2. Mengapa pasien demam ringan dan banyak keringat saat malam hari?
Pemberian imunisasi BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang dianalisis
untuk mencegah kejadian tuberkulosis paru anak. Dari hasil analisis diketahui ada 23
kasus yang mendapat imunisasi BCG terkena TB paru dan 30 kasus yang
mendapat imunisasi BCG tetapi tidak terkena TB paru. Secara statistik variable tersebut
menunjukkan adanya hubungan antara imunisasi BCG dan kejadian TB paru. Pada analisis
bivariat didapatkan Rasio Odds (RO) dengan interval kepercayaan (CI) 95% sebesar 0,804
yang berarti anak yang mendapatkan imunisasi BCG memiliki kemungkinan terkena TB
paru 0,804 kali. Hasil penelitian ini sejalan dengan penemuan Briassoulis (2005) bahwa
imunisasi BCG tidak sepenuhnya melindungi anak dari serangan tuberculosis paru, juga
teori Utama (2003) bahwa tingkat efektivitas vaksin BCG 0-80% bisa melindungi sebagian
besar rakyat dari kuman tuberkulosis. Imunisasi BCG tidak mencegah penyakit tuberkulosis
primer tapi mencegah terjadi komplikasi yang lebih berat dari tuberkulosis, misalnya
meningitis TB dan efusi pleura
6. Hubungan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan dan pemeriksaan dahak terhadap
kondisi pasien?
7. Bagaimana patofisiologi dari penyakit TB?
KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret
darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
FARMASI
Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu:
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
- Penderita baru TBC paru BTA positif.
- Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3 Diberikan kepada :
- Penderita kambuh.
- Penderita gagal terapi.
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif(10).
Kategori 4: RHZES
Diberikan pada kasus Tb kronik
2. Bagaimana monitoring terkait pemantauan obat? (farmasi)
3. Bagaimana interaksi dari masing-masing obat? (farmasi)
4. Mengapa obat dapat mengalami resistensi dan cara menanggulangi? (farmasi)
Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu :
• Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberculosis
• Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, baik karena jenis obatnya yang tidak tepat
misalnya hanya memberikan INH dan etambutol pada awal pengobatan, maupun karena di
lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan,
misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua
obat tersebut sudah cukup tinggi
• Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu stop,
setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali selama
dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya
• Fenomena “ addition syndrome” (Crofton, 1987), yaitu suatu obat ditambahkan dalam
suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB
telah resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam
obat hanya akan menambah panjang nya daftar obat yang resisten
• Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik, sehingga
mengganggu bioavailabiliti obat • Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang
ke suatu daerah kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan
• Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan kebosanan
• Pengetahuan penderita kurang tentang penyakit TB
• Belum menggunakan strategi DOTS
• Kasus MDR-TB rujuk ke ahli paru