Anda di halaman 1dari 29

Makalah Discovery Learning (DL)

“Konsep dan Prinsip Keperawatan Rehabilitas”


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Rehabilitas
Program Studi Ilmu Keperawatan

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Kelas A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
Daftar Nama Kelompok

Jumia Asamsa Andawa 11151040000007


Annisa Putri Shabira 11151040000026
Nida Fadhillah Haq 11151040000042
Desi Haryati 11151040000044
Sellie Damayanti 11151040000045
Tamara Nur Putri 11151040000046
Benita Dwininditya 11151040000047
Vigor Guevara 11151040000048
Wafi Nur Syifa H. Q 11151040000110
Al Hidayah 11151040000111
Desi Rahmawati Dewi 11151040000113
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb.


Alhamdulillah, puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, makalah Makalah Discovery
Learning (DL) Tentang “Konsep dan Prinsip Keperawatan Rehabilitas”, ini akhirnya dapat
terselesaikan dengan tepat waktu. Kami sadar bahwasanya masih banyaknya kekurangan yang
terdapat dalam makalah ini. Untuk itu kami meminta maaf atas segala kekurangan.
Dengan disusunnya makalah ini kami berharap makalah ini dapat berguna khususnya
bagi kami sebagai penyusun dalam mempelajari dan memahami tentang Kelebihan Manusia dan
Misi Manusia Dimuka Bumi. Semoga makalah ini dapat dipahami dan dipelajari bagi siapapun
yang membacanya. Sekian kata pengantar yang dapat kami sampaikan akhirul kalam
wassalamualaikum. wr.wb.

Ciputat, 25 Juni 2018


Penyusun

Kelompok 2
DAFTAR ISI

Daftar Nama Kelompok............................................................................................................................2


KATA PENGANTAR................................................................................................................................3
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................4
BAB I..........................................................................................................................................................6
PENDAHULUAN......................................................................................................................................6
1.1 Latar belakang...........................................................................................................................6
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................6
1.3 Tujuan.........................................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
2.1 Konsep Dasar Keperawatan Rehabilitasi................................................................................7
2.1.1 Definisi................................................................................................................................7
2.1.2 Tujuan.................................................................................................................................8
2.1.3 Peran Perawat Rehabilitasi...............................................................................................8
2.1.4 Teori Keperawatan Rehabilitasi.....................................................................................10
2.1.5 Model Keperawatan Rehabilitasi...................................................................................10
2.1.6 Sejarah Keperawatan Rehabilitasi.................................................................................10
2.1.7 Isu dan tren keperawatan rehabilitasi............................................................................12
2.1.8 Roles Of Rehabilitation......................................................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................................18
PENUTUP................................................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan jiwa menggunakan metode ilmiah berupa
proses keperawatan, berinteraksi dengan klien baik individu, keluarga maupun masyarakat untuk
mencapai kemandirian klien. Salah satu asuhan keperawatan dalam memandirikan klien adalah dengan
program rehabilitasi.

Sebagian besar orang beranggapan bahwa rehabilitasi merupakan kegiatan exyramural dari
pengobatan pasien mental sehingga selalu diorentasikan pada pekerjaan dan masalah-masalah social saja,
hal tersebut tentunya kurang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan psikiatri modern.

MenurutL.E.HinsiedanRJ.Cambell pengertian rehabilitasi dalam psychiatric Dictionary adalah


segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial dan latihan vokasional sebaga iusaha untuk memper oleh
fungsi dan penyesuaian diri secara maksimal dan untuk mempersiapkan pasien secara fisik, mental,dan
vokasional untuk suatu kehidupan penuh sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuan yang
ditunjukkan kearah mencapai perbaikan fisik sebesar-besarnya, penempatan vokasional sehinggah dapat
bekerja dengan kapasitas maksimal, penyesuaian diri dalam hubungan perseorangan dan sosial secara
memuaskan sehingga dapat berfungsi sebagai warga masyarakat yang berguna.

1.2 Rumusan Masalah


1. bagaimana konsep dasar keperawatan rehabilitasi

2. apa tujuan dan peran perawat dalam rehabilitasi

3. bagaimana model dan teori keperawatan rehabilitasi

4. bagaimana sejarah dan isu terkini terkait keperawatan rehabilitasi

1.3 Tujuan
1. mengetahui konsep dasar keperawatan rehabilitasi

2. mengetahui tujuan dan peran perawat dalam rehabilitasi

3. memahami model dan teori keperawatan rehabilitasi


4. Mengetahui sejarah dan isu terkait keperawatan rehabilitasi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Keperawatan Rehabilitasi


2.1.1 Definisi
Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang ditujukan pada penderita cacat agar mereka cakap
berbuat untuk memiliki seopyimal mungkin kegunaan jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan
ekonomi.
Sasaran rehabilitasi adalah individu sebagai suatu totalitas yang terdiri dari aspek jasmani,
kejiwaan dan sebagai anggota masyarakat. Sasaran rehabilitasi cukup luas, karena tidak hanya
terfokus pada penderita cacat saja, tetapi juga pada petugas-petugas panti rehabilitasi, orang tua
dan keluarga, masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan swasta serta organisasi sosial yang
terkait.
Menurut Soewito dalam (Sri Widati, 1984:5) menyatakan bahwa : Rehabilitasi penderita cacat
merupakan segala daya upaya, baik dalam bidang kesehatan, sosial, kejiwaan, pendidikan,
ekonomi, maupun bidang lain yang dikoordinir menjadi continous process ,dan yang bertujuan
untuk memulihkan tenaga penderita cacat baik jasmaniah maupun rohaniah, untuk menduduki
kembali tempat di masyarakat sebagai anggota penuh yang swasembada, produktif yang berguna
bagi masyarakat dan negara.

2.1.2 Tujuan
Arah tujuan rehabilitasi adalah refungsionalisasi dan pengembangan. Refungsionalisasi
dimaksudkan bahwa rehabilitasi lebih diarahkan pada pengembalian fungsi dari peserta didik,
sedangkan pengembangan diarahkan untuk menggali atau menemukan dan memanfaatkan
kemampuan siswa yang masih ada serta potensi yang dimiliki untuk memenuhi fungsi diri dan
fungsi sosial dimana ia berada.
Dalam undang-undang Nomor 4 tahun 1997 dijelaskan bahwa rehabilitasi diarahkan untuk
memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penyandang
cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat,kemampuan,
pendidikan dan pengalaman. Tujuan utama rehabilitasi adalah membantu mencapai kemandirian
optimal secara fisik, mental, sosial, vokasional dan ekonomi sesuai dengan kemampuannya. Jadi
tujuan rehabilitasi adalah terwujudnya anak atau peserta didik berkelainan yang berguna.
Tujuan yang hendak dicapai dalam rehabilitasi ialah menuju kemandirian setiap individu
sehingga dapat menghilangkan ketergantungan individu terhadap orang lain.
Menurut departemen social tujuan rehabilitasi adalah:
a. Memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap
masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya.
b. Memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi social secara
wajar.

2.1.3 Peran Perawat Rehabilitasi


1. Pada tahap persiapan, peran perawat klien dengan gangguan jiwa:
a. Peran stranger (orang yang tidak dikenal) :
hal yang pertama terjadi ketika perawat dan klien bertemu mereka belum saling kenal,
maka kliendiperlakukan secara biasanya. Perawat menolong klien untuk mengenali dan
memahami masalahnya dan menentukkan apa yang diperlakukannya. Hal inidilakukan
dengan cara bina hubungan saling percaya dengan memebrikan salam pada klien, bersikap
terbuka dengna mendengarkan apa yang klien sampaikan, menyapa klien dengan ramah
sesuai dengan panggilan kesukaan.
b. Peran pendidik:
perawat memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang spesifik meliputi segala hal
tentang rehabilitaasi yang dijalani oleh klien dan menginterpretasikan pada klien dan
keluarga bagaimana cara perawatan klien dan rencana perawatan selanjutnya setelah
rehabiliatsi
c. Peran wali:
klien menganggap perawat sebagai walinya, sikap dan tingkahlaku perawat menciptakan
suatu perasaan tertentu dalam diri klien yang bersifat reaktif dan muncul dari hubungan
sebelumnya.
d. Peran kepemimpinan:
mebantu klien mengerjakan tugas-tugas melaluihubungan yang kooperatif dan partisipasi
aktif yang demokratis antar timkesehatan yang terlibat dengan mengkomunikasikan tim
rehabiliatsi tentang jadwal dan jenis kegiatan rehabilitasi yang dilaksanakan klien
untuk kelangsungan perawatan yang berkesinambungan.
e. Peran pelaksana:
memberikan obat sesuai dengan hasil kolaborasi dengan medis yang diperlukan.

2. Pada tahap pelaksanaan


Peran perawat pada klien dengan gangguan jiwa, yaitu:
a. Peran pelaksana:
membimbing klien dengan jenis kegiatan rehabilitasi sesuaidengan kemampuan klien,
mengobservasi perilaku klien selama kegiatan rehabilitasi, memberikan pujian atas
keberhasilan klien dalam melaksanakankegiatan rehabilitasi, memberikan dukungan
jika klien belum bisa menyelesaikan kegiatan.
b. Peran wali:
membimbing klien mengenali dirinya dengan sosok yang ia bayangkan dengan
mendampingi klien selama kegiatan rehabilitasi

3. Tahap pengawasan dan evaluasi


Peran perawat pada klien dengan gangguan jiwa, yaitu:
a. Peran pendidik
kombinasi dari seluruh peran dan selalu berasal dari apa yangklien tidak ketahui dan
dikembangkan dari keinginan dan minatnya dalammenerima dan menggunakan informasi.
Perawat memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang spesifik meliputi segala hal
tentang rehabilitasi yang dijalani oleh klien dan menginterpretasikan kepada klien dan
keluarga bagaimana cara perawatan klien dan rencana perawatan selanjutnya setelah
dilakukan rehabilitasi
b. Peran kepemimpinan
membantu klien mengerjakan tugas-tugas melaluihubungan yang kooperatif dan partisipasi
aktif yang demokratis antar timkesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan rehabilitasi
dalam hal ini dengan social worker untuk home visite apabila klien sudah kooperatif
dandirencanakan akan dilakukan pemulangan ke rumah.
c. Peran pelaksana
melakukan dokumentasi dengan menerapkan prinsipdokumen.

2.1.4 Teori Keperawatan Rehabilitasi


2.1.4.1 ADL

Brunner & Suddarth (2002) mengemukakan ADL atau Activity Daily Living adalah
aktivitas perawatan diri yang harus pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan
tuntutan hidup sehari-hari. ADL adalah aktivitas yang biasanya dilakukan dalam sepanjang hari
normal; aktivitas tersebut mencakup, ambulasi, makan, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan
berhias dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan perannya sebagai pribadi dalam
keluarga dan masyarakat. Kondisi yang mengakibatkan kebutuhan untuk bantuan dalam ADL dapat
bersifat akut, kronis, temporer, permanen atau rehabilitative (Potter dan Perry, 2005).

Macam-macam ADL

Sugiarto (2005) mengemukakan ada beberapa macam ADL, yaitu :

1. ADL dasar

sering disebut ADL saja, yaitu keterampilan dasar yang harus dimiliki seseorang
untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias dan
mobilitas. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil
dalam kategori ADL dasar ini.

2. ADL instrumental
yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan alat atau benda penunjang
kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunakan telefon, menulis,
mengetik, mengelola uang kertas.
3. ADL vokasional
yaitu ADL yang berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan sekolah.
4. ADL non vokasional
yaitu ADL yang bersifat rekreasional, hobi, dan mengisi waktu luang.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan ADL

Faktor–faktor yang Mempengaruhi kemampuan melakukan Activity of Daily Living


(ADL) Menurut Hardywinoto (2007), yaitu:

1. Umur dan status perkembangan


Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan tanda kemauan dan
kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap ketidakmampuan melaksanakan
activity of daily living. Saat perkembangan dari bayi sampai dewasa, seseorang secara
perlahan–lahan berubah dari tergantung menjadi mandiri dalam melakukan activity of daily
living.
2. Kesehatan fisiologis
Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan partisipasi dalam
activity of daily living, contoh dengan sistem nervous sehingga dapat merespon sensori yang
masuk dengan cara melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena penyakit,
atau trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan activity of daily living secara mandiri
(Hardywinoto, 2007).
3. Fungsi Kognitif
Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan activity
of daily living. Fungsi kognitif menunjukkan proses menerima, mengorganisasikan dan
menginterpretasikan sensor stimulus untuk berpikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental
memberikan kontribusi pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berpikir logis dan
menghambat kemandirian dalam melaksanakan activity of daily living (Hardywinoto, 2007).
4. Fungsi Psikososial
Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu hal
yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi
interaksi yang kompleks antara perilaku intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada
intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep diri atau ketidakstabilan emosi dapat
mengganggu dalam tanggung jawab keluarga dan pekerjaan. Gangguan interpersonal seperti
masalah komunikasi, gangguan interaksi sosial atau disfungsi dalam penampilan peran juga
dapat mempengaruhi dalam pemenuhan activity of daily living (Hardywinoto, 2007).
5. Tingkat stress
Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai macam kebutuhan. Faktor
yang dapat menyebabkan stress (stressor), dapat timbul dari tubuh atau lingkungan atau dapat
mengganggu keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat berupa fisiologis seperti injuri atau
psikologi seperti kehilangan.
6. Ritme biologi
Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur lingkungan fisik
disekitarnya dan membantu homeostasis internal (keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan).
Salah satu irama biologi yaitu irama sirkardian, berjalan pada siklus 24 jam. Perbedaaan irama
sirkardian membantu pengaturan aktivitas meliputi tidur, temperatur tubuh, dan hormon.
Beberapa faktor yang ikut berperan pada irama sirkardian diantaranya faktor lingkungan
seperti hari terang dan gelap, seperti cuaca yang mempengaruhi activity of daily living.
7. Status mental
Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang. Keadaan status mental akan
memberi implikasi pada pemenuhan kebutuhan dasar individu. Seperti yang diungkapkan oleh
Cahya yang dikutip dari Baltes, salah satu yang dapat mempengaruhi ketidakmandirian
individu dalam memenuhi kebutuhannya adalah keterbatasan status mental. Seperti halnya
lansia yang memorinya mulai menurun atau mengalami gangguan, lansia yang mengalami
apraksia tentunya akan mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan–kebutuhan
dasarnya (Hardywinoto, 2007).

2.1.4.2 SELF CARE

Berdasarkan Orem terdiri dari :


a. Perawatan diri adalah tindakan yang diprakarsai oleh individu dan diselenggarakan
berdasarkan adanya kepentingan untuk mempertahankan hidup, fungsi tubuh yang sehat,
perkembangan dan kesejahteraan.
b. Agen perawatan diri (self care agency) adalah kemampuan yang kompleks dari individu
atau orang-orang dewasa (matur) untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhannya yang
ditujukan untuk melakukan fungsi dan perkembangan tubuh. Self Care Agency ini
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan usia, pengalaman hidup, orientasi sosial kultural
tentang kesehatan dan sumber-sumber lain yang ada pada dirinya.
c. Kebutuhan perawatan diri terapeutik (therapeutic self care demands) adalah tindakan
perawatan diri secara total yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi
seluruh kebutuhan perawatan diri individu melalui cara-cara tertentu seperti, pengaturan
nilai-nilai terkait dengan keadekuatan pemenuhan udara, cairan serta pemenuhan elemen-
elemen aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (upaya promodi,
pencegahan, pemeliharaan dan penyediaan kebutuhan).

Model Orem’s menyebutkan ada beberapa kebutuhan self care atau yang disebut sebagai self
care requisite, yaitu

A. Kebutuhan perawatan diri universal (Universal self care requisite)

Hal yang umum bagi seluruh manusia meliputi pemenuhan kebutuhan yaitu

1) Pemenuhan kebutuhan udara, pemenuhan kebutuhan udara menurut Orem yaitu bernapas
tanpa menggunakan peralatan oksigen.
2) Pemenuhan kebutuhan air atau minum tanpa adanya gangguan, menurut Orem kebutuhan
air sesuai kebutuhan individu masing-masing atau 6-8 gelas air/hari.
3) Pemenuhan kebutuhan makanan tanpa gangguan, seperti dapat mengambil makanan atau
peralatan makanan tanpa bantuan.
4) Pemenuhan kebutuhan eliminasi dan kebersihan permukaan tubuh atau bagian bagian
tubuh. Penyediaan perawatan yang terkait dengan proses eliminasi, seperti kemampuan
individu dalam eliminasi membutuhkan bantuan atau melakukan secara mandiri seperti
BAK dan BAB. Menyediakan peralatan kebersihan diri dan dapat melakukan tanpa
gangguan.
5) Pemenuhan kebutuhan akifitas dan istrahat. Kebutuhan aktivitas untuk menjaga
keseimbangan gerakan fisik seperti berolah raga dan menjaga pola tidur atau istirahat,
memahami gejala-gejala yang mengganggu intensitas tidur. Menggunakan kemampuan diri
sendiri dan nilai serta norma saat istirahat maupun beraktivitas.
6) Pemenuhan kebutuhan menyendiri dan interaksi sosial. Menjalin hubungan atau
berinteraksi dengan teman sebaya atau saudara serta mampu beradaptasi dengan
lingkungan.
7) Pemenuhan pencegahan dari bahaya pada kehidupan manusia. Bahaya yang dimaksud
berdasarkan Orem adalah mengerti jenis bahaya yang mebahayakan diri sendiri,
mengambil tindakan untuk mencegah bahaya dan melindungi diri sendiri dari situasi yang
berbahaya.
8) Peningkatan perkembangan dalam kelompok sosial sesuai dengan potensi, keterbatasan
dan keinginan manusia pada umumnya. Hal-hal ini dapat mempengaruhi kondisi tubuh
yang dapat mempertahankan fungsi dan struktur tubuh manusia dan mendukung untuk
pertumbuhan serta perkembangan manusia.

B. Kebutuhan Perkembangan Perawatan Diri (Development self care requisite)

Kebutuhan yang dihubungkan pada proses perkembangan dapat dipengaruhi oleh kondisi
dan kejadian tertentu sehingga dapat berupa tahapan-tahapan yang berbeda pada setiap
individu, seperti perubahan kondisi tubuh dan status sosial. Tahap perkembangan diri sesuai
tahap perkembangan yang dapat terjadi pada manusia adalah :

1) Penyediaan kondisi-kondisi yang mendukung proses perkembangan. Memfasilitasi


individu dalam tahap perkembangan seperti sekolah.
2) Keterlibatan dalam pengembangan diri. Mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendukung
perkembangannya.
3) Pencegahan terhadap gangguan yang mengancam. Beberapa hal yang dapat mengganggu
kebutuhan perkembangan perawatan diri pada anak menurut Orem yaitu : a) Kurangnya
pendidikan anak usia sekolah. b) Masalah adaptasi sosial. c) Kegagalan individu untuk
sehat. d) Kehilangan orang-orang terdekat seperti orang tua, saudara dan teman. e)
Perubahan mendadak dari tempat tinggal ke lingkungan yang asing. f) Kesehatan yang
buruk atau cacat.

C. Kebutuhan Perawatan Diri Pada Kondisi Adanya Penyimpangan Kesehatan (Health Deviation
Self Care Requisite)

Kebutuhan ini dikaitkan dengan penyimpangan dalam aspek struktur dan fungsi
manusia. Seseorang yang sakit, terluka mengalami kondisi patologis tertentu, kecacatan atau
ketidakmampuan seseorang atau seseorang yang menjalani pengobatan tetap membutuhkan
perawatan diri. Adapun kebutuhan perawatan diri pada kondiri penyimpangan kesehatan atau
perubahan kesehatan antara lain :
1) Pencarian bantuan kesehatan.
2) Kesadaran akan resiko munculnya masalah akibat pengobatan atau perawatan yang
dijalani.
3) Melakukan diagnostik, terapi, dan rehabilitatif, memahami efek buruk dari perawatan.
4) Adanya modifikasi gambaran atau konsep diri.
5) Penyesuaian gaya hidup yang dapat mendukung perubahan status kesehatan.

2.1.4.3 ADAPTATION

Asumsi Dasar Model Adaptasi Callista Roy Menurut Asmadi (2008) adapun asumsi-asumsi
dasar yang dianut dalam model adaptasi Roy, Individu adalah makhluk bio-psiko-sosial yang
merupakan suatu kesatuan yang utuh. Seseorang dikatakan sehat jika ia mampu berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, dan sosialnya.

Sistem Adaptasi Callista Roy

Sistem adalah suatu kesatuan yang dihubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk
beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya.Tingkat atau
kemampuan adaptasi seseorang ditentukan oleh tiga hal, yaitu Input, control dan out-put, dengan
penjelasan sebagai berikut :

1. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagi stimulus, merupakan kesatuan informasi,
bahan-bahan atau energy dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi
dalam tiga tingkatan stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual (Sudarta, 2015).
a. Stimulus fokal adalah stimulus internal atau eksternal menghadapi system manusia
yang efeknya lebih segera (Alligot & Tomey, 2010).
b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik
internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi,
diukur dan secara bersamaan.(Sudarta, 2015) di mana stimulus kontekstual
merupakan semua factor lingkungan yang hadir kepada seseorang dari dalam tetapi
bukan pusat dari atensi dan energy seseorang (Alligot & Tomey, 2010).
c. Stimulus residual adalah factor lingkungan dalam tanpa system manusia yang
mempengaruhi dalam situasi arus yang tidak jelas (Alligot & Tomey, 2010).
Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang
ada tetapu sukar untuk diobservasi meliputi kepercayaan, sikap, sifat individu
berkembang sesuai pengalaman yang lalu hal ini member proses belajar untuk
toleransi (Sudarta, 2015). Contohnya adalah keyakinan, sikap dan sifat individu
yang berkembang sesuai dengan pengalaman masa lalu (Asmadi, 2008).
2. Kontrol
Proses control seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang digunakan,
dibagi menjadi :
a. Subsistem regulator. Subsystem regulator merupakan renspons system kimiawi,
saraf atau endokrin, otak dan medulla spinalis yang diteruskan sebagai prilaku atau
respons (Asmadi, 2008). Subsystem regulator mempunyai komponen-komponen :
input-proses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter
regulator system adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon
neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain system dan
spinal cord yang diteruskan sebagai prilaku output dari regulator system. Banyak
proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai prilaku regulator subsitem (Sudarta,
2015).
b. Subsistem kognator Mekanisme kognator berhubungan dengan fungsi otak dalam
memproses informasi, penilaian dan emosi (Asmadi, 2008). Stimulus untuk
subsistem kognator dapat ekstenal maupun internal. Prilaku output dari regulator
subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator
control proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi,
penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dewngan proses
internal dalam memolih atensi, mencatat dan mengingat, belajar berkolerasi dengan
proses imitasi, reinfoecement (penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam).
Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang
berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk
mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang (Sudarta, 2015).
3. Output
Output dari suatu system adaptasi adalah prilaku yang dapat diamati, diukur, atau dapat
dikemukakan secara subjektif. Output pada system ini dapat berupa respons adaptif
ataupun respons maladaptive (Asmadi, 2008). Output dari suatu system adalah prilaku
yang dapat diamati, diukur atau secara subjektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam
maupun diluar. Prilaku ini merupakan umpan balik untuk sitem. Roy mengkategorikan
output sebagi respon yang tidak maladaptive. Respon yang adaptif dapat meningkatkan
integritas seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan
kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang
mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini. Roy telah menggunakan bentuk
mekanisme koping untuk menjelaskan proses control seseorang sebagai adaptif system.
Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara genetic (missal sel darah
putih) sebagai sitem pertahan terhadap bakteri yang menyerang tubuh (Sudarta, 2015).

2.1.5 Model Keperawatan Rehabilitasi


2.1.5.1 View of disabilities
Penyandang disabilitas mental mempunyai masalah kompleks, seperti masalah kesehatan
fisik dan mental, masalah mata pencaharian, pemberdayaan dan masalah relasi sosial. Dilain pihak
mereka mempunyai hak yang sama untuk memperoleh kesejahteraan. Pemerintah berkewajiban
untuk pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2009, Pasal 1 ayat 2; bahwa Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya
yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara,
yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial dan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011: Kewajiban Negara merealisasikan hak yang termuat
dalam.
Konvensi, melalui penyesuaian peraturan perundang-undangan, hukum dan administrasi
dari setiap Negara, termasuk mengubah peraturan perundang-undangan, kebiasaan dan praktik-
praktik yang diskriminatif terhadap penyandang disabilitas,baik perempuan maupun anak,
menjamin partisipasipenyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan seperti pendidikan,
kesehatan, pekerjaan, politik, olah raga, seni dan budaya, serta pemanfaatan teknologi, informasi
dan komunikasi. Oleh sebab itu perlu penanganan yang lebih konprehensif oleh pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat dan keluarga agar penyandang disabilitas mental dapat berfungsi
secara sosial.
Rehabilitasi Sosial bagipenyandang disabilitas mental merupakan tanggung jawab
Kementerian Sosial. Meningkatkan dan memperluas jangkauan pelayanan dan rehabilitasi terhadap
penyandang disabilitas mental, dikembangkan upaya pelayanannya ke arah rehabilitasi sosial
berbasis masyarakat dengan model Unit Informasi dan Layanan Sosial. yang menjadi alternatif
dengan melibatkan peran masyarakat dan keluarga. Kegiatan ini secara langsung bekerja sama
dengan lintas sektor dan profesi. Unit Informasi dan Layanan Sosial bagi penyandang disabilitas
mental adalah unit kegiatan yang berisi rangkaian layanan yang terdiri dari berbagai program
rehabilitasi sosial yang komprehensif dan terfokus, untuk mengembalikan fungsi sosial seharihari;
pelibatan penyandang disabilitas mental dalam menentukan pilihan baik pilihan medis maupun
sosial dan kepatuhan minum obat, yang dilakukan di sebuah tempat yang nyaman di tengah
masyarakat.
Peningkatan akses pelayanan menjadi salah satu tujuan pokok dari program peningkatan
derajat kesehatan penyandang disabilitas. Blair, et al. (2010) menyebutkan bahwa anak penyandang
disabilitas mengalami kesulitan dalam melakukan akses terhadap pelayanan kesehatan. Disabilitas
dapat meningkatkan kerentanan individu terhadap masalah kesehatan lain sehingga lebih berisiko
mengalami beban ganda. Oleh karena itu sangat penting untuk memastikan penyandang disabilitas
memperoleh pelayanan yang sesuai agar dapat mencapai status kesehatan optimal.

2.1.5.2 Rehabilitation motivation theories


Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal yang timbul dalam diri
manusia yang diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, dorongan dan
kebutuhan untuk melakukan kegiatan, harapan dan cita – cita, penghargaan dan penghormatan atas
diri, lingkungan yang baik, serta kegiatan yang menarik. (Darman Tarmin, 2014:49)
Motivasi adalah “pendorongan“; suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku
seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau
tujuan tertentu, motivasi suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia, yang
menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya, Dengan demikian motivasi
merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan
tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhanya, (Hasdin Abdullah, 2013: 43).
Menurut Martin Handoko,tahun2015 , motivasi suatu tenaga atau faktoryang terdapat di dalam
diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya, Dengan
demikian motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha
mengadakan perubahan tingkah laku yang lebihbaik dalam memenuhi kebutuhanya, (Hasdin
Abdullah,2013: 43).
Hoy dan Miskel dalam buku “EducationalAdministration” dalam (Anwar susanto,2011:72),
mengemukakan bahwa motivasi dapat didefinisikan sebagai kekuatan-kekuatan yang kompleks,
dorongan-dorongan, kebutuhan kebutuhan, pernyataan-pernyataan, ketegangan (tension states), atau
mekanisme-mekanisme lainnya yang memulai dan menjaga kegiatan-kegiatan yang diinginkan ke
arah pencapaian tujuan-tujuan personal.
Dalam penjelasannya bahwa ada beberapa indicator dalam motivasi seseorang yaitu keinginan
untuk selalu berubah, harapan dalam keberhasilan dan dorongan untuk terus berusaha
2.1.5.3 Quality of life
Salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup adalah adanya dukungan
sosial, apabila dukungan sosial berkurang maka kualitas hidup akan menurun (Angermeyer dkk,
2002). Dalam lingkungan yang baik, dukungan sosial lebih efektif. Sumber dukungan sosial
yang paling penting adalah dari pasangan, orang tua dan keluarga. Dengan pemahaman tersebut
individu akan tahu kepada siapa ia akan mendapatkan dukungan sosialsesuai dengan situasi dan
keinginan yang spesifik, sehingga dukungan sosial mempunyai makna berarti bagi kedua belah
pihak. Individu yang memiliki kualitas hidup baik akan memiliki kesehatan jasmani dan rohani
yang baik, dan dapat menjalankan hidup di dalam masyarakat sesuai perannya masing-masing.
Kualitas kehidupan dapat membantu menentukan masalah tertentu yang mungkin muncul
pada pasien. Kualitas hidup adalah persepsi individu dalam mengembangkan potensi atau
kemampuan yang ada dalam diri individu sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh individu.
Untuk mengukur kualitas hidup digunakan skalakualitas hidup yang berbentuk skala Likert, yang
disusun berdasarkan aspek-aspek kualitas hidup kualitas hidup adalah kesehatan fisik, psikologis,
hubungan sosial, dan ekonomi. Semakin tinggi tingkat dukungan sosial yang dirasakan individu
maka tingkat kualitas hidup individu juga tinggi, sebaliknya semakin rendah tingkat dukungan
sosial maka semakin rendah pula tingkat kualitas hidup. Hal ini senada dengan hasil penelitian
dari Marthan &Purwanta (2006), bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan
peningkatan kesehatan dengan diberikannya dukungan dari orang-orang yang berarti bagi pasien
dan dengan cara memberikan pendidikan kesehatan pada pasien seperti mengeksplor perasaan,
empati, membuka diri, memberi kehangatan, berdampak pada peningkatan kualitas hidup pasien.
(Noviarin,dkk.2013)

2.1.6 Sejarah Keperawatan Rehabilitasi


A. Masa Lalu

Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, dll perlu ditanyakan
dalam anamnesis. Termasuk penyakit kronis yang dialami sejak masa kecil. Selain itu,
informasi mengenai riwayat penyakit pada masa dewasa perlu didapatkan dan mencakup
empat hal yaitu sebagai berikut :
1. Riwayat medis, tanyakan mengenai adanya diabetes, hipertensi, asma, hepatitis,
HIV, dan informasi riwayat opname.

2. Riwayat operasi, tanyakan mengenai waktu, indikasi, dan jenis operasi yang
dilakukan

3. Riwayat ginekologis, tanyakan mengenai riwayat obstetrik, riwayat menstruasi,


keluarga berencana, dan fungsi seksual

4. Riwayat Psikiatrik, tanyakan mengenai waktu, diagnosis, riwayat opname, dan


pengobatan yang dijalani

5. Selain keempat hal tersebut anda juga perlu memperoleh infomasi mengenai
vaksinasi yang telah dilakukan, dan hasil pemeriksaan skrining yang pernah
dijalani pasien.

B. Masa Sekarang
Anamnesis terpimpin merupakan infomasi yang lengkap, jelas, detail, dan bersifat
kronologik terkait dengan keluhan utama yang dialami pasien. Komponen ini harus
mencakupi onset keluhan, keadaan yang memicu terjadinya keluhan, manifestasinya, dan
pengobatan yang telah dilakukan. Gejala yang didapatkan harus memiliki karakteristik
yang menjelaskan (1) lokasi; (2) kualitas; (3) kuantitas atau keparahan; (4) waktu yang
mencakup onset, durasi, dan frekuensi; (5) keadaan yang memicu terjadinya keluhan; (6)
faktor lain yang memperberat atau memperingan gejala; (7) gejala lain yang terkait
dengan keluhan utama.
Ketujuh poin tersebut sangat penting diperoleh untuk memahami seluruh gejala
pasien. Penting pula untuk menelusuri keberadaan gejala lain yang akan dibahas pada
ulasan tiap sistem tubuh. Keberadaan atau absennya suatu gejala dapat membantu
memikirkan diagnosis differensial, yang merupakan beberapa diagnosis yang paling
dapat menjelaskan keadaan pasien.
Anamnesis terpimpin harus dapat mengungkap respon pasien terhadap gejala yang
ia alami atau dampak yang ditimbulkan terhadap kehidupannya. Harus diingat, informasi
mengalir secara spontan dari pasien, tetapi mengorganisir informasi tersebut merupakan
tugas dokter. Pengobatan yang telah dikonsumsi sebaiknya didokumentasi, termasuk
nama obat, dosis, cara pemberian, dan frekuensi. Catat pula mengenai vitamin, mineral,
atau suplemen herbal, dan obat KB. Meminta pasien membawa seluruh obat yang
dikonsumsi merupakan ide yang baik agar anda dapat secara langsung melihat obat apa
yang digunakan. Alergi, termasuk reaksi spesifik untuk suatu pengobatan seperti gatal
atau mual, harus ditanyakan, begitupula alergi terhadap makanan, serangga, atau faktor
lingkungan lainnya. Tanyakan pula mengenai kebiasaan merokok, termasuk jumlah dan
jenis rokok yang dikonsumsi. Jika ia telah atau pernah berhenti, tanyakan sejak kapan ia
berhenti dan seberapa lama.

C. Masa Depan
Tanyakan mengenai keberadaan penyakit atau keadaan yang dicantumkan berikut:
hipertensi, penyakit jantung koroner, dislipidemia, stroke, diabetes, gangguan thyroid
atau ginjal, kanker, arthritis, tuberkulosis, asma atau penyakit paru lainnya, sakit kepala,
kejang, gangguan mental, kecanduan obat-obatan, dan alergi, serta keluhan utama yang
dilaporkan oleh pasien.

2.1.7 Isu dan tren keperawatan rehabilitasi


Analisis jurnal tentang :Pemakaian Teknologi Telehealth Dalam Proses Rehabiltasi
Pasien Stroke Di Rumah

Stroke pada saat ini bukan hanya masalah regional tetapi sudah merupakan isu global.
di dunia terdapat 80 juta orang menderita stroke, 13 juta merupakan penderita baru setiap
tahun. Terdapat sekitar 4.4 juta penderita stroke meninggal setiap tahun. Di Amerika
diperkirakan 700.000 orang setiap tahun dan menjadi penyebab kematian utama. Sedangkan
di Indonesia kejadian stroke setiap tahunya 500.000 orang. Dampak yang utama dari suatu
stroke adalah kehilangan kemandirian yang terjadi pada 30% dari orang-orang yang selamat.
Gaya hidup yang mandiri dan menyenangkan mungkin hilang dari kebanyakan kwalitasnya
setelah suatu stroke dan anggota-anggota keluarga lain akan menemukan diri mereka dalam
suatu peran baru sebagai pemberi-pemberi perawatan.
Untuk membantu pemantauan perkembangan pasein stroke maka dikembangkan
teknologi baru telehealth untuk pasien stroke yang mengalami perawatan di rumah.
Videophone memiliki keuntungan dalam memberikan layanan keperawatan pada pasien yang
terisolasi baik karena jarak atau keterbatasan fisik. Sekitar 80% dari penderita stroke
mengandalkan keperawatan untuk rehabilitasi melalui program rehabilitasi berbasis rumah.
Banyak dari keperawatan terutama pasangan hidupnya, yang sudah setengah baya atau tua.
Mempunyai keterampilan yang kurang perawatan kesehatan khusus. Keterbatasan ini dapat
membuat tantangan untuk aspek fisik dan emosional. Keperawatan merasa kesulitan dalam
memantau dan melaporkan kondisi penderita stroke yang sedang menjalani rehabilitasi rumah
akibat isolasi sosial keperawatan juga mengalami kesuliatan dalam memantau jadwal kegiatan
rehabilitasi sehari-hari, kondisi kesehatan fisik, emosional, dan hubungan keluarga kondisi-
kondisi diatas.
Beberapa peneliti telah meneliti penggunaan teknologi jarak jauh untuk membantu
dalam memenuhi kebutuhan mereka. Sebagai contoh, intervensi telepon telah berhasil
digunakan untuk membantu perawat keluarga dalam mengembangkan teknik pemecahan
masalah. Program lain dengan menggunakan dukungan kelompok berbasis web dan online
untuk menjawab pertanyaan dan memberikan informasi untuk perawatan penderita stroke.
Perawat mungkin mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rehabilitasi
penderita stroke, menempatkan mereka pada resiko lebih besar serta berakir pada perawatan
jangka panjang. Kunjungan rumah oleh para profesional kesehatan staf secara intensif,
memakan waktu,dan mahal, dengan penggantian terbatas. keperawatan penderita stroke
menyatakan kebutuhan dan keprihatinan dalam lima bidang utama: informasi, emosi dan
perilaku, perawatan fisik, perawatan instrumental dan tanggapan pribadi untuk kasih sayang.
Keperawatan stroke menginginkan informasi lebih lanjut tentang mengenali tanda-tanda
peringatan stroke, menyediakan perawatan stroke dasar, dan mengelola komplikasi yang
mungkin timbul.
Perawatan pasien saat ini menimbulkan keprihatinan mengenai perubahan kognitif,
kesulitan komunikasi, dan hilangnya kemerdekaan pada penderita stroke yang dapat memicu
perubahan emosi dan perilaku. Selain berurusan dengan kebutuhan penderita stroke,
keperawatan diminta membantu dalam mempertahankan kebutuhan mereka sendiri fisik,
emosi dan sosial. Meskipun beberapa dari kekhawatiran ini bisa diatasi oleh perawat sebelum
pulang dari rumah sakit atau program rehabilitasi, lainnya memerlukan penilaian dan
intervensi kemudian dalam pengaturan rumah.
Namun, kunjungan rumah oleh para profesional kesehatan staf secara intensif,
memakan waktu, dan mahal, dengan penggantian terbatas. Salah satu cara mengurangi biaya
perawatan rumah sudah melalui penggunaan kemajuan teknologi komunikasi seperti
Videophone telehealth. Videophone telah digunakan oleh penyedia perawatan di rumah untuk
menilai pasien, memonitor kemajuan mereka, dan menyediakan pendidikan dan dukungan
dilingkungan rumah.
Dalam beberapa penelitian, penggunaan videophone dalam perawatan rumah
ditemukan untuk memberikan kontribusi kepada manajemen-diri orang-orang lansia dengan
diabetes, ulkus tekanan, gagal jantung kongestif (CHF), penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), dan kronis luka. Bentuk telehealth telah dikaitkan dengan peningkatan kualitas hidup
bagi pasien dan produktivitas bagi perawat, serta pengurangan biaya keuangan yang terkait
dengan jarak tempuh dan perjalanan videophone telah digunakan oleh penyedia perawatan di
rumah untuk menilai pasien, memonitor kemajuan mereka, menyediakan pendidikan dan
dukungan di lingkungan rumah.
Sejumlah penelitian terbatas telah dilaporkan pada penggunaan videophone untuk
menyediakan layanan terutama untuk keperawatan anggota keluarga dengan penyakit kronis
mempelajari penggunaan telehealth untuk perawat anggota keluarga lansia dengan demensia
dan berbagai gangguan fisik dan mental. Telehealth memungkinkan perawat untuk
menawarkan intervensi terapeutik, perawat membantu mengelola masalah perilaku yang
disebabkan oleh dementia, mengurangi stres perawat dan depresi, dan memobilisasi sistem
pendukung antara keluarga dan masyarakat. Para peneliti melaporkan videophone interaktif
sebagai transformasi hubungan antara perawat dan keperawatan. Mereka menyatakan
telehealth interaksi karena keperawatan yang menetap di wilayah rumah mereka sendiri,
mereka memiliki pilihan jadwal waktu yang fleksibel.
Kepuasan dengan telehealth juga telah dipelajari. Dalam sebuah studi di Tennessee
pedesaan, telehealth melalui jalur telepon standar yang digunakan untuk memberikan
intervensi dan dukungan untuk keperawatan keluarga dan pasien dengan CHF, PPOK,
diabetes, kanker, luka kronis, atau menerima terapi parenteral atau enteral. Keluarga pasien
dengan care giver melaporkan secara umum puas dengan sistem telehealth yang ada saat ini
dikarenakan oleh beberapa hal seperti:
1. Waktu yang disimpan dengan mengurangi jumlah waktu pasien diperlukan
transportasi ke pusat kesehatan
2. Penurunan kecemasan mereka dengan memiliki dukungan kesehatan tersedia
3. Diperbolehkan untuk “just–in–time” nasehat perawatan kesehatan
4. Nilai tambah laporan telepon dengan mampu memvisualisasikan masala,
5. Meningkatkan privisasi dan kenyamanan.

Telehealth merupakan salah satu sarana yang memungkinkan para profesional


keperawatan/kesehatan mempuyai kemampuan untuk menawarkan layanan ini kepada
keluarga dari kejauhan Penelitin lebih lanjut diperluksn untuk menentukan apakah
penerimaan penggunan dan kepuasan dan kepuasan telehealth oleh perubahan
keperawatan dari waktu ke waktu dengan pengalaman tambahan.

2.1.8 Roles Of Rehabilitation

A. Guru
1. Berbagi informasi tentang proses penyakit yang mendasari cacat dan mengajarkan
teknik keperawatan untuk membantu klien dan keluarga mereka mengembangkan
keterampilan perawatan diri yang diperlukan untuk bergerak menuju kesejahteraan
pada kontinum penyakit-kesehatan
2. Mempersiapkan klien dan keluarga mereka untuk manajemen diri dan tanggung
jawab pengambilan keputusan di masa depan dengan mendorong kemandirian klien
dan pencapaian tujuan
3. Memperkuat pengajaran yang dilakukan oleh spesialis dalam rehabilitasi dan
disiplin kesehatan lainnya, menyediakan bahan-bahan sumber untuk kebutuhan
perubahan klien, dan memberikan pendidikan pasien yang berkelanjutan setelah
keluar dari rumah sakit.
4. Menyediakan pendidikan dalam jabatan untuk anggota tim kesehatan dan anggota
komunitas mengenai pencegahan kecacatan

B. Caregiver
1. Menilai dimensi fisik, psikologis, sosiokultural, dan spiritual klien dan keluarga
mereka, serta kebutuhan pendidikan dan debit mereka untuk merumuskan diagnosis
keperawatan
2. Rencana asuhan keperawatan sambil mengakui bahwa keperawatan rehabilitasi
dipraktekkan dalam hubungan yang dinamis, terapeutik, dan mendukung yang terus
berubah, karena perawat dan klien saling memengaruhi satu sama lain.
3. Menerapkan rencana perawatan dengan memberikan asuhan keperawatan dan
pendidikan secara langsung atau melalui personel pendukung, sesuai kebutuhan,
untuk mempertahankan dan mengembalikan fungsi dan mencegah komplikasi dan
kerugian lebih lanjut.
4. Mengevaluasi asuhan keperawatan yang disediakan dan memodifikasi rencana,
sesuai kebutuhan, untuk mencapai tujuan dan sasaran yang terukur

C. Kolaborator

1. Mengembangkan tujuan, bekerja sama dengan klien, keluarga mereka, dan tim
rehabilitasi, yang berorientasi pada perilaku kesehatan dan berdasarkan kenyataan
dan yang mendorong sosialisasi dengan orang lain, dan mempromosikan
kemandirian maksimal untuk pasien penyandang cacat atau kondisi penonaktifan
kronis
2. Berpartisipasi dalam proses tim interdisipliner di konferensi tim dan pertemuan tim
lainnya dan menawarkan masukan ke dalam pengambilan keputusan tim
3. Mengintervensi dengan anggota tim dan profesional perawatan kesehatan lainnya
untuk memastikan bahwa peluang optimal untuk pemulihan tersedia bagi klien,
anggota tim rehabilitasi yang paling signifikan
4. Berkolaborasi dengan anggota tim untuk mencapai perawatan yang hemat biaya
dengan menggunakan tindakan klinis yang tepat untuk menghadapi situasi fisik,
psikososial, dan spiritual yang muncul.

D. Klien Advokat

1. Secara aktif mendengarkan, merefleksikan, dan memandu klien dan keluarga


mereka melalui tahapan proses berduka untuk meratapi hilangnya kemampuan dan
peran sementara juga "menanamkan harapan"
2. Advokat untuk kebijakan dan layanan yang mempromosikan kualitas hidup
individu penyandang cacat dan berpartisipasi dalam kegiatan yang secara positif
akan mempengaruhi kesadaran masyarakat tentang disabilitas
3. Berkontribusi pada lingkungan yang aman dan terapeutik dan mendukung kegiatan
yang mempromosikan kembalinya fungsi klien dan mencegah komplikasi atau
penyakit kronis
4. Intervensi atas nama klien untuk memastikan bahwa profesional medis dan
profesional non-medis bekerja untuk memaksimalkan kesuksesan klien ketika
mereka kembali bekerja atau sekolah
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rehabilitasi adalah tindakan restorasi bagi kesehatan individu yang mengalami kecacatan
menuju kemampuan yang optimal dan berguna baik segi fisik, mental, sosial, dan ekonomik,
dirumah sakit - rumah sakit, dan pusat-pusat rehabilitasi tertentu Fungsi perawat dalam program
rehabilitasi:
 Menjaga komplikasi dari akibat gangguan/penyakit diderita pasien
 Membatasi besarnya gangguan semaksimal mungkin
 Merencanakan dan melaksanakan program rehabilitasi
Program Rehabilitasi yang dilakukan harus dapat menjamin kesinambungan tanggung
jawab atas perawatan penderita mulai dari sebelum masuk rumah sakit, selama dirumah sakit,
segera sesudahnya dan sesudah penderita kembali bekerja seperti semula.
DAFTAR PUSTAKA

Adi Sujatno, Pencerahan Dibalik Penjara dari Sangkar Menuju Sanggar Untuk Menjadi Manusia
Mandiri, Teraju, Jakarta, 2008, hlm. 123
Association of Rehabilitation Nurses (2014). ARN Position Statement – Role of the Nurse in the
Rehabilitation Team. Chicago, IL: Author.
Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD,RN.,FAAN, alih bahasa Indraty Secillia, 2000.
Kolaborasi Perawat-Dokter;Perawatan Orang Dewasa dan Lansia, EGC. Jakarta

Stuart, GW. 2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa Terjemahan dari Pocket Guide ToPsychiatric
Nursing. Jakarta: EGC
Asmadi. ( 2008 ), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC.
Alligot & Tomey, 2010. Nursing Theoris and Their Works. USA:Mosby Elsevier
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi. 8 volume 2.
Jakarta : EGC
Hardywinoto.2007. Panduan Gerontologi. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan. Praktik.
Edisi 4 volume 1. Jakarta : EGC.
Angermeyer, M., Holizinger, A., Maschinger, H., & Scengler. (2002). Depression and quality of
life: Result of a follow-up study. International Journal of Social Psychiatry, 48, 189-199
Nur Afni Noviarin, Mahargyantari Purwani Dewi, Hendro Prabowo.2013. HUBUNGAN
ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PECANDU NARKOBA
YANG SEDANG MENJALANI REHABILITASI. Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma. Vol.
5 Oktober 2013 Bandung, 8-9 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559
Jonathan, Gleadle. 2007. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta. Erlangga
Murni, Ruaida & Mulia Astuti 2015. Sosial rehabilitation for persons with mental disabilities
through unit information and sosia services rumah kita. Jakarta. Diakses di 52783-ID-
rehabilitasi-sosial-bagi-penyandang-disa.pdf
Orin Annahriyah Syukria, Stefanus Supriyanto. 2016. DIFABLE CHILDREN UTILIZATION
DETERMINANTS OF PUBLIC HEALTH CENTER. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Airlangga. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 4 Nomor 1 Januari-Juni
2016

Anda mungkin juga menyukai