SEHARI-HARI
Oleh :
Kelompok 7
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, serta
hidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mata kuliah konsep dasar
keperawatan 1.
Penyelesaian tugas ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak, termasuk dosen mata kuliah yang telah membimbing kami hingga akhir
penulisan dan memberikan dukungan dan motivasi, dan semua pihak terkait yang
telah membantu yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu kami mengucapkan
terima kasih.
Kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, sehingga kritik dan saran selalu kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusun
2
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan..................................................................................23
3.2 Saran............................................................................................23
Daftar Pustaka
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah
Konsep Dasar Keperawatan I, menambah wawasan tentang Konsep Caring di
Sepanjang Rentang Kehidupan, agar kami mahasiswa mengerti tentang
bagaimana perilaku caring dalam proses dan praktik keperawatan, dan sebagai
salah satu sarana belajar mahasiswa.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
g. Jean watson (1985) : caring merupakan komitmen moral untuk
melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan emosional pada klien,
keluarga, dan kerabatnya secara verbal maupun nonverbal.
h. Jean watson (1985) : caring merupakan komitmen moral untuk
melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia.
7
B. Etika Pelayanan
Watson ( 1988 ) menyarankan agar caring sebagai suatu sikap moral yang
ideal, memberikan sikap pendirian terhadap pihak yang melakukan intervensi
seperti perawat. Sikap pendirian ini perlu untuk menjamin bahwa perawat
bekerja sesuai standar etika untuk tujuan dan motivasi yang baik. Kata etika
merujuk pada kebiasaan yang benar dan yang salah.
Dalam setiap pertemuan dengan klien, perawat harus mengetahui
kebiasaan apa yang sesuai secara etika. Etika keperawatan bersikap unik,
sehingga perawat tidak boleh membuat keputusan hanya berdasarkan prinsip
intelektual atau analisis.
Etika keperawatan berfokus pada hubungan antara individu dengan
karakter dan sikap perawat terhadap orang lain. Etika keperawatan
menempatkan perawat sebagai penolong klien, memecahkan dilema etis
dengan cara menghadirkan hubungan dan memberikan prioritas kepada klien
dengan kepribadian khusus.
Nurse Caring Behavior
1. Persepsi klien wanita ( Riemen, 1986 )
Berespon terhadap keunikan klien
Memahami dan mendukung perhatian klien
Hadir secara fisik
Memiliki sikap dan menunjukkan prilaku yang membuat klien
merasa dihargai sebagai manusia
Kembali ke klien dengan sukarela tanpa diminta
Menunjukkan perhatian yang memberi kenyamanan dan
merelaksasi klien
Bersuara halus dan lembut
Memberi perasaan nyaman
8
2. Persepsi klien pria ( Riemen, 1986 )
Hadir secara fisik sehingga klien merasa dihargai
Kembali ke klien dengan sukarela tanpa diminta
Membuat klien merasa nyaman, relaks, dan aman
Hadir untuk memberi kenyamanan dan memenuhi kebutuhan klien
sebelum diminta
Menggunakan suara dan sikap yang baik, halus, lembut dan
menyenangkan
3. Persepsi klien kanker dan keluarga ( Mayer, 1986 )
Mengetahui bagaimana memberikan injeksi dan mengelola
peralatan
Bersikap ceria
Mendorong klien untuk menghubungi perawat bila klien
mempunyai masalah
Mengutamakan atau mendahulukan kepentingan klien
Mengantisipasi pengalaman pertama adalah yang terberat
4. Persepsi klien dewasa yang dirawat ( Brown, 1986 )
Kehadirannya menentramkan hati
Memberikan informasi
Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan professional
Mampu menangani nyeri atau rasa sakit
Memberi waktu yang lebih banyak dari yang dibutuhkan
Mempromosikan otonomi
Mengenali kualitas dan kebutuhan individual
Selalu mengawasi klien
5. Persepsi dari keluarga
Jujur
Memberikan penjelasan dengan jelas
Selalu menginformasikan keluarga
Mencoba untuk membuat klien nyaman
Menunjukkan minat dalam menjawab pertanyaan
9
Memberikan perawatan emergensi bila perlu
Menjawab pertanyaan anggota keluarga secara jujur, terbuka dan
ikhlas
Mengijinkan klien melakukan sesuatu untuk dirinya sebisa
mungkin
Mengajarkan keluarga cara memelihara kondisi fisik yang lebih
nyaman
2. Curing merupakan tugas primer seorang dokter dan caring adalah tugas
sekunder. Maksudnya seorang dokter lebih melibatkan tindakan medis
tanpa melakukan tindakan caring yang berarti. Oleh karena itu, curing
lebih identik dengan dokter.
10
4. Caring bersifat lebih “Healthogenic” daripada curing. Maksudnya caring
lebih menekankan pada peningkatan kesehatan daripada pengobatan. Di
dalam praktiknya, caring mengintegrasikan pengetahuan biofisik dan
pengetahuan perilaku manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
untuk menyediakan pelayanan bagi mereka yang sakit.
11
klien (Pederson, 1993). Kehadiran seorang perawat membantu
menenangkan rasa cemas dan takut klien karena situasi tertekan.
b. Sentuhan
Sentuhan merupakan salah satu pendekatan yang menenangkan
dimana perawat dapat mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan
perhatian dan dukungan. Ada dua jenis sentuhan, yaitu sentuhan kontak
dan sentuhan non-kontak. Sentuhan kontak merupakan sentuhan
langsung kullit dengan kulit. Sedangkan sentuhan non-kontak merupakan
kontak mata. Kedua jenis sentuhan ini digambarkn dalam tiga kategori :
1) Sentuhan Berorientasi-tugas
Saat melaksanakan tugas dan prosedur, perawat menggunakan
sentuhan ini. Perlakuan yang ramah dan cekatan ketika melaksanakan
prosedur akan memberikan rasa aman kepada klien. Prosedur
dilakukan secara hati-hati dan atas pertimbangan kebutuhan klien.
2) Sentuhan Pelayanan (Caring)
sentuhan caring adalah memegang tangan klien, memijat punggung
klien, menempatkan klien dengan hati-hati, atau terlibat dalam
pembicaraan (komunikasi non-verbal). Sentuhan ini dapat
mempengaruhi keamanan dan kenyamanan klien, meningkatkan harga
diri, dan memperbaiki orientasi tentang kanyataan (Boyek dan
Watson, 1994).
3) Sentuhan Perlindungan
Sentuhan ini merupakan suatu bentuk sentuhan yang digunakan untuk
melindungi perawat dan/atau klien (fredriksson, 1999). Contoh dari
sentuhan perlindungan adalah mencegah terjadinya kecelakaan dengan
cara menjaga dan mengingatkan klien agar tidak terjatuh. Sentuhan
dapat menimbulkan berbagai pesan, oleh karena itu harus digunakan
secara bijaksana.
12
c. Mendengarkan
Untuk lebih mengerti dan memahami kebutuhan klien,
mendengarkan merupakan kunci, sebab hal ini menunjukkan perhatian
penuh dan ketertarikan perawat. Mendengarkan membantu perawat
dalam memahami dan mengerti maksud klien dan membantu menolong
klien mencari cara untuk mendapatkan kedamaian.
d. Memahami klien
Salah satu proses caring menurut Swanson (1991) adalah
memahami klien. Memahami klien sebagai inti suatu proses digunakan
perawat dalam membuat keputusan klinis. Memahami klien merupakan
pemahaman perawat terhadap klien sebagai acuan melakukan intervensi
berikutnya (Radwin,1995). Pemahaman klien merupakan gerbang
penentu pelayanan sehingga, antara klien dan perawat terjalin suatu
hubungan yang baik dan saling memahami.
13
f. Perawatan Keluarga
Keluarga merupakan sumber daya penting. Keberhasilan intervensi
keperawatan sering bergantung pada keinginan keluarga untuk berbagi
informasi dengan perawat untuk menyampaikan terapi yang dianjurkan.
Menjamin kesehatan klien dan membantu keluarga untuk aktif dalam
proses penyembuhan klien merupakan tugas penting anggota keluarga.
Menunjukkan perawatan keluarga dan perhatian pada klien membuat
suatu keterbukaan yang kemudian dapat membentuk hubungan yang baik
dengan anggota keluarga klien.
14
Nilai kultur : keputusan/kelayakan untuk bertindak
Perbedaan kultur : berupa variasi-variasi pola nilai yang ada di masyarakat
mengenai keperawatan
Cultural care university : hal-hal umum dalam sistem nilai, norma dan
budaya
Etnosentris : keyakinan ide, nilai, norma, kepercayaan lebih tinggi dari
yang lain
Cultural Imposion : kecenderungan tenaga kesehatan memaksakan
kepercayaan kepada klien
15
bahwa transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang
berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai budaya ( nilai
budaya yang berbeda ras , yang mempengaruhi pada seseorang perawat
saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Perawatan
transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk
pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional) . Caring practices adalah
kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger , studi praktik pelayanan kesehatan
transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas
tingkah laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya . Dengan
mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya ( kultur ) , baik
di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan –
persamaan . Lininger berpendapat , kombinasi pengetahuan tentang pola
praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan
makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dan
berbagai kultur.
16
• Faktor herediter • Trauma
• Stres • Nyeri
17
3. Masyarakat Jawa memakan pisang emas bersamaan dengan kutu
kepala (Jawa: tuma) tiga kali sehari untuk pengobatan penyakit
kuning.
Pengobatan tradisional yang sering dipakai berupa pemanfaatan
bahan-bahan herbal. Herba sambiloto menjadi sebuah contoh yang
khasiatnya dipercaya oleh masyarakat dapat mengobati penyakit-
penyakit kronik, seperti hepatitis, radang paru (pneumonia), radang
saluran nafas (bronchitis), radang ginjal (pielonefritis), radang telinga
tengah (OMA), radang usus buntu, kencing nanah (gonore), kencing
manis (diabetes melitus). Daun lidah budaya dan tanaman pare juga
dijadikan sebagai pengobatan herbal. Tumbuhan tersebut berkhasiat
menyebuhkan diabetes melitus.
Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri pun masih ada negara
yang meyakini bahwa pengobatan medis bukan satu-satunya cara
mengobati penyakit kronik. Misalnya, di Afrika, penduduk Afrika
masih memiliki keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit.
Mereka menganggap bahwa obat-obatan tradisional sudah cukup
untuk mengganti produk yag akan dibeli, bahkan mereka
menggunakan dukun sebagai penyembuh tradisional. Hal seperti ini
juga terjadi di Amerika, Eropa, dan Asia.
18
Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri baik yang dilakukan oleh
pasien berdasarkan apa yang dipercaya olehnya atau yang dilakukan oleh
perawat setelah melakukan pengkajian tentang latar belakang budaya pasien
adalah sebagai berikut:
a) Dengan membatasi gerak dan istirahat. Seorang pasien yang mengalami
nyeri diharuskan untuk tidak banyak bergerak karena jika banyak
bergerak dapat memperparah dan menyebabkan nyeri berlangsung lama.
Menurut pandangan umat Islam, seseorang yang menderita nyeri untuk
mengurangi tau meredakannya dengan posisi istirahat atau tidur yang
benar yaitu badan lurus dan dimiringkan ke sebelah kanan. Hal ini
menurut sunah rasul. Dengan posisi tersebut diharapkan dapat meredakan
nyeri karena peredaran darah yang lancer akibat jantung yang tidak
tertindih badan sehingga dapat bekerja maksimal.
b) Mengkonsumsi obat-obatan tradisional. Beberapa orang mempercayai
bahwa ada beberapa obat tradisional yang dapat meredakan nyeri bahkan
lebih manjur dari obat yang diberikan oleh dokter. Misalnya, obat urut
dan tulang ‘Dapol Siburuk’ dari burung siburuk yang digunakan oleh
masyarakat Batak.
c) Dengan dipijat atau semacamnya. Kebanyakan orang mempercayai
dengan dipijat atau semacamnya dapat meredakan nyeri dengan waktu
yang singkat. Namun, harus diperhatikan bahwa apabila salah memijat
akan menyebabkan bertambah nyeri atau hal-hal lain yang merugikan
penderita. Dalam budaya Jawa ada yang disebut dukun pijat yang sering
didatangi orang banyak apabila mengalami keluhan nyeri misalnya kaki
terkilir.
19
C. Aplikasi Transkultural Pada Gangguan Kesehatan Mental
Berbagai tingkahlaku luar biasa yang dianggap oleh psikiater barat sebagai
penyakit jiwa ditemukan secara luas pada berbagai masyarakat non-barat.
Adanya variasi yang luas dari kelompok sindroma dan nama-nama untuk
menyebutkannya dalam berbagai masyarakat dunia, Barat maupun non-Barat,
telah mendorong para ilmuwan mengenai tingkahlaku untuk menyatakan
bahwa penyakit jiwa adalah suatu ‘mitos’, suatu fenomena sosiologis, suatu
hasil dari angota-anggota masyarakat yang ‘beres’ yang merasa bahwa mereka
membutuhkan sarana untuk menjelaskan, memberi sanksi dan mengendalikan
tingkah laku sesama mereka yang menyimpang atau yang berbahaya, tingkah
laku yang kadang-kadang hanya berbeda dengan tingkahlaku mereka sendiri.
Penyakit jiwa tidak hanya merupakan ‘mitos’, juga bukan semata-semata suatu
masalah sosial belaka. Memang benar-benar ada gangguan dalam pikiran,
perasaan dan tingkah laku yang membutuhkan pengaturan pengobatan.
Nampaknya, sejumlah besar penyakit jiwa non-barat lebih dijelaskan secara
personalistik daripada naturalistik.
Sebagaimana halnya dengan generalisasi, selalu ada hal-hal yang tidak
dapat dimasukkan secara tepat ke dalam skema besar tersebut. Kepercayaan
yang tersebar luas bahwa pengalaman-pengalaman emosional yang kuat seperti
iri, takut, sedih, malu, dapat mengakibatkan penyakit, tidaklah tepat untuk
diletakkan di dalam salah satu dari dua kategori besar tersebut. Mungkin dapat
dikatakan bahwa tergantung situasi dan kondisi, kepercayaan-kepercayaan
tersebut boleh dikatakan cocok untuk dikelompokkan ke dalam salah satu
kategori. Misalnya, susto, penyakit yang disebabkan oleh ketakutan, tersebar
luas di Amerika Latin dan merupakan angan-angan. Seseorang mungkin
menjadi takut karena bertemu dengan hantu, roh, setan, atau karena hal-hal
yang sepele, seperti jatuh di air sehingga takut akan mati tenggelam. Apabila
agen-nya berniat jahat, etiologinya sudah tentu bersifat personalistik. Namun,
kejadian-kejadian tersebut sering merupakan suatu kebetulan atau kecelakaan
belaka bukan karena tindakan yang disengaja. Dalam ketakutan akan kematian
karena tenggelam, tidak terdapat agen-agen apa pun.
20
Kepercayaan-kepercayaan yang sudah dijelaskan di atas menimbulkan
pemikiran-pemikiran untuk melakukan berbagai pengobatan jika sudah terkena
agen. Kebanyakan pengobatan yang dilakukan yaitu mendatangi dukun-dukun
atau tabib-tabib yang sudah dipercaya penuh. Terlebih lagi untuk pengobatan
gangguan mental, hampir seluruh masyarakat desa mendatangi dukun-dukun
karena mereka percaya bahwa masalah gangguan jiwa/mental disebabkan oleh
gangguan ruh jahat. Dukun-dukun biasanya melakukan pengobatan dengan
cara mengambil dedaunan yang dianggap sakral, lalu menyapukannya ke
seluruh tubuh pasien. Ada juga yang melakukan pengobatan dengan cara
menyuruh pihak keluarga pasien untuk membawa sesajen seperti, berbagai
macam bunga atau binatang ternak.
Para ahli antropologi menaruh perhatian pada ciri-ciri psikologis shaman.
Shaman adalah seorang yang tidak stabil dan sering mengalami delusi, dan
mungkin ia adalah seorang wadam atau homoseksual.namun apabila
ketidakstabilan jiwanya secara budaya diarahkan pada bentuk-bentuk
konstruktif, maka individu tersebut dibedakan dari orang-orang lain yang
mungkin menunjukkan tingkahlaku serupa, namun digolongkan sebagai
abnormal oleh para warga masyarakatnya dan merupakan subyek dari upacara-
upacara penyembuhan. Dalam pengobatan, shaman biasanya berada dalam
keadaan kesurupan (tidak sadar), dimana mereka berhubungan dengan roh
pembinanya untuk mendiagnosis penyakit. para penganut paham kebudayaan
relativisme yang ekstrim menggunakan contoh shamanisme sebagai hambatan
utama dalam arguentasi mereka bahwa apa yang disebut penyakit jiwa adalah
sesuatu yang bersifat kebudayaan.
Dalam banyak masyarakat non-Barat, orang yang menunjukkan
tingkahlaku abnormal tetapi tidak bersifat galak maka sering diberi kebebasan
gerak dalam masyarakat mereka, kebutuhan mereka dipenuhi oleh anggota
keluarga mereka. Namun, jika mereka mengganggu, mereka akan dibawa ke
sutu temapt di semak-semak untuk ikuci di kamrnya. Sebuah pintu khusus (2 x
2 kaki) dibuat dalam rumah, cukup untuk meyodorkan makanan saja bagi
mereka dan sebuah pintu keluar untuk keluar masuk komunitinya.
21
Usaha-usaha untuk membandingkan tipe-tipe gangguan jiwa secara lintas-
budaya umumnya tidak berhasil, sebagian disebabkan oleh kesulitan-kesulitan
pada tahapan penelitian untuk membongkar apa yang diperkirakan sebagai
gejala primer dari gejala sekunder. Misalnya, gejala-gejala primer yaitu yang
menjadi dasar bagi depresi. Muncul lebih dulu dan merupakan inti dari
gangguan. Gejala-gejala sekunder dilihat sebagai reaksi individu terhadap
penyakitya ; gejala-gejala tersebut berkembang karena ia berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan tingkahlakunya yang berubah.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pelayanan esensial yang diberikan oleh perawat terhadap individu,
keluarga , kelompok dan masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan
meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan menggunakan
proses keperawatan untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Keperwatan adalah suatu bentuk pelayanan professional sebagai bagian
integral pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi, social
dan spiritual secara komprehensif, ditujukan kepada individu keluarga dan
masyarakat baik sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia.
Asuhan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik maupun
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurang kemauan menuju kepada
kemampuan melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Kegiatan ini
dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan
pada upaya pelayanan kesehatan utama (Primary Health care) untuk
memungkinkan setiap orang mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif.
3.2 SARAN
Dalam penyusunan kurikulum pendidikan perawatan seyogyanya
memasukkan unsur caring dalam setiap mata kuliah. Penekanan pada
humansitik, kepedulian dan kepercayaan, komitmen membantu orang lain dan
berbagai unsur caring yang lain harus sudah dibangun sejak perawat dalam
masa pendidikan. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi konsep caring pada
perawat guna memberikan pemahaman yang mendalam tentang apa yang
harus dilakukan perawat agar bersikap caring dalam setiap kontak dengan
pasien. Indikator-indikator caring harus dikenal dan diaplikasikan dalam
perawatan serta dievaluasi secara terus menerus.
23
Daftar Pustaka
24