Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN TEORI

1. Konsep Dasar
1) Anatomi dan Fisiologi
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical tang
terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital
magnum, masuk ke kanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. Medulla spinalis terdiri
dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas.
a. 8 pasang saraf servikal.
b. 12 pasang saraf torakal.
c. 5 pasang saraf lumbal
d. 5 pasang saraf sakral
e. 1 pasang saraf kogsigeal.

Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu


substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi
kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan
kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut Conv. Substansia
alba mengandung saraf myelin (akson).
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra
yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi
sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan
korpus vertebra yang berdekatan. Diantara korpus vertebra mulai dari servikalis
kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini
membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus
intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok yaitu Nucleus Pulposus di tengah dan
Annulus Fibrosus disekelilingnya. Discus dipisahkan dari tulang yang di atas dan di
bawahnya oleh lempengan tulang rawan yang tipis.
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin,
nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel
tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan
pembuluh-pembuluh kapiler.

2) Pengertian
Menurut Tarwoto (2007;200), hernia nukleus pulposus (HNP) adalah keadaan
dimana terjadi penonjololan atau perubahan tempat/bentuk pada nukleus pulposus
dalam diskus intervertebralis.
Menurut Muttaqin (2008;192), hernia nukleus pulposus (HNP) adalah ketika
nukleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis
melalui annulus fibrosis yang robek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan
oleh proses patologik di kolumna vertebralis pada diskus intervertebralis/diskogenik.

3) Etiologi
Etiologi pada HNP antara lain.
1. Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra.
2. Spinal stenosis.
3. Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll.
4. Pembentukan osteophyte.
5. Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus
mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari
nukleus hingga annulus.
4) Manifestasi Klinis
Menurut Tarwoto (2007;203), tanda dan gejala tergantung pada lokasi yang
terkena misalnya.
1. Pada daerah lumbal  terjadi nyeri daerah pinggang pada satu sisi yang menjalar
ke arah tungkai dan kaki, kelemahan otot kaki, parestesia, kebas pada kaki,
gangguan eliminasi bowel, bladder dan seksual mungkin saja dapat terjadi. Nyeri
tekan pada daerah herniasi dan pergerakan tulang belakang berkurang.
2. Pada daerah servikal  menimbulkan rasa nyeri pada leher atau pundak menjalar
pada lengan, gangguan sensitibilitas pada lengan atas bawah sisi radius dan ibu
jari.

(http://ppni-klaten.com/)
1. Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
2. Nyeri tulang belakang.
3. Kelemahan satu atau lebih ekstremitas.
4. Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.

Gejala hernia nukleus pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah diskus
yang mengalami herniasasi diikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi oleh
radika spinalis yang terkena oleh diskus yang mengalami herniasasi yang berupa
pengobatan nyeri ke daerah tersebut, mati rasa, kelayuan, maupun tindakan-tindakan
yang bersifat protektif.
Hal lain yang perlu diketahui adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini
diperberat dengan meningkatkan tekanan cairan intraspinal (membungkuk,
mengangkat, mengejan, batuk, bersin, juga ketegangan atau spasme otot), akan
berkurang jika tirah baring.

5) Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2008;192); Tarwoto (2007;201); (http://ppni-klaten.com/).
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi
pulposus, kandungan air diskus berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia.
Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan
yang mengakibatkan herniasi nukleus pulposus melalui anulus dengan menekan akar
– akar syaraf spinal.
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L5, atau L5
sampai S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf
pada daerah lumbal miring ke bawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena
neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan
kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra
distal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.
Sedangkan M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau
tidak langsung pada diskus intervertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan
transaksi nukleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan
keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal
terjadilah herniasi.
Menurut Tarwoto (2007;201), proses degeneratif yang terjadi pada diskus
intervertebralis diantaranya terjadi perubahan pada anulus fibrosus dan nukleus
pulposus. Pada anulusus fibrosus terjadi kerusakan dan serat-serat fibroelastik
terputus yang kemudian diganti jaringan ikat. Perubahan ini akan menimbulkan
rongga-rongga pada anulus. Perubahan yang terjadi pada nukleus pulposus adalah
adanya penurunan kemampuan pengikatan air sehingga volume nukleus polpusus
menjadi menurun. Perubahan kedua komponen tersebut menyebabkan tahanan inter
diskus akan menurun. Jika terjadi peninggian tekanan pada diskus intervertebralis
secara tiba-tiba dan berlangsung lama maka materi nukleus pulposus akan menonjol
mengisi anulus fibrosus yang rusak. Penonjolan nukleus ke belakang lateral dan
menekan saraf pada radiks dorsalis (mengandung serat saraf sensorik) yang berjalan
dalam kanalis vertebralis akan menimbulkan rasa nyeri. Gerakan–gerakan yang
berubah posisi tulang belakang seperti membungkuk, bersin dan batuk akan
menambah rasa nyeri.
Pada tahap pertama robeknya annulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial.
Oleh karena adanya gaya traumatis yang berulang. Robekan itu menjadi lebih besar
dan timbul sobekan radial. Jika hal ini telah terjadi, maka resiko herniasi nucleus
polposus hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu
dapat diasumsikan seperti gaya traumatis ketika hendak menegakan badan waktu
terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.
Kerusakan pada diskus intervertebralis ini dapat di sebabkan karena proses
dengeneratif misalnya makin berkurangnya daya lentur, menurunnya jaringan
kolagen, dan menurunnya kandungan air dengan bertambahnya usia, trauma tulang
belakang, faktor genetik, operasi tulang belakang, kelainan postur seperti kifosis,
lordorsis, karena kelainan tulang belakang lainnya seperti spondilitis, spinal stenosis.
HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral.
1. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesi, dan retensi urine.
2. HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri yang terletak pada punggung bawah, di
tengah-tengah abtra bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Di tempat
itu juga akan terasa nyeri tekan. Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang dan
refleks achiles negatif. Pada HNP lateral L 4-5 rasa nyeri dan tekan didapatkan
dipunggung bawah, bagian lateral bokong, tungkai bawah bagian,dan di dorsum
pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patella negatif.
Sensibilitas pada dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun.

6) Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2008;358); Tarwoto (2007;204).
a. Rontgen Foto Lumbosakral
Tidak banyak didapatkan kelainan. Kadang-kadang didapatkan artrosis,
menunjang tanda-tanda devormutas vertebra, penyempitan diskus intervertebralis.
b. MRI
Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Jika secara klinis
tidak didapatkan pada MRI maka pemeriksaan CT scan dan mielogram
dengan kontras dapat dilakukan untuk melihat derajat gangguan pada diskusi
vertebralis.
c. Mielografi
Mielografi merupakan pemeriksaan dengan bahan kontras melalui tindakan
lumbal pungsi dan penyinaran dengan sinar. Jika diketahui adanya
penyumbatan hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP.
Mielografi menentukan adanya herniasi diskus atau derajat herniasi.

d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai
komplikasi terhadap organ lain dari cedera tulang belakang.

7) Penatalaksanaan Medis
Menurut Muttaqin (2008;200); Tarwoto (2007;204).
a. Terapi konservatif
a) Tirah Baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari
dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk, yaitu tungkai
dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut tertentu. Tempat tidur tidak
boleh memakai pegas sehingga tempat tidur harus dari papan yang lurus dan
ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri
panggung bawah mekanin akut. Lama tirah baring bergantung pada berat
rintangannya gangguan yang dirasakan penderita. Pada HNP memerlukan
waktu yang lebih lama. Setelah berbaring dianggap cukup maka dilakukan
latihan/dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan
mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.
b) Medikamentosa
1) Simptomatik
- Analgesik (salisilat, paracetamol).
- Kortikosteroid (prednisone, prednisolon).
- Antiinflamasi non-steroid (AINS) seperti piroksikan.
- Antiinflamsi : phanyibutazone.
- Antidepresan trisiklik (amitriptilin).
- Obat penenang minor (diazepam, klordiasepoksid).
- Relaksan otot: metaxalone, methacarbamol, chlorzazone.
2) Kausal  kolagenese.
c) Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan
yang lebih dalam ) untuk relaksasi otot dan mengurangi lordisis.

b. Terapi operatif
Terapi operatif dikerjakan jika dengan tindakan konsevatif tidak memberikan
hasil yang nyata, kambuh berulang atau terjadi defisit neurologis.
a. Laminektomi : pegangkatan lamina vertebral dan dengenerasi diskus, untuk
membebaskan tekanan pada akar saraf
b. Lumbal/Cervikal mikrodisrektomi : pegangkatan diskus yang mengalami
degenerasi dengan menggunakan teknik pembedahan mikro
c. Spinal fusi : menempatkan tulang baru pada kedua vertebra (bone graf) untuk
memfiksasi vertebra.

c. Rehabilitasi
Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula agar tidak
mengantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari
(activity of daily living) serta klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi
saluran kemih, dan sebagainya.

8) Komplikasi
Menurut Tarwoto (2007;203).
a. Kelemahan motorik.
b. Hilangnya sensori.
c. Gangguan fungsi seksual.
d. Inkontinensia bowel dan bladder.

2. Asuhan Keperawatan (Muttaqin, 2008)


1) Pengkajian
Menurut Muttaqin (2008;352), pengumpulan data subjektif dan objektif pada
klien dengan gangguan sistem persarafan sehubungan dengan HNP bergantung pada
bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
a. Anamnesis
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosa medis. HNP
terjadi pada usia pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan pekerjaan
atau aktivitas berat (mengangkat barang berat atau mendorong benda berat).

2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
nyeri pada punggung bawah. Untuk lebih lengkap pengkajian nyeri dengan
pendekatan PQRST.
a. Provocking Accident. Adanya riwayat trauma (mengangkat atau mendorong
benda berat).
b. Quality and Quantity. Sifat nyeri seperti di tusuk-tusuk atau seperti di sayat,
mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul dan kemeng yang terus- menerus.
Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri radikuler atau nyeri alih (referred
pain). Nyeri bersifat menetap, atau hilang timbul, semakin lama semakin
nyeri. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan
pinggang batuk atau mengejan, berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang
lama dan nyeri berkurang jika istirahat berbaring. Sifat nyeri khas dari posisi
berbaring ke duduk, nyeri bertambah jika ditekan area L5-S1 (garis antardua
Krista liraka).
c. Region, Radiating, and Relief. Letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri
dengan tepat sehingga letak dapat diketahui dengan cermat.
d. Scale of Pain. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat
nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri dan memperberat
nyeri. Obat-obatan yang sedang diminum seperti analgetik, berapa lama
diminumkan.
e. Time. Sifatnya akut, subakut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap,
hilang timbul, makin lama makin nyeri. Nyeri pinggang bawah yang
intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun).

3. Riwayat penyakit sekarang


Adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang berat.
Pengkajian yang didapat, meliputi keluhan paraperesis flasid, parestesia, dan
retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung bawah, di tengah-tengah abtra
bokong dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Klien sering mengeluh
kesemutan (parastesia) atau baal bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan
distribusi persyaratan yang terlibat.
Pengkajian riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronik, yang juga dapat
menimbulkan nyeri punggung bawah yang keluhan hamper mirip dengan keluhan
nyeri HNP sangat diperlukan agar penegakkan masalah klien lebih komprehensif
dan memberikan dampak terhadap intervensi keperawatan selanjutnya.

4. Riwayat penyakit dahulu


Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah menderita TB
tulang, osteomilitis, keganasan (mielo multipleks), metabolik (osteoporosis) yang
sering berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya herniasi nucleus
pulposus (HNP).
Pengkajian lainnya untuk mendengar adanya riwayat hipertensi, riwayat
cedera tulang belakang sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung yang
berguna sebagai tindakan lainnya untuk menghindarinya komplikasi.

5. Riwayat penyakit keluarga


Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang mengalami hipertensi dan
diabetes mellitus.

6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien berguna untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan
manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami gangguan tulang
belakan dari HNP. Semakin lama klien menderita paraparese tersebut
bermanisfestasi pada koping yang tidak efektif.

b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Pada keadaan HNP umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya
perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya bradikardi yang menyebabkan
hipotensi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas karena adanya parapase.
2. B1(Breathing)
Jika tidak menggangu sistem pernapasan biasanya didapatka: pada infeksi,
ditemukan tidak ada batuk, tidak ada sesak napas, dan frekuensi pernapasan
normal. Palpasi, taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada perkusi, terdapat
suara resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi tidak terdengar bunyi napas
tambahan.
3. B2 (Blood)
Jika tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskular, biasanya nadi kualitas
dan frekuensi nadi normal, tekanan darah normal, dan nada auskultasi tidak
ditemukan bunyi jantung tambahan.
4. B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
a. Keadaan umum. Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,
adanya angulus, pelvis yang miring/asimetris, muskulatur paravertebral atau
pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal. Hambatan pada
pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak.
b. Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan klien biasanya compos mentris.
c. Pengkajian fungsi serebral. Status mental: observasi penampilan, tingkah
laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada
klien yang telah lama menderita HNP biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
d. Pengkajian saraf kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf cranial
I-XII.
- Saraf I. Biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman.
- Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
- Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak mengalami gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isokor.
- Saraf V. Pada klien HNP umunya tidak didapatkan paralisis pada otot
wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
- Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
- Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
- Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
- Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapesius.
- Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikultasi. Indra pengecapan normal.
e. Pengkajian Sistem Motorik. Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas,
tungkai bawah, kaki, ibu jari, dan jari lainnya dengan menyeruh klien untuk
melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan. Atrofi otot
pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan anggota tubuh
kanan-kiri. Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot
tertentu.
f. Pengkajian Refleks. Refleks achiles pada HNP lateral L 4-5 negatif,
sedangkan refleks lutut/patela pada HNP lateral di L4-5 negatif.
g. Pengkajian Sistem Sensorik. Pemeriksaan sensasi raba, nyeri, suhu,
profunda, dan sensasi getar (vibrasi) untuk menentukan dermantom yang
tertanggu sehingga dapat ditentukan pula radiks mana yang terganggu.
Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau cermat sehingga
tidak membingungkan klien. Palpasi dimulai dari area nyeri yang ringan ke
arah yang paling terasa nyeri. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam
beberapa minggi sampai beberapa tahun) nyeri menjalar sesuai dengan
distribusi saraf skhiatik. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk,
nyeri mulai dari bokong dan terus menjalar ke bagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti
gerakan-gerakan pinggang, batuk atau mengejan, berdiri atau duduk untuk
jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang jika berbaring. Penderita sering
mengeluh kesemutan (parestesia) atau baal bahkan kekuatan otot menurun
sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat. Nyeri bertambah jika
ditekan daerah L5-S1 (garis antardua krista liraka ). Pada percobaan laseque
tes atau tes mengangkat tungkai yang lurus (straight leg raising), yaitu
mengangkat tungkat secara lurus dengan fleksi di sendi panggul, akan
rasakan nyeri di sepanjang bagian belakang (tanda laseque positif).
5. B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk
berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat
terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
6. B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang
kurang. Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi
pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidrasi.
7. B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas dan menggerakan badan karena adanya
nyeri, kelemahan, kehilangan sensori, serta mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
1) Look. Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulus,
pelvis yang miring/ asimetris , muskulatur paravertebral atau pantat yang
asimetris, dan postur tungkai yang abnormal.
2) Feel. Ketiak meraba kolumna vertebralis dicari kemungkinan adanya deviasi
kelateral atau antero-posterior. Palpasi dari area dengan rasa nyeri ringan ke
arah yang paling terasa nyeri.
3) Move. Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan
punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak.

2) Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis,
tekanan di daerah distribusi ujung saraf.
2. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik, kesulitan
atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvils, dan tungkai.
3. Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lama.
4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot.
5. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan ketidakberdayaan dan
merasa tidak ada harapan, kehilangan/perubahan dalam pekerjaan.
6. Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan.

3) Intervensi Keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis,
tekanan di daerah distribusi ujung saraf.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, nyeri berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien.
KH : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien
tidak gelisah, skala nyeri 0-1.
Intervensi Rasional
Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4 Nyeri merupakan respons subjektif ynag
bisa dikaji dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan skala nyeri
biasanya di atas tingkat cedera.
Bantu klien dalam identifikasi faktor Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan,
pencetus ketegangan, suhu, distensi kandung kemih,
dan berbaring lama.
Jelaska dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan
pereda nyeri non-farmakologi dan non- relaksasi dan non-farmakologi lainnya
invasif. telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik untuk menurunkan Akan melancarkan peredaran darah,
ketegangan otot rangka, yang dapatt sehingga kebutuhan oksigenoleh jaringan
menurunkan intensitas nyeri dan juga akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi
tingkatan relaksasi masase. nyerinya.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri Mengalihkan perhatian nyeri ke hal-hal
akut. yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bila Istirahat akan merelaksasi semua jaringan
terasa nyeri dan berikan posisi yang sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
nyaman misalnya saat klien tidur,
sangga punggung klien dengan bantal
kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang Pengetahuan akan dirasakan membntu
penyebabnyeri dan munghubungkan mengurangi nyeri, dan dapat membantu
berapa lama nyeri akan berlangsung. mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana terapeutik.
Observasi tingkat nyeridan respons Pengkajian yang optimal akan memberika
motorik klien 30menit setelah perawat data yang objektif untuk
pemberian obat analgesik untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan
mengkaji efektivitasnya. Setiap 1-2 jam melakukan intervensi yang tepat.
setelah tindakan perawatan selama 1-2
hari.
Kolaborasi dengan dokter, pemberian Analgasik memblok lintasan nyeri
analgesik. sehingga nyeri akan berkurang.

2. Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik,


kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan
tungkai.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya.
KH : Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi,
bertambahnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk
meningkatkan mobilitas.
Intervensi Rasional
Kaji mobilitas yang ada dan observasi Mengetahui tingkat kemmapuan klien
peningkatan kerusakan. Kajia secara dalam melakukan aktivitas.
teratur fungsi motorik.
Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menurunkan resiko terjadinya iskemia
jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan Gerakan aktif memberikan massa, tonus,
gerakan aktif pada ekstremitas yang dan kekuatan otot, serta memperbaiki
tidak sakit. fungsi jantung dan pernapasan.
Lakukan gerakan pasif pada ekstremitas Otot volunter akan kehilangan tonus dan
yang sakit kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan.
Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi
Pantau adanya iritasi, kemerahan, atau dan hilangnya sensasi resiko tinggi
luka pada kulit dan membran mukosa. kerusakan integritas kulit kemungkinan
komplikasi immobilisasi.
Bantu klien melakukan latihan ROM, Untuk memelihara fleksibilitas sendi
perawatan diri sesuai toleransi. sesuai kemampuan.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi
latihan fisik klien. ekstremitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisioterapis.

3. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan immobilisasi, tidak


adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lama.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, klien mampu mempertahnkan keutuhan kulit.
KH : Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab dan
cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka, kulit
kering..
Intervensi Rasional
Anjurkan klien untuk melakukan latihan Meningkatkan aliran darah ke semua
ROM dan mobilisasi jika mungkin daerah.
Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menghindari tekanan dan meningkatkan
aliran darah.
Gunakan bantal air atau pengganjal Menghindari tekanan yang berlebih pada
yang lunak di bawah daerah-daerah daerah yang menonjol.
yang menonjol.
Lakukan masase pada daerah menonjol Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler.
yang baru mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi.
Bersihkan dan keringkan kulit. Jagalah Meningkatkan integritas kuliut dan
linen tetap kering. mengurangi resiko kelembaban kulit.
Observasi adanya eritema dan Hangat dan pelunakan adalah tanda
kepucatan, dan palpasi kerusakan jaringan.
adanyakehangatan dan pelunakan
jaringan tiap mengubah posisi.
Jaga kebersihan kulit, hindari trauma Mempertahankan keutuhan kulit.
dan panas terhadap kulit.

4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,


menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam, terdapat perilaku peningkatan dalam perawatan diri.
KH : Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri,
klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan, mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi Rasional
Mandiri.
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan Membantu dalam mengantisipasi dan
klien dalam melakukan ADL dalam memenuhi kebutuhan individual.
skala 0-4.
Hindari hal yang tidak dapat dilakukan Klien dalam keadaan cemas dan
klien dan bantu bila perlu. bergantung. Hal ini dilakukan untuk
mencegah frustrasi dan harga diri klien.
Sadarkan tingkah laku/sugesti tindakan Klien memerlukan empati, tetapi perlu
pada perlindungan kelemahan. mengetahui perawatan yang konsisten
Pertahankan dukungan pola pikir, dalam menangani klien. Sekaligus
izinkan klien melakukan tugas, beri meningkatkan harga diri, memandirikan
saran yang positifuntuk usahanya. kien, dan meganjurkan klien untuk terus
mencoba.
Rencanakan tindakan untuk mengatasi Klien akan mampu melihat dan memakan
keterbatasan penglihatan seperti makanan, akan mamapu melihat keluar
tempatkan makanan dan peralatan masuknya orang keruangan.
dalam suatu tempat, dekatkan tempat
tidur ke dinding.
Tempatkan perabotan ke dinding, Menjaga keamanan klien bergerak
jauhkan dari jalan. disekitar tempat tidur dan menurunkan
resiko tertimpa perabotan.
Beri kesempatan untuk menolong diri Mengurangi ketergantungan.
seperti menggunakan kombinasi pisau
dan garpu, sikat dengan pegangan yang
panjang, ekstensi untuk berpijak pada
lantai atau ke toilet, kursi untuk mandi.
Kaji kemampuan komunikasi untuk Ketidakmampuan berkomunikasi dengan
buang air kecil, kemampuan perawat dapat menimbulkan masalah
menggunakan urinal, pispot. Antarkan pengosongan kandung kemih oleh karena
klien ke kamar mandi bila kondisi masalah neurogenik.
memungkinkan.
Identifikasi kebiasaan buakng air besar. Meningkatkan latihan dan menolong
Anjurkan minum dan meningkatkan mencegah konstipasi.
aktivitas.
Kolaborasi.
Pemberian supositoria dan pelumas Pertolongan utama terhadap fungsi bowel
feses/pencahar. atau buang air besar.
Konsultasi ke dokter untuk terapi Untuk mengembangkan terapi dan
okupasi. melengkapi kebutuhan khusus.

5. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan ketidakberdayaan dan


merasa tidak ada harapan, kehilangan/perubahan dalam pekerjaan.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam, koping individu menjadi efektif.
KH : Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan
diri terhadap situasi, megakui, dan menggabungkan perubahan ke dalam
konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
Kaji perubahan akibat gangguan Menentukan bantuan yang diperlukan
persepsi dan hubungan dengan derajat individual dalam menyusun rencana
ketidakmampuan. perawatan atau pemilihan intervensi.
Anjurkan klien untuk mengekspresikan Menunjukkan penerimaan, membantu
perasaan termasuk perasaan bersalah klien untuk mengenal dan mulai
pada diri sendiri dan kemarahan. menyesuaikan dengan perasaan tersebut.
Catat ketika klien menyataan Mendukung penolakan terhadap bagian
terpengaruh seperti sekarat atau tubuh atau perasaan negatif terhadap
mengingkari dan menyatakan inilah gambaran tubuh dan kemampuan yang
kematian. menunjukkan kebutuhan dan intervensi
serta dukungan emosional.
Pernyataan pengakuan terhadap Membantu klien untuk melihat bahwa
penolakan tubuh, mengingatkan kembali perawat menerima kedua bagian sebagai
fakta kejadian tentang realitas bahwa bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan
masih dapat menggunakan sisi yang klien untuk merasakan adanya harapan dan
sakit dan belajar mengontrol sisi yang mulai menerima situasi baru.
sehat.
Bantu dan anjurkan perawatan yang Membantu meningkatkan perasaaan harga
abik dan memperbaiki kebiasaan. diri dan mengontrol lebih dari satu area
kehidupan.
Anjurkan orang yang terdekat untuk Menghidupkan kembali perasaan
mengizinkan kien melakukan sebanyak- kemandirian dan membantu meningkatkan
banyaknya hal-hal untuk dirinya. harga diri serta memengaruhi proses
rehabilitasi.
Dukung perilaku atau usaha seperti Klien dapat beradaptasi terhadap
peningkatan minat atau partisipasi perubahan dan pengertian tentang peran
dalam aktivitas rehabilitasi. individu masa mendatang.
Monitor gangguan tidur, peningkatanDapat mengindikasikan terjadinya depresi
kesulitan konsentrasi, letargi, danumumnya terjadi sebagai pengaruh dari
penolakan. stroke yang memerlukan intervensi dan
evaluasi lebih lanjut.
Kolaborasi. Dapat memfasilitasi perubahan peran yang
Rujuk pada ahli neuropsikologi dan penting untuk perkembangan perasaan.
konseling bila ada indikasi.

6. Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan


kesehatan.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam, kecemasan klien hilang atau berkurang.
KH : Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
memengaruhinya dan menyatakan ansietas berkurang/hilang.
Intervensi Rasional
Bantu klien mengekspresikan perasaan Cemas yang berkelanjutan memberikan
marah, kehilangan, dan takut. dampak serangan jantung selanjutnya.
Kaji tanda verbal dan nonverbal Reaksi verbal/nonverbal dapat
kecemasan, dampingi klien dan lakukan menunjukkan rasa agitasi, marah, dan
tindakan bila menunjukkan perilaku gelisah.
merusak.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan untuk Mengurangi rangsangan eksternal yang
mengurangi kecemasan. Beri tidak perlu.
lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat.
Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien (dan dalam
menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
klien, menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu
latihan relaksasi dan teknik-teknik
pengalihan, dan memberikan respons baik
yang positif.
Orientasikan klien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada klien untuk Dapat menghilangakn ketegangan
mengungkapkan ansietasnya. terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.

Berikan privasi untuk klien dan orang Memberi waktu untuk mengekspresikan
terdekat. perasaan, menghilangkan cemas, dan
perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan
teman-teman yang dipilih klien untuk
melayani aktivitas dan pengalihan
(misalnya membaca) akan menurunkan
perasaan terisolasi.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Tarwoto, Wartonah, dan Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Sagung Seto.

Anonim. Laporan Pendahuluan Hernia Nukleus Pulposus


[http://id.scribd.com/doc/94277491/]. Diakses tanggal 3 April 2013.

Anonim. Hernia Nukleus Pulposus. [http://ppni-klaten.com/]. Diakses tanggal 3 April 2013.

Anda mungkin juga menyukai