Anda di halaman 1dari 17

TERAPI ACT (ASSERTIVE COMMUNITY TREATMENT)

OLEH:

ANGGANA KASTRA LATIP (


HERLIN SILVANA (
KENNY MARINDA (1721312023)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan Kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat dan salam penulis mohonkan kepada Allah SWT semoga disampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan contoh dan suri tauladan bagi
manusia untuk keselamatan di dunia dan di akhirat.

Dalam penulisan Makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan
mencurahkan segenap kemampuan, waktu, dan tenaga untuk menyelesaikannya. Namun
demikian penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan
oleh keterbatasan kemampuan dan pengalaman. Untuk itu diharapkan adanya saran dan
kritikan yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi syarat dalam perkuliahan Pengkajian
Keperawatan Jiwa Lanjut. Dalam menyelesaikan Makalah ini penulis banyak mendapatkan
masukan, bantuan, dukungan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, untuk itu dengan
segala kerendahan hati dan penuh penghargaan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ns. Feri Fernandes, M.Kep, Sp.Kep.J, selaku dosen koordinator mata ajar
Pengkajian Keperawatan Jiwa Lanjut II yang telah bersedia meluangkan waktu dan
memberikan arahan serta masukan untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini.
2. Ibu Heppi Sasmita, M. Kep. Sp. Kep.J selaku dosen mata ajar keperawatan Jiwa
Lanjut II
3. Segenap teman-teman kelompok Peminatan Jiwa Fakultas Megister Keperawatan
Akhir kata semoga makalah ini lebih sempurna, dapat diterima dan bermanfaat bagi kita
semua

Padang, April 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .....................................................................................................................i


Kata Pengantar .......................................................................................................................ii
Daftar isi .................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2. Tujuan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian..................... ....................................................................................5
2.2. Tujuan............................................................................................................................5
2.3. Pelaksanaan..........................................................................................................5
2.4. Indikasi......................................................................................................... 6
2.5. Prinsip ACT.........................................................................................................7
2.6. Pelayanan yang diberikan............................................................................................8
2.7. Langkah-langkah pelaksanaan ...........................................................................9

BAB III LITERATUR JURNAL


3.1 Jurnal tentang Assetive Community traetment (ACT).........................................10

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan....................................................................................................................15
4.2. Saran..............................................................................................................................15

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terapi ACT (Assertive Community Treatment) adalah terapi yang efektif


digunakan untuk pasien dengan ganguan jiwa berat. ACT adalah terapi yang sangat
penting dari pelayanan kesehatan jiwa di Malaysia. Pelaksana dari terapi ACT ini adalah
tim kolaborasi antara perawat, aktivis sosial dan tim kesehatan lainnya, ACT
menyediakan pelayanan diagnosis penyakit, penanganan penyalahgunaan NAPZA dan
support untuk para penganguran. Keefektifan terapi ACT ini juga telah dilakukan di
Amerika Serikat. ACT meminimalkan kekambuhan, membuat pasien lebih stabil di
rumah, kepuasan yang lebih besar dari pasien dan keluarga dan mengurangi kegagalan
pengobatan.(Mercy, 2017)
Penanganan dengan terapi ACT telah ditetapkan sebagai model pengobatan
yang efektif untuk pasien dengan penyakit mental yang berat (SMI). Yang penting tim
ACT adalah: tim multidisiplin dengan kecil, berbagi beban kasus, perawatan berbasis
rumah yang dilakukan di luar jam kerja. Selain itu, ACT menyediakan integrasi
pengobatan diagnosis ganda dan termasuk dukungan teman sebaya. Kemanjuran ACT
telah berulang kali ditunjukkan di Amerika Serikat (AS). Dibandingkan untuk
pengobatan seperti biasa, ACT menghasilkan pengurangan pengeluaran, kepuasan yang
lebih besar di antara pasien dan keluarga, dan lebih sedikit penanganan untuk anak
putus sekolah. ACT Untuk penanganan masalah Peningkatan fungsi psikososial dan
situasi ketenagakerjaan belum terbukti.(Rosen, Mueser, & Teesson, 2007)
Model ACT dikembangkan secara khusus untuk mengatasi kebutuhan konsumen
ini dengan ketentuan layanan masyarakat yang lebih intensif dengan perawatan klinis
tim yang memikul tanggung jawab 24 jam untuk konsumen pengobatan. Tim ACT
biasanya termasuk secara profesional anggota interdisipliner yang terampil dengan 1:10
atau kurang manajer kasus: rasio konsumen dan bertanggung jawab penuh untuk
konsumen di luar jam kerja. Tim ACT anggota dapat menanggapi krisis dan mahir
dalam psikososial intervensi, serta koordinasi fisik dan intervensi farmakologis,
termasuk penggunaan zat, pengobatan gangguan dan layanan rehabilitasi. Untuk
memberikan layanan kepada konsumen yang membutuhkannya sebagian besar, tim
ACT menekankan menyediakan sebagian besar layanan di komunitas daripada klinik
(Stein, Test, & Hospital, n.d.).
Bukti kuat mendukung standardisasi, keampuhan, efektivitas, dan efektivitas
biaya dari Model ACT manajemen kasus dalam psikiatri. Kasus ACT manajemen saat
ini merupakan salah satu sistematika yang paling efektif metode pengorganisasian
klinis dan fungsional intervensi dalam psikiatri. (Requirements, n.d.)
Berdasarkan latar belakang masalah di atas kelompok akan membahas lebih
lanjut tentang konsep dan pelaksanaan terapi ACT di komunitas.

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui jenis terapi komunitas dalam keperawatan Jiwa
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian terapi Assertive Community Treatment (ACT)
2. Mengetahui tujuan terapi ACT
3. Mengetahui indikai terapi ACT
4. Mengetahui pelaksanaan terapi ACT
5. Mengetahui jenis pelayanan yang diberikan paa terapi ACT
6. Mengetahui langkah-langkah terapi ACT
7. Menjelaskan telaah jurnal tentang ACT
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian
Assertive community treatment (ACT) merupakan program yang ditujukan
untuk memberikan dukungan pada masyarakat secara intensif pada individu yang
mengalami gangguan jiwa berat yang mengalami kesulitan terbesar pada pemenuhan
kebutuhan aktivitas sehari-hari, pemenuhan kebutuhan dasar, serta keamanan hidupnya.
ACT merupakan tindakan dengan pendekatan tim yang diberikan secara komprehensif
dan fleksibel, untuk memberi dukungan, serta pelayanan ditatanan masyarakat.
Masalah yang umum dilakukan ACT seperti : pengangguran, penyalahgunaan zat,
tunawisma dan pelaku criminal, dan pemulihan pasien gangguan jiwa berat (F.Kep UI,
2015)
2.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mencegah hospitalisasi dan mendukung individu dalam mencapai fungsi
kehidupan yang lebih tinggi.
b. Tujuan Khusus
1. Mengurangi gejala dan kekambuhan
2. Meningkatkan kepuasan hidup
3. Mengurangi distress yang bersifat subjektif
4. Meningkatkan fungsi Pekerjaan
5. Meningkatkan Hubungan social dan Aktivitas kegiatan sehari-hari
6. Mengurangi beban keluarga
2.3 Pelaksanaan
Tim multidisiplin meliputi: perawat, pekerja social,case manager, employment
counselor, addiction counselor, dan psikiatris. Tim ACT terdiri dari 10 sampai 12 staf
yang berpengalaman ( sudah melalui seleksi dan training) dibidang psikitri, pekerja
social, keperawatan, penangganan penyalahgunaan napza dan dukungan kepada pasien
dalam hal penyediaan lapangan kerja.
2.4 Indikasi
Pelayanan ditujuna pada kelompok khusus yang mengalami gangguan jiwa berat
dengan bermacam-macam latar belakang budaya, perbedaan gender dan pendidikan.
ACT ideal dilakukan pada pasien dewasa awal-akhir. Tidak direkomendasikan pada
pasien yang telah mandiri.
2.5 Pelayanan yang diberikan
a. Memulihkan keterampilan ADL
1. Belanja bahan maknan dan memasak
2. Memperoleh dan merawat pakaian
3. Menggunakan transportasi
4. Membantu meningkatkan hubungan social dengan masyarakat dan keluarga
b. Meningkatkan keterlibatan keluarga
1. Manajemen krisis
2. Konseling dan psikoedukasi dengan keluarga dan keluarga besar
3. Koordinasi dengan agensi pelayanan keluarga
c. Kesempatan kerja
1. Bantu untuk mencari kesempatan menjadi sukarelawan dan pekerjaan
2. Hubungankan dengan lembaga pendidika bagi pekerja
3. Berikan latihan pekerjaan
d. Pemberian hak pasien
1. Temani pasien memperoleh hak
2. Yakinkan manfaat bekerja
e. Promosi Kesehatan
1. Berikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan kekambuhan
2. Fasilitasi pelaksanaan deteksi masalah kesehatan jiwa
3. Jadwalkan kunjungan
4. Fasilitasi perawatan pada kondisi akut
5. Bila dibutuhkan berikan konseling reproduksi dan pendidikan seks
f. Dukungan Pengobatan
1. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengobatan
2. Bila dibutuhkan antarkan obat ke pasien
3. Monitoring pemenuhan pengobatan dan efek sampingnya
g. Membantu Pekerjaan Rumah Tangga
1. Carikan tumpangan yang cocok (tempat/tempat dimana pasien dapat
melakukan pekerjaan rumah)
2. Berikan jaminan terkait kontrak dan gaji
3. Ajarkan opasien untuk perbaiki perkakas rumah tangga
4. Kembangkan hubungan yang positif dengan pemilik rumah
5. Tingkatkan keterampilan merawat rumah
h. Managemen keuangan
1. Bantu membuat rencana anggaran
2. Bantu untuk mengatasi masalah keuangan
3. Tingkatkan kemandirian dalam pengaturan keuangan
i. Konseling
1. Gunakan pendekatan berorientasi pada masalah
2. Koseling terintegrasi pada kegiatan yang berkelanjutan
3. Pastikan tujuan diketahui oleh semua anggota tim
4. Tingkatkan perkembangan keteampilan komunikasi
5. Biarkan konseling sebagai bagian dari pendekatan rehabilitasi yang
6. Kompreshensif

2.6. Langkah-langkah
Langkah Langkah pada terapi ACT adalah sebagai berikut (F.Kep UI, 2015) :
a. Fase pra interaksi (sebelum kunjungan ke pasien)
1) Persiapan
a) Identifikasi kepemimpinan dalam organisasi penentuan case manager)
b) Siapkan dan koordinasikan anggota tim ACT (multidisiplin) serta bagi
tanggung jawab pelayanan pada pasien .
c) Kolaborasi antar anggota tim untuk melakukan tindakan sedara terintegrasi
d) Siapkan staf dengan rasio staf dan pasien sekitar 1:10
e) Identifikasi dan siapkan keluarga dan penderita yang mengalami gangguan
jiwa berat sekitar 100-120 orang
f) Identifikasi stakeholders utama pada komunitas
g) Bila dibutuhkan rencanakan pertemuan dengan keluarga, tokoh masyarakat
dan sakeholder
h) Rencanakan pelayanan selama 24 jam, selama 7 hari
2) Pelaksanaan
1.Orientasi
1) Salam terapeutik
2) Evaluasi/validasi
3) Kontrak pertemuam (topic,waktu,tempat)
2. Kerja
1) Menjelaskan program kerja/kegiatan
2) Menjelaskan tujuan, manfaat dan program kegiatan
3) Menyusun rencana tindakan seperti pelatihan dan monitoring
4) Membangun kesepakatan bersama (waktu, tempat, pembiayaan, jumlah
pasien yang dikunjungi)
5) Membrikan tugas dan tanggung jawab
6) Menyepakati uraian tugas sesuai peran dan tanggung jawab masing
3. Terminasi
1) Melakukan evaluasi pertemuan
2) Melakukan tindak lanjut
3) Menyepakati rapat tim yang akan datang

b. Fase interaksi
Fase interaksi adalah fase dimana anggota tim melakukan tindakan ke pasien.
Tindakan ini pada umumnya dilakukan melalui kunjungan rumah. Tindakan yang
dilakukan sangat tergantung pada kondisi dan kebutuhan pasien dengan kata lain
anggota tim ACT perlu fleksibilitas dalam melakukan tindakan.
2.7. Dokumentasi dan Evaluasi Kegiatan
Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan interaksi dengan pasien.
Berikut adalah format dokumentasi :

NAMA PASIEN :
ALAMAT :
WAKTU INTERAKSI : hari.............tgl ...........bln .............. th .................
Pukul................s/d ...................
Anggota tim ACT yang berkunjung : .......................................................................
MASALAH TINDAKAN EVALUASI PARAF

SUBYEKTIF

OBYEKTIF

TINDAK LANJUT

Evaluasi kegiatan meliputi :


a. Penampilan case manjer
b. Penampilan anggota tim ACT saat melakukan interaksi
c. Kemampuan klien menerima pelayanan ACT

BAB III
LITERATUR JURNAL
3.1 Jurnal Assertive Community Treatment
1. Standar Operational Procedure (SOP) Assertive Community Treatment (ACT)
Artikel ini berbicara tentang tim ACT yang memberikan pelayanan tingkat
tinggi terdiri atas pelayanan pengobatan, rehabilitasi, aktivitas sosial pendukung
selama 7 hari dalam seminggu, 24 jam sehari, 365 hari pertahunnya, menyediakan
pelayanan yang dibutukan kliennya. Kegiatan ini dilakukan berdasarkan kesepakatan
awal antara tim dengan klinnya.
Tujuan utama dari tim ini adalah mempertahankan dan meningkatkan kualitas
hidup klien yang mengalami gangguan jiwa berat untuk sukses dalam kehiduan
dimasyarakat, program ini mengintegrasikan pengobatan, rehabilitasi, dan layanan
pendukung lainnya yang terdiri atas orang-orang dari multidisiplin ilmu. Tim ini
membantu klien untuk menstabilkan gejala penyakit, mempertahankan fungsi dan
meningkatkan kesehatan klien. Pelayanan utama tim ini adalah pengobatan dan
rehabilitasi pada klien dengan gangguan jiwa berat, mengembalikan fungsi klien
untuk dapat memenuhi kebutuhan dasarnya seperti hak untuk mendapatkan tempat
tinggal yang layak, memenuhi kebutuhan pendidikan, transportasi dan pelayanan
kesehatan yang memuaskan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Filosofi dari Program ACT ini adalah mendampingi klien untuk
memaksimalkan rehabiltasi/pemulihan dari penyakit, membantu klien mencapai
tujuan hidup awal mereka, memgembalikan klien menjadi anggota yang berharga dan
berguna kembali dan dihormati masyarakat sekitarnya. Standar pelaksanaan ACT ini
didasaarkan dan berpedoman pada Standar Utama dari semua level perawatan untuk
daftar yang potensial yang secara umum berkaitan dengan profesi keperawatan jiwa
bagian penatalaksanaan penyalahgunaan obat. Tim pemberi layanan ACT ini harus
merumuaskan aturan pelaksanan berdasarkan kesepakatan dengan klien kelolaan
untuk mendampingi fungsi administratif program ACT ini (Marry, 2013).
Lama dari pelaksanaan program ACT ini adalah minimal 12 jam dalam 1 hari,
8 jam sehari pada hari libur/akhir pekan. Para staf on call 24 jam dalam seminggu/365
hari dalam 1 tahun dan mampu memberikan pelayanan dan berespon terhadap
masalah krisis kejiwaan.
a. Pelayanan yang diharapkan dalam program ACT adalah sebagai berikut :(Comory
Tomy, 2014)
1. Pengkajian komprehensif
Proses yang digunakan untuk mengevaluasi pengalaman masa lalu klien dan
kondisi saat ini untuk mengidentifikasi kekuatan dan masalah utama, tujuan yang
diharapkan dan membuat sebuah pengobatan dan rehabilitasi secara
menyeluruh/komprehensif dan merumuskan rencana tindakan sesuai masalah
yang dialami klien tersebut. Termasuk laporan medikal record dari RS, laporan
pribadi klien, hasil wawancara tim dokter dan tim kesehatan lainnya dengan
keluarga klien tersebut. Hasil laporan ini termasuk rekam medik evaluasi
pengobatan dan status kejiwaan klien. Laporan ini harus lengkap pada saat 30
hari setelah klien masuk pada program ACT ini.
2. Rencana Pengobatan/rehabilitasi/pemulihan klien berdasarkan panduan klinis
individu, mengintegrasikan antara kekuatan dan kebutuhan, termasuk dukungan
masyarakat, keuarga, merumuskan tujuan dan intervensi khusus termasuk rencana
antisipasi jika klein mengalami relaps.laporan ini lengap setelah 21 hari dari
pengkajian komprehensif
3. Laporan ini harus direview dan direvisi tiap 6 bulan atau sesuai kebutuhan. Tim
leader, dokter spesialis jiwa, anggota tim, klien dan anggota keluarga harus ikut
serta dalam program ACT ini
4. Pengkajian medis, manajemen kasus dan intervensi medis
Hal ini juga dibutuhkan dalam ACT dimanan individu, keluarga dan kelompok
psikoterapi melakukan konseling sesuai masalah klien tersebut, begitu juga
dengan pertukaran informasi untuk dukungan kelompok dalam masyarakat.
5. Rencana pengobatan, transportasi, adiministrasi dan monitoring
6. Intevensi krisis kejiwaan
7. Pelayanan rehabilitasi termasuk manajemen keterampilan untuk meminimalkan
gejala sisa, mengoptimalkan kemampuan melakukan aktivitas sehari hari,
meningkatkan fungsi sosial dalam masyarakat dan ketrampilan hidup di
masyarakat
8. Intervensi supportive termasuk pendampingan dan koordinasi mengenai
pemenuhan kebutuhan dasar manusia, perumahan, transportasi, mempertahankan
fungsi individu dalam keluarga
9. Dirumuskan dan diakui dalam proses akreditasi nasional oleh lembaga
terakriditasi yang menyelenggarakan program ACT
b. Anggota tim ACT adalah sebagai berikut (RSJ NTB, 2015) :
1. Dokter spesialis jiwa yang masuk dalam tim program ACT dan memakai
panduan FTE untuk dasar program ACT
2. Ners Spesialis jiwa yang menguasai teknik pengkajian jiwa secara mendalam,
sebagai pedoman untuk pengobatan psikofarmakologi, review rencana
pengobatan, rehabilitasi dan pemulihan individu, panduan rencana supervisi
mingguan yang dilakuakn 2 kali dalam seminggu
3. Tim Leader (Magister Keperawatan, antivis sosial, dokter spesialis jiwa,
psikolog) yang mampu memdemonstarsikan pengalamam administratifnya
tentang ACT ini.
4. Praktisi kesehatan jiwa yang resmi, psikolog dan provisional psikolog
5. Ners dengan pengalaman psikiatrik yang mampu melakukan intervensi dan
tindakan keperawatan jiwa
6. Pekerja Kesehatan Jiwa (diploma) yang mempunyai penaglamam dalam
psikologi, sosiologi selama 2 tahun. Semua staf harus mendapat pelatihan
untuk prinsip rehab dan pemulihan dan mampunyai pengalamam dalam
pemulihan klien yang positif..
7. Spesialis penanganan penyalahgunaan obat yang telah 1 tahun pelatihan dan
pengalaman di bidangnya
8. Spesialis voksional yang telah 1 tahun mengikuti pelatihan dalam rehabilitasi
dan dukungan sosial
9. Teman sebaya (peer grup) dengan pelatihan, pengalaman dan kemampuan
bekerja dalam tim mengelola aspek pengobatan dan rencana pelayanan pasien
denagn gangguan jiwa berat yang memiliki pendidikan minimal Diploma
10. Staf Adminstrasi

c. Perbandingan antara tim dengan klien dalam ACT adalah 1 :10

d. Indikasi terapi Assertive Community Treatment adalah sebagai berikut (Nugter


& Engelsbel, 2015) :
1. ACT diberikan untuk klien yang didiagnosa berdasarkan pedoman pada
Diagnosa DSM
2. ACT diberikan pada klien dengan Gangguan jiwa menetap dibuktikan dengan
telah mengalami masalah kejiwaan selama 12 bulan.
3. Klien yang kehilangan paling tidak 2 dari 3 fungsi sosial antara lain :
a. Fungsi pendidikan
b. Keterampilan sosial
c. Aktivitas pemenuhan kebutuhan dasar (ADL)

2. Engagement in assertive community treatment as experienced by recovering


clients with severe mental illness and concurrent substance use
Penelitian ini membahas tentang klien dengan penyakit mental yang berat (SMI)
yang menggunakan bahan-bahan yang kurang terlibat dalam pengobatan
dibandingkan yang tidak menggunakan bahan-bahan, dan assertive community
treatment (ACT) terlibat dan mempertahankan klien dengan SMI dan substansi
bersamaan menggunakan di tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pengobatan tradisional. Penelitian adalah penelitian kualitatif yang bertujuan
menggali pengalaman menjadi seseorang yang mengerahkan tindakan antara
memulihkan klien didiagnosis dengan SMI dan menggunakan zat bersamaan. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua puluh semi-terstruktur wawancara
dilakukan antara 11 klien dengan SMI dan substansi bersamaan menggunakan yang
dimasukkan dalam tim ACT. Kriteria inklusi adalah SMI dan digunakan bersamaan
substansi dan perbaikan setelah minimum 12 bulan dalam pengobatan mengenai satu
atau beberapa dari parameter berikut: kualitas hidup, penggunaan fungsi dan zat yang
umum. Kondensasi teks sistematis diterapkan dalam analisis. Wawancara berlangsung
selama 45 menit per peserta.
Hasil dari peneltian ini adalah pengalaman membangun kepercayaan melalui
keterlibatan yang bertahan lama dan menerima manfaat adalah yang paling penting
untuk penerimaan ACT oleh klien.. Perasaan eksklusif, mempersepsikan ACT sebagai
jaring pengaman dan milik klien tanggung jawab sendiri untuk mengambil bagian
dalam perawatan dinyatakan sebagai faktor paling penting untuk tetap masuk dalam
pengobatan. Implikasi dari hasil penelitian ini adalah bahwa penyedia layanan harus
membuktikan bahwa mereka dapat dipercayai dalam fase awal kontak klien dengan
tim. Perasaan oleh klien dengan SMI dan bersamaan penggunaan zat bahwa penyedia
layanan di ACT percaya bahwa mereka dapat meningkatkan kualitas hidup klien
mereka, yang penting bagi merasa eksklusif, memiliki harapan untuk masa depan dan
tetap dalam perawatan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Assertive community treatment (ACT) merupakan program yang ditujukan
untuk memberikan dukungan pada masyarakat secara intensif pada individu yang
mengalami gangguan jiwa berat yang mengalami kesulitan terbesar pada pemenuhan
kebutuhan aktivitas sehari-hari, pemenuhan kebutuhan dasar, serta keamanan
hidupnya. Tujuan dari ACT pada dasarnya adalah Mencegah hospitalisasi dan
mendukung individu dalam mencapai fungsi kehidupan yang lebih tinggi. Pelayanan
yang diberikan dalam ACT adalah memulihkan keterampilan ADL, meningkatkan
keterlibatan keluarga, memberikan kesempatan kerja, pemberian hak pasien, promosi
Kesehatan, dukungan pengobatan, membantu pekerjaan rumah tangga, managemen
keuangan, dan konseling.

3.2 Saran
Diharapkan dari makalah ini perawat spesialis dapat menerapkan ACT dan
mengaplikasikannya dilingkungan. Di institusi keperawatan agar dapat memberikan
pendidikan yang mendalam mengenai ACT untuk mengatasi masalah-masalah yang
ada dilingkungan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Comory Tomy. (2014). Programs of Assertive Community Treatment ( PACT ): A Critical


Review Programs of Assertive Community Treatment ( PACT ): A critical review .,
(June).
F.Kep UI. (2015). Modul Terapi Spesialis Keperawatan Jiwa. Jakrata.
Pettersen, Henning. et.al (2014). Engagement in assertive community treatment as
experienced by recovering clients with severe mental illness and concurrent substance
use. International Journal of Mental Helath System.
Marry, T. (2013). Essential Of Pschyatrics Mental Health Nursing : Concept of CAre In
evidence Based Practiced. Philadelphia: FA: Davis Company.
mercy, maricopa. (2017). Assertive Community Treatment ( ACT ) Operational Manual,
(June).
Nugter, M. A., & Engelsbel, F. (2015). Outcomes of FLEXIBLE Assertive Community
Treatment ( FACT ) Implementation : A Prospective Real Life Study.
https://doi.org/10.1007/s10597-015-9831-2
Requirements, P. (n.d.). Assertive Community Treatment ( ACT ).
Rosen, A., Mueser, K. T., & Teesson, M. (2007). Assertive community treatment—Issues
from scientific and clinical literature with implications for practice, 44(6), 813–825.
https://doi.org/10.1682/JRRD.2006.09.0110
RSJ NTB. (2015). KAK ACT.
Stein, L., Test, M. A., & Hospital, M. S. (n.d.). Assertive Community Treatment ( ACT ), 1–3.

Anda mungkin juga menyukai