Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KONSEP RECOVERY DAN SUPPORTIVE ENVIRONMENT DALAM


PERAWATAN KLIEN GANGGUAN JIWA

DIsusun oleh :
 Devina fitri aisyah 2720200027
 Eva febriyanti 2720200051
 Neng iis 2720200099
 Nisa azijah 2720200009
 Siti suryani 2720200043
 Hifni Awaliah (2720190114)
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur
atas kehadiratNya. Yang telah melimpahkan rahmat hidayah serta inayahNya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelasaikan makalah tentang Konsep Recovery Dan Supportive Environment Dalam Perawatan Klien Gangguan
Jiwa. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
mempelancar dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca. Karna kebenaran hanya milik Allah SWT dan yang salah,
dosa, khilaf hanya milik kami.

Jakarta, 8 oktober 2022

penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................................................2
BAB I..................................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..............................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................................................3
BAB II................................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.................................................................................................................................................4
2.1 Konsep Recovery......................................................................................................................................4
2.2 Supportive Therapy (Wermon, Rockland)................................................................................................4
2.3 Manfaat dan Peran Perawat.......................................................................................................................5
2.4 Terapi Generalis........................................................................................................................................5
2.5 Terapi Spesialis.........................................................................................................................................8
BAB III.............................................................................................................................................................10
PENUTUP........................................................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................................11

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien
sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi,
diprioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar
dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien. Proses keperawatan
mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan
klien klien berubah. Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan menggunakan diri
sendiri secara terapeutik. Metodologi dalam keperawatan jiwa adalah menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan
interaksinya interpersonal dengan menyadari diri sendiri, lingkungan, dan interaksinya dengan lingkungan. Kesadaran
ini merupakan dasar untuk perubahan. Klien bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang sehat untuk mengatasinya. Perawat memberi
stimulus yang konstruktif sehingga akhirnya klien belajar cara penanganan masalah yang merupakan modal dasar
dalam menghadapi berbagai masalah.

1.2 Rumusan Masalah


a) Bagaimana Konsep Recovery ?
b) Bagaimana Supportive Therapy itu ?
c) Bagaimana Manfaat dan Peran Perawat pada Pemberian Terapi pada proses Penyembuhan ?
d) Apa saja terapi generalis itu ?
e) Apa saja terapi spesialis itu ?

1.3 Tujuan Penulisan


a) Mengetahui Konsep Recovery
b) Mengetahui Supportive Therapy
c) Mengetahui Manfaat dan Peran Perawat pada Pemberian Terapi pada proses Penyembuhan
d) Mengetahui terapi generalis 1
e) Mengetahui terapi spesialis

3
4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Recovery


Orang dengan gangguan jiwa berat yang mendapatkan dukungan tepat dan secara individual, dapat pulih dari
penyakitnya dan memiliki kehidupan yang memuaskan serta produktif. Recovery merupakan suatu proses perjalanan
mencapai kesembuhan dan transformasi yang memampukan seseorang dengan gangguan jiwa untuk hidup bermakna
di komunitas yang dipilihnya untuk mencapai potensi yang dimilikinya (USDHHS, 2006 dalam Stuart, 2013).
Recovery merupakan proses dimana seseorang mampu untuk hidup, bekerja, belajar dan berpartisipasi secara penuh
dalam komunitasnya. Recovery berimplikasi terhadap penurunan atau pengurangan gejala secara keseluruhan (Ware et
al, 2008 dalam Stuart 2013). Kekuatan diri merupakan pondasi dari dukungan dan sistem recovery yang berpusat pada
diri sendiri dan motivasi diri. Aspek terpenting dari recovery didefinisikan oleh setiap individu dengan pertolongan
dari pemberi layanan kesehatan jiwa dan orangorang yang sangat penting dalam kehidupannya (Stuart, 2010). Individu
menerima dukungan pemulihan melalui aktivitas yang didefinisikan sebagai rehabilitasi, yang merupakan proses
menolong seseorang kembali kepada level fungsi tertinggi yang dapat dicapai.

Recovery gangguan jiwa merupakan gabungan pelayanan sosial, edukasi, okupasi, perilaku dan kognitif yang
bertujuan pada pemulihan jangka panjang dan memaksimalkan kecukupan diri (Stuart, 2013) Sejumlah praktik
berbasis bukti mendukung dan meningkatkan pemulihan meliputi : tritmen asertif komunitas komunitas, dukungan
bekerja, manajemen dan pemulihan penyakit, tritmen terintegrasi untuk mendampingi kejadian berulang gangguan
jiwa dan penyalahgunaan zat, psikoedukasi keluarga, manajemen pengobatan. Dukungan pemulihan dalam asuhan
keperawatan jiwa meliputi bekerja dengan tim tritmen multidisiplin yang meliputi psikiater, psikolog, pekerja sosial,
konselor, terapis okupasi, pakar konsumen dan teman sejawat,manajer kasus, pengacara keluarga, pakar pengambil 3
kebijakan. Dukungan ini juga membutuhkan perawat untuk berfokus pda tiga elemen yaitu : individu, keluarga dan
komunitas (Stuart, 2013)

2.2 Supportive Therapy (Wermon, Rockland)


Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek
biologisnya menjadi masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami
banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya

5
memiliki masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan
pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut
muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada
kaitannya dengan masa lalu. Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon copinh adaptif, individu diupayakan
mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative
pemecahan masalahnya. Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan
yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk
menyiapkan coping klien yang adaptif.

2.3 Manfaat dan Peran Perawat


Pada Pemberian Terapi pada Proses Penyembuhan Pemberian terapi adalah berbagai pendekatan penenganan
klien gangguan jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan gangguan jiwa dengan
perilaku mal adaptifnya menjadi perilaku yang adaptif. Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang dimiliki
pasien sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan dengan memberikan berbagai macam terapi Generalis maupun
Spesialis. Dalam pemberian terapi perawat seabagai terapis senantiasa berdasarkan pada kompetensi yang dia miliki
dan kondisi pasien yang menjadi titik tolak terapi atau penyembuhan. Efektivitas terapi komplementer dan alternatif
(CAM) telah banyak dibuktikan oleh klinisi yang merujuk klien ke praktisi CAM baik sebagai terapi tunggal ataupu
terapi tambahan dalam terapi konvensional. Terapi CAM dapat memberi dampak penting dalam praktik keperawatan
kesehatan jiwa. Terapi alternatif telah banyak dirasakan bermanfaat, aman, hemat biaya, dan mudah dilaksanakan di
tatanan kesehtan jiwa. Terapi alternatif komplementer (CAM) dapat dilakukan oleh perawat (Stuart, 2013).
Keperawatan termasuk dalam posisi yang ideal dalam memberikan perawatan dengan menggabungkan banyak terapi
CAM untuk mengatasi gejala yang dialami oleh klien dengan gangguan jiwa. Disamping itu terapi CAM yang
memberdayakan klien dapat memperkuat hubungan antar perawat dan klien dalam meningkatkan proses pemulihan
(Stuart, 2013).

2.4 Terapi Generalis


1. Terapi Psikofarmakologi

Psikofarmakologi merupakan sebuah standar yang telah ditetapkan dalam menangani penyakik-penyakit
neurobiologis. Namun, obat tidak dpat berjalan sendiri dalam menangani masalah personal, social atau komponen
lingkungan klien atau respon terhadap penyakit. Kondisi-kondisi tersebut membutuhkan pendekatan yang terintegrasi
dan komperensif dalam merawat individudan gangguan jiwa.

Peran perawat dalam psikofarmakologi :

6
a. Pengkajian Klien Pada proses kolaborasi pemberian obat sangat penting melakukan pengkajian dasar klien termvsuk
riwayat, kondisi fisik dan asil laboratorium , evaluasi kesehatan jiwa, pengkajian social budaya dan yang paling utama
adalah riwayat pengobatan untuk dilengkapi pada setiap klien sebelum diberikan pengobatan.

b. Kordinasi Tritmen Modalitas Perawat memiliki peran penting dalam merancang program tritmen yang
komprehensif. Pilihan tritmen yang paling tepat pada setiap klien bersifat individu dan merupakan gambaran dari
rencana tritmen. Kordinasi dalam melakukan perawatan merupakan tanggung jawab utama perawat yang bersamasama
dengan klien dalam membina hubungan terapiutik sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan.

c. Pemberian Obat Perawat memiliki peran penting terhadap pengealaman klien dalam mendapatkan pengobatan
psikofarmakologi. Pada beberapa pelayanan perawat bertugas menentukan jadwal dosis berdasarkan dosis kebutuhan
obat seta kebutuhan klien, mengatur pemberian obat dan selalu waspada terhadap efek serta penanganan efek obat.

d. Monitor Efek Obat Perawat berperan penting dalam memantau efek obat psikofarmaka. Peran dalam memantau efek
obat seperti membuat standarisasi pengukuran efek obat terhadap target gejala, mengevaluasi dan meminimalisasi efek
samping, mengatasi reaksi berlawanan dan mencatat efek obat terhadap konsep diri klien, kepercayaan serta 5
keyakinannya terhadap perawatan. Obat harus diberikan sesuai dengan dosis yang direnkomendasikan dan dalam
jumlah yang tepat sebelum menentukan apakah memiliki dampak terapiutik yang adekuat pada klien.

e. Edukasi Pengobatan Perawat merupakan pemegan posisi utama dalam memberikan edukasi pada klien dan keluarga
tentang pengobatan. Edukasi meliputi pemberian informasi lengkap kepada klien dan keluarga sehingga mereka dapat
memahami, mendiskusikan dan menerimanya. Edukasi tentang obat merupakan kunci penting agar efektif dan aman
dalam mengonsumsi obat-obat psikotropika, kolaborasi klien dalam merencanakan tritmen dan kepatuhan klien
terhadap regimen terapi obat.

 2. Terapi Kejang Listrik (Elektroconvulsive Therapis)

Terapi kejang listrik (elektroconvulsive therapis / ECT) pertama kali dilakukan pada tahun 1938 sbagai tritmen
untuk klien skizofrenia, ketika diyakini bahwa klien epilepsy jarang mengalami skizofrenia, dan dianggap bahwa
pemberian kejang biasa menyembuhkan skizofrenia. Terapi Kejang listrik adalah pengobatan dengan pemberian
kejang yang cukup berat melalui alat yang diindukdi pada klien yang yang dibius dengan memeberikan arus listrik
melalui elektroda yang dipasang pada klien (Manked et al,2010). ECT merupakan tritmen gangguan jiwa yang efektif
dan umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh klien. Dalam beberapa kasus, stelah program awal tritmen sukses,
pemiliharaan ECT ditambah dengan pemberian obat antridepresan: untuk bulan pertama setelah remisi program remisi

7
trigmen dilakukan seminggu sekali, kemudian berkurang secara bertahap menjadi sebulan sekali (perbulan) (APA,
2001).

Indikasi utama ECT adalah depresi berat (Weiner dan Falcone,2011). Beberapa ahli menganggap terapi ini
digunakan sebagai standar emas untuk mengatasi kodisi depresi yang bertahan (Nahas dan Anderson,2011). Tingkat
respon terhadap ECT 80% atau lebih untuk sebagian besar klien lebih baik daripada tingkat respon terhadap obat
antidepresan, sehingga terapi dianggap sebai antidepresan yang paling efektif (Keltner dan Boschini,2009). Peran
perawat Perawat kesehatan jiwa memiliki peran penting dalam melakukan ECT. Peran ini meliputi tindakan
keperawatan mandiri dan kolaborasi. Dukungan Emosi dan Pendidikan. Asuhan keperawatan diberikan kepada klien
dan keluarga setelah 6 dijelaskan bahwa ECT merupakan pilihan program tritmen. Peran paling penting perawat
adalah memberikan kesempatan bagi klien untuk untuk mengespresikan perasaan, termasuk masalah yang terkait
dengan mitos atau yang berkaitan dengan ECT. Perawat dapat mengajarkan klien dan keluarga, mempertimbangkan
ansietas, kesiapan untuk belajar, dan kemampuan untuk memahami penjelasan yang diberikan. Asuhan Keperawatan
Sebelum Prosedur Tritmen, pemberian asuhan keperawatan ini meliputi peninjauan kembali proses konsultasi,
memastikan bahwa setiap kelainan hasil tes laboratorium telah ditangani, dan memeriksa bahwa peralatan dan
perlengkapan yang diperlukan telah memadai dan berfungsi.

Asuhan keperawatan selama prosedur, klien harus dibawah ke ruan tritmen, baik dengan berjalan kaki atau
dibawah dengan menggunakan kursi roda, didampingi seorang perwat dan dengan siapapun klien merasa nyaman.
Perawat harus tetap mendapingi klien selama pelaksanaan terapi untuk memberikan dukungan pada klien. Asuhan
keperawatan setelah prosedur, ruang pemulihan harus berdekatan dengan dengan ruang tritmen untuk memudahkan
akses staf anastesi keluar masuk dalam keadaan darurat. Setelah klien berada diruan pemulihan perawat harus harus
mengokservasi klien sampai benar-benar pulih. Perawat harus meyakinkan kodisi klien dan secara periodic
mengorentasikan klien. Pemberian penjelasan yang singkat, sangat membantu klien dalam proses pemulihan. Perawat
harus menjelaskan bahwa sebagian besar masalah memori akan hilang dalam beberapa minggu.

3. Terapi Tindakan Pada Keluarga

Tindakan pada keluarga merupakan terapi yang ditujukan untuk melibatkan keluarga dan mendorong mereka
untuk menjadi peserta aktif dalam ritmen dan pemulihan, sehingga meningkatkan keterampilan koping pada klien dan
keluarga mereka. Peran Perawat dalam terapi keluarga yaitu untuk mendorong hubungan keluarga yang sehat melalui
psikoedukasi, penguatan kekuatan, konseling sportif, dan rujukan untuk terapi dan dukungan. Perawat sudah
dipersiapkan dengan baik untuk meningkatkan fungsi keluarga dalam pengaturan klinis tradisional dan nontradisional.
Perawat harus mengintegrasikan teori berbasis keluarga dengan ilmu tindakan pada keluarga dalam program klinis,
memberikan dan mempromosikan tindakan pada keluarga berbasis-bukti, dan advokasi untuk keluarga dan
penggantian pihak ketiga untuk tindakan pada keluarga.

8
Advokasi Keluarga merupakan model bekerja dengan orang tua dan anggota keluarga untuk membantu
mereka bertindak sebagai advokat dengan dan atas nama anggotakeluarga yang memiliki ketidakmampuan Praktik
yang berorientasi pada keluarga mengacu pada tindakan tertentu pada keluarga dan kerangka konseptual yang lebih
luas untuk tindakan yang mencakup asuhan keperawatan yang berpusat pada keluarga. Ilmu tindaka keluarga
merupakan area keilmuan yang didefinisikan dengan penelitian dalam mengubah perilaku keluarga.

4. Iktisas Terapi Kelompok

Kelompok menawarkan berbagai hubungan antara anggota karena setiap anggota kelompok akan berinteraksi
satu sama lain dengan pemimpin kelompok. Anggota kelompok berasal dari berbagai latar belakang dan masing-
masing memiliki kesempatan untuk belajar dari orang lain diluar lingkaran sosialnya.mereka dihadapkan dengan rasa
iri hati, daya tarik, daya saing, dan banyak emosi lainnya dan perasaan yang diungkapkan oleh orang lain
(Yalom,2005). Kelompok terapiutik memiliki tujuan bersama yaitu kelompok memiliki tujuan kelompok untuk
membantu anggota yang secara konsisten terlibat dalam engidentifikasi hubungan destruktif dan mengubah perilaku
maladaptive mereka. 

  Peran Perawat Perawat sebagai pemimpin kelompok harus dapat mengkordinir dan mempelajari kelompok dan
berpartisipasi di dalamnya pada waktu bersamaan. Pemimpin harus selalu memantau kelompok dan bila diperlukan,
membantu kelompok mencapai tujuannya. Kualitas pemimpin perawat yang efektif merupakan kualitas yang sama
pentingnya dalam hubungan terapiutik, secara khusus kemampuan perawat meliputi sikap responsive dan aktif
berimpati, ketulusan, dan kemampuan konfrontasi. 

 2.5 Terapi Spesialis


a. Guided Imagery

Guided Imagery merupakan program yang mengarahkan pikiran dengan memandu imajinasi seseorang
terhadap situasi santai, fokus pada kondisi untuk 8 mengurangi stres dan meningkatkan kenyaman serta suasana
hati (Stuart, 2013). Klien yang menerima GI memiliki tingkat kenyamanan yang lebih tinggi dan tingkat depresi,
ansietas dan stres yang lebih rendah dibandingkan dengan klien yang tidak menerima GI (Apostolo dan Kolcaba,
2009). Selain itu teknik imagery telah digunakan dalam berbagai kondisi dan populasi. Nyeri dan kanker adalah
dua kondisi di mana teknik imagery telah membantu baik pada orang dewasa ataupun anak-anak (Lindquist,
2014).

b. Music Intervention

Terapi musik digunakan dengan menerapkan unsur-unsur penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan spesifik
pada individu. Di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, terapis musik bekerja di berbagai fasilitas dan perawatan

9
kesehatan. Meskipun terapis musik secara khusus dilatih untuk menggunakan musik dalam berbagai cara terapi,
ada banyak situasi di mana perawat dapat menerapkan intervensi musik ke dalam rencana perawatan pasien
(Lindquist, 2014). Musik dan proses fisiologis (detak jantung, tekanan darah, gelombang otak, suhu tubuh,
pencernaan, dan hormon adrenal) melibatkan irama dan getaran yang terjadi secara rutin, berkala dan terdiri dari
osilasi (Crowe, 2004 dalam Lindquist, 2014). Intervensi musik memberikan pasien / klien stimulus menghibur
yang dapat membangkitkan sensasi menyenangkan sambil memfokuskan perhatian individu ke musik bukan pada
pikiran stres, nyeri, ketidaknyamanan, atau rangsangan lingkungan lainnya (Lindquist, 2014).

c. Humor Psikoterapis

Steven Sultanoff menjelaskan bahwa perbedaan utama antara komedi-klub humor dan humor terapi. Tujuan
dari menggunakan humor terapi sebagai terapi komplementer harus jelas untuk kepentingan klien atau pasien,
bukan untuk terapis/perawat sebagai kepuasan pribadi atau hanya untuk kesenangan "(Steven Sultanoff, 2012
dalam Lindquist, 2014). Humor terapi telah didefinisikan sebagai setiap intervensi yang mempromosikan
kesehatan dan kesejahteraan dengan merangsang ekspresi. Intervensi ini dapat meningkatkan kesehatan, sebagai
terapi komplementer, memfasilitasi penyembuhan atau mengatasi baik fisik, emosi, kognitif, sosial, dan spiritual
"(AATH, 2000 dalam Lindquist, 2014).

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat
menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Secara umum diketahui bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh adanya gangguan pada otak tapi tidak
diketahui secara pasti apa yang mencetuskannya. Stress diduga sebagai pencetus dari gangguan jiwa tapi stress
dapat juga merupakan hasil dari berkembangnya mental illness pd diri seseorang. Prinsip Keperawatan Jiwa,
antara lain: a. Manusia b. Lingkungan c. Kesehatan d. Keperawatan Kesehatan jiwa meliputi : a. Bagaimana
perasaan anda terhadap diri sendiri b. Bagaimana perasaan anda terhadap orang lain c. Bagaimana
kemampuan anda mengatasi persoalan hidup anda Sehari - hari. Fungsi perawat kesehatan jiwa adalah
memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan asuhan keperawatan secara tiak langsung. Fungsi ini
dapat icapai dengan aktifitas perawat kesehatan jiwa yang membantu upaya penanggulangan maslah
kesehatan jiwa.

3.2 Saran

Diharapkan perawat lebih mempelajari mengenai fungsi dan perannya dalam penanganan masalah kesehatan
jiwa dengan memahami masalah kesehatan jiwa yang ada serta upaya penanganannya dengan baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Caldwell, Barbara A,PhD., A.P.N.-B.C., Sclafani, Michael, MS,M.Ed, R.N., Swarbrick, Margaret, PhD,O.T.R.,
C.P.R.P., & Piren, Karen, MSN,R.N., A.P.N. (2010). Psychiatric nursing practice & the recovery model of care.
Davidson, L., O'Connell, M., Tondora, J., Styron, T., & Kangas, K. (2006). The top ten concerns about recovery
encountered in mental health system transformation. Psychiatric Services, 57(5), 640-5. Drake, R. E., Goldman, H.
H., Leff, H. S., Lehman, A. F., Dixon, L., Mueser, K. T., & Torrey, W. C. (2001). Implementing evidence-based
practices in routine mental health service settings. Psychiatric Services, 52, 179-182. Linquist, R.,Snyder,
M.,Tracy, F. Mary. (2014). Complementary & Alternative Therapies in Nursing. Springer Publishing Company
O'Connell, M., Tondora, J., Croog, G., Evans, A., & Davidson, L. (2005). from rhetoric to routine: assessing
perceptions of recovery-oriented practices in a state mental health and addiction system. Psychiatric Rehabilitation
Journal, 28(4), 378-86. Stuart, W. Gail. (2013). Principles of Psychiatric Nursing, 10 Edition. ELSEVIER
Varcarolis, M. Elizabeth. (2013). Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing; A Communication Approach to
Evidence-Based Care Second Edition. ELSEVIER

12

Anda mungkin juga menyukai