Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

KONSEP RECOVERY DAN SUPPORTIVE


ENVIRONMENT

OLEH

JANUARTI IRIANY. AMK


NIM : 202101018

ITKES MUHAMADIYAH SIDRAP S1 KEPERAWATAN


TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah senantiasa kita memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah swt,
karena atas berkah limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kita masih masih diberikan
kekuatan, kesehatan, dan kesempatan untuk masih dapat bekerja demi dunia dan akhirat kita. Tak
lupa pula kita menyampaikan sholawat dan salam kepada Rasulullah Saw, beserta sahabat dan
keluarganya sekalian, yang sang Murobbi terbaik kita di dunia dan akhirat.

Dalam makalah ini, saya membahas mengenai Konsep Recovery dari Gangguan Jiwa.
Makalah ini bersumber dari berbagai referensi berupa buku, jurnal dan artikel.

Semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman dan bermanfaat bagi pembaca
semua. Lebih dan kurangnya mohon dimaafkan.Terima kasih. Wassalamu alaikum
warohmatullahi wabarokaatuh.
Daftar Isi
Halaman Sampul…………………………............………………….……….............................
Kata Pengatar…………………………………………………...................................................
Daftar Isi…………………………………………………….………..……...……....................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………….........….………..............................

B. Rumusan Masalah………………………………………………….………...........................

C. Tujuan Penulisan……………………………………………….….………...........................

D. Manfaat Penulisan…………………………………………………..…….............................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Recovery.………..………………………..…………….………..............................

B. Karakteristik Recovery………………………………………….……..…….........................

C. Model Recovery............................................................................................................

D. Support Environment..............................................................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan……………….…………………….……….…..………….................................

DAFTAR PUSTAKA………………………………..………….……..………........................

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan
dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan
menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang
bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien. Proses keperawatan mempunyai ciri
dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika
keadaan klien klien berubah.
Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan menggunakan
diri sendiri secara terapeutik. Metodologi dalam keperawatan jiwa adalah menggunakan diri
sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal dengan menyadari diri sendiri,
lingkungan, dan interaksinya dengan lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar untuk
perubahan. Klien bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang sehat untuk mengatasinya.
Perawat memberi stimulus yang konstruktif sehingga akhirnya klien belajar cara penanganan
masalah yang merupakan modal dasar dalam menghadapi berbagai masalah.

B. Rumusan Masalah
Agar penulisan makalah ini terarah dan lebih tertata, maka penulis perlu menuliskan sebuah
rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Konsep Recovery ?
2. Apa itu Karakteristik Recovery ?
3. Apa Model Recovery ?
4. Apa suporrtive environment ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk;
1. Untuk mengetahui Konsep Recovery
2. Untuk mengetahui Karakteristik Recovery
3. Untuk mengetahui Model Recovery
4. Untuk mengetahui Suportive environment

D. Manfaat Penulisan
1. Untuk memahami konsep recovery dari gangguan jiwa
2. Sebagai bahan referensi dalam proses pembelajaran
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam penulisan asuhan keperawatan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Recovery
Recovery merupakan proses dimana seseorang mampu untuk hidup, bekerja, belajar dan
berpartisipasi secara penuh dalam komunitasnya. Recovery berimplikasi terhadap penurunan
atau pengurangan gejala secara keseluruhan (Ware et al, 2008 dalam Stuart 2013).
Kekuatan diri merupakan pondasi dari dukungan dan sistem recovery yang berpusat pada
diri sendiri dan motivasi diri. Aspek terpenting dari recovery didefinisikan oleh setiap individu
dengan pertolongan dari pemberi layanan kesehatan jiwa dan orang-orang yang sangat penting
dalam kehidupannya (Stuart, 2010).
Individu menerima dukungan pemulihan melalui aktivitas yang didefinisikan sebagai
rehabilitasi, yang merupakan proses menolong seseorang kembali kepada level fungsi tertinggi
yang dapat dicapai. Recovery gangguan jiwa merupakan gabungan pelayanan sosial,
edukasi,okupasi, perilaku dan kognitif yang bertujuan pada pemulihan jangka panjang
dan memaksimalkan kecukupan diri (Stuart, 2013).
Sejumlah praktik berbasis bukti mendukung dan meningkatkan pemulihan meliputi : tritmen
asertif komunitas komunitas, dukungan bekerja, manajemen dan pemulihan penyakit, tritmen
terintegrasi untuk mendampingi kejadian berulang gangguan jiwa dan penyalahgunaan zat,
psikoeduka keluarga, manajemen pengobatan. Dukungan pemulihan dalam asuhan keperawatan
jiwa meliputi bekerja dengan tim tritmen multidisiplin yang meliputi psikiater, psikolog, pekerja
sosial, konselor, terapis okupasi, pakar konsumen dan teman sejawat,manajer kasus, pengacara
keluarga, pakar pengambil kebijakan. Dukungan ini juga membutuhkan perawat untuk berfokus
pda tiga elemen yaitu : individu, keluarga dan komunitas (Stuart,2013).
Menurut National Consensus Statement on Mental Health Recovery – SAMHSA 2006, mental
health recovery adalah suatu perjalanan atau transformasi penyembuhan dari seorang yang
mengalami problem jiwa, menuju kekehidupan yang bermakna didalam komunitas sesuai
pilihannya dengan cara mengupayakannya untuk mencapai seluruh potensinya (SAMHSA,
2008). Kriteria obyektif rekoveri terutama “dapat hidup mandiri” menjadi hampir tidak mungkin
dicapai jika perumahan (housing) yang layak tidak tersedia. Housing tidak hanya menjadi
kebutuhan dasar dan fondasi dari stabilitas dalam pencapaian tujuan recovery akan tetapi juga
memungkinkan individu untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. (O’Hara, 2007;
Liberman, 2008).

B. Karakteristik Recovery
Selanjutnya muncul redefenisi tentang Recovery yang lebih humanistic yang memiliki 10
Karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Bellack (2006) dengan ciri tertentu yaitu :
1. Self direction
2. Individualized and Person Centered
3. Empowerment
4. Holistic
5. Non linier
6. Strengths – based
7. Peer support
8. Respect
9. Responsibillty
10. Hope

C. Model Recovery
1. Psycoanalytical ( freud, erickson)
Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila ego
(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id ( kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan
seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma,
agama (super ego/das uber ich), akab mendorong terjadinya peyimpangan perilaku ( deviation of
Behavioral).
Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis
terutama pada masa kanak-kanak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak
mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adaya stimulus untuk belajar berkata – kata,
dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya pada fase oral dan
sebagainya. Hal ini akan menyebabkan tramautic yang membekas pada masa dewasa.
Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa
mimpi, transferen untuk memperbaikki traumatic masa lalu. Misalnya Klien dibuat dalam
keadaan mengantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman bawah sadarnya
digali dengan pertanyaan – pertanyaan untuk menggali masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengam
metode Hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus.

2. Interpersonal ( Sullivaan, peplau)


Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang biasa muncul akibat adanya
ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan ( Anxiety). Ansietas timbul dan di alami
seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain ( interpersonal). Menurut
konsep ini perasaan takut seseorang didasari adanya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh
orang sekitarnya.
Proses terapi menurut konsep ini adalah Build Feeling Security (berupaya membangun
rasa aman pada klien), Trusting Relationship and Interpersonal Satisfaction ( menjalin
hubungan saling percaya) dan membina kepuasaan dalam bergaul dengan orang lain sehingga
klien merasa berharga dan dihormati.
Peran perawat dalam terapi ini adalah Share Anxietas ( Berupaya melakukan sharing
mengenai apa – apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat
berhubungan dengan orang lain), Therapiest use emphaty and relationship ( perawat berupaya
bersikap empati dan turut merasakan apa – apa yang dirasakan oleh klien).
Perawat memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan
dengan orang lain.

3. Social ( Caplan, Szasz)


Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan
perilaku apabila banyaknya faktor sosial dan faktor lingkungan yang akan memicu menculnya
strees pada seseorang ( soscial and envirotment factors create strees, which cause anxiety and
syntom).
Prinsip proses terapi pada model ini yang sangat penting adalah enviroment
manipulatoindan social support ( pentingnya memodifikasi lingkungan dan adanya dukungan
sosial). Peran perawat dalam meberikan terapi menurut model ini adalah Klien harus
meyampaikan masalah mengunakan sumber yang ada dimasyarakat melibatkan teman sejawat,
atasan, keluarga, atau suami –istri. Seadanhka therapist berupaya menggali system sosial klien
seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.

4. Existensial ( Ellies, Rogers)


Menurut teori model ekistensial atau gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi
apabila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki
kebanggaan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan body imegenya.
Prinsip dalam proses terapinya adalah mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul
dengan orang lai, memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap
sebagai panutan ( Experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara
introspeksi diri (self assasment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in
group), mendorong untuk mrerima jati dirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang
perilakunya dari orang lain (encoureged to accept self and control behavior).
Prinsip keperawatanya adalah Klien dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh
pengalaman yang berarti untuk mempelajari dirinya dan mendapatkan feedback dari orang lain,
misalnya melalui terapiaktivitas kelompok.
Teraphist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klienmelalui feed back, kritik, saran atau
reward dan punishment.

5. Supportive Therapy (Wermon, Rockland)


Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah faktor biopsikososial dan respon
maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti : sering sakit maag, migraine,
batuk – batuk,. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : Mudah cemas, kurang
peRcaya diri, perasaan bersalah, rasa bersalah, ragu- ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki
masalah seperti : susah bergaul, menarik diri, tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu
mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab
gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmampuan dalam beradaptasi pada
masalah- masalahyang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu.
Prinsip proses terapinya adalah dengan menguatkan respon coping adaptif, individu
diupayakan mengenal terlebih dahulu kekuatan – kekuatan apa yang adapada dirinya: kekuatan
mana yang dapat dipakai alternatif pemecahan masalahnya.

6. Medica (Meyer,Kreaplin)
Menurut Konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifaktor yang kompleks
meliputi aspek fisik, genetik, lingkungan dan faktor sosial. Sehingga fokus penatalaksanaannya
lengkap melalui pemeriksaan diagnostik, terapi somatic, farmakologi dan teknik intrapersonal.
Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur
diagnostikdan terapi jangka panjang. Therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan
mengenai dampak terapi, menentukan diagnosa, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang
akan digunakan.

D. SUPPORTIVE ENVIROMENT
I. Pendukung Pemulihan Jiwa
Proses pemulihan gangguan jiwa tidak bisa terjadi dalam ruang hampa. Adapun 4
dimensi yang mendukung pemulihan jiwa :
a. Kesehatan
Agar bisa pulih, penderita ganggaun jiwa harus sehat fisiknya, Mampu mengatasi
atau mengendalikan penyakit atau gejala penyakit yang di deritanya, dan mempunyai
cukup informasi sehingga bisa memilih segala sesuatu yang akan mendukung kesehatan
fisik dan jiwannya. Termasuk disini adalah terbebas dari kecanduan alkohol maupun obat
bius.
Penderita gangguan jiwa juga seperti oramng pada umumnya, mereka juga bisa terkena
penyakit fisik. Penyakit fisik penderita gangguan jiwa juga perlu dirawat dan
disembuhkan. Penderita gangguan jiwa yang mempunyai penyakit fisik berat lebih sulit
untuk bisa pulih dari sakit jiwanya.

b. Perumahan
Rumah atau tempat tinggal yang aman dan stabil sangat mendukung proses
pemulihan dari gangguan jiwa. Penderita gangguan jiwa tidak harus punya rumah
sendiritetapi adanya tempat tinggal yang aman dan stabil sangat penting bagi pemulihan
jiwa seseorang. Aman dan stabil disini berarti terbebas dari kekhawatiran dari diusir
sehingga mereka harus hidip menggelandang dijalanan. Mereka yang hidup
menggelandang dijalanan akan sangat sulit untuk bisa pulih kembali karena mereka tidak
mempunyai tempat tinggal yang aman dan stabil.

c. Tujuan
Penderita gangguan jiwa perlu mempunyai kegiatan harian yang bermakna yang
bisa berupa suatu pekerjaan, bersekolah, menjadi relawan atau melakukan pekerjaan
rumah tangga, kegiatan kreatif, mandiri, mempunyai penghasilan atau sumber daya
sehingga bisa berpartisipasdalam kehidupan sosial. Penderita gangguan jiwa yang tidak
mempunyai kegiatan yang berarti, hanya duduk melamun dengan sorotan mata yang
kosong, akan lebih sulit bisa pulih dan kembali hidup produktif di masyarakat. Tujuan
hidup atau keinginan untuk meraih sesuatu akan menjadi motor penggerak dari proses
pemulihan yang sering tidak mudah dan penuh tantangan.
d. Komunitas
Penderita gangguan jiwa perlu mempunyai jaringan kekerabatan atau pertemanan
yang mendukung dan bisa memberikan harapan, kehangatan serta persaudaraan. Mereka
yang hidupnya menyediri atau terisolasiakan lebih mudah untuk kembali kambuh
penyakitnya.
Komunitas tersebut bisa diciptakan dengan mengikuti beberapa kegiatan sosial di
masyarakat, seperti : kegiatan pengajian, olah raga, arisan, atau kegiatan yang terkait
dengan hobi.

II. Prinsip dasar pemulihan jiwa


Selain mengupayakan keberadaan 4 dimensi diatas ( kesehatan, perumahan,
tujuan, dan komunitas), penderita gangguan jiwa, keluarga, relawan jiwa perlu
memahami 10 dasar pemulihan dari gangguan jiwa (dari dr. Gunawan Setiadi, MPH),
yaitu :
a. Pemulihan muncul dari timbulnya harapan
Adanya kesadaran bahwa mereka bisa pulih dan mempunyai masa depan yang
lebih baik dibandingkan keadaan sekarang merupakan pendorong dan motivator
pemulihan. Kesadaran bahwa banyak penderita gangguan jiwa bisa mengatasi
tantangan, masalah dan hambatan seperti yang mereka hadapi ssat itu akan menjadi
munculnya pendorong pemulihan. Harapan bisa tumbuh dan diperkuat oleh
dukungan keluarga, teman, penderita yang telah pulih, tenaga kesehatan maupun
relawan gangguan jiwa. Adanya harapan merupakan pendorong proses pemulihan.

b. Dorongan untuk pulih berasal adaridalam diri seseorang


Konsep pemulihan berbeda dengan konsep rehabilitasi. Dalam rehabilitasi,
penderita bersikap pasif, yaitu minum obat sesuai petunjuk dokter dan melakuakan
kegiatan seperti yang diperintahkan oleh para perawat jiwa. Pemulihan gangguan
jiwa tidak akan bisa terjadi hanya dengan rajin munum obat dan menuruti perintah
orang lain. Agar bisa pulih, penderita harus mempunyai dorongan uttuk sembuhdan
memiliki keinginan untuk memperbaikki hidupnya.

c. Pemulihan terjadi melalui berbagai jalur


Jalur pemulihan berbeda antar satu orang dengan orang lainnya. Jalur tersebut
tergantung pada kondisi sosial ekonomi, dukungan keluarga, kemampuannya
mengatasi gejala, kondisi masyarakat dia tinggal, pengalaman hidupnya, tekanan
jiwa yang pernah dialaminya dan berbagai kondisi lainnya. Jalur pemulihan bisa
berupa : mendapat pengobatan yang tepat, mendapat dukungan psikososial keluarga
atau teman, kembali kesekola atau kuliah, mendapat atau mempunyi pekerjaan,
melakukan kegiatan seni, melakuakan kerja sosial atau kegiatan keagamaan.
Pemulihan juga kadang berjalan tidak mulus, dalam berarti bisa kambuh. Oleh
karena itu , dalam proses pemulihan perlu juga dilakuakan kegiatan untuk
meningkatkan daya tahan melawan tekanan hidup atau pemicu gangguan jiwa.
Agar tercipta jalur pemulihan yang seusai dengan masing – masing
individu penderita gangguan jiwa, perlu diciptakan lingkungan yang menndukung.

d. Pemulihan bersifat meyeluruh


Pemulihan harus mencukupi keseluruhan kehidupan seseorang, meliputi : fisik,
jiwa, dan kehidupan sosialnya. Pemulihan gangguan jiwa tidak hanya menggarap
masalah gejala gangguan jiwa, namun juga berbagai hal seperti : perawatan diri,
perumahan, keluarga, pendidikan, pekerjaan, keagamaan, kesehatan dan jaringan
sosial.
Pemulihan gangguan jiwa tidak akan optimal bila hanya menggarap satu sisi
kehidupan saja, misalnya dengan memberi obat saja, tapi pasien tidak di ajarkan
untuk merawat diri sendiri, tidak mempunyai kegiatan bermakna, dan komunitas
yang mendukung.

e. Pemulihan memerlukan dukungan keluarga, teman, dan masyarakat luas


Dalam situasi seperti ini di indonesia, dimana kemampuan pemerintah sangat
terbatas, dukungan proses pemulihan mau tidak mau mesti berasal dari keluarga,
lembaga sosial, teman dan masyarakat sekitarnya. Penderita yang telah pulih bisa
membantu dan mendampingi penderita gangguan jiwa lainnya, keluarga yang
anggotanyaa telah pulih bisa membantu keluarga lain yang masih berjuang membantu
pemulihan anggita keluarga yang sakit.

f. Pemulihan didukung jaringa pertemanan dan kekerabatan


Salah satu faktor penting dalam pemulihan adlah keluarga, saudara dan teman
yang percaya bahwa seseorang penderita gangguan jiwa bisa pulih dan kembali hidup
produktif di masyarakat. Mereka bisa memberikan harapan, semangat, dan dukungan
sumber daya yang diperlukan untuk pemulihan.
Melalui dukungan jaringan persaudaraan atau pertemanan, maka penderita
gangguan kejiwaan bisa mengubah hidupnya, keadaan yang kurang sehat dan tidak
sejahtera menjadi kehidupan yang lebih sejahtera dan mempunyai peranan di
masyarakat. Hal itu akan mendorong kemampuan pendrita gangguan jiwa mampu
hidup manddiri, mempunyai peranan dan partisipasi di masyarakat.

g. Pemulihan berbasis kebudayaan dan kepercayaan yang ada di masyarakat


Jalur dan proses pemulihan dipengaruhi kebudayaan dan kepercayaan yang ada di
masyarakatnya. Perbedaan dalam kebudayaan dan kepercayaan terseburt
mempengaruhi jalur dan proses pemulihan seseorang. Seseorang yang beragama
islam akan sulit pulih apabila proses pemulihannya memakai pendekatan agama lain
selain agama islam.
h. Pemulihan dengan memecahkan masalah kejiwaan yang memicu munculnya
gangguan jiwa
Pengalaman hidup yang menekan jiwa (kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan
seksual, perang, bencana) bisa menjadi penyebab gangguan jiwa. Keluarga, teman,
relawan jiwa dan penyedia pelayanan kesehatan jiwa perlu memahami hal tersebut
dan membantu mengupayakan si penderita gangguan jiwa mengatsi atau menerima
kejadian tersebut. Keluarga, teman dan masyarakat bisa memberikan dukungan,
pemberdayaan dan menyediakan berbagai pilihan agar penderita bisa mengelola
trauma. (membantu mengatasi trauma dengan cara menerima dan mengatasinya).

i. Pemulihan memanfaakan kekuatan dan tanggung jawab individu serta masyarakat


Individu, keluarga, dan masyarakat mempunyai kekuatan dan sumber daya masing-
masing yang bisa menjadi landasan dan mendukung pemulihan seseorang penderita
gangguan jiwa. Masing – masing penderita gangguan jiwa memounyai kekuatan yang
ada pada diri mereka sendiri. Pemulihan gangguan jiwa perlu didasarkan pada
kekuatan tersebut. Misalnya seseorang dalam jalur seni perlu mengambil jalur seni,
atau penderita dengan kampuan berdagang megambil jalur perdagangan sebagai dasar
proses pemulihannya.

j. Pemulihan di dasarkan pada penghormatan (Respek)


Penerimaan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa aka membantu proses
pemilihan. Di lain pihak, diskriminasi dan penghinaan menjadikan penderita
gangguan jiwa menjadi bahan olok –olok, akan menghalangi atau mempersulit
proses pemulihan. Keluarga dan masyarakat perlu menerima segala keterbatasan
penderita gamgguan jiwa dan membantunya agar bisa berkontribusi dalam
berkehidupan bermasyarakat.

III. Peranan keluarga, pelayanan kesehatan jiwa dan masyarakat


Semua prinsip dasar pemulihan perlu diterjemahkan dalam tindakan nyata sehari- hari,
baik oleh keluarga, penyedia pelayanan kesehatan jiwa maupun masyrakat sekitar. Berikut ini
kondisi keluarga, pelayanan kesehatan jiwa dan masyarakat yang akan dapat mendukung
pemulihan gangguan jiwa.
1. Suasana dan pelayanan yang menumbuhkan harapan dan optimisme.
Keluarga, pemberi pelayanan kesehtan jiwa dan anggota masyarakat perlu
memperlakukan penderita gangguan jiwa dengan sikap yang bisa menumbuhkan dan
mendukung tumbuhnya harapan dan optimisme. Harapan dan optimisme akan menjadi
motor penggerak pemulihan dari ganguan jiwa. Dilain pihak, kata – kata yang menghina,
memandang rendah dan menumbuhkan pesimisme akan bersifat melemahkan proses
pemulihan.
2. Fokus pada peningkatan kemampuan bukan pada pengurangan gejala semata.
Penderita gangguan jiwa sering tidak bisa berfungsi dalam kehidupan sehari –
hari dengan baik karena gangguan penyakitnya. Depresi membuat penderitanya lemas,
tidak bertenaga dan tidak bergairah. Halusinasi membuat seorang penderita psikosis
sukar berkonsentrasi, merasa takut, khawatir, gelisah. Waham membuat penderita tidak
bisa membedakan mana khyalan mana kenyataan. Gejala negatif pada penderita
skizofrenia sering terlihat sebagai orang malas, tidak punya inisiatif. Gejala gangguan
jiwa tersebut perlu sedapat mungkin dihilangkan atau diperkecil. Ada 2 cara utama dalam
menangkan gejala tersebut. Cara pertama, yang paling mudah adalah dengan memberikan
obat – obatan anti gangguan jiwa. Dengan minum obat, dalam waktu 2 - 3 minggu
( karna obat gangguan jiwa biasanya memerlukan untuk bereaksi), maka gejala – gejala
tersebut bisa bisa dikurangi. Namun, setiap obat pasti mempunyai efek (akibat) samping
yang dalam jangka panjang sering berbahaya. Cara kedua lebih sulit adalaha dengan
melakukan terapi psikososialuntuk mengatasi gejala dan menghilangkan penyebabnya.
Terapi psikososial memberikan kemampuan kepada para penderita gangguan jiwa untuk
mengatasi gejala penyakit yang di deritanya. Dalam pemulihan gangguan jiwa, terapi
psikososial lebih ditekankan bila perlu, khususnya dalam fase akut, perlu dikombinasikan
dengan pemberian obat – obatan . terapi psikososial tersebut, sebaiknya tidak hanya
diberikan oleh para tenaga profesional ( psikolog ataun psikiater), tetapi juga oleh
keluarga dan teman penderita gangguan jiwa. Psikoterapi dilakukan hanya selama 1 – 2
jam perminggu tentu tidak mencukupi.

3. Memberdayakan penderita gangguan jiwa


Semua pihak ( keluarga, pemberi jasa pelayanan kesehatan jiwa dan masyarakat) perlu
memberdayakan penderita gangguan jiwa dengan memberikan informasi ( tentang
penyakitnya, teknik mengatasi gejala, mencegah kambuh dan meningkatkan
kehidupannya), memberikan dukungan (psikologis dan sumber daya, seperti : alat musik
dia memerlukannya, binatang peliharaan) membantu membangun jaringan jaringan
pertemanan dan kekerabatan. Dalam jangka panjang, penderita gangguan jiwaperlu
menerapkan pola hidup sehat, termassuk didalamnya adanya pekerjaan atau kegiatan
yang bermakna.

4. Pendekatan menyeluruh
Upaya untuk membantu pemulihan gangguan jiwa perlu dilakukan dengan upaya yang
menyeluruh, yang meliputi : Pemberian pelayanan medis (pengobatan); dukungan
psikososial oleh tenaga profesional ( dokter atau psikolog), keluarga, teman, relawan jiwa
dan masyarakat; menciptakan sesuana yang mendukung pemulihan; dan penerimaan
masyarakat untuk mereka terlibat kembali dalam kegiatan sosial ekonomi di masyarakat.
Pemulihan sulit terjadi bila hanya dengan membawa penderita berobat atau konsultasi
psikologi sebulan sekali. Diantara waktu konsultasi, selama tinggal dirumah, penderita
hanya dibiarkan saja melamun tanpa kegiatan yang bermakna.
5. Dukungan spiritual
Membantu pemulihan gangguan jiwa bukan pekerjaan mudah yang bisa
diselesaikan dalam waktu 1-2 bulan saja. Pemulihan gangguan jiwa merupakan proses
panjang yang memerlukan kesabaran dan ketekunan. Agar proses pemulihan bisa
berjalan lancar , perlu adanya pertolongan dari Allah. Untuk itu, keluarga dan teman
perlu banyak berdoa, berdzikir, sholat sunat (utamannya sholat tahadjud) dan sedekah.
Kegiatan – kegiatan tersebut akan mendekatkan keluarga kepada allah dan
mempermudah terkabulnya doa.
Proses terjadinya gangguan jiwa berlangsung secara pelan – pelan dan bertahap.
Prosesnya bisa berlangsung berminggu – minggu hingga bertahun – tahun. Sering gejala
awal dimulai ketika berumur 15 tahunan dan memasuki fase akut ketika penderita
berumur 20 tahun. Oleh karena itu, pemulihan gangguan jiwa juga merupakan suatu
proses yang perlu dilakuakan selangkah demi selangkah dan diterapkan dalam kehidupan
sehari- hari.
Kegiatan – kegiatan pemulihan tersebut di kelompokkan kedalam kegiatan yang
akan mempertahankan kondisi kejiwaannya, kegiatan untukmengurangi gejala, kegiatan
untuk mencegah kambuh, kegiatan untuk meningkatkan daya tahan dan pengembangan
potensi dirinya. Dengan demikian kegiatan pemulihan gangguan jiwa di kelompokkan
kedalam :
a. Kegiatan untuk mempertahankan kondisi kejiwaan
Kegiatan yang membuat penderita merasa nyaman dan mengurangi gelisah, apabila
diterapkan dalm kondisi sehari –hsri lama kelamaan akan membuat mereka membaik
kondisi kesehatan jiwanya.
b. Kegiatan untuk menghilangkan dan mengurangi gejala
Kegiatan untuk menghilangkan dan mengurangi gejala tergantung dari gejala yang
dupunyainya, tingkat berat ringan gejalanya, jenis kegiatan yang disenanginya.
Kebanyakan penderita gangguan jiwa mengenal beberapa kegiatan tertentu yang bisa
mengurangi gejalanya. Misalnya : seseorang dengan gejala halusinasi suara bisa
berkurang gejalanya dengan mengajak seseorang mengobrol dengannya,
mendengarkan musik atau bermain gitar.
c. Kegiatan untuk mencegah kambuh
Kambuhnya penderita gangguan jiwa tidak muncul secara tiba – tiba. Kebanyakan
kambu tersebut dipicu oleh suatu kejadian yang tidak mengenakan di hati atau
perasaanya. Para penderita gangguan jiwa bipolar, maniak atauatu depresi sering
terjadi 6 bulan atau setahu sekali. Pemicu timbulnya gangguan jiwa juga bisa muncul
saat bersama orang lain , nuansa yang kacau, banyak tamu. Setiap penderita gangguan
jiwa dibantu keluarga atau teman untuk mengenali hal- hal yang menjadi faktor
pemicu. Ada 3 strategi dalam menghadapi faktor pemicu :
1. Mencegah terjadinya faktor pemicu
Beberapa pemicu bisa dihindari atau dicegah. Misalnya bila pemicunya adalah
strees karena pekerjaan kantor yang menumpuk, maka bisa dicegah dengan
mencicil pekerjaan yang dikerjakan jauh-jauh hari sebelumnya
2. Menghindari faktor pemicu
Beberapa pemicu kekambuhan juga bisa dihindari. Seperti minum minuman
keras, obat-mobat terlarang, berada di tempat keramaian dan merasa gelisah
penderita bisa menyendiri dulu.
3. Memperkuat ketahanan diri
Penderita gangguan jiwa yang mulai merasa gelisah bisa melakukan kegiatan
untuk menjadikannya lebih santai dan berkurang kegelisahannya. Misalnya
bernafas pelan, dalam dan lebih panjang, melakukan relasasi otot, melakuakan
hal-hal yang membuatnnya jauh lebih tenang.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep Recovery
Recovery merupakan proses dimana seseorang mampu untuk hidup, bekerja,
belajar dan berpartisipasi secara penuh dalam komunitasnya. Recovery berimplikasi
terhadap penurunan atau pengurangan gejala secara keseluruhan (Ware et al, 2008 dalam
Stuart 2013).
Kekuatan diri merupakan pondasi dari dukungan dan sistem recovery yang
berpusat pada diri sendiri dan motivasi diri. Aspek terpenting dari recovery didefinisikan
oleh setiap individu dengan pertolongan dari pemberi layanan kesehatan jiwa dan orang-
orang yang sangat penting dalam kehidupannya (Stuart, 2010).

Karakteristik Recovery
Selanjutnya muncul redefenisi tentang Recovery yang lebih humanistic yang
memiliki 10 Karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Bellack (2006) dengan ciri
tertentu yaitu :
1. Self direction
2. Individualized and Person Centered
3. Empowerment
4. Holistic
5. Non linier
6. Strengths – based
7. Peer support
8. Respect
9. Responsibillty
10. Hope

Model Recovery
Model recovery dalam keperawatan jiwa terdiri dari 6 model, yaitu :
- Psycoanalytical ( freud, erickson)
- Interpersonal ( Sullivaan, peplau)
- Social ( Caplan, Szasz)
- Existensial ( Ellies, Rogers)
- Supportive Therapy (Wermon, Rockland)
- Medica (Meyer,Kreaplin)
Supportive Enviroment
Lingkungan yang mendukung yang dapat membantu penyembuhan dan atau pemulihan
penderita gangguan jiwa. Proses pemulihan pada penderita gangguan jiwa tidak bisa
dilakukan dalam ruang hampa. Ada 4 dimensi yang mendukung proses pemulihan pada
penderita gangguan jiwa, yaitu
- Kesehatan
- Perumahan
- Tujuan
- Komunitas

DAFTAR PUSTAKA
O’brien,p.g, kennedy,w.z. & ballard k.a (2008). Keperawatan jiwa psikiatrik. Alih bahasa
subekti,n.b. Dkk. Jakarta : ege 12

William a. Anthony. “ recovery from mental illness: the guiding vision of the mental health
services system in the 1990s. “Psychososial rehabilitation journal 16, no. 4 (1993): 11-23.
Http://www.bu.edu/cpr/respiratory/articles/pdf/anthony1993.pdf

http://www.acdemia.edu/34603366/
LITERATUR_REVIEW_RECOVERY_PADA_PASIEN_GANGGUANJIWA

Anda mungkin juga menyukai