Anda di halaman 1dari 21

A.

Defenisi
Epilepsi ialah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.
Serangan ialah suatu gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba
(Mansjoer, 2000).
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan dan berkala
(Harsono, 2007).

Klasifikasi
Epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum yaitu klasifikasi epilepsi
dengan sindrom epilepsi dan klasifikasi berdasarkan tipe kejang
a) klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi
Berdasarkan penyebab
1. Epilepsi idiopatik: bila tidak diketahui penyebabnya, epilepsi pada anak
dengan paroksimal oksipital
2. Simtomatik: bila ada penyebabnya, letak fokus pada pada semua lobus otak
b) klasifikasi tipe kejang epilepsi (browne, 2008)
Epilepsi kejang parsial (lokal, fokal)
a. Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap
normal
Dengan gejala motorik:
 Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh
saja
 Fokal motorik menjalar: epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
 Versif: epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
 Postural: epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu
 Disertai gangguan fonasi: epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu

b. Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.


Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran
mula-mula baik kemudian baru menurun.
 Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada
golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
 Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul
dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka
berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing
baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.

Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak


permulaan kesadaran.
 Hanya dengan penurunan kesadaran
 Dengan automatisme

c. Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,


tonik, klonik).
Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.

B. Epilepsi kejang umum


a. Lena Atau Kejang absant (Petit mal)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka
tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila
diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan
biasanya dijumpai pada anak.
 Hanya penurunan kesadaran
 Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya
dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya
bilateral.
 Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher,
lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
 Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot
ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan
menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau
mengedang.
 Dengan automatisme
 Dengan komponen autonom.

Lena tak khas (atipical absence)


Dapat disertai:
a. Gangguan tonus yang lebih jelas.
b. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

b. Grand Mal
Kejang mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat
kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.
Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.

Kejang klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam,
lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama
sekali pada anak.
Kejang tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi
kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi
tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.

Kejang tonik- klonik


Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal
dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-
tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-
otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit
diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti
sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena
hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan.
Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun
dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan
keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.

Kejang atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini
terutama sekali dijumpai pada anak.

C. Epilepsi kejang tak tergolongkan


Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata
yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang
mendadak berhenti sederhana.

B. Manifestasi klinik

a. Kehilangan kesadaran
b. Aktivitas motorik
1) Tonik klonik
2) Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
3) Kontraksi singkat dan mendadak disekelompok otot
4) Kedipan kelopak mata
5) Sentakan wajah
6) Bibir mengecap – ecap
7) Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
c. Fungsi pernafasan
1) Takipnea
2) Apnea
3) Kesulitan bernafas
4) Jalan nafas tersumbat (Tucker, 1998 : 432 )

Sedangkan manifestasi klinik berdasarkan proses terjadinya keadaan epilepsi yang


dialami pada penderitagejala yang timbul berturut-turut meliputi di saat serangan,
penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba. Kesadaran menghilang dan tidak
mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada respon terhadap rangsangan baik rangsang
pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua
lengan dan tangannya kejang, sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya
terkancing. Hitam bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak
dan jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat. Terkadang
diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat
sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan muatan
listrik.
C. Pathway
Trauma lahir, cedera kepala,
demam, gangguan metabolik,
Faktor idiopatik tumor otak

Kerusakan neuron

stabilisasi membran sinaps Ketidak seimbangan neurotransmiter

sinapsmembra
Invlux Na ke intraseluler depolarisasi Asetilkolin GABA zat inhibitif
(zat eksitatif) )
Na dlm intra sel berlebihan
G3 polarisasi (hypo/hiper
polarisasi) Kerusakan berfikir
Ketidk seimbangan ion Na & Ka

G3 presesi
Ketidak sambungan lektrolit sensori
Isolasi
G3b depolarisasi (ke listrikan saraf) sosial
KEJANG

Parsial Umum

sederhana komplex
absen mioklonik Tonik klonik atonik

kesadaran G3 peredaran darah Aktifitas otot

Reflek menelan Pen CO metabolisme


Resti injuri

Akumulasi mucus Permeabilitas


kapiler Keb O2
suhu tubuh/
hipertermi
G3 bersihan jalan asfiksia
nafas inefektif

Lidah melemah, dan Kerusakan


Gangguan perfusi G3 nervus V, IX, X
menutup saluran trakea neuron otak
jaringan
D. Pemeriksaan Diagnostik

1.Elektrolit : Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas

kejang.

2.Glukosa : Hipoglikemia dapat menjadi presipitasi(pencetus kejang.

3.Ureum/Kreatinin : Meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang.

4.Sel Darah Merah : Anemia Aplastik mungkin sebagai akibat terapi obat.

5. Kadar obat pada serum: Untuk membuktikan batas obat anti epilepsi.

6.Punksi lumbal : untuk mendeteksi tekanan abnormal dari css, tanda-tanda

infeksi,perdarahan(hemoragik,subarakhnoid,subdural)sebagai penebab kejang tersebut.

7. Foto ronsen kepala :Untuk mengidentiikasi adanya SOL,fraktur.

8.Elektroensefalogram: Melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi dengan

baik,mengukur aktivitas otak.Gelombang otak untuk menentukan karakteristik dari

gelombang pada masing –masing tipe dari aktivitas kejang tersebut.

9.Pemantauan video EEG 24 jam : dapat mengidentifikasikan fokus kejang secara tepat.

10.Scan CT : mengidentifikasi letak lesi serebral, hematoma, edema serebral,trauma,

abses,tumor,dan dapat dilakukan dengan/tanpa kontras.

11.Positron emission tomography : Mendemontrasikan perubahan metabolik.Misalnya

penurunan metabolisme pada sisi lesi.

12. MRI : Melokalisasi lesi-lesi lokal.

13.Magnetoensefalogram :Memetakan impuls/potensial listrik otak pada pola pembebasan

yang abnormal.

14.Wada : Menentukan hemisfer dominan (dilakukan sebagai evaluasi awal dari

praoperasi lobektomi temporal).

(Rencana Asuhan Keperawatan :262)


E. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa mengganggu kapasitas dan

intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan medikamentosa dan pengobatan

psikososial.

1) Pengobatan medikamentosa

Pada epilepsi yang simtomatis di mana sawan yang timbul adalah manifestasi

penyebabnya seperti tumor otak, radang otak, gangguan metabolic, mka di samping

pemberian obat anti-epilepsi diperlukan pula terapi kausal. Beberapa prinsip dasar

yang perlu dipertimbangkan:

a. Pada sawan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor pencetusnya,

pemberian obat harus dipertimbangkan.

b. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien

mengalami lebih dari dua kali sawan yang sama.

c. Obat yang diberikan sisesuaikan dengan jenis sawan.

d. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini toksisitas akan

berkurang, mempermudah pemantauan, dan menghindari interaksi obat.

e. Dosis obat disesuaikan secara individual.

f. Evaluasi hasilnya, bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya:

- Salah etiologi: kelaianan metabolisme, neoplasma yang tidak terdeteksi,

adanya penyakit degenerates susunan saraf pusat.

- Pemberian obat antiepilepsi yang tepat.

- Kurang penerangan: menelan obat tidak teratur.

- Faktor emosional sebagai pencetus.

- Termasuk intractable epilepsi.


g. Pengobatan dihentikan setelah sawan hilang selama minimal 2 – 3 tahun.

Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan dosisnya.

h. Jenis obat yang sering digunakan, yaitu:

- Phenobarbital (luminal).

Paling seringdipergunakan, murahharganya, toksisitasrendah.

- Primidone (mysolin)

Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan

phenyletylmalonamid.

- Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).

Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah PH.

Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis,

takberhasiatterhadap petit mal, efek samping yang dijumpai ialah

nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.

- Carbamazine (tegretol).

Mempunyaikhasiatpsikotropikyangmungkindisebabkanpengontrolanbangkita

nepilepsiitusendiriataumungkinjugacarbamazinememangmempunyaiefekpsik

otropik.Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang

sering disertai gangguan tingkahlaku.Efek samping yang mungkin terlihat

ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan

gangguanfungsi hati.

- Diazepam.

Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status

konvulsi.).Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena

penyerapannya lambat. Sebaiknyadiberikani.v.atau intra rektal.

- Nitrazepam (inogadon).
Terutamadipakaiuntukspasmeinfantildanbangkitanmioklonus.

- Ethosuximide (zarontine).

Merupakanobatpilihanpertamauntukepilepsi petit mal

- Na-valproat (dopakene)

obat pilihan kedua pada petit mal

Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.

obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.

- Acetazolamide (diamox).

Kadang-kadangdipakaisebagaiobattambahandalampengobatanepilepsi.Zat ini

menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks

Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.

- ACTH

Sering kali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.

(Hidayat,2009)

2)Pengobatan Psikososial.

Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian

besar akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya

sehingga dapat bebas dari sawan dan dapat belajar, bekerja dan bermasyarkat secara

normal.

3) Penatalaksanaan status epileptikus

a) Lima menit pertama

 Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu serangan

berikutnya.

 Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala dan jalan nafas,

intubasi bila perlu bantuan bentilasi.


 Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelaianan.

 Pasang jalur intravena dengan NaC10,9%, periksa gula darah, kimia darah,

hematology dan kadar OAE (bila ada fasilitas dan biaya).

b) Menit ke-6 hingga ke-9

Jika hipoglikemia/gula darah tidak diperiksa, berikan 50 ml glukosa 50% bolas

intravena (pada anak: 2 ml/kgBB/glukosa 25%) disertai 100 mg tiamin intravena.

c)Menit ke-10 hingga ke-20

Pada dewasa: berikan 0,2 mg/kgBB diazepam dengan kecepatan 5 mg/menit sampai

maksimum 20 mg. Jika serangan masih ada setelah 5 menit, dapat diulangi lagi.

Diazepam harus diikuti dengan dosis rumat fenitoin.

d)Menit ke 20 hingga ke-60

Berikan fenitoin 20 mg/kgBB dengan kecepatan <50 mg/menit pada dewasa dan 1

mg/kbBB/menit pada anak; monitor EKG dan tekanan darah selama pemberian.

e)Menit setelah 60 menit

Jika status masih berlanjut setelah fenitoin 20 mg/kg maka berikan fenitoin tambahan

5 mg/kg sampai maksimum 30 mg/kg. Jika status menetap, berikan 20 mg/kg

fenobarbital intravena dengan kecepatan 60 mg/menit. Bila apne, berikan bantuan

ventilasi (intubasi). Jika status menetap, anestasia umum dengan pentobarbiatal,

midazolam atau propofal.

4) Perawatan pasien yang mengalami kejang :

o Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu (pasien

yang mempunyai aura/penanda ancaman kejang memerlukan waktu untuk

mengamankan, mencari tempat yang aman dan pribadi

o Pasien dilantai jika memungkinkan lindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah

cidera dari membentur permukaan yang keras.


o Lepaskan pakaian yang ketat

o Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama kejang.

o Jika pasien ditempat tidur singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur.

o Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan diantara

gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.

o Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk

memasukkan sesuatu, gigi yang patah cidera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena

tindakan ini.

o Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang karena kontraksi otot

kuat dan restrenin dapat menimbulkan cidera

o Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi

kedepan yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran salifa dan

mucus. Jika disediakan pengisap gunakan jika perlu untuk membersihkan secret

o Setelah kejang: pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi,

yakinkan bahwa jalan nafas paten. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang

grand mal. Periode apnoe pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah

kejang. Pasien pada saat bangun harus diorientasikan terhadap lingkungan

F. Pengkajian Keperawatan

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tangal pengkajian, No register, tanggal

rawat dan penanggung jawab dan perawat mengumbpulkan informasi informasi tentang

riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat

menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:

a) ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang

b) pasien mempunyai program rekreasi atau Kontak sosial


c) pengalaman kerja

d) Mekanisme koping yang digunakan

e) Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam

mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.

1. Selama serangan :

a) ada kehilangan kesadaran atau pingsan.

b) ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.

c) pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.

d) disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-

klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.

e) pasien menggigit lidah.

f) mulut berbuih.

g) ada inkontinen urin.

h) bibir atau muka berubah warna.

i) mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.

j) Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi

atau keduanya.

k) ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur,

keadaan emosional.

l) penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan

gangguan kesadaran, kejang-kejang.

m) Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak.

n) Apakah makan obat-obat tertentu.

o) ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.


2. Sesudah serangan

a) pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara

b) ada perubahan dalam gerakan.

c) Sesudah serangan pasien masih ingat yang terjadi sebelum, selama dan sesudah

serangan.

d) terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.

e) Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.

3. Riwayat sebelum serangan

a) ada gangguan tingkah laku, emosi.

b) disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.

c) ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun

visual.

4. Riwayat Penyakit

a) Sejak kapan serangan terjadi.

b) Padausiaberapaseranganpertama.

c) Frekuensi serangan.

5. Riwayat kesehatan

a) Riwayat keluarga dengan kejang.

b) Riwayat kejang demam.

c) Tumor intrakranial.

d) Trauma kepala terbuka, stroke.


6. Riwayat kejang

a) Berapa sering terjadi kejang

b) Gambaran kejang seperti apa

c) sebelum kejang ada tanda-tanda awal

d) yang dilakuakn pasien setelah kejang

7. Riwayat penggunaan obat

a) Nama obat yang dipakai

b) Dosis obat

c) Berapa kali penggunaan obat

8.Pemeriksaan fisik

a) Tingkat kesadaran

b) Abnormal posisi mata

c) Perubahan pupil

d) Garakan motorik

e) Tingkah laku setelah kejang

f) Apnea

g) Cyanosis

h) Saliva banyak

9. Psikososial

a) Usia

b) Jenis kelamin

c) Pekerjaan
d) Peran dalam keluarga

e) Strategi koping yang digunakan

f) Gaya hidup dan dukungan yang ada

10. Pengetahuan pasien dan keluarga

a) Kondisi penyakit dan pengobatan

b) Kondisi kronik

c) Kemampuan membaca dan belajar.

(Utopias,2008)

G. Diagnosa Keperawatan

a) bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea,
peningkatan sekresi saliva, keruskan neromuskuler.
b) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolik, proses infeksi
c) Resiko terhadap cidera berhubungan dengan perubahan kesadaran, keruskan kognitif selama
kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri dan aktivitas kejang yang terkontrol (
gangguan keseimbangan )
d) Risiko ketidakefektifan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke
otak
H. Rencana Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


o.
1. bersihan jalan nafas tidak Setelah diberikan NIC Label >> Respiratory monitoring
efektif berhubungan askep selama .....x 24
1. Pantau rate, irama, kedalaman, dan
dengan sumbatan lidah di jam, diharapkan usaha respirasi
endotrakea, peningkatan 2. Perhatikan gerakan dada, amati
bersihan jalan nafas
sekresi saliva, keruskan
simetris, penggunaan otot aksesori,
klien kembali efektif retraksi otot supraclavicular dan
neromuskuler. interkostal
dengan kriteria hasil:
3. Monitor suara napas tambahan
4. Monitor pola napas : bradypnea,
NOC Label >> tachypnea, hyperventilasi, napas
Respiratory status: kussmaul, napas cheyne-stokes,
airway patency apnea, napas biot’s dan pola ataxic

 Frekuensi NIC Label >> Airway Management


pernapasan
dalam batas 5. Auskultasi bunyi nafas tambahan;
normal (16- ronchi, wheezing.
20x/mnt) 6. Berikan posisi yang nyaman untuk
 Irama mengurangi dispnea.
pernapasn 7. Bersihkan sekret dari mulut dan
normal trakea; lakukan penghisapan sesuai
 Kedalaman keperluan.
pernapasan 8. Anjurkan asupan cairan adekuat.
normal 9. Ajarkan batuk efektif
 Klien mampu 10. Kolaborasi pemberian oksigen
mengeluarkan 11. Kolaborasi pemberian
sputum secara broncodilator sesuai indikasi.
efektif
 Tidak ada NIC Label >> Airway suctioning
akumulasi
sputum 12. Putuskan kapan dibutuhkan oral
dan/atau trakea suction
13. Auskultasi sura nafas sebelum dan
sesudah suction
14. Informasikan kepada keluarga
mengenai tindakan suction
15. Gunakan universal precaution,
sarung tangan, goggle, masker
sesuai kebutuhan
16. Gunakan aliran rendah untuk
menghilangkan sekret (80-100
mmHg pada dewasa)
17. Monitor status oksigen pasien
(SaO2 dan SvO2) dan status
hemodinamik (MAP dan irama
jantung) sebelum, saat, dan setelah
suction

2.Hipertermi
2 berhubungan NOC: NIC :
3.dengan peningkatan Thermoregulasi Perawatan demam
Perawatan hipertermi
metabolik, proses infeksi Setelah dilakukan ▪ Monitor suhu sesering mungkin
tindakan keperawatan ▪ Monitor warna dan suhu kulit
selama………..pasien ▪ Monitor tekanan darah, nadi dan RR
menunjukkan : ▪ Monitor penurunan tingkat kesadaran
Suhu tubuh dalam ▪ Monitor WBC, Hb, dan Hct
batas normal dengan ▪ Monitor intake dan output
kreiteria hasil: ▪ Hentikan akitivitas fisik
❖ Suhu 36 – 37C ▪ Longgarkan atau lepaskan pakaian
❖ Nadi dan RR ▪ Berikan anti piretik:
dalam rentang ▪ Kelola
normal Antibiotik:………………………..
Tidak ada perubahan ▪ Selimuti pasien
▪ Berikan cairan intravena
warna kulit dan tidak
▪ Kompres pasien pada lipat paha dan
ada pusing, merasa aksila
▪ Tingkatkan sirkulasi udara
nyaman
▪ Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
▪ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
▪ Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)
3. Resiko terhadap cidera NOC: NIC:
pengetahuan : personal pencegahan jatuh (6490)
berhubungan dengan
safety (1809), o identifikasi defisit kognitif dan fisik
perubahan kesadaran, skala 1-5 : tidak tahu,
pasien yang berpotensi meningkatkan
terbatas, sedang,
keruskan kognitif selama resiko jatuh
substansial, berlebih)
kejang, atau kerusakan dengan indikator: o identifikasi karakteristik lingkungan
o mendeskripsikan yang berpotensi meningkatkan resiko
mekanisme perlindungan
ukuran untuk jatuh
diri dan aktivitas kejang pencegahan o monitor cara berjalan, keseimbangan,
jatuh tingkat kelelahan dengan ambulas
yang terkontrol (
o mendeskripsikan
o bantu pasien yang belum kuat
gangguan keseimbangan ) ukuran
keamanan rumah melakukan ambulasi
o mendeskripsikan o sediakan peralatan bantu (ex. walker)
kewaspadaan untuk memperkuat gait
keamanan air o ajarkan pasien cara jatuh yang dapat
 status neurologis meminimalkan injuri
(0909) o sediakan penerangan yang adekuat
skala 1-5 (secara
o berikan edukasi kepada anggota
ekstrim dpt
dikompromikan, dapat keluarga tentang faktor resiko yang
dikompromi secara meningkatkan potensi jatuh dan
substansial, dapat bagaimana cara mengurangi resiko
dikompromi secara tersebut
moderat, dapat
dikompromi secara
ringan dan tidak dapat
dikompromi, indikator :
o fungsi neurologis :
kesadaran
o fungsi neurologis :
kontrol motorik
sentral
o komunikasi
o ukuran pupil
o reaktivitas pupil
o pola nafas
o vital sign dbn
o tidak ada kejang
o tidak ada sakit
kepala
4. Risiko ketidakefektifan Setelah dilakukan askep NIC: Manajemen edema serebral
perfusi serebral selama ...x 24 jam pasien 1. monitor adanya kebingungan,perubahan
diharapkan memenuhi pikiran,keluhan pusing,pingsan
berhubungan dengan
NOC; circulation status 2. monitor tanda-tanda vital
penurunan suplai oksigen Tissue Prefusion : 3. monitor status pernapasan
ke otak Cerebral 4. kurangi stimulus dalam lingkungan pasien
Dengan kriteria hasil: 5. berikan sedasi sesuai kebutuhan
Mendemonstrasikan 6. berikan anti kejang sesuai kebutuhan
status sirkulasi yang 7. catat perubahan pasien dalam respon
ditandai dengan tekanan terhadap stimulus anti kejang sesuai
sistole dan diastole kebutuhan
dalam rentang normal, 8. hindari fleksi leher atau fleksi eksterm pada
pasien tidak mengalami lutut
kegelisahan dan 9. posisikan tinggi kepala tempat tidur 30
kecemasan serta derajat atau lebih
penurunan kesadara. 10. batasi cairan IV hipotonik
11. pertahankan suhu normal

 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri
dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor
kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )
 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan
sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal
dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).

DAFTAR PUSTAKA
Arif, et. All.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculaius.
Doengoes, M.E , Moorhouse, M. F & Geissler, A. C. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Nurarif,A.H & Kusuma,H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda Nic-Noc.Yogyakarta : Media Action.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G.(2002). BukuAjar Keperawatan Medical Bedah. volume II.
Jakarta : ECG
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2012-
2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi
Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri
Praptiani. Jakarta; EGC.
Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition. Missouri:
Mosby Elsevier
Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier

Anda mungkin juga menyukai