Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PROSES PIKIR WAHAM

I. KONSEP DASAR TEORI


1.1 Definisi
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal
melalui proses iteraksi atau informasi secara akurat (Yosep, 2009).
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah atau persepsi palsu
yang tidak dapat diubah walaupun bertentangan dengan realita normal dan ada
bukti yang mencegahnya (Sutejo, 2017).
Jadi dapat disimpulkan waham adalah suatu keyakinan seseorang yang
berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budaya, tidak dapat diubah walaupun
bertentangan dengan realita normal dan ada bukti yang mencegahnya.

1.2 Proses Terjadinya Masalah


1.2.1 Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan proses pikir, yaitu:
1. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal seseorang.
Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir dengan gangguan
persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual
dan emosi tidak efektif.
2. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham.
3. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
4. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel di
otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
5. Faktor genetik
Waham merupakan gangguan pola pikir yang bisa saja diturunkan oleh
keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa (waham).
1.2.2 Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan proses pikir: waham,
yaitu :
1. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti
atau diasingkan dari kelompok.
2. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan neurotransmitter lainnya diduga dapat menjadi
penyebab waham pada seseorang.
3. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi
masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang tidak menyenangkan.

1.3 Mekanisme Koping


Klien dengan gangguan waham menggunakan mekanisme koping berupa
proyeksi, penyangkalan, dan pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi digunakan
oleh klien sebagai pertahanan terhadap agresi serta transformasi kebutuhan akan
ketergantungan yang berkepanjangan. Untuk menghindari kesadaran terhadap
realita yang menurutnya menyakitkan, klien menggunakan mekanisme
penyangkalan.

1.4 Proses terjadinya


Menurut Yosep (2009), adapun proses terjadinya waham, yaitu:
1. Fase kurangnya kebutuhan manusia (Fase lack of human need)
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara
fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada
orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien
sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga
klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara
reality dengan self ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi
menginginkan dipandang sebagai seorang yang dianggap sangat cerdas,
sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham
terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat
dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life
span history).
2. Fase kurangnya kepercayaan diri (Fase lack of self esteem)
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara
self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan
kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah
melampaui kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang
kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi
serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang
melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek
pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya
sangat rendah.
3. Fase kendali internal dan eksternal (Fase control internal external)
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang
ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang
sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap
penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena
kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan
sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan
klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adequate karena
besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya
menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase dukungan lingkungan (Fase environment support)
Ada beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak
berfungsinya norma (Super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan
dosa saat berbohong.
5. Fase kenyamanan (Fase comforting)
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering diserati halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri
dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase peningkatan (Fase improving)
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang
tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.
Penting sekali untuk menggunakan keyakinan klien dengan cara konfrontatif
serta memperkaya kayakinan religiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta konsekuensi sosial.

1.5 Klasifikasi, Jenis dan Sifat Masalah


Proses berpikir meliputi 3 aspek yaitu bentuk pikiran, isi pikiran dan arus pikiran.
Menurut Kaplan, berfikir merupakan aliran gagasan, symbol dan asosiasi yang
diarahkan oleh tujuan, dimulai oleh suatu masalah atau tugas dan mengarah pada
kesimpulan yang berorientasi pada kenyataan.
1.5.1 Gangguan Bentuk Pikir
Dalam kategori ini termasuk semua penyimpangan dari pemikiran rasional,
logic dan terarah pada tujuan.
1. Dereisme/ pikiran dereistik
Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses mental
individu dan pengalamannya yang sedang berjalan. Proses mentalnya
tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan, logika atau
pengalaman.
2. Pikiran otistik
Menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi adalah dari dalam
pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham, atau halusinasi.
Cara berfikir seperti ini hanya akan memuaskan keinginannya yang tidak
terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan seitarnya yang tidak terpenuhi
tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya. Hidup dalam alam pikirannya
sendiri.
3. Bentuk pikiran non realistis
Bentuk pikiran yang sama sekali tidak berdasaran pada kenyataan,
mengambil sesuatu kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal.
1.5.2 Gangguan Arus Pikir
Gangguan cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran yang timbul
dalam berbagai jenis :
1. Perseverasi : berulang-ulang menceritakan suatu ide, pikiran atau tema
secara berlebihan.
2. Asosiasi longgar : mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungannya satu
sama lain, misalnya “saya mau makan semua orang dapat berjalan-jalan”.
Bila ekstrim, maka akan terjadi inkoherensi.
3. Inkoherensi : gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimat pun
sudah sulit ditangap atau diikuti maksudnya.
4. Benturan : pikiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah sebuah
kalimat. Pasien tidak dapat menerangkan mengapa ia berhenti.
5. Logorea : banyak bicara, kata-kata dikeluaran bertubi-tubi tanpa kontrol,
mungkin koherent atau incoherent.
6. Pikiran melayang (flight of ideas) : perubahan yang mendadak lagi cepat
dalam pembicaraan, sehingga satu ide yang belum selesai diceritakan
sudah disusul oleh ide yang lain.
7. Asosiasi bunyi : mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan
bunyi, misalnya pernah disengar “saya mau makan” diutarakan seakan
berontak.
8. Neologisme : membentuk kata-kata baru yang tida dipahami oleh umum,
misalnya : saya radiitu, semua partinum.
9. Irelevansi : isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya dengan
pertanyaan atau dengan hal yang sedang dibicarakan.
10. Pikiran berputar-putar (circumstantiality) : menuju secara tidak langsung
kepada ide pkok dengan menambahan banyak hal yang remeh-remeh yang
majemuk dan tidak relevan.
2. Gangguan Isi Pikir
Dapat terjadi baik pada isi pikiran nonverbal maupun pada isi pikiran yang
diceritakan misalnya :
1. Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy) : dapat timbul secara mengambang
pada orang yang normal selama fase permulaan narkosa (anastesi umum)
2. Fantasi : isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan/
diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata.
3. Fobia : rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang
tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahui bahwa
hal itu irasional adanya.
4. Obsesi : Isi pikiran yang kukuh (persisten) timbul, biarpun tidak
dikendalikannya dan diketahui bahwa hal itu tidak wajar atau tidak
mungkin.
5. Preokupasi : Pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja yang biasanya
berhubungan dengan keadaan yang bernada emosional yang kuat.
6. Pikiran yang tak memadai (Inadequate) : pikiran yang ekstrinsik, tidak
cocok dengan banyak hal, terutama dalam pergaulan dan pekerjaan
seseorang.
7. Pikiran bunuh diri (Suicide thoughts / ideation) : mulai dari kadang-
kadang memikirkan hal bunuh dari sampai terus menerus memikirkan cara
bagaimana ia dapat membunuh dirinya
8. Pikiran hubungan : pembicaraan orang lain, benda-benda, atau sesuatu
kejadian dihubungkan dengan dirinya.
9. Rasa terasing (aleanasi) : perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain,
berbeda asing, umpamanya heran, siapakah dia itu sebenarnya, rasanya ia
berbeda sekali dengan orang lain.
10. Pikiran isolasi sosial (social isolation) : rasa terisolasi, tersekat, terkunci,
terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai orang lain, rasa tidak
enak bila berkumpul dengan orang lain, lebih suka menyendiri.
11. Pikiran rendah diri : Merendahkan, menghinakan dirinya sendiri,
menyalahkan dirinya tentang suatu hal yang pernah atau tidak pernah
dilakukannya.
12. Merasa dirugikan oleh orang lain : menghina atau menyangka ada orang
lain yang telah merugikannya, sedang mengambil keuntungan dari dirinya,
atau sedang mencelakakannya.
13. Merasa dirinya dalam bidang seksual : acuh tak acuh tentang hal seksual,
kegairahan seksual berkurang secara umum (hiposeksualitas).
14. Pesimisme : mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal
pada bidangnya.
15. Sering curiga : mengutarakan ketidakpercayaannya kepada orang lain;
buan waham curiga.
16. Waham : keyakinan tentang sesuatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan
kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang
kebudayaannya, biarpun dibutikan kemustahilan hal itu.
Menurut Direja (2011) dan Azizah (2011), adapun jenis-jenis waham, yaitu :
1. Waham Kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau
berlebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
2. Waham Agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
3. Waham Curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau
mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
4. Waham Somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau
terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
5. Waham Nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
6. Waham Dosa
Keyakinan klien terhadap dirinya telah atau selalu salah atau berbuat dosa atau
perbuatannya tidak dapat diampuni lagi.
7. Waham yang bizar terdiri dari:
1) Sisip pikir yaitu keyakinan klien terhadap suatu pikiran orang lain disisipkan
ke dalam pikiran dirinya.
2) Siar pikir/broadcasting yaitu keyakinan klien bahwa ide dirinya dipakai
oleh/disampaikan kepada orang lain mengetahui apa yang ia pikirkan
meskipun ia tidak pernah secara nyata mengatakan pada orang tersebut.
3) Kendali pikir/waham pengaruh yaitu keyakinan klien bahwa pikiran, emosi
dan perbuatannya selalu dikontrol/dipengaruhi oleh kekuatan di luar dirinya
yang aneh.

1.6 Penatalaksanaan Medis


Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya
lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan medis pada
gangguan proses pikir yang mengarah pada diagnosa medis skizofrenia,
khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu:
1.6.1 Psikofarmakologi
Jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2 golongan yaitu:
1. Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya: Chorpromazine
HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil), Trifluoperazine HCL (Stelazine),
Thioridazine HCL (Melleril), dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2. Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone (Risperdal,
Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine (Seroquel), dan
Clozapine (Clozaril).
1.6.2 Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan apabila
klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah
baik.Psikotherapi pada klien dengan gangguan jiwa adalah berupa terapi
aktivitas kelompok (TAK).
1.6.3 Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan
mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan
melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik (Riyadi dan Purwanto,
2009). Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto,
2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan
khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan
dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar
ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik
dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik
(Riyadi dan Purwanto, 2009).
1.6.4 Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana terjadi
interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih (sosialisasi).

1.7 Rentang Respon Sosial


Menurut Stuart and Sundeen (2010) waham merupakan salah satu respon
persepsi paling maladaptif dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Respon Adaptif Respon maladaptif


 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan proses
 Persepsi akurat (pikiran kadang pikir / delusi /
 Emosi konsisten menyimpang) waham
dengan pengalaman  Ilusi  Halusinasi
 Perilaku sesuai  Reaksi emosi  Sulit berespon
 Berhubungan sosial berlebihan atau emosi
kurang  Perilaku
 Perilaku aneh atau disorganisasi
tidak biasa  Isolasi sosial
 Menarik diri

Dari rentang respon neurobiologik diatas digambarkan bahwa bila


klien/individu mendapat suatu stressor maka individu akan berespon menuju
respon adaptif maupun respon maladaptif. Bila individu berespon adaptif,
cenderung dapat berpikir logis, persepsi akurat, emosi konsisten dengan
pengalaman, perilaku sesuai dan dapat berhubungan sosial. Bila individu
berespon antara respon adaptif dan maladaptif maka akan menimbulkan
pemikiran kadang-kadang menyimpang, ilusi, reaksi emosional berlebihan
atau berkurang, perilaku ganjil dan menarik diri. Namun bila individu
berespon maladaptif maka cenderung mengalami kelainan pemikiran/waham,
halusinasi, ketidakmampuan untuk mengalami emosi, ketidakteraturan dan
isolasi sosial.
1.8 Pohon Masalah
Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada klien
dengan waham adalah sebagai berikut:
Risiko Perilaku Kekerasan Effect

Gangguan proses Pikir: Waham Core Problem

Isolasi Sosial Causa

Harga Diri Rendah Kronik

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan


gangguan proses pikir: waham (Fitria, 2009), adalah:
1. Gangguan proses pikir: waham
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronik
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan proses pikir:
waham (Fitria, 2009 dan Yosep, 2009), adalah:
a. Data subyektif
1) Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling hebat
2) Klien mengatakan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus.
b. Data obyektif
1) Klien terus berbicara tentang kemampuan yang dimilikinya.
2) Pembicaraan klien cenderung berulang-ulang
3) Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Proses Pikir: Waham
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronik

2.3 Rencana Keperawatan


Hari/ Diagnosa Pasien Keluarga
tgl keperawatan
Gangguan SP 1 SP 1
Proses pikir: 1. Identifikasi tanda dan 1. Diskusikan masalah
waham gejala waham yang dirasakan yang di
2. Bantu orentasi realita: rasakan keluarga
panggil nama, orientasi dalam merawat klien
waktu, orang dan 2. Jelaskan pengertian,
tempat/ lingkungan tanda dan gejala
3. Diskusikan kebutuhan waham, dan jenis
yang tidak terpenuhi waham yang di alami
4. Bantu klien memenuhi beserta proses
kebutuhan yang realistis terjadinya.
5. Anjurkan klien 3. Jelaskan cara merawat
memasukan ke dalam pasien waham: tidak
jadwal kegiatan harian disangkal, tidak
diikuti/diterima
(netral)
4. Latih cara mengetahui
kebutuhan klien dan
mengetahui
kemampuan klien.
5. Anjurkan membantu
klien sesuai jadwal dan
beri pujian.
SP 2 SP 2
1. Evaluasi jadwal 1. Evaluasi kegiatan
kegiatan harian klien keluarga dalam
2. Diskusikan tentang membimbing klien
kemampuan yang di memenuhi
miliki kebutuhannya, beri
3. Latih kemampuan yang pujian.
dimiliki, berikan pujian 2. Latih keluarga cara
4. Masukan pada jadwal memenuhi kebutuhan
pemenuhan kebutuhan klien dengan waham
dan kegiatan yang telah 3. Latih keluarga cara
dilatih melatih kemampuan
yang dimiliki klien.
4. Anjurkan membantu
klien sesuai jadwal dan
beri pujian
SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan
pemenuhan kebutuhan keluarga dalam
klien, kegiatan yang membimbing klien
dilakukan klien, dan memenuhi
berikan pujian. kebutuhannya, dan
2. Berikan pendidikan membimbing klien
kesehatan tentang cara melaksanakan kegiatan
penggunan obat secara yang telah dilatih. Beri
teratur (6 benar: jenis, pujian.
kegunaan, dosis, 2. Jelaskan obat yang
frekuensi, cara, diminum oleh klien
kontinuitas minum obat) dan cara
dan tanyakan manfaat membimbingnya.
yang dirasakan. 3. Anjurkan membantu
3. Anjurkan pasien klien sesuai jadwal dan
memasukan dalam beri pujian.
jadwal pemenuhan
kebutuhan kegiatan
yang dilatih dan obat.
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan
pemenuhan kebutuhan keluarga dalam
klien, kegiatan yang membimbing klien
dilakukan klien, dan memenuhi
minum obat. Berikan kebutuhannya, dan
pujian. membimbing klien
2. Latih kemampuan melaksanakan kegiatan
minum obat teratur. yang telah dilatih dan
3. Anjurkan pasien minum obat. Beri
memasukan dalam pujian.
jadwal pemenuhan 2. Jelaskan follow up ke
kebutuhan kegiatan yang PKM, tanda kambuh,
dilatih dan obat. rujukan
3. Anjurkan membantu
klien sesuai jadwal dan
beri pujian
2.4 Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan SP yang ada, yaitu:

KLIEN KELUARGA
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala 1. Mendiskusikan masalah yang
waham dirasakan yang di rasakan keluarga
2. Membantu orentasi realita: dalam merawat klien
panggil nama, orientasi waktu, 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
orang dan tempat/ lingkungan gejala waham, dan jenis waham
3. Mendiskusikan kebutuhan yang yang di alami beserta proses
tidak terpenuhi terjadinya.
4. Membantu klien memenuhi 3. Menjelaskan cara merawat pasien
kebutuhan yang realistis waham: tidak disangkal, tidak
5. Menganjurkan klien memasukan diikuti/diterima (netral)
ke dalam jadwal kegiatan harian 4. Melatih cara mengetahui
kebutuhan klien dan mengetahui
kemampuan klien.
5. Menganjurkan membantu klien
sesuai jadwal dan beri pujian.
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Mengevaluasi kegiatan keluarga
harian klien dalam membimbing klien
2. Mendiskusikan tentang memenuhi kebutuhannya, beri
kemampuan yang di miliki pujian.
3. Melatih kemampuan yang 2. Melatih keluarga cara memenuhi
dimiliki, berikan pujian kebutuhan klien dengan waham.
4. Memasukan pada jadwal 3. Melatih keluarga cara melatih
pemenuhan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki klien.
kegiatan yang telah dilatih 4. Menganjurkan membantu klien
sesuai jadwal dan beri pujian
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi kegiatan 1. Mengevaluasi kegiatan keluarga
pemenuhan kebutuhan klien, dalam membimbing klien
kegiatan yang dilakukan klien, memenuhi kebutuhannya, dan
dan berikan pujian. membimbing klien melaksanakan
2. Memberikan pendidikan kegiatan yang telah dilatih. Beri
kesehatan tentang cara pujian.
penggunan obat secara teratur (6 2. Menjelaskan obat yang diminum
benar: jenis, kegunaan, dosis, oleh klien dan cara
frekuensi, cara, kontinuitas membimbingnya.
minum obat) dan tanyakan 3. Menganjurkan membantu klien
manfaat yang dirasakan. sesuai jadwal dan beri pujian.
3. Menganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal
pemenuhan kebutuhan kegiatan
yang dilatih dan obat.
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan pemenuhan 1. Mengevaluasi kegiatan keluarga
kebutuhan klien, kegiatan yang dalam membimbing klien
dilakukan klien, dan minum obat. memenuhi kebutuhannya, dan
Berikan pujian. membimbing klien melaksanakan
2. Latih kemampuan minum obat kegiatan yang telah dilatih. Beri
teratur. pujian.
3. Anjurkan pasien memasukan 2. Menjelaskan follow up ke PKM,
dalam jadwal pemenuhan tanda kambuh, rujukan
kebutuhan kegiatan yang dilatih 3. Menganjurkan membantu klien
dan obat. sesuai jadwal dan beri pujian

2.5 Evaluasi Keperawatan


Adalah suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien.
Hasil yang dicapai pada klien dengan gangguan proses pikir : waham, yaitu :
1. Klien dapat berhubungan dengan realistis
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
3. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. 2011. Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta. Graha


Ilmu.
Direja, A.H.S. 2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Medikal
Book.
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta. Salemba
Medika.
Keliat, B.A. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta. EGC.
Ramdhani, Dkk. 2016. Buku Saku Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta. Salemba
Medika.

Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Graha


Ilmu.
Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Pustaka Baru Press
Stuart & Sundden. 2010. Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-5. St
Louis. Mosby Year Book.
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta. Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai