuang demi masa depannya.
Sudi juga sering mengirim lamaran ke tempat yang lebih baik agar mendapat gaji
yang lebih banyak juga namun sering tidak mendapat panggilan. Sudi pun merasa
kecewa karena hanya dirinya yang belum mendapat kerja yang lebih layak sedang
teman sekamar lainnya sudah pindah kost karrena sudah bekerja di Radisson hotel
yang tempatnya lebih bagus dan gajinya lebih banyak. Sudi pun harus membayar
sewa kamar sendiri.
Suatu hari ia mendapat panggilan di hotel Nikko sebagai bartender. Hotel Nikko
lebih bagus dari Nusa Dua. Di sini ia harus mengalami masa percobaan dahulu.
Walau sebelumnya pernah bekerja di restauran Nusa Dua namun peralatan di Hotel
Nikko lebih canggih dan sangat berbeda sehingga ia sering salah dan menjadi
bahan tertawaan temannya. Untuk mengejar kekurangannya ia sering datang lebih
awal untuk belajar.
Semisal ia mulai bekerja jam satu siang maka ia akan datang jam 10 pagi untuk
belajar menggunakan alat-alat lebih dahulu. Akhirnya Sudi lulus masa percobaan
dan menjadi karyawan tetap. Di hotel Niko ini ia mendapat gaji 500 ribu per bulan
yang merupakan jumlah yang cukup untuknya mencicil sepeda motor baru. Tak
lupa ia juga mengirim uang untuk orang tuanya di kampung.
Selain bahasa Inggris, Sudi juga kursusu bahasa Jepang. Setelah satu tahun di hotel
Nikko, Sudi diterima bekerja di Ritz Carlton yang lebih baik. Namun tak lama
kemudian Sudi mendapat panggilan di hotel Four Season yang gajinya jauh lebih
tinggi. Dengan gaji ini Sudi membantu orang tuanya memperbaiki rumahnya di
kampung.
Bekerja Di Kapal Pesiar

Suatu hari ia dikenalkan dengan orang yang bekerja di kapal pesiar yang tak lain
adalah menantu dari bapak kosnya yang bernama Ketut Manis yang bercerita
bahwa bekerja di kapal pesiar lebih gede gajinya. Ini terbukti dari apa yang
dimilikinya, setiap Ketut Manis pulang dari bekerja di kapal pesiar, ia bisa
membeli mobil baru dan tanah serta mengirim uang untuk keluarga. Ketut pun
menyarankan Sudi untuk mengirim lamaran ke agen kapal pesiar apalagi
pengalaman Sudi selama di hotel berbintang pastinya akan banyak membantu Sudi
untuk diterima di kapal pesiar. Sudi pun menuruti saran Ketut Manis.
Sudi pun diterima di hampir semua kapal pesiar namun ia memilih bekerja di kapal
pesiar Celebrity Zenit, ini tepat dia berulang tahun ke 24 dan saat itu ia langsung
meninggalkan Bali untuk bekerja di kapal pesiar. Saat dua bulan bekerja di kapal
pesiar, Sudi merasa tak betah karena ternyata bahasa Inggrisnya selama ini kurang
dan membuatnya sulit berkomunikasi dengan karyawan lain, namun ia mendapat
dorongan dari bar manager seorang berkebangsaan Turki yaitu Mr Yelmas, Mr.
Fermin asal Dominica Republik, dan Pak Gusti Lanang Rai seniornya. Berkat
dukungan mereka, Sudi Artawan pun bangkit kembali.
Sudi bekerja dengan rajin sehingga ia mendapat penghargaan sebagai karyawan
terbaik. Dan Sudi mendapat kepercayaan untuk mensetting kapal baru berfasilitas
gas turbin Miami Office / Company yang saat itu memang sedang dinantikan oleh
semua orang yang ingin berlayar.
Sudi dikirim ke Prancis untuk menset Martini Bar yang merupakan bar favorit
yang akan ditempatkan di kapal pesiar Milenium. Namun ternyata setelah sampai
di Prancis, jadwalnya mundur, untuk menunggu waktu akhirnya Sudi diberi bekal
training hospitality dan bar. Dari situlah ia mendapat ilmu tentang perhotelan dan
bar.
Penghargaan demi penghargaan diraihnya, mulai dari karyawan terbaik selama satu
bulan hingga satu tahun. Sejak 1998 sampai 2008, ia mendapat pengalaman begitu
berharga. Selain sebagai karyawan, Sudi juga berbisnis seperti menjual tanaman
hias, exporter, dan agent tour (BTO) Bali Tour Operational. Akan tetapi, semua itu
belum berjalan dengan lancar karena modal yang sangat tipis.
Akhirnya, beliau kembali berangkat ke kapal pesiar dan menyelesaikan kontrak
selama 6 bulan. Setelah itu, beliau melanjutkan bisnis exporter bersama Mr .Allan
Yeo. Saat itu, beliau merasakan keuntungan yang sangat besar, sehingga beliau
pun bisa membangun rumah kost di daerah Renon.

Merintis Bisnis
Sekolah yg didirikan Sudi Artawan
Setelah menikah, Sudi Artawan tidak lagi berlayar karena lebih memilih tinggal
bersama keluarga. Dari pengalamannya berpesiar dan menjadi bartender, ia
kemudian mendapat ide untuk mendirikan sekolah bar di Bali. Ia kemudian
mengontak kenalannya selama di kapal pesiar. Dari situ ia mendapat kepercayaan
untuk menyalurkan pegawai ke kapal pesiar-kapal pesiar. Sekolah Sudi Artawan
yang diberi nama sekolah Monarch Bali.
Banyak lulusannya yang kemudian diterima di kapal pesiar sebagai pegawai
seperti dia dahulu. Selain itu Sudi juga berbisnis ekspor-impor. Semua bisnisnya
dinaungi dengan nama PT. Ratu Oceania Raya Bali. Selain itu Sudi juga berkuliah
di universitas swasta dengan jurusan Sastra Inggris agar ilmunya terus bertambah.
Kunci sukses Sudi Artawan adalah terus belajar, berusaha, meningkatkan integritas
diri dan tidak cepat puas diri dengan apa yang sudah dicapai. Itulah kisah Sudi
Artawan, pengusaha sukses dari Bali yang berawal dari kemiskinan dan sempat
hampir putus asa namun karena ingin merubah nasib ia tetap terus berusaha
sehingga bisa mencapai apa yang dimiliki saat ini.
Berikut ini adalah perjalanan karir I Nyoman Sudi Artawan :

Jualan Kelapa di Pasar Badung ,periode 1995-1996 , ( 8 bulan )


Freelance Tour Guide,Tahun 1996 ( 6 bulan )
Koki Loka Restourant Nusa Dua as Bartender and Waiter, periode 1996-1997
( 8 bulan )
Nikko Bali Resort & Spa, As Bartender periode 1997 -1998 ( satu tahun )
Ritz Carlton Hotel as Bartender Tahun 1998 ( 2 .5 bulan )
Four Season Resort Bali As Bartender Periode 1998 -1999 ( 2 tahun )
Celebrity Cruise Line as Bartender and Trainer ( 1999-2008) ( 9 tahun )
Exporter 2006 2007 ( TEMPLE OF THE WORLD) (2 tahun )
OWNER OF BTO ( BALI TOUR OPERATIONAL ) 2005-SEKARANG.
Directur of PT.Ratu Oceania Raya Bali,Agustus 8,2008 until present,
Salah satu Owner of Monarch School and Hotel Training Centre.

Prinsip hidup Sudi Artawan Orang dibilang success bila telah membuat orang
disekitarnya success Orang dibilang kaya bila telah membuat orang
disekitarnya kaya .
Itulah biografi dari I Nyoman Sudi Artawan. Tak ada yang mustahil jika terus
mencari, pasti akan menemukan kesuksesan.
Sumber: kisahsukses.info

2 I Putu Ngurah Sudarma: Gara-gara Ditolak Kapal Pesiar

http://swa.co.id/youngsterinc/bermula-dari-mimpi-membesut-sang-spa-ubud

Usia boleh muda, tetapi semangat dan motivasi wirausahanya patut diacungi
jempol. Dialah I Putu Ngurah Sudarma, yang tahun lalu dinobatkan sebagai salah
satu juara di ajang Wirausaha Muda Mandiri.
Seperti wirausaha lainnya, I Putu Ngurah Sudarma, sering disapa Ngurah,
memulai usahanya dari nol dan juga mengalami jatuh-bangun. Setelah sempat
bekerja di sebuah kasino di Singapura selama dua tahun usai menyelesaikan
pendidikannya di STIE Pariwisata Yapari-Aktripa Bandung tahun 2004, Ngurah
pulang ke Bali dan mencoba peruntungannya bekerja di kapal pesiar. Berkali-kali
tes, gagal terus. Karena keinginannya yang besar, Ngurah bahkan rela membayar
Rp 40 juta kepada sebuah biro penyalur tenaga kerja untuk memuluskan jalan.
Sambil menunggu panggilan, dia bekerja di salah satu spa di Ubud.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Saat memasuki bulan kedua,
dia tidak juga mendapat panggilan berlayar. Saat itu Ngurah baru sadar ternyata
dia telah menjadi korban penipuan. Uang raib, kesempatan berlayar pun tinggal
mimpi. Namun, di spa tempatnya bekerja, dia malah menemukan belahan
jiwanya, Komang Astini, dan menikahinya di awal 2007.

Pasangan muda ini akhirnya mantap keluar dari tempat mereka bekerja saat
Ngurah merasa ide-ide yang mereka ajukan ditolak mentah-mentah oleh sang
pemilik spa.
Berbekal pinjaman orang tuanya di salah satu bank perkreditan rakyat sebesar Rp
60 juta, Ngurah mengontrak sebidang tanah bekas tempat pembuangan sampah
dekat tempat kos dia bersama sang istri. Alasannya? Itulah tempat termurah,
ujar Ngurah sambil tertawa berderai. Dia menyebut angka Rp 10 juta untuk 10
tahun. Bangunan sederhana seluas 6 x 12 m2 berlantai semen kasar dan dinding
tanpa polesan, yang dibagi menjadi dua ruangan, menjadi cikal bakal Sang Spa
yang resmi dibuka pada 1 Januari 2008 dengan dua terapis: Ngurah dan Astini.
Semua pekerjaan memang harus mereka kerjakan sendiri.
Untuk memperkenalkan Sang Spa yang terletak di gang kecil di Jalan Jembawan,
Ubud, yang tak jarang disangka kandang kuda itu, Ngurah dengan motor tuanya
menyebarkan 1.000 brosur yang sebagian hanya berupa hasil fotokopi. Motor tua
itu juga yang dipakainya untuk mengantar-jemput tamu tanpa biaya tambahan
sebagai bonus bagi pelanggan.
Kini antar-jemput dengan motor tua dan kandang kuda itu tinggal kenangan.
Bangunan di atas bekas pembuangan sampah itu kini dijadikan rumah tinggal
bagi 13 anak asuh yang disekolahkan di sekolah formal sambil dididik menjadi
terapis. Motor tua itu pun sudah diganti menjadi dua minibus dan satu BMW.
Layanan antar-jemput untuk area sekitar Ubud masih gratis. Tarif khusus
diterapkan untuk area di luar Ubud.
Awalnya, kerja keras pasangan ini menghasilkan Rp 980.000 di bulan pertama
dan meningkat menjadi Rp 5,6 juta di bulan kedua. Masih sangat jauh dari utang
yang harus dilunasi, ujar Ngurah. Tak pelak, Astini pun sempat patah semangat
dan berencana mencari pekerjaan lain saja agar bisa membantu melunasi utang.
Namun, cinta dan semangat Ngurah berhasil meyakinkan Astini untuk bersamasama lagi menjalankan dan membangun Sang Spa yang merupakan singkatan: s
dari nama ayah yang memberinya modal, a dari Astini dan ng dari Ngurah.
Bulan ketiga Sang Spa berhasil mengumpulkan Rp 15 juta dan mulai
mempekerjakan seorang karyawan untuk membantu mereka. Sejak itu,
pendapatan meningkat terus hingga akhirnya pada Agustus 2009, Ngurah
memutuskan membuka cabang, Sang Spa 2, di atas tanah sewaan seluas 600 m2
yang hanya berjarak 100 meter dari Sang Spa 1. Agustus 2010, Ngurah

mengambil alih kontrak sebuah spa di Jalan Monkey Forest, Ubud, menjadi Sang
Spa 3. Agustus 2012 Ngurah sempat membuka Sang Spa di Kuta, tetapi akhirnya
diputuskan ditutup dan berkonsentrasi untuk mengembangkan spa di Ubud saja
dulu.
Pria kelahiran Singaraja 10 Juni 1980 ini sejak awal telah menerapkan standar
pelayanan yang wajib diterapkan para terapisnya yang kini berjumlah 68 orang.
Calon terapis diwajibkan mengikuti pelatihan selama tiga bulan, tetapi setelah
melewati bulan pertama mereka akan diberi kesempatan bekerja dengan
didampingi terapis senior. Sehingga, saat training pun mereka sudah bisa
menghasilkan, ungkap Ngurah sambil menambahkan, bila lolos, mereka terikat
kontrak dua tahun.
Kini dengan penghasilan rata-rata Rp 3,6 miliar per tahun, pasangan NgurahAstini jelas sudah bisa bernapas lega. Namun, mereka tetap memutuskan tinggal
di tempat kos sederhana yang sejak awal mereka tempati sehingga bisa lebih
mudah memantau bisnis dan aktivitas anak-anak asuh.
Media sosial dipakai Ngurah sebagai ajang promosi paling efektif. Hampir 60%
tamu yang berkunjung merupakan tamu online yang berasal dari Australia,
Jepang, China, Malaysia, Singapura, dan beberapa negara Eropa.
Di bawah bendera PT Ngurah Sudarma, pada tahun 2014 ini Ngurah akan fokus
untuk membangun sistem dan manajemen sehingga dalam tiga tahun ke depan
cita-citanya menjadi konsultan spa bisa dia raih. Tak lama lagi, dia juga akan
membuka kafe yang berlokasi di seberang Sang Spa 2 yang khusus menyediakan
minuman sehat berbahan herbal. Selain itu, Ngurah pun sedang membangun
sebuah vila di daerah Pejeng.
Semuanya memang bermula dari mimpi, motivasi dan semangat, kata
penggemar buku-buku biografi dan motivasi ini.(*)

Salah satu pebisnis spa yang sukses di Bali adalah I Putu Ngurah Sudarma. Sang
Spa miliknya, yang berdiri di Ubud, bisa meraup omset hingga Rp 2,6 miliar per
tahun. Tapi kesuksesan tak datang seperti durian runtuh kepada pria 33 tahun itu.

Ekonomi yang pas-pasan membuat Sudarma harus bekerja serabutan saat masih
kuliah di Bandung. Usai kuliah, dia merantau ke Singapura dan bekerja sebagai
pelayan di sebuah kasino di kapal. Dia hanya bertahan selama 2 tahun.
Lulusan sekolah pariwisata ini pun pulang ke Indonesia dan mengincar pekerjaan
di kapal pesiar. Tapi enam kali dia melamar, enam kali pula dia gagal. Akhirnya
orang tuanya berani meminjamkan Rp 40 juta supaya lebih mudah diterima bekerja
di kapal pesiar.
Sambil menunggu kabar, Sudarma menikah dengan seorang pekerja di spa. Dia
pun ikut bekerja di spa dan mengusulkan pengembangan bisnis di tempatnya
bekerja. Tapi usulannya ditolak mentah-mentah. Kesal, dia dan istrinya pun keluar
dan nekat mendirikan usaha spa sendiri.
Meski diawal sempat dijuluki spa 'kandang kuda' karena tempatnya yang kecil,
lambat laut bisnis Sudarma berkembang baik. Dengan modal awal Rp 60 juta, kini
Sang Spa bisa meraup ratusan juta per bulan dan memiliki tiga outlet di Ubud,
yang kapasitasnya enam kali lebih besar dari yang mula-mula.
3 http://catatan-pendek-sekali.blogspot.com/2012/06/biografi-soedono-salimpengusaha-sukses.html

Soedono Salim atau Liem Sioe Liong lahir di Tiongkok tanggal 19 Juli 1916, Dia
merupakan pendiri Grup Salim. Kepemilikan Grup Salim meliputi Indofood,
Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, Indomaret, Indomarco, PT Mega, Bank
Windu Kencana, PT Hanurata, dan PT Waringin Kencana dan lain-lain. Dia
merupakan salah satu konglomerat dan pengusaha sukses asal Indonesia. Ia
sempat menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia.
Perjalanan suksesnya dimulai di sebuah pelabuhan kecil. Fukien di bilangan
Selatan Benua Tiongkok. Dia dilahirkan di situ pada tahun 1916. Kakaknya yang
tertua Liem Sioe Hie kini berusia 77 tahun sejak tahun 1922 telah lebih dulu
beremigrasi ke Indonesia yang waktu itu masih jajahan Belanda kerja di sebuah
perusahaan pamannya di kota Kudus.
Di tengah hiruk pikuknya usaha ekspansi Jepang ke Pasifik, dibarengi dengan

dongeng harta karun kerajaan-kerajaan Eropa di Asia Tenggara, maka pada tahun
1939, Liem Sioe Liong mengikuti jejak abangnya yang tertua. Dari Fukien, ia
Berangkat ke Amoy, dimana bersandar sebuah kapal dagang Belanda yang
membawanya menyeberangi Laut Tiongkok. Sebulan untuk kemudian sampai di
Indonesia. Sejak dulu, kota Kudus sudah terkenal sebagai pusat pabrik rokok
kretek, yang sangat banyak membutuhkan bahan baku tembakau dan cengkeh. Dan
sejak jamam revolusi Liem Sioe Liong sudah terlatih menjadi supplier cengkeh,
dengan jalan menyelundupkan bahan baku tersebut dari Maluku, Sumatera,
Sulawesi Utara melalui Singapura untuk kemudian melalui jalur-jalur khusus
penyelundupan menuju Kudus. Sehingga tidak heran dagang cengkeh merupakan
salah satu pilar utama bisnis Liem Sioe Liong pertama sekali, disamping sektor
tekstil. Dulu juga dia, banyak mengimpor produksi pabrik tekstil murahan dari
Shanghai.
Di Kudus Liem berkenalan dengan gadis asal Lasem. Gadis itu sekolah di sekolah
Belanda Tionghoa. Liem melamarnya, tapi orangtua si gadis tidak mengizinkan,
lantaran takut anak gadisnya akan dibawa ke Tiongkok. Kekuatiran itu timbul
melihat tampang Liem yang masih totok. Tapi, Liem tak mau menyerah. Akhirnya
lamarannya diterima dan diizinkan menikah. Pesta pernikahannya, bahkan
dirayakan selama 12 hari. Maklum, keluarga istrinya cukup terpandang. Setelah
menikah, Liem makin ulet bekerja dan berusaha. Usahanya berkembang. Tapi,
ketika awal 1940-an, Jepang menjajah Indonesia, usahanya bangkrut. Ditambah
lagi, dia mengalami kecelakaan. Mobil yang ditumpanginya masuk jurang. Seluruh
temannya meninggal. Hanya Liem yang selamat, setelah tak sadarkan diri selama
dua
hari.
Kemudian,
Liem
pindah
ke
Jakarta.

Seirama dengan masa pemerintahan dan pembangunan Orde Baru, bisnisnya pun
berkembang demikian pesat. Pada tahun 1969, Om Liem bersama Sudwikatmono,

Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad, yang belakangan disebut sebagai The Gang of
Four, mendirikan CV Waringin Kentjana. Om Liem sebagai chairman dan
Sudwikatmono sebagai CEO. The Gang of Four ini kemudian tahun 1970
mendirikan pabrik tepung terigu PT Bogasari dengan modal pinjaman dari
pemerintah. Bogasari yang memonopoli suplai tepung terigu untuk Indonesia
bagian Barat, yang meliputi sekitar 2/3 penduduk Indonesia, di samping PT. Prima
untuk Indonesia bagian Timur. Hampir di setiap perusahaan Liem Sioe Liong dia
berkongsi dengan Djuhar Sutanto alias Lin Wen Chiang yang juga seorang
Tionghoa asal Fukien. Bogasari sebuah perusahaan swasta yang paling unik di
Indonesia. Barangkali hanya Bogasarilah yang diberikan pemerintah fasilitas
punya pelabuhan sendiri, dan kapal-kapal raksasa dalam hubungan perteriguan bisa
langsung
merapat
ke
pabrik.
Ketika pertama berdiri, PT Bogasari berkantor di Jalan Asemka, Jakarta dengan
kantor hanya seluas 100 meter. Kemudian tahun 1975 kelompok ini mendirikan
pabrik semen PT Indocement Tunggal Perkasa. Pabrik ini melejit bahkan nyaris
memonopoli semen di Indonesia. Sehingga kelompok ini sempat digelari Tycoon
of Cement. Setelah itu, The Gang of Four ditambah Ciputra mendirikan perusahaan
real estate PT Metropolitan Development, yang membangun perumahan mewah
Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai. Selain itu, Om Liem juga
mendirikan kerajaan bisnis bidang otomotif di bawah bendera PT Indomobil.
Bahkan merambah ke bidang perbankan dengan mendirikan Bank Central Asia
(BCA) bersama Mochtar Riyadi. Di tahun 1970-an. Bank Central Asia ini telah
bertumbuh menjadi bank swasta kedua terbesar di Indonesia dengan total asset
sebesar US$ 99 juta. Belakangan Mochtar Riady membangun Lippo Bank. Ketika
itu, Om Liem pernah jadi orang terkaya di Indonesia dan Asia. Serta masuk daftar
100 orang terkaya dunia. Namun, seirama dengan mundurnya
PresidenSoeharto dan akibat terjadi krisis moneter, bisnis dan kekayaannya pun
turun. Bahkan, Om Liem terpaksa memilih bermukim di Singapura, setelah
rumahnya di Gunung Sahari dijarah massa reformasi. Setelah peristiwa tersebut, ia
mulai mengalihkan kepengurusan bisnisnya kepada anaknya Anthony Salim, lalu
pindah dan tinggal di Singapura hingga tutup usia. Ia dikenal luas masyarakat
dekat dengan mantan Presiden ke-2 Indonesia Soeharto. Usahanya diteruskan
anaknya yakni Anthony Salim dan menantunya Franciscus Welirang.

Begitu perkasanya dia di bidang


perekonomian Indonesia dewasa ini, mungkin menjadi titik tolak majalah Insight,
Asias Business Mountly terbitan Hongkong dalam penerbitan bulan Mei tahun ini,
menampilkan lukisan karikatural Liem Sioe Liong berpakaian gaya Napoleon
Bonaparte. Dadanya penuh ditempeli lencana-lencana perusahaannya. Perusahaan
holding company-nya bernama PT Salim Economic Development Corporation
punya berbagai macam kegiatan yang dibagi-bagi atas berbagai jenis divisi;
masing-masing adalah:
1. divisi perdagangan
2. divisi industri
3. divisi bank dan asuransi
4. divisi pengembangan (yang bergerak dibidang hasil hutan dan konsesi
hutan)
5. divisi properti yang bergerak dibidang real estate, perhotelan, dan
pemborong

6. divisi perdagangan eceran


7. divisi joint venture.

Setiap divisi membawahi


beberapa arah perusahaan raksasa, berbentuk perseroan-perseroan terbatas.
Pelbagai kemungkinan untuk lebih mengembangkan lajunya perusahaan sekalipun
tidak akan meningkatkan permodalan, seperti go-public di pasar saham Jakarta,
dilangsungkan group Soedono Lem Salim dengan gencar. Halangan maupun isu
bisnis yang mengancam perusahaannya, nampak tak membuat Liem cemas. Seperti
katanya
kepada
Review,
Jika anda hanya mendengarkan apa yang dikatakan orang, anda akan gila. Anda
harus melakukan apa yang anda yakini.
Bermodal kalimat pendeknya itu pulalah mengantar Liem Sioe Liong muda di
Kudus yang juga terkenal sebagai Lin Shao Liang menjadi Soedono Salim si Raja
Dagang
Indonesia,
belakangan
ini.
Sudono Salim atau Liem Sioe Liong meninggal dunia dalam usia 96 tahun.
Berdasarkan informasi yang beredar, pengusaha kakap itu wafat di Singapura pada
tanggal 10 Juni 2012.
4

Biografi Tirto Utomo - Pendiri Aqua


POSTED BY PENGELANA POSTED ON 19.30 WITH NO COMMENTS

Orang Indonesia pasti mengenal merk Aqua, Merk ini sangat dikenal masyarakat di
seluruh daerah dari perkotaan sampai dengan pedesaan. Aqua menjadi pelopor air
minum dalam kemasan di Indonesia, yang merupakan ide dari Tirto Utomo yang
tidak lain adalah Pendiri Aqua. Tirto Utomoatau Kwa Sien Biauw dilahirkan di
Wonosobo, Jawa Tengah 8 Maret 1930. Karena di Wonosobo tidak ada SMP maka
Tirto Utomo harus bersekolah di Magelang yang berjarak sekitar 60 kilometer,
perjalanan itu ditempuh dengan sepeda. Kehidupannya tergolong lumayan karena
orangtuanya pengusaha susu sapi an pedagang ternak. Lulus SMP Tirto Utomo
melanjutkan sekolah ke HBS (sekolah setingkat SMA di zaman Hindia Belanda) di
Semarang dan kemudian di Malang. Masa remaja Tirto Utomo dihabiskan di
Malang dan di situlah dia bertemu dengan Lisa / Kienke (Kwee Gwat Kien).
Seperti lazimnya sekolah Katholik pada waktu itu maka sekolah untuk murid lakilaki dan murid perempuan dipisah. Mereka berdua hanya sempat bertemu di
lapangan sekolah.
Selama dua tahun kuliah di Universitas Gajah Mada yang ada di Surabaya, dia
mengisi waktu luang dengan menjadi wartawan Jawa Pos dengan tugas khusus

meliput berita-berita pengadilan. Namun, karena kuliah tidak menentu, akhirnya


Tirto pindah ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Di Jakarta sambil kuliah ia
bekerja sebagai Pimpinan Redaksi harian Sin Po dan majalah Pantja Warna. Pada
tahun 1954 selepas SMA di Malang, Lisa masuk Fakultas Sastra Universitas
Indonesia. Sambil kuliah, Lisa bekerja di British American Tobacco (BAT
Indonesia). Maret 19555 Lisa gagal mengikuti ujian kenaikan tingkat dan
kemudian memutuskan berhenti kuliah. Saat Lisa mengajar bahasa Inggris di Batu
Ceper, menjadi guru SD Regina Pacis, dan menerima jasa penerjemahan dan
pengetikan, Lisa dilamar Tirto dan mereka menikah pada 21 Desember 1957 di
Malang.
Musibah datang pada tahun 1959. Tirto diberhentikan sebagai pemimpin redaksi
Sin Po. Akibatnya sumber keuangan keluarga menjadi tidak jelas. Namun, akibat
peristiwa itulah Tirto Utomo memiliki kemauan yang bulat untuk menyelesaikan
kuliahnya di Fakultas Hukum UI. Sementara Lisa berperan sebagai pencari nafkah
yaitu dengan mengajar dan membuka usaha catering, Tirto belajar dan juga ikut
membantu istrinya. Pada Oktober 1960 Tirto Utomo berhak menyandang gelar
Sarjana Hukum. Setelah lulus, Tirto Utomo melamar ke Permina (Perusahaan
Minyak Nasional) yang merupakan cikal bakal Pertamina. Setelah diterima, ia
ditempatkan di Pangkalan Brandan. Di sana, keperluan mandi masih menggunakan
air sungai. Berkat ketekunannya, Tirto Utomo akhirnya menanjak karirnya
sehingga diberi kepercayaan sebagai ujung tombak pemasaran minyak.

Kedudukan Tirto Utomo sebagai Deputy Head Legal dan Foreign Marketing

membuat sebagian besar hidupnya berada di luar negeri. Pada usia 48 tahun, Tirto
Utomo memilih pensiun dini untuk menangani beberapa perusahaan pribadinya
yakni AQUA, PT. Baja Putih, dan restoran Oasis. Aqua didirikan dengan modal
bersama adik iparnya Slamet Utomo sebesar Rp 150 juta. Mereka mendirikan
pabrik di Bekasi tahun 1973 dengan nama PT. Golden Mississippi dan merek
produksi Aqua. Karyawan mula-mula berjumlah 38 orang. Mereka menggali sumur
di pabrik pertama yang dibangun di atas tanah seluas 7.110 meter persegi di
Bekasi. Setelah bekerja keras lebih dari setahun, produk pertama Aqua diluncurkan
pada
1
Oktober
1974.
Bagaimana nama Aqua ini terbentuk? Desainer Singapura yang merancang
logonya mengusulkan nama Aqua. Kata Eulindra Lim, sang desainer
tersebut, Aqua mudah diucapkan dan mudah diingat selain bermakna air.
Aqua sebenarnya bukan nama asing baginya. Dia sendiri sering memakai nama
samaran A Kwa yang bunyinya mirip dengan Aqua semasa masih menjadi
pemimpin redaksi harian Sin Po dan majalah Pantja Warna di akhir tahun 1950.
Nama A Kwa sendiri diambil dari nama aslinya yaitu Kwa Sien Biauw sedangkan
nama Tirto Utomo mulai dipakainya pertengahan tahun 1960-an yang tidak sengaja
diambil
yang
berarti
air
yang
utama.
Dulu bukan main sulitnya. Dikasih saja orang tidak mau. Untuk apa minum
air mentah, itulah celaan yang tak jarang kami terima, ujar Willy Sidharta.
Saat itu minuman rignan berkabonasi seperti Cola Cola, Sprite, 7 Up, dan Green
Spot sedang naik daun sehingga gagasan menjual air putih tanpa warna dan rasa,
bisa
dianggap
sebagai
gagasan
gila.
Hingga 1978 penjualan Aqua tersendat-sendat. Tidak heran bila Tirto Utomo
sendiri mengakui hampir menutup perusahaannya karena sekitar lima tahun berdiri
tetapi titik impas belum juga dapat diraih. Ia tidak tahan harus menombok terus
menerus. Tetapi selalu ada rezeki bagi orang yang ulet dan tabah. Tirto Utomo
bersama manajemennya akhirnya mengeluarkan jurus pamungkas dengan
menaikkan harga jual hampir tiga kali lipat. Waktu itu ide ini bisa dibilang juga
bisa dibilang ide gila. Masa, ketika dalam kesulitan keuangan, bukannya
menurunkan harga agar para pelanggan berminat tapi malah menaikkan harga.
Tirto sendiri sudah menyiapkan antisipasi sekiranya upaya itu bakal menyebabkan
penurunan omset. Namun, pasar bicara lain. Omset bukannya menurun malahan

terdongkrak naik. Agaknya orang menilai harga tinggi sama dengan mutu tinggi.
Aqua pun mulai melayani segmen yang tertarik untuk berlangganan.
Pada tahun 1982, Aqua mengganti bahan baku (air) yang semula berasal dari
sumur bor ke mata air pegunungan yang mengalir sendiri (self-flowing spring)
karena dianggap mengandung komposisi mineral alami yang kaya nutrisi seperti
kalsium, magnesium, potasium, zat besi, dan sodium. Salah satu pelanggannya
yaitu kontraktor pembangunan jalan tol Jagorawi, Hyundai. Dari para insinyur
Korea Selatan itu, kebiasaan minum air mineral pun menular kepada rekan kerja
pribumi mereka. Melalui penularan semacam itulah akhirnya air minum dalam
kemaasan diterima di masyarakat. Penampilan Tirto sehari-hari sangat sederhana,
ramah, murah senyum, namun cerdas berpikir. Dalam hubungannya dengan
bawahan, ia menganut gaya manajemen kekeluargaan dan mempercayai
kemampuan karyawannya melalui sejumlah pengembangan dan pelatihan
manajemen. Pada waktu itu biaya pengemasan dapat mencapai 65% dari biaya
produksi. Melihat itu, Tirto Utomo kemudian menyetujui ide Willy untuk
menggabungkan pabrik botol dengan bisnis air mineralnya yang bernama PT. Tirta
Graha Parama.
Saat ini, keluarga Tirto Utomo bukan lagi pemegang saham mayoritas karena sejak
tahun 1996 perusahaan makanan asal Prancis Danone menguasai saham mayoritas,
sedangkan saham keluarga tinggal 26 persen. Meskipun demikian, Willy
Sidharta, yang merupakan anak kandung dari Tirto Utomo sendiri, memegang
jabatan direktur dalam perusahaan tersebut. Pilihan bergabung dengan perusahaan
multinasional diakui membuat langkah Aqua semakin lincah. Ketatnya persaingan
industri air mineral menuntut upaya-upaya agresif. Sejak itu, terjadi perubahan
besar dalam manajemen Aqua. Dalam produksi, Aqua juga melonjak tajam, dari 1
miliar liter sekarang mencapai 3.5 miliar liter. Aqua menguasai 40% pangsa pasar
air mineral di dalam negeri.
Banyak orang mengira bahwa memproduksi air kemasan adalah hal yang
mudah. Mereka pikir yang dilakukan hanyalah memasukkan air kran ke dalam
botol. Sebetulnya, tantangannya adalah membuat air yang terbaik,
mengemasnya dalam botol yang baik dan menyampaikannya ke
konsumen. Kata Tirto Utomo.

Tirto Utomo memang sudah wafat pada tahun 1994 namun prestasi Aqua sebagai
produsen air minum dengan merek tunggal terbesar di dunia tetap dipertahankan
sampai sekarang.

5http://properti.kompas.com/read/2013/05/27/13185761/Elang.Gumilang.Tak.Aka
n.Melupakan.Rakyat.Miskin
Saya sangat tertarik dengan kisah sukses Elang Gumilang tekadnya sangat kuat dan tekun dalam
membangun wirausaha nya,dia bahkan mengawali bisnisnya dari bidang yang terkecil,sehingga tulus
tekadnya membuahkan hasil,sebagai seorang wirausaha termuda itu bukanlah sekedar isapan jempol
belaka karena karya dan karir nya sangat didedikasikan untuk masyarakat dalam pembangunan
perumahan murah bagi kalangan bawah dia mendapatkan banyak perhatian dan pujian sehingga ia
memperoleh penghargaan yang besar atas karirnya.
Berikut profilnya semoga itu semua membuat para mahasiswa dan mahasiswi menyadari muda itu bisa
berbakat dan muda itu bisa digunakan untuk berkarya.
Elang Gumilang 24 tahun, mahasiswa sekaligus direktur utama sebuah pengembangan perumahan.
Elang pernah muncul sebagai juara ketiga Marketing Games Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia di
Universitas Trisakti. Ia juga juara pertama kompetisi Ekonomi SMA Se-Jabodetabek 2003 di Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia dan Juara pertama Economic Contest di Institut Pertanian Bogor, tahun
yang sama. Pada tahun 2006, di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, dia mengubah akta
perusahaan yang hampir tutup menjadi Elang Group. Bermodal awal Rp. 300 juta, kini nilai proyek Elang
Group terbang menembus Rp. 17 miliar. Saya tergerak menyediakan rumah murah karena banyak
orang kecil kesulitan membelinya, ujar Elang.
Elang membuat situs http://www.elanggumilang.com untuk menjaring mitra baru.
saya menyeleksi wirausaha mandiri 2007, saya sependapat dengan juri, Elang anak muda berintuisi
bisnis baik. Perhitungan dan cara berpikir bisnisnya jelas serta berani mengambil kesempatan. Elang
punya potensi menjadi wirausaha sukses, masih perlu waktu dan ketekunan. Wajib menjaga kepercayaan
dan perlu berdisiplin mengelola usaha. Dalam kmpetisi ketat, pengusaha harus berfokus dan pandai
mengelola ambisi. Agus Martowardojo, Direktur Utama Bank Mandiri
kondisi bangunan sesuai dengan harga. Listrik ada. Tapi belum ada fasilitas air ledeng. Air diambil dari
sumur dengan mesin pompa air pemberian Elang Group. Kekurangan perumahan ini hanyalah tak ada
tempat bermain untuk anak-anak.- Dewi Fatimah, 35 tahun, pembeli Blok F Nomor 5, Bukit Warna Sari
Endah, Cilebut.
Elang meraih penghargaan diantaranya;
Wirausaha Muda Mandiri terbaik Indonesia 2007
Lelaki Sejati Pengobar Inspirasi 2008
Man Of The Year 2008 dari TV One
Indonesia Top Young entrepreneur 2008 dari Warta Ekonomi

Elang Gumilang Sukses di Usia 24 Tahun


Adalah Elang Gumilang (25) , wirausaha muda yang berada di balik pembangunan perumahan amat
sederhana bertipe 22/60,mungil tapi fungsional tempat untuk pulang dan bernaung bagi mereka yang
bisa terbilang miskin.Tangan dinginya menelurkan apa yang selama ini sangat jarang dilakukan
pengembang kawakan bermodal besar atau kecil untuk membuat perumahan khusus orang miskin.
Selama ini bisnis properti sepertinya hanya untuk ditujukan bagi kaum berpunya , demikian Elang berpikir.
Mereka yang papa dan membutuhkan tempar bernaung justru hanya punya mimpi untuk memiliki rumah
sendiri. Ada 75 juta penduduk negeri ini yang membutuhkan rumah. Ini peluang bisnis , tapi kita sekalian
ibadah membantu orang juga, katanya.
TARGET 2000 RUMAH
Berayahkan seorang kontraktor , buat elang bukan hal mustahil mencoba segala jenis usaha. Ditambah
sejumlah pertimbangan mendalam, awal 2005-tatkala ia masih menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi
dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) ia mulai membeli sepetak tanah dan membangun rumah
pertamanya. Modal diperoleh dari patungan bersama teman-temannya semasa SMA maupun kuliah.
Rumah sederhana berukuran 22 meter persegi dengan luas tanah 60 meter persegi ini langsung pindah
tangan ketika selesai dibangun. Terbukti, orang haus akan rumah murah seharga 23-37 juta rupiah itu.
Saat itu, jumlah pekerja Elang baru sekitar tujuh orang untuk mengurusi administrasi hingga pemasaran.
Namun lambat laun , bisnisnya ini berakar, menggeliat, dan bertumbuh. Dari satu unit , bertambah
menjadi tiga unit . Bertambah terus , sampai sudah sekitar lebih dari 200-an rumah dibangunnya. Target
yang direncanakannya tak tanggung-tanggung. Perusahaan Semesta Guna Grup miliknya, ingin
membangun 2.000 unit rumah sederhana. Dalam waktu setahun , investasi yang ditanamkan naik
berlipat. Nilai jual objek pajak (NJOP) tanah yang tadinya hanya Rp 50 ribu misalnya, melejit hingga lima
kali lipat dalam dua semester.
Omzet per tahunnya pasti bikin pengusaha mana pun berdecak kagum mengingat awal mula sepak
terjangnya karena tak kurang dari Rp 20 miliar per tahun dapat ia bukukan.Belum lagi dari kontrak pre
periodik terbarunya menambah Rp 80 miliar hingga Rp 100 miliar ke bisnisnya.
Elang Gumilang, mahasiswa sederhana dari IPB kampusnya petani- anak H. Enceh dan Hj.Priani, kini
mempekerjakan ratusan karyawan pada setiap proyeknya. Sekitar 30 tenaga administrasi dan 100
pekerja di setiap proyek siap membantunya. Elang-lajang kelahiran Bogor , 6 April 1985 telah
mengepakkan sayap bisnis sejauh yang ia bisa, dan terbang setinggi yang dapat ia capai.
Otot dan Otak Bisnis
Elang terlahir dari keluarga yang lumayan berada, namun bergaya hidup bersahaja. Pendidikan moral dari
orangtuanya tertanam baik.
Ajaran itu terus berurat akar dalam dirinya. Sebagai pelajar sekolah, ia termasuk siswa gemilang. Jiwa
wirausaha Elang mulai terasah saat ia duduk di bangku kelas 3 SMU. Ia mempunyai target setelah lulus
SMA harus mendapatkan uang Rp 10 juta untuk modal kuliah. Tanpa sepengetahuan orangtua, ia
berjualan donat keliling ke sekolah-sekolah dasar di Bogor. Namun, akhirnya orangtuanya tahu juga.
Elang disuruh berhenti berjualan karena UAN (Ujian Akhir Nasional) telah menjelang.
Dilarang berjualan donat , pemenang lomba bahasa sunda tahun 2000 se Bogor ini tertangtang mencari
uang dengan cara lain. Pada 2003 , ketika fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB mengadakan lomba
Java Economic Competition se Jawa, Elang mengikutinya dan berhasil memenanginya . Begitu pula saat
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyelenggarakan kompetisi Ekonomi, Elang sukses menjadi

juara ketiga. Hadiah uang yang diperolehnya, ia kumpulkan untuk modal kuliah.
Setelah lulus SMU , Elang melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi IPB tanpa tes. Saat itulah,
bermodalkan uang sejuta rupiah, ia kembali berniat untuk memiliki sebuah usaha.
Awalnya, uang itu ia belanjakan sepatu, yang lantas dijual di Asrama Mahasiswa IPB. Hanya perlu waktu
sebulan , ia sudah bisa mengantongi uang Rp 3 jutaan. Sayang, setelah berjalan beberapa tahun,
supplier yang digunakannya menurunkan kualitas sepatu. Bisnis sepatu pun sirna. Ia melihat, lampulampu redup di kampus IPB sebagai peluang bisnis pengadaan lampu. Elang mencoba menerapkan
strategi bisnis tanpa modal. Ia mengisahkan hikayat seorang pemuda miskin di Amerika Latin. Setiap hari
si pemuda melambaikan tangan pada seorang pengusaha tembakau kaya raya dari Amerika yang
sedang bertandang. Pada awalnya, lambaian tangan itu tidak dipedulikan. Namun, karena selalu
berulang, pengusaha tembakau itu penasaran dan menanyakan maksud sang pemuda. Jawab si miskin
adalah Saya punya tembakau berkualitas bagus . Bapak tidak usah membayar dulu, yang penting saya
dapat PO dulu dari Bapak. Setelah mendengar jawaban tersebut ,si pengusaha kaya lalu mebuatkan
tanda tangan dan stempel kepada pemuda tersebut. Dengan modal itu, sang pemuda mengumpulkan
hasil tembakau di kampungnya untuk dijual ke Amerika lewat si pengusaha kaya raya itu. Maka , jadilah
pemuda itu orang kaya raya tanpa modal.
Strategi inilah yang ditiru Elang. Bermodal surat dari kampus, ia melobi perusahaan lampi Philips pusat
untuk menyetok lampu di kampusnya. Alhamdulillah proposal saya gol, dan setiap penjualan saya
mendapat keuntungan Rp 15 juta, Ucapnya bangga. Namun, karena bisnis lampu ini musiman dan
perputaran uangnya lambat, terpikir oleh Elang untuk mencari bisnis yang lain. Setelah melihat celah di
bisnis minyak goreng, Elang menekuni jualan minyak goreng ke warung-warung . Tapi karena bisnis
minyak ini 80 % menggunakan otot, sehingga mengganggu kuliah, ia memutuskan untuk berhenti
berjualan.
Menyimak perjalanannya, Elang mengaku bahwa bisnis demi bisnis yang dilakukannya lebih banyak
menggunakan otot dari pada otak. Ia lalu berkonsultasi ke beberapa pengusaha dan dosennya untuk
memperoleh wawasan lain. Enlightment lalu ditemukannya. Bisnis tidak harus selalu memakai otot, dan
banyak peluang bisnis yang tidak menggunakan otot.
Setelah mendapat berbagai masukan, ia merintis bisnis Lembaga Bahasa Inggris di kampusnya. Karena
lembaga kursus itu ditangani secara profesional dengan tenaga pengajar dari lulusan luar negeri, pihak
Fakultas Ekonomi mempercayakan lembaganya itu menjadi mitra. Karena dalam bisnis ini ia tidak terlibat
langsung, ia manfaatkan waktu luangnya untuk bekerja sebagai marketer perumahan.
UNTUK ORANG LAIN
Sebenarnya , tanpa beralih ke bisnis properti, untuk dirinya sendiri, Elang tidak bisa dibilang kurang
mapan. Pemuda antirokok ini sudah mempunyai rumah dan mobil sendiri. Namun dibalik keberhasilannya
itu, Elang merasa ada sesuatu yang kurang . Kenapa kondisi saya begini, padahal saya di IPB hanya
tinggal satu setengah tahun lagi. Semuanya saya sudah punya, apalagi yang saya cari di dunia ini ? ia
berdialog dengan nuraninya.
Ilham dari atas diperolehnya. Bisnis propertilah yang ditunjukkan Tuhan kepadanya. Namun,bisnis
properti yang ditujukan untuk orang miskin lebih karena hatinya ikut tersentuh.Banyak orang di Indonesia
terutama yang tinggal di kota belum punya rumah, padahal mereka sudah berumur 60 tahun. Biasanya
kendala mereka karena DP yang kemahalan, cicilan yang kemahalan, jadi sampai sekarang mereka
belum berani untuk memiliki rumah.unkapnya pada sebuah kesempatan.
Karena modalnya pas-pasan, untuk media promosinya sendiri Elang hanya mengiklankan di koran lokal .

Karena harganya yang relatif murah , pada tahap awal pembangunan langsung terjual habis. Meski
harganya murah, tapi fasilitas pendukung di dalamnya sangat komplet, seperti klinik 24 jam,angkot 24
jam,rumah ibadah,sekolah,lapangan olahraga, dan juga dekat dengan pasar. Karena rumah itu
diperuntukkan bagi kalangan ekonomi bawah, kebanyakan profesi konsumennya adalah buruh pabrik,
staff tata usaha (TU) IPB, bahkan ada juga para pemulung.
Sukses yang sudah ditangan tidak membuat Elang lupa diri. Justru, ia semakin mendekatkan diri kepada
Tuhan. Salah satu wujud rasa syukur atas nikmatnya itu, dalam setiap proyek ia selalu menyisihkan 10
persen untuk kegiatan amal.Uang yang 10 persen itu saya masukkan BMT (Baitul Mal Wa
Tanwil/tabungan) pribadi, dan saya alokasikan untuk membantu orang-orang miskin dan orang-orang
yang kurang modal,Bebernya. Bagi Elang, materi yang saat ini ia miliki mengandung hak orang miskin
yang wajib dibagi. Selain menyisihkan 10 persen dari hasil proyeknya, Elang juga memberikan sedekah
mingguan, bulanan, dan bahkan tahunan kepada fakir miskin. Pendirianya;sedekah tidak perlu banyak
tapi yang paling penting adalah kontinuitas dari sedekah tersebut.
Masih banyak sebenarnya yang ingin Elang lakukan . Diantaranya, ia bercita-cita ingin mendirikan
perusahaan yang dapat mempekerjakan 100 ribu orang. Elang Gumilang, masih akan terus
mengepakkan sayapnya.*****
Tulisan inspiratif ini diambil dari buku Wirausaha Muda MANDIRI ketika anak sekolah berbisnis oleh
Prof Rhenald Kasali,Ph.D.
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Elang Gumilang adalah sosok pemuda yang layak dikagumi, karena pada usianya
yang masih muda (25 tahun) telah meraih banyak kesuksesan di negeri ini. Omzet
yang dihasilkan dari bisnis propertinya mencapai miliaran rupiah, maka pantaslah
jika pada tahun 2007 lalu, Elang Gumilang dinobatkan sebagai wirausahawan muda
no.1 Indonesia
Elang Gumilang lahir di Bogor, 25 tahun lalu, sejak kecil ia selalu diajarkan oleh
orang tuanya tentang perjuangan hidup. Elang Gumilang mengaku bahwa
kesuksesannya sekarang ini tidak lepas dari peran orang tuanya itu, orang tuanya
mengajarkan sesuatu tidak dapat diraih secara gratis. Orang tuanya mengajarkan
bahwa rezeki tidak berasal dari manusia, tetapi hanya dari Allah SWT. Pelajaran ini
yang akhirnya tertanam kuat dalam diri Elang Gumilang. Sehingga Elang menjelma
sebagai sosok anak muda yang selalu berjuang dalam hidup, pantang menyerah,
dan bertawakal kepada Allah SWT.
Elang Gumilang, anak sulung dari 3 bersaudara, tidak pernah menyumpal bakat
bisnis dan keuletan yang diturunkan oleh ayahnya, H. Misbah (58 thn), yang punya
usaha kontraktor kecil-kecilan. Saat belajar di SMA Negeri 1 Bogor, Elang sudah
berbisnis menjual donat. Kegiatan ini baru berhenti ketika orang tuanya melarang.

Tapi Elang dengan bakat dan kecerdasannya, terus mencari uang, kali ini dengan
mengikuti aneka lomba. Elang pernah muncul sebagai juara ke-3 Marketing Games
Perguruan Tinggi seluruh Indonesia di Universitas Trisakti. Ia juga juara ke-1
Kompetisi Ekonomi SMA Se-Jabodetabek pada tahun 2003 di Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia dan juara Ke-1 Economic Contest di IPB pada tahun yang
sama. Uang 10 juta terkumpul. Elang mendapat tiket gratis masuk fakultas Ekonomi
dan Manajemen IPB.
Di IPB jiwa bisnisnya berkembang mekar. Pada tahun pertama, Elang menjual
sepatu berbekal katalog, ia menawarkan sepatu dari satu asrama ke asrama
mahasiswa di Kampus Biru itu. Ia juga pernah menjual lampu. Minyak gorng adalah
dagangan selanjutnya.
Memasuki tahun ke-3, Elang dan 12 kawannya membuka kursus Bahasa Inggris,
"English Venue" di kampusnya dengan modal Rp 21 juta. Eelang menjadi
direkturnya. Sambil mengisi waktu luang, dia menyambi menjadi tenaga pemasaran
salah satu perusahaan properti di Bogor. Tak ada gaji, hanya mendapat komisi jika
berhasil menjual rumah.
Berbekal pengalaman menjadi salesman pengembang, Elang nekat berbisnis
sendiri. Pada tahun 2005, penggemar travelling itu mencoba ikut tender rehabilitasi
sekolah dasar di Jakarta. Nasib baik, proyek senilai Rp 160juta tersebut
digenggamnya. Ia makin percaya diri menggeluti dunia properti. Pada tahun 2006 di
Departemen Hukum dan HAM, ia mengubah akta perusahaan yang hampir tutup
menjadi Elang Group. Tanah nganggur milik sebuah instansi di Cinangneng
Kabupaten Bogor diliriknya. Sayang, modalnya cekak. Bank juga enggan
mendanainya. Tak menyerah, Elang mengajak 5 kawannya dan terkumpul duit Rp
340 juta.
Lantas dia membujuk Bank Tabungan Negara (BTN) bekerjasama menyediakan
Kredit Kepemilikan Rumah Sederhana Bersubsidi (KPRS) bagi masyarakat
berpenghasilan dibawah Rp 2,5 juta. Deal. Pihak BTN setuju. Pada tahun 2007,
Elang Group menjual rumah. Harganya mulai Rp 25 juta (Tipe 21/60) berbunga
4,5% pertahun dan maksimal Rp 45 juta (Tipe 36/72) berbunga 7,5% pertahun.
Cicilannya Rp 25 ribu - 90 ribu perbulan.
Proyek perdana Elang Group di Perumahan Griya Salak Endah itu berhasil.
Sebanyak 450 unit
rumah terjual. Pembelinya buruh, pedagang, tukang tambal
ban, dan guru. Elang tergerak menyediakan rumah murah karena banyak orang
kecil kesulitan membelinya.
Pada tahun 2008, Elang membangun lagi Perumahan Bukit Warna Sari Endah,
Cilebut Bogor. Ekspansi perumahan Griya Salak Endah II juga sukses. Pada thun
2009, Elang mengambil alih proyek Griya PGRI di Ciampea yang tidak bisa
diselesaikan oleh pengembang lain. Seorang bankir di BTN cabang Bogor
mengatakan salut kepada Elang. Kendati bukan anak pejabat atau pengusaha

besar, jaringan elang luas, biasanya butuh 3 bulan menyelesaikan izin, tetapi Elang
cuma butuh sebulan. Kelebihan lainnya , Elang tidak mengambil kredit konstruksi
dari Bank.
Menurut Elang, setelah dirinya menyelesaikan pembebaan lahan, perizinan, site
plan, cut dan fill, hingga meneken perjanjian dengan Bank, gliran kawan dan
mitranya yang berperan. Mereka bahu membahu menyediakan pembangunan
rumah, strategi ini efektif. emapt proyek sudah memberikan keuntungan bagi para
pemodalnya. dukungan kawan-kawannya pun terus berlanjut hingga kini.
Berikut adalah penghargaan-penghargaan yang sudah diraihnya sebagai seorang
wirausahawan muda :

Wirausaha Muda Mandiri terbaik Indonesia tahun 2007

Lelaki Sejati Pengobar Inspirasi tahun 2008

Man of The Year tahun 2008 dari Radar Bogor

Pemuda Pilihan tahun 2008 dari TvOne

Indonesia Top Young Entrepreneur tahun 2008 dari Warta Ekonomi


Elang Gumilang mengaku bahwa kesuksesan sekarang tidak datang secara tibatiba, banyak proses yang dihadapi oleh sosok elang Gumilang. Mulai jualan donat di
sekolah-sekolah, jualan sepatu, serta membuat lembaga kursus bahasa inggris dan
sekarang menjadi pengusaha properti yang sukses.
Dalam perjalan Elang Gumilang dalam mengembangkan bisnis propertinya, Elang
berpesan Ketika kita bekerja atau melakukan segala sesuatu, kita bisa mudah
terjebak ke dalam situasi yang membuat aktivitas itu hanyalah rutinitas. Karena
itulah kita harus selalu memasukkan rasa hormat kita, rasa syukur kita, pengabdian
dan rasa cinta kita terhadap Tuhan yang telah memberi kita kesempatan melakukan
pekerjaan ini, dan karena pekerjaan tersebut kita lakukan untuk menunjukkan
perasaan itu kepada Tuhan bahwa pekerjaan ini pada hakekatnya adalah sebuah
bentuk ibadah kita kepada-Nya, maka kita pasti akan melakukannya dengan
segenap kemampuan kita.

Anda mungkin juga menyukai