Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA Tn.H DENGAN BENIGNA PROSTATE HIPERPLASIA (BPH)


DI RUANG CEMPAKA RSUD WONOSARI

Oleh :

MARIA SEPTIANI SAKU LENGARI (KP16.01.153)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

ILMU KESEHATAN WIRA HUSADA YOGYAKARTA

2018
LAPORAN PENDAHULUAN
SISTEM PERKEMIHAN
BENIGNA PROSTATE HIPERPLASIA (BPH)

A. Defenisi
Benign prostatic hyperplasia adalah penyakit yang disebabkan karena penuaan. BPH dapat
didefenisikan sebagai pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas ke dalam kandung
kemih yang menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra (Roehrborn, 2011).
Secara patologis BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel stoma dan epitella
pada bagian perluretra prostat disebabkan adanya proliferasi atau gangguan pemrogaman
kematian sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel (Roehrborn, 2011)
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa BPH adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang ke atas
ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.
B. Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih, mengelilingi uretra posterior dan
disebelah proksimalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar
prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul

(Wibowo & Paryana, 2009).


Gambar 1 Anatomi Kelenjar Prostat
Prostat terdiri atas kelenjar majemuk, saluran-saluran, dan otot polos. Prostat dibentuk oleh
jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular. Prostat dibungkus oleh kapsula fibrosa dan bagian
lebih luar oleh fascia prostatica yang tebal. Diantara fascia prostatica dan kapsula fibrosa
terdapat bagian yang berisi anyaman vena yang disebut plexus prostaticus. Fascia prostatica
berasal dari fascia pelvic yang melanjutkan diri ke fascia superior diaphragmatic urogenital,
dan melekat pada os pubis dengan diperkuat oleh ligamentum puboprostaticum. Bagian
posterior fascia prostatica membentuk lapisan lebar dan tebal yang disebut fascia Denonvilliers.
Fascia ini sudah dilepas dari fascia rectalis dibelakangnya. Hal ini penting bagi tindakan operasi
prostat (Purnomo, 2011).

Gambar 2 Anatomi prostat


Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas
empat lobus, lobus posterior, lobus lateral, lobus anterior, dan lobus medial. Lobus posterior
yang terletak di belakang uretra dan dibawah duktus ejakulatorius, lobus lateral yang terletak
dikanan uretra, lobus anterior atau isthmus yang terletak di depan uretra dan menghubungkan
lobus dekstra dan lobus sinistra, bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot
polos, selanjutnya lobus medial yang terletak diantara uretra dan duktus ejakulatorius, banyak
mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula vesicae
yang menonjol kedalam vesica urinaria bila lobus medial ini membesar. Sebagai akibatnya
dapat terjadi bendungan aliran urin pada waktu berkemih (Wibowo dan Paryana, 2009).
Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah walnut atau buah kenari besar.
Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm dengan
berat sekitar 20 gram. Bagian- bagian prostat terdiri dari 50 – 70 % jaringan kelenjar, 30 – 50
% adalah jaringan stroma (penyangga) dan kapsul/muskuler. Bagian prostat terlihat di gambar
2

Gambar 3 Bagian Prostat


Vaskularisasi pada prostat berasal dari arteri dan vena. Arteri vesikal inferior, arteri pudendal
interna, dan arteri hemoroid menyuplai darah ke prostat. Sedangkan vena dari prostat akan
berlanjut ke pleksus periprostatik yang terhubung dengan vena dorsal dalam dari penis dan vena
iliaka interna.
Prostat merupakan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus prostatikus atau
pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis dan simpatik
dari nervus hipogastrikus. Rangsangan parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel
prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat kedalam
uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. System simpatik memberikan inervasi pada otot
polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu terdapat banyak reseptor
adrenergic. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot tersebut. Pada usia
lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasi jinak
sehingga dapat menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
kemih (Purnomo, 2011).
Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa yang menyerupai susu untuk menetralisir keasaman
vagina selama senggama dan meningkatkan motilitas sperma yang optimum pada pH 6,0
sampai 6,5. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior
untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume
cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat (Purnomo, 2011)
Purnomo (2011) mengatakan bahwa fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung
kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti. Bagian
yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi peka terhadap
androgen, oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang mengalami hiperplasi karena
sekresi androgen berkurang sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat
dapat membentuk enzim asam fosfatase yang paling aktif bekerja pada pH 5. Kelenjar prostat
mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung
asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulase serta fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan
prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan
cairan prostat keluar bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan 70%
volume cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan menjaga agar
spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita, dimana sekret vagina sangat asam (pH:
3,5-4). Cairan ini dialirkan melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra posterior untuk
kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan
prostat kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat. Dengan demikian sperma dapat hidup
lebih lama dan dapat melanjutkan perjalanan menuju tuba uterina dan melakukan pembuahan,
sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5
akibatnya mungkin bahwa caira prostat menetralkan keasaman cairan dan lain tersebut setelah
ejakulasi dan sangat meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma (Wibowo dan Paryana,
2009 ).

C. Etiologi
Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim de jong (2010) dengan bertambahnya usia, akan terjadi
perubahan keseimbangan testosteron danestrogen karena produksi estrogen menurun dan
terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Perubahan
mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikrokopik
ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun
angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut
menyebabkan gejala dan tanda klinis. hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab
prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut.
b. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati. Diduga
hormon androgen berperan menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi,
terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostate. Estrogen diduga mampu
memperpanjang usia sel-sel prostate.
d. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.

D. Patofisiologi
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam
prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas
dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri
dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses
pembesaran prosta terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga
terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada
leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi,
keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien
tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin
yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran urin
tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-putus
(intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai
berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami
iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika
urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap
berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya
gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat
berkemih /disuria (Purnomo, 2011).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi
inkontinensia paradox (keadaan dimana tekanan vesika urinaria menjadi lebih tinggi daripada
tekanan sfingter dan terjadi obstruksi). Retensi kronik menyebabkan refluk vesika ureter,
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi.
Pada waktu miksi pasien harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau
hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan
didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.
Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis (peradangan kandung kemih) dan bila terjadi refluk
akan mengakibatkan pielonefritis (inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang
disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri)

E. KOMPLIKASI
Menurut Andra dan Yessie (2013), komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah:
a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal
ginjal.
b. Proses perusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi.
c. Hernia/hemoroid
d. Hematuria.
e. Sistitis dan Pielonefritis Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonephritis.
F. Pencegahan
- Perubahan gaya hidup, salah satunya menghindari merokok
- Meningkatkan makanan yang kaya lycopene ( tomat), selenium (makanan laut), vitamin
E, isoflavonoid (produk kedelai)
- Berolahraga secra teratur sesuai umur dan kondisi tubuh
- Menghindari obat-obatan parasimpatolitik ( menghambat fungsi simpatik) misalnya
mengurangi kopi agar tidak sering buang air kecil
- Selain pemeriksaan dini, pencegahan yang paling efektif dan layak dilakukan sebelum tahu
pasti adanya gangguan prostat adalag mengurangi atau menghindari makanan berkolestrol
G. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan
jari yang sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur dinilai:

1) Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR).


2) Mencari kemungkinan adanya massa didalam lumen rectum.
3) Menilai keadaan prostate.
b. Laboratorium
1) Urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria.
2) Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal.
c. Pengukuran derajat berat obstruksi

1) Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal sisa urin kosong
dan batas intervensi urin lebih dari 100 cc batas intervensi urin lebih dari 100 cc).

2) Pancaran urin (uroflowmetri) syarat : jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml. angka
normal rata-rata 10 s/d 12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.

d. Pemeriksaan lain
1) BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel, penebalan bladder
2) USG dengan transuretral ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk menentukan volume
prostate
3) Trans-abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol ke buli-buli
yang dapat dipakai untuk meramalkan derajat berat obstruksi apabila ada batu dalam vesika.
4) Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder. Menurut
sjamsuhidajat dan wim de jong (2007), dengan pemeriksaan radiologik, seperti foto polos perut
dan pielografi intravena, dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan, misalnya batu
saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikulum kandung kemih. kalau dibuat foto stelah miksi,
dapat dilihat sisa urin. Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada
dasar kandung kemih. Secara tidak langsung, pembesaran prostat dapat diperkirakan apabila
dasar buli-buli pada gambaran sistogram tampak terangkat ujung distal ureter membelok ke atas
berbentuk seperti mata kail. Apabila fungsi ginjal buruk sehingga ekskresi ginjal kurang baik
atau penderita sudah dipasang kateter menetap, dapat dilakukan sitogram retrograd
F. Penatalaksanaan
Menurut Sjamsuhidjat dan de Jong (2010) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis, yaitu :
a. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan
terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak
mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak
dianjurkan untuk pemakaian lama.
b. Stadium II
Ada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra).
c. Stadium III
Pada stadium III reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya
dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika,
retropubik dan perineal.
d. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi
urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan Transurethral
Resection (TUR) atau pembedahan terbuka.Pada penderita yang keadaan umumnya tidak
memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan
memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah
dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Andra saferi dan yessie mariza, (2013) penatalaksanaan pada BPH dapat
dilakukan dengan:
a. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi, hindari
alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
b. Medikamentosa
Terapi medikamentosa pada penanganan BPH antara lain :
1) Mengharnbat adrenoreseptor alfa
2) Obat anti androgen
3) Penghambat enzim alfa 2 reduktase
4) Fisioterapi
c. Terapi Bedah
Prostatectomy merupakan tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh)
yang memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaiki aliran urin dan menghilangkan
retensi urinaria akut. Prostatektomy diindikasikan untuk hiperplasia dan kanker prostat.
Prostatektomi mencakup bedah pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar
prostat. Pendekatan pembedahan dapat transuretra (melalui uretra), atau melalui
suprapubis (abdomen bawah dan leher kandung kemih), perineal (anterior rektum), atau
insisi retropubis (abdomen bawah, tidak dilakukan reseksi leher kandung kemih).
(Carpenito, 2010)
Menurut Smeltzer dan Bare (2008) jenis Prosratektomy, yaitu :
1) Trans Uretral Resection Prostatectomy (TURP)Yaitu pengangkatan sebagian
atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan
melalui uretra.
2) Prostatektomi Suprapubis (Suprapubic/Open Prostatectomy)Yaitu
pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.
3) Prostatektomi retropubis (Retropubik Prostatectomy) Yaitu pengangkatan
kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior
tanpa memasuki kandung kemih.
4) Prostatektomi Peritoneal (Perineal Prostatectomy) Yaitu pengangkatan kelenjar
prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rectum
d. Terapi Invasif Minimal
Terapi invasif minimal dalam penatalaksanaan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH),
antara lain:
1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT) Yaitu pemasangan prostat
dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang
dipasang melalui/pada ujung kateter.
2) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
3) High Intensity Focused Ultrasound
4) Ablasi Jarum Transuretra (TUNA)
5) Stent Prostat
G. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
 Anamnesa
Identitas : Umur biasa 50 tahun keatas , Jenis Kelamin laki-laki, Ras (tertinggi di afrika
dan amerika ) dan pria berkulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih besar untuk
menderita kanker prostat di bandingkan pria berkulit putih
 Riwayat Penyakit
 Keluhan Utama
Pre operasi : Susah buang air besar
Post operasi : nyeri
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada Pasien BPH, keluhan yang biasanya adalah frekuensi, nokturia, urgensi, dysuria,
pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi (sulit memulai miksi)
intermiten (kencing terputus-putus), waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi
retensi urine dan nyeri saat BAK.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji Apakah memiliki riwayat penyakit infeksi saluran kemih (ISL), adakah riwayat
mengalami kanker prostat, apakah pasien pernah mengalami pembedahan prostat/hernia
sebelumnya.
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit BPH.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Compos Mentis
Kesadaran GCS : 15
TTV : Batas normal
 Pemeriksaan Fisik
Abdomen
Pre Operasi
Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukan renal insufisiensi dari obstruksi
yang lama, distensi kandung kemih, inspeksi penonjolan pada daerah supra pubis, retensi
urine. Palpasi akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang
air kecil. Perkusi redup residual urine.
Post Operasi
Inspeksi : bentuk perut, apakah ada lesi atau luka
Palpasi : apakah ada nyeri tekan, hati teraba
Auskultasi: Bising usus.
Perkusi: abdomen keselurahan timpani, hati pekak.
 Genetalia
Pre operasi
Uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu
uretra/femosis.
Pemeriksaan rectal toucher ( colok dubur ) posisi knee chest syarat : buli-buli
kosong/dikosongkan. Tujuan menentukan konsistensi prostat dan menentukan besar prostat.
Post operasi
Inspeksi : Terpadang kateter, terdapat benjolan pada bagian skrotum, kemerahan atau
eritema, urin keluar sedikit, terdapat gumpalan darah pada selang kateter,
Palapasi : Nyeri tekan pada bagian benjolan.
Data Dasar Pengkajian Pasien
Sirkulasi
Peningkatan Tekanan Darah Efek pembesaran ginjal
 Eliminasi
Tanda : Merasa padat dibagian abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan
kandung Kemih, Hernia Inguinalis : Hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan
abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan.
Gejala: penurunan kekuatan/ dorong aliran urin : tetesan, keragu-raguan pada berkemih
awal, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, nokturia,
dysuria, hematuria, duduk untuk berkemih, ISK berulang, riwayat batuk / stasis urinaria,
konstipasi.
Makanan / Cairan
Anorkesia, mual-muntah, penurunan BB.
Nyeri/Kenyamanan
Nyeri suprapubis, pangggul, punggung, demam
G. Diagnosa yang mungkin muncul
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ( prosedur bedah )
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
3. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen
(adanya media masuknya kuman akibat prosedur invasive)
H. Intervensi keperawatan
No Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji secara menyeluruh
dengan agen cedera fisik keperawatan 3x24 jam tentang nyeri termasuk lokasi,
diharapkan nyeri berkurang durasi, frekuensi, itensitas,
atau hilang dengan kriteria dan fraktor penyebab
hasil : 2. Observasi isyarat non verbal
1. Laporkan frekuensi dariketidaknyamanan
nyeri terutama jika tidak dapat
2. Kaji frekuensi nyeri berkomunikasi secara efektif
Lamanya nyeri 3. Berikan analgetik dengan
berlangsung tepat
3. Ekpresi wajah 4. Berikan informasi tentang
berlangsung nyeri seperti penyebab nyeri,
4. Ekpresi wajah terhadap berapa lama akan berakhir
nyeri dan antisipasi
5. Perubahan vital sigh ketidaknyamaan dari
prosedur
5. Ajarkan teknik non
farmakologi (misalnya
relaksasi¸distraksi)
2. Ha mbatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu pasien untuk
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam menggunakan fasilitas alat
kerusakan neurovaskuler diharapkan pasien dapat bantu jalan dan cegah
meningkatkan mobilisasi pada kecelakaan atau jatuh
tingkat yang lebih tinggi 2. Tempatkan meja klien pada
dengan kriteria: posisi yang mudah di jangkau
1. Gerakan otot 3. Monitor pasien falam
2. Gerakan sendi menggunakan alat bantu jalan
3. Ambulasi jalan dan yang lain
kursi roda 4. Intruksikan pasien/pemberi
4. Memposisikan tubuh pelayanan ambulansi tentang
teknik ambulansi.
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik isolasi
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam dan batasi pengunjung
peningkatan paparan diharapkan resiko infrksi tidak 2. Pertahankan Lingkungan
lingkungan terhadap terjadi dengan kriteria: aseptic
pathogen (adanya media 1. Klien terbebas dari 3. Lakukan perawatan luka
masuknya kuman akibat tanda dan gejala infeksi dengan mempertahankan
prosedur invasive) 2. Jumlah leukosit dalam teknik aseptic
batas normal 4. beri terapi antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M dan Dayrit, M. 2007. Seri Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem Reproduksi
& Seksualitas. Jakarta: EGC.
Baszora. 2011. Instrumentasi Teknik Hernia.
Iscan, Hendrizal. 2010. “Perbandingan Nyeri Pasca Operasi Herniorrhaphy Secara Lightenstein
dengan Trabucco”. Tidak Diterbitkan. Penelitian Akhir. Padang: Bagian Ilmu Bedah, Fakultas
Kedokteran, Universitas Andalas, RSUP Dr. M. Djamil.
Marszalek, M. dkk. 2009. Transurethral Resection of the Prostate. [diakses pada 31 Oktober 2015]
Nurarif, A.H, & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action Publishing.
Purnomo, B. 2011. Dasar-dasar Urologi,. Jakarta: Sagung Seto.
Taylor. M. C dan Ralph, S. S. 2010. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan Edisi 10.
Jakarta: EGC
Wilkinson, M Judith dan Ahern R. Nancy. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
Nanda, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Jakarta: EGC
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan Keperawatan Medikal Bedah III padan Tn.H dengan Benigna Prostate
Hiperplasia (BPH) di Ruang Cempaka RSUD Wonosari di susun untuk memenuhi Tugas PKK
KMB III semester V, pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Praktikum

(MARIA SEPTIANI SAKU LENGARI)

Mengetahui

CI lahan, CI Akademik

(…………………………….) (…………..…………………)

Anda mungkin juga menyukai