SOP DR Anestesi
SOP DR Anestesi
NOMOR : 898/PER/RS/I/2014
TENTANG
PANDUAN INSTALASI STERILISASI PUSAT (CSSD)
RUMAH SAKIT
MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN :
KESATU : Panduan Sterilisasi Pusat (CSSD) Rumah Sakit
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KEDUA : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal diterbitkan dan akan
dilakukan evaluasi setiap tahunnya.
Ditetapkan di : Semarang
Tanggal : 13 Rabiul Awal 1435H
15 Januari 2014M
RUMAH SAKIT
Direktur Utama
3
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR : 898/PER/RS/I/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan untuk menghancurkan
semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan dapat dilakukan dengan proses kimia
atau fisika.
Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan yang mengutamakan keselamatan
pasien dan petugas selalu berupaya untuk mencegah terjadinya resiko infeksi rumah sakit. Untuk
mencapai keberhasilan tersebut maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di Rumah Sakit dengan
cara melakukan sterilisasi pada alat atau bahan tertentu yang bertujuan untuk menghancurkan
semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan dapat dilakukan dengan proses kimia
atau fisika.
Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi
nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu dilakukan pengendalian
infeksi di rumah sakit.
Pusat sterilisasi merupakan salah satu pemutus mata rantai kehidupan mikroba termasuk
endospora. Pusat sterilisasi adalah tempat yang penting di dalam rumah sakit untuk mengendalikan
infeksi dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya menekan kejadian infeksi di rumah
sakit. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, pusat sterilisasi sangat tergantung dengan berbagai
unit lain yang terkait antara lain, unsur pelayanan medik, penunjang medik, bagian lain seperti
perlengkapan, logistik, perlengkapan, rumah tangga, pemeliharaan sarana, sanitasi dan lain-lain.
Apabila terjadi hambatan pada salah satu unit maka pada akhirnya akan mengganggu proses dan
hasil sterilisasi.
Alat dan bahan yang digunakan di rumah sakit sangat bervariasi dan dalam jumlah yang banyak.
Penggunaan alat dan bahan yang disterilkan juga demikian besar. Hal ini merupakan dasar pemikiran
Rumah Sakit untuk memiliki pusat sterilisasi tersendiri dan mandiri dengan pengelolaan yang baik.
Pusat sterilisasi/ Central Sterile Supply Department (CSSD) merupakan salah satu instansi yang
berada dibawah Kepala Instalasi Kamar Bedah dan bertanggung jawab langsung kepada
Direktur Pelayanan Rumah Sakit. Pusat sterilisasi ini bertugas memberikan pelayanan terhadap
semua kebutuhan kondisi steril atau bebas dari mikroba (termasuk endospora) secara cepat dan
tepat. Untuk melaksanakan tugas sterilisasi alat atau bahan secara professional, diperlukan
pengetahuan dan ketrampilan tertentu yang baik oleh perawat, apoteker, ataupun tenaga non medik
yang berpengalaman dibidang sterilisasi.
Angka infeksi nosokomial sangat tinggi, dibuktikan dari hasil survey prevalensi di 11 rumah sakit
di Jakarta dan RS. Prof. Dr. Sulianti Saroso pada tahun 2003, didapatkan angka ILO (infeksi Luka
Operasi) 18,9 %, ISK (infeksi Saluran Kemih) 15,1 %, Pneumonia 24,5 % dan Infeksi saluran nafas
lain 15,1 % serta infeksi lain sebesar 32,1 %. Maka peran pusat sterilisasi (CSSD) untuk
meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
adalah sangat perlu diterapkan. Hal ini juga terkait dengan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pendidikan, pembinaan dan
pelatihan serta monitoring dan evaluasi terkait infeksi.
B. Falsafah
Pusat sterilisasi/ CSSD Rumah Sakit memberikan pelayanan sterilisasi alat dan bahan dengan
sebaik-baiknya untuk melayani dan membantu kebutuhan alat dan bahan steril seluruh unit di
rumah sakit.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman dalam pelayanan sterilisasi alat dan bahan guna menekan kejadian infeksi di
Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
c. Dapat membantu menurunkan angka kejadian infeksi atau infeksi nosokomial di Rumah Sakit.
d. Sebagai panduan kerja bagi tenaga pemberi pelayanan pusat sterilisasi dalam memberikan
pelayanan.
e. Mewujudkan patient safety sebagai wujud pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit.
D. Istilah
1. Aerasi adalah pemaparan kemasan yang baru disterilkan gas etilen oksida pada sirkulasi udara
untuk menghilangkan sisa gas etilen oksida.
4. Antiseptik adalah disinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan membran mukosa
untuk menurunkan jumlah mikroorganisme
5. Autoclaf adalah suatu alat/mesin yang digunakan untuk sterilisasi denganmenggunakan uap
bertekanan
6. Bacillus stearothermophylus adalah mikroorganisme yang dapat membentuk spora serta resisten
terhadap panas dan digunakan untuk uji efektifitas sterilisasi
7. Bacillus subtilis adalah mikroorgisme yang dapat membentuk spora dandigunakan untuk uji
efektifitas sterilisasi etilen oksida
9. Bowie-Dick Test adalah uji efektifitas pompa vakum pada mesin sterilisasi uap berpompa
vakum, penemu metodenya adalah j.h Bowie dan J. Dick
10. Dekontaminasi adalah proses untuk mengurangi jumlah pencemarmikroorganisme atau substansi
lain yang berbahaya sehingga aman untuk penanganan lebih lanjut
11. Disinfeksi adalah proses inaktivasi mikroorganisme melalui sistem termal (panas) atau kimia
13. Inkubator adalah alat yang digunakan untuk dapat menghasilkan suhu tertentu secara kontinyu
untuk menumbuhkan kultur bakteri
14. Inkubator biologi adalah sedian berisi sejumlah tertentu mikroorganisme spesifik dalam bentuk
spesifik dalam bentuk spora yang paling resisten terhadap suatu proses sterilisasi tertentu dan
digunakan untuk menunjukkan bahwa sterilisasi telah tercapai.
15. Indikator kimia adalah suatu alat berbentuk strip atau tape yang menandaiterjadinya pemaparan
sterilan pada obyek yang disterilkan, ditandai dengan adanya perubahan warna
16. Indikator mekanik adalah penunjuk suhu, tekanan, waktu dll pada mesin sterilisasi yang
menunjukkan mesin berjalan normal
17. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh di Rumah Sakit dimana pada saat masuk
rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak dalam masa inkubasi.
18. Lumen adalah lubang kecil dan panjang seperti pada kateter, jarum suntikmaupun pembuluh
darah
20. Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora
21. Sterilisasi adalah proses penghancuran semua mikroorganisme termasuk spora melalui cara
fisika atau kimia
23. Termokopel adalah sepasang kabel termo-elektrik untuk mengukur perbedaan suhu dan
digunakan untuk mengkalibrasi suhu pada mesin sterilisasi.
E. Manfaat
Sebagai pedoman penatalaksanaan pusat sterilisasi (CSSD) dalam meningkatkan mutu pelayanan
yang bertujuan untuk mencegah resiko terjadinya infeksi di Rumah Sakit.
F. Landasan Hukum
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan
6. Permenkes Nomor 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
7. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya tahun 2008
BAB II
DI RUMAH SAKIT
Peralatan medis dan bahan penunjang yang digunakan dalam pelayanan kepada pasien yang
membutuhkan kondisi steril, biasanya dilakukan disetiap unit/ ruang yang membutuhkan. Rumah
sakit harus menyediakan alat sterilisasi di masing-masing unit/ ruang dan dengan menggunakan
prosedur yang belum dapat di standarkan. Sistem ini juga menyebabkan sulitnya melakukan kontrol
terhadap hasil/ mempertahankan kualitas hasil sterilitasi. Di masing-masing unit/ ruang juga masih
sulit dalam pengawasan proses dekontaminasi maupun proses sterilisasi.
Seiring dengan semakin berkembangnya ilmu, teknologi dan kebutuhan akan pelayanan medis
serta pelayanan yang mengutamakan safety patient, maka rumah sakit perlu mengembangkan
proses sterilisasi yang tersentral dan terkoordinir sehingga seluruh rangkaian perlakuan terhadap
alat dan bahan yang dibutuhkan dalam kondisi steril menjadi lebih efisien, ekonomis, dan terkontrol
dengan harapansafety patient semakin terjamin.
Pusat sterilisasi di rumah sakit mempunyai tugas dan fungsi utama yaitu menyiapkan alat bersih
dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Untuk lebih jelas dari fungsi dan tugas
CSSD adalah dimulai dari menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan, menyimpan dan
mendistribusikan peralatan dan bahan medis steril ke seluruh unit/ ruang di rumah sakit untuk
kepentingan perawatan pasien.
A. Tujuan
1. Membantu unit/ ruang lain di rumah sakit yang membutuhkan alat dan bahan kondisi steril untuk
mencegah terjadinya infeksi.
2. Menurunkan angka kejadian infeksi yang timbul akibat perawatan di rumah sakit.
4. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilitas terhadap produk yang dihasilkan.
5. Membantu effisiensi tenaga medis dan perawat dalam kegiatan pengelolaan alat.
8
3. Mendistribusikan alat steril siap pakai yang dibutuhkan oleh unit/ ruang perawatan.
4. Mendistribusikan alat steril siap pakai yang dibutuhkan oleh ruang/ unit khusus.
5. Mendistribusikan bahan steril siap pakai untuk semua unit/ ruang sesuai kebutuhan.
6. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan, bahan yang aman digunakan untuk pelayanan pasien
dengan tetap memperhatikan mutu, keamanan dan efisiensi.
7. Mempertahankan hasil sterilitas yang memadai sesuai standar untuk keperluan perawatan pasien.
8. Mempertahankan standar yang telah ditetapkan dan melakukan evaluasi hasil sterilisasi.
9. Melakukan dokumentasi setiap aktivitas pembersihan, desinfeksi, sterilisasi dan distribusi sebagai
bagian dari program upaya pengendalian mutu dan pencegahan pengendalian infeksi.
10. Melakukan pengawasan terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan pengendalian
infeksi bersama dengan komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi (PPI).
Tanggung jawab pusat sterilisasi di rumah sakit tergantung dari besar kecilnya rumah sakit. Hal ini
juga terkait dengan struktur organisasi dan proses sterilisasi yang dilakukan.
1. Penerimaan; alat kotor dari berbagai unit perawatan dan unit khusus diterima oleh petugas
CSSD.
2. Pencatatan; alat yang masuk ke CSSD dicatat dalam buku ekspedisi alat masuk.
3. Perendaman; alat dimasukkan dalam bak dan direndam dalam cairan desinfeksi 10-15 menit.
4. Pencucian; pencucian alat yang telah digunakan harus dibersihkan dengan baik sebelum
disterilkan.
7. Pengamatan dan pengesetan; alat dicek fungsi dan diperiksa kelengkapannya. Dilakukan pengesetan
sesuai kebutuhan dan jenis alat. Bahan linen hasil
pencucian loundry, diperiksa, dan dilakukan setting sesuai kebutuhan dan jenis linen.
9. Labelling; setiap kemasan diberi label yang menjelaskan isi set alat, tanggal sterilisasi, tanggal
kadaluarsa, kode petugas dan indikator sterilisasi.
10. Produksi; membuat dan mempersiapkan bahan habis pakai untuk pelayanan steril (kassa
balut, depper, hand scoon, lidi kapas, dll).
12. Penyimpanan; penyimpanan alat dan bahan steril pada rak bersih, dengan memperhatikan
kondisi penyimpanan.
13. Distribusi; dilakukan sesuai kebutuhan ruang perawatan/ unit khusus dengan memperhatikan
stok/ kebutuhan.
14. Pembersihan dan kontrol alat sterilisasi; dilakukan pemeliharaan alat sterilisasi rutin setiap bulan
sekali.
Akltivitas sterilisasi dilakukan setiap hari dengan frekuensi yang cukup sering. Dan supaya
aktivitas tersebut berjalan lancer, baik dan tidak terkendala, diperlukan pemeliharaan, pengaturan
jadwal dan maintenance yang teratur terhadap mesin/ alat sterilisasi.
1. Setiap rumah sakit harus memiliki pusat sterilisasi alat dan bahan yang mandiri yang mampu
memberikan pelayanan sterilisasi di rumah sakit dengan baik.
2. Memberikan pelayanan sterilisasi alat dan bahan medik untuk pelayanan perawatan terhadap
pasien untuk kebutuhan seluruh unit rawat inap dan unit khusus di rumah sakit.
10
BAB III
KETENAGAAN
A. Status Kesehatan
Seluruh tenaga yang bekerja di pusat sterilisasi Rumah Sakit (CSSD) diharapkan:
2. Tidak pernah menderita/ sedang menjalani proses pengobatan TBC pada setahun terakhir.
3. Mempunyai data kesehatan yang mencakup data fisik dan X-ray untuk penyakit paru.
4. Cek up kesehatan dan mempunyai laporan mengenai sakit yang pernah dialami selama bekerja di
CSSD seperti infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi gastrointestinal, infeksi pada mata dan
tertusuk jarum minimal setahun satu kali.
Kualifikasi tenaga yang bekerja di CSSD dibedakan sesuai dengan kapasitas tugas dan tanggung
jawabnya. Pembagian tugasnya dibagi atas penanggungjawab dan teknis pelayanan sterilisasi.
1) Memberikan pengarahan terkait ketenagaan dan pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan
unit.
3) Menyiapkan konsep dan rencana kerja serta melakukan evaluasi terhadap kinerja petugas CSSD.
b. Kualifikasi Tenaga:
1) Pada RS kelas A dan B, minimal pendidikan S1 dibidang kesehatan atau S1 umum dengan masa
kerja minimal 5 tahun dibidang sterilisasi.
2) Pada RS kelas C, minimal pendidikan D3 kesehatan atau D3 umum dengan masa kerja 5 tahun
dibidang sterilisasi.
11
2. Penanggungjawab CSSD
a. Uraian tugas:
1) Mengarahkan semua aktivitas staf yang berkaitan dengan proses sterilisasi di rumah sakit.
2) Mengarahkan semua aktivitas terkait supply alat medis steril bagi perawatan pasien di rumah
sakit.
3) Mengikuti ilmu pengetahuan terkini dalam pengembangan diri/ personel lain demi kemajuan
CSSD.
6) Memastikan bahwa proses yang diterapkan dalam pelayanan sterilisasi diterapkan dengan baik.
7) Melakukan koordinasi dengan unit lain dan bekerjasama dalam mewujudkan mutu pelayanan.
11) Membuat rencana program terhadap kebutuhan alat dan bahan sesuai kebutuhan.
b. Kualifikasi Tenaga:
1) Minimal pendidikan S1 kesehatan atau D3 kesehatan dengan pengalaman kerja 3 tahun dibidang
sterilisasi.
3) Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang konsep aktivitas dari unit yang dipimpinnya.
12
8) Kondisi kesehatan baik secara jasmani maupun rohani.
3. Staf CSSD
a. Uraian tugas:
5) Dapat menjalankan perintah pekerjaan baik secara langsung maupun melalui telp.
9) Ikut menjaga, memelihara dan rasa memiliki unit CSSD terhadap peralatan, gedung/ bangunan
dan aset yang ada.
b. Kualifikasi Tenaga:
a. Minimal lulusan SMA/ SMK atau sederajat dengan tambahan kursus/ pelatihan sterilisasi.
4. Administrator
a. Uraian tugas:
5) Dapat menjalankan perintah pekerjaan baik secara langsung maupun melalui telp.
10) Ikut menjaga, memelihara dan rasa memiliki unit CSSD terhadap peralatan, gedung/ bangunan
dan aset yang ada.
13
b. Kualifikasi Tenaga:
BAB IV
Sarana fisik dan peralatan di CSSD sangat mempengaruhi efisiensi kerja dan membantu pelayanan
di pusat sterilisasi rumah sakit. Dalam perencanaan sarana fisik dan bangunan sebaiknya
melibatkan staf CSSD. Mengingat pusat sterilisasi merupakan jantung rumah sakit dimana CSSD
mempunyai tugas pokok menerima bahan dan alat medik dan menjadikan seluruh bahan dan alat
medik dari semua unit di rumah sakit dalam kondisi rsirsirsirsisteril serta mendistribusikannya
sesuai kebutuhan kondisi steril. Hal ini tidak lepas dari menentukan lokasi/ tempat CSSD berada.
A. Bangunan CSSD
5. RS dengan 1000 TT, luas bangunan minimal 450 m2 Denah ruang CSSD (Lampiran 1)
15
B. Lokasi CSSD
Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruang pemakai alat/ bahan steril terbesar di rumah sakit
seperti kamar bedah, ICU, unit perawatan, dll di rumah sakit. Penetapan/ pemilihan lokasi yang
tepat akan memudahkan dan berdampak pada efisiensi kerja dan meningkatkan pengendalian
infeksi di rumah sakit. Lokasi ytang tepat akan meminimalkan resiko kontaminasi silang karena
pengaruh lalu lintas/ transportasi alat steril. Unit CSSD diupayakan juga dekat dengan loundry atau
pencucian linen karena set linen untuk kebutuhan steril akan lebih mudah dalam penyiapannya.
Pada prinsipnya ruang CSSD terdiri dari ruang bersih dan ruang kotor yang didesain sedemikian
rupa untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang antara ruang kotor ke ruang bersih. Selain
itu pembagian ruang CSSD juga dibuat senyaman mungkin disesuaikan dengan alur kerjanya.
Ruang CSSD dibagi dalam 5 (lima) ruang yaitu :
1. Ruang dekontaminasi
Ruang ini didesain untuk penerimaan barang kotor. Unit yang mengirimkan alat kotor setelah
digunakan melalui ruang ini. Ruang dekontaminasi harus dapat menampung semua barang kotor
yang akan dibersihkan dan akan menjalani proses sterilisasi. Ruang dekontaminasi direncanakan,
dipelihara dan selalu dikontrol untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk
melindungi petugas penerimaan CSSD dari benda-benda tajam, yang dapat menyebabkan infeksi,
racun dan hal-hal berbahaya lainnya.
a. Ventilasi
Udara dan partikel kecil pada debu dapat membawa mikroorganisme dari satu termpat ke tempat
lainsehingga dapat mengkontaminasi alat kesehatan yang sudah melewati dekontaminasi, alat
bersih siap disterilkan dan bahkan alat yang sudah steril. Oleh sebab itu, ruang dekontaminasi harus
mempunyai sistem ventilasi yang baik, yaitu:
1) Udara dapat keluar/ dengan dihisap. Ruang dekontaminasi dengan menggunakan system
sirkulasi udara yang mempunyai filter.
2) Tekanan udara harus negatif supaya tidak mengkontaminasi udara ruang lainnya.
16
Suhu dan kelembaban akan mempengaruhi lingkungan kerja dan juga kenyamanan para petugas di
ruang dekontaminasi. Suhu dan kelembaban yang direkomendasikan adalah:
c. Kebersihan
Kebersihan ruang CSSD sangatlah penting. Pembersihan ruang, alat dan bahan yang ada di CSSd
harus menggunakan pembersih yang sesuai.Debu, serangga dan vermin adalah pembawa
mikroorganisme penyebab/ penyebar infeksi. Harus ada peraturan tertulis mengenai prosedur
pengumpulan sampah, pembuangan limbah dan transportasinya. Hal ini diberlakukan pada sampah
dan limbah baik yang menyebabkan infeksi dan yang berbahaya atau tidak.
2) Setidaknya sekali sehari membersihkan meja kerja, tempat cuci dan peralatan.
4) Barang/ alat kotor dicuci/ dibersihkan dan/ atau didesinfeksi sebelum masuk ke area bersih atau
ruang setting sebelum masuk ke mesin sterilisasi.
5) Terdapat peralatan yang memadai untuk proses dekontaminasi, pembersihan alat kesehatan.
Di ruang ini dilakukan proses pengemasan alat. Alat kesehatan sebelum masuk mesin sterilisasi
disetting sesuai dengan kebutuhan alat yang dibutuhkan oleh
17
berbagai unit/ ruangan. Diruang ini juga menyimpan alat dan bahan bersih dan dianjurkan ada
tempat penyimpanan barang bersih.
Ruang ini adalah ruang untuk mempersiapkan bahan penunjang seperti kassa, kapas, cotton
swabs, hand scoon, dan lain-lain. Diruang ini juga dilakukan pemeriksaan linen dari loundry,
dilipat dan dikemas berdasar setting linen kebutuhan kamar bedah, kamar bersalin, poliklinik, IGD
dan ruang lain yang membutuhkan. Pada daerah ini terdapat rak penyimpanan barang dan linen
untuk persiapan sterilisasi.
4. Ruang Sterilisasi
Dari ruang produksi dan setting linen, alat, bahan dan barang masuk ke mesin sterilisasi. Proses
sterilisasi ini dilakukan berdasar bahan dan jenisnya. Desain mesin sterilisasi pintu masuk alat bersih
berbeda dengan pintu keluar saat alat sudah steril. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi
barang yang sudah steril terhadap kontaminan. Untuk ruang sterilisasi dengan menggunakan Etilen
Oksida, sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang terpisah tetapi masih dalam satu unit dan
memungkinkan udara keluar atau penggunaan exhouse.
Ruang ini berada dekat dengan ruang sterilisasi. Apabila menggunakan mesin sterilisasi dua pintu,
maka pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang simpan barang steril. Penerangan pada
ruang ini harus memadai, suhu ruang antara 18- 22 Celcius dan kelembaban 35-75 %,
menggunakan tekanan positif dan mempunyai dinding lantai keras tapi halus sehingga mudah
dibersihkan. Alat steril yang disimpan ditata di atas rak penyimpanan yang ada jarak dari lantai 19-
24 cm dan minimum 43 cm dari langit-langit. Rak mempunyai jarak 5 cm dari dinding untuk
memudahkan pembersihan. Hindari terjadinya penumpukan debu pada kemasan dan jangan
letakkan rak dekat dengan kran atau saluran air lainnya.
Petugas yang berdinas di ruang penyimpanan barang steril adal;ah petugas yang terlatih, sehat,
terbebas dari penyakit menular terutama yang ditularkan melalui droplet. Petugas didalam ruang
penyimpanan bahan steril menggunakan jas khusus yang sesuai dengan persyaratan. Lokasi ruang
penyimpanan barang steril tidak berada di lalu lintas utama dengan pintu khusus dan jendela yang
minim untuk mengurangi kemungkinan kuman dari luar masuk.
18
1. Mesin sterilisasi harus benar-benar disiapkan setiap hari sebelum digunakan. Pembersihan
dilakukan setiap hari. Pembersihan mingguan atau periodic dilakukan sesuai dengan yang
disarankan produsen mesin.
2. Perbaikan terhadap komponen umum dapat dilakukan oleh RS dengan petugas yang telah
mendapat pelatihan dari supplier alat.
3. Perbaikan komponen hanya dilakukan oleh pihak supplier dan petugas RS yang berkompeten.
4. Staf teknisi yang terlibat dalam pemeliharaan peralatan CSSD harus terlatih oleh lembaga
berwenang atau pihak pembuat mesin sterilisasi tersebut.
5. Produsen mesin harus membuat instruksi tertilis untuk pemeliharaan mesin sterilisasi.
E. Kalibrasi alat
Kalibrasi alat secara periodik dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kalibrasi alat harus
dilakukan oleh orang terlatih terhadap jenis mesin sterilisasi. Secara periodic minimal sekali dalam
setahun dilakukan oleh BPFK atau Badan Pengamanan Fasilitas Kesehatan Departemen Kesehatan
atau agen tunggal pemegang merk alat.
F. Pendokumentasian
Setiap mesin yang ada mempunyai dokumentasi riwayat pemeliharaan/ perawatan mesin.
Dokumentasi ini tersimpan dan dilaporkan pada bagian pemelihgaraan sarana medis RS, teknisi
CSSD atau pihak yang membutuhkan perawatan mesin tersebut.
6. Keterangan/ lain-lain,
Pusat sterilisasi (CSSD) harus dilengkapi dengan alat pelindung diri sesuai kebutuhan tenaga kerja
yang ada didalamnya. Apron lengan panjang yang tahan terhadap cairan kimia, penutup kepala,
masker dan goggle yang dipakai oleh staf saat melakukan pekerjaan yang memungkinkan adanya
percikanatau kontaminasi cairan yang mengandung darah atau cairan infeksius lainnya. Harus ada
alas kaki khusus untuk memasuki ruang dekontaminasi dan penutup kaki yang tahan air.
19
Penggunaan sarung tangan, gaun pelindung dan goggle harus dicuci setiap selesai dipakai.
20
BAB VI
Pusat sterilisasi (CSSD) melayani semua unit dirumah sakit yang membutuhkan alat dan bahan
kondisi steril. Dalam melaksanakan tugasnya, CSSD selalu berhubungan dengan unit lain
diantaranya yaitu:
3. Instalasi farmasi.
4. Sanitasi.
5. PPI.
a. Linen
b. Instrumen / alat
2. Pencucian
b. Instrumen
3. Setting
a. Set Instrument
b. Set Linen
a. Linen
b. Instrumen
c. BHP
5. Proses sterilisasi
a. Linen
b. Instrumen
c. BHP
Disesuaikan dengan tanggal kadaluarsa, disesuaikan dan ditempatkan pada rak sesuai ruang yang
membutuhkan.
7. Pemantauan kualitas sterilisasi
a. Pemantauan proses sterilisasi dengan penggunaan indikator sterilitas: Indikator fisika, kimia dan
biologi.
21
B. Alur Kerja
Alur kerja yaitu urutan-urutan dalam melakukan proses terhadap alat/ bahan. Tujuan dibuatnya
alur sebagai berikut:
4. Perendaman
6. Pengeringan
7. Pengesetan
8. Pengemasan
9. Labeling
12. Distribusi
1. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah proses fisik atau kimia untuk membersihkan benda-benda yang mungkin
terkontaminasi oleh mikroba berbahaya bagi kehidupan, sehingga menjadi aman untuk proses-
proses selanjutnya. Tujuan dari proses dekontaminasi ini adalah untuk melindungi pekerja yang
bersentuhan langsung dengan alat-alat kesehatan yang sudah melalui proses dekontaminasi
tersebut, dari penyakit yang mungkin timbul akibat dari mikroorganisme pada alat kesehatan
tersebut.
Alat kesehatan pakai ulang yang sudah terkontaminasi harus ditangani dengan serius, dikumpulkan
dan dibawa ke CSSD sedemikian rupa sehingga dapat terhindar dari kontaminasi terhadap
pengunjung, pasien, pekerja dan fasilitas lainnya. Proses penanganannya adalah:
22
1) Peralatan habis pakai dipisahkan dari limbahnya. Ditempatkan oleh pekerjanya langsung yang
mengetahui potensi terjadinya infeksi dari peralatan tersebut.
2) Pisahkan benda tajam dan masukkan kedalam container khusus benda tajam
3) Kain dan linen dipisahkan dan masukkan ke unit loundry untuk penanganan lebih lanjut.
4) Peralatan yang terkontaminasi ditempatkan dalam wadah khusus dan masuk keruang
dekontaminasi melewati petugas pencatatan
b. Pembuangan limbah
Limbah atau pembuangan harus dipisahkan dari alat pakai ulang . Diidentifikasi dan dibuang sesuai
kebijakan RS mengacu peraturan pemerintah.
c. Mencuci/ Cleaning
Semua alat pakai ulang harus melalui pencucian hingga benar-benar bersih sebelum dilakukan
sterilisasi.
Pembersihan alat pakai ulang yang terkontaminasi harus sesegera mungkin setelah dipakai. Hal ini
dumaksudkan untuk mencegah kotoran menjadi kering dan lebih sulit dalam pembersihannya. Agar
tujuan tersebut dapat tercapai, maka:
2) Dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air mengalir di tempat pemakaian sesuai prosedur yang
berlaku dan langsung dibungkus untuk menghindari cipratan, tumpahan atau penguapan dan
dibawa keruang dekontaminasi CSSD.
Supaya efektif, baha pencuci harus membantu menghilangkan residu dan kotoran organic tanpa
merusak alat. Bahan pencuci harus:
23
1) Sesuai dengan bahan yang disarankan pada alat dan metode mencuci yang dipilih.
2) Ikuti rekomendasi dari produsen alat mengenai tipe bahan pencuci yang dapat dipakai.
3) Pemilihan bahan pencuci juga bergantung pada tipe kotoran yang ada. Protein cukup bengan
detergen yang bersifat basa. Garam mineral dengan menggunakan detergen asam.
Mencuci bersih adalah proses menghilangkan semua partikel yang kelihatan dan hamper semua
partikel yang tidak tampak, dan menyiapkan alat-alat agar aman untuk proses desinfeksi dan
sterilisasi. Mencuci dapat dilakukan secara manual maupun mekanikal atau kombinasi keduanya.
Untuk memastikan kebersihan al;at dan supaya tidak merusak alat, maka:
2) Dimulai dengan merendam dalam air pada suhu 20 C-43 C selama 15-20 menit dan atau dalam
produk enzyme yang dapat melepaskan darah dan protein lainnya untuk mencegah terjadinya
koagulasi darah pada alat dan juga membantu menghilangkan mikroorganisme.
3) Bilas dengan air keran yang mengalir untuk menghilangkan protein dan partikel-partikel
kotoran.
h. Mencuci Manual
1) Pencucian secara manual dilakukan pada intrumen atau alat yang lembut dan rumit.
2) Gunakan sikat yang sesuai dengan kebutuhan alat atau yang disarankan oleh produsen alat.
3) Bilas dengan air mengalir dengan suhu 40 C-50 C. Lebih baik lagi menggunakan air deionisasi
atau air sulingan.
4) Setelah dicuci, dibilas, keringkan terlebih dahulu sebelum melalui proses berikutnya.
i. Mencuci Mekanik
1) Menggunakan mesin cuci akan dapat meningkatkan produktifitas, lebih bersih dan lebih aman
untuk petugas.
2) Pembersih ultrasonic melepas semua kotoran dari seluruh permukaan alat/ instrument.
24
j. Desinfeksi Kimia
1) Pemilihan jenis desinfeksi berdasarkan pemakaian alat dan level desinfeksi yang diperlukan
untuk pemakaian tersebut.
2) Harus sesuai label instruksi dari produsen alat dan bahan tersebut.
2. Pengemasan
Pengemasan yang dimaksud adalah termasuk semua material yang tersedia untuk membungkus,
mengemas dan menampug alat-alat yang dipakai ulang sebelum proses sterilisasi, penyimpanan
dan pemakaian. Tujuan pengemasan adalah sebagai perlindungan terhadap alat dan bahan terhadap
segala penyebab yang merusak kondisi steril.
c. Mudah digunakan
g. Masa kadaluarsa
a. Kertas
b. Film Plastik
c. Kain (linen)
d. Kain campuran
b. Langkah-langkah yang tepat untuk persiapan sesuai instruksi produk dan spesifikasinya.
f. Tips dan penempatan yang tepat indicator kimia eksternal dan internal
j. Aplikasi informasi pengendalian mutu, seperti nomer lot, tanggal, kode petugas
25
3. Metode Sterilisasi
Terjadi melalui mekanisme konduksi panas, dimana panas akan diabsorbsi oleh permukaan luar
dari alat yang disterilkan lalu merambat ke bagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu
sterilisasi tercapai. Biasanya digunakan pada bahan yang terbuat dari kaca.
b. Sterilisasi Etilen Oksida (EtO)
Bahan kemasan harus memudahkan penyerapan gas dan uap sterilan yang baik, dan juga siap
melepaskan gas dan uap tersebut dari kemasan dan isinya selama waktu aerasi
c. Sterilisasi uap
Uap dapat membunuh mikroorganisme melalui denaturasi dan koagulasi sel protein
secara irreversible.
Sterilisasi ini digunakan pada plasma yang terbentuk dari hidrogen piroksida
Telah lama digunakan untuk mendisinfeksi ruangan, lemari, maupun instrumen. Sayangnya
formaldehid (dalam keadaan tunggal) tidak dapat digunakan untuk sterilisasi alat rentan panas,
khususnya dengan lumen kecil, karena daya penetrasinya lemah serta aktivitas sporisidalnya juga
lemah.
26
BAB V
Yang dimaksud dengan monitoring adalah upaya untuk mengamati pelayanan proses sterilisasi dan
cakupan program pelayanan proses sterilisasi seawal mungkin, untuk dapat menemukan dan
selanjutnya memperbaiki masalah dalam pelaksanaan program.
a. Untuk mengadakan perbaikan, perubahan orientasi atau disain dari sistem pelayanan sterilisasi
(bila perlu).
b. Untuk menyesuaikan strategi atau pedoman pelayanan sterilisasi yang dilaksanakan di lapangan,
sesuai dengan temuan-temuan dilapangan.
c. Hasil analisis dari monitoring digunakan untuk perbaikan dalam pemberian pelayanan sterilisasi
di Rumah Sakit. Monitoring sebaiknya dilakukan sesuai keperluan dan dipergunakan segera untuk
perbaikan program.
Setiap item/kemasan yang akan disterilkan harus mencantumkan identitas berupa nomor lot yang
mencakup nomor mesin sterilisasi, tanggal proses sterilisasi, dan keterangan siklus keberapa dari
mesin sterilisasi. Pengidentifikasian ini akan memudahkan pada saat diperlukannya
melakukan recall atau penarikan kembali kemasan yang sudah terdistribusikan.
Untuk setiap siklus sterilisasi yang dilakukan informasi berikut harus didokumentasikan :
1) Nomor lot
3) Waktu pemaparan dan suhu (kalau belum tercatat oleh mesin sterilisasi)
4) Nama operator
27
Dokumentasi ini akan bermanfaat dalam monitoring proses dan memastikan bahwa parameter pada
setiap siklus proses sterilisasi telah tercapai sehingga akuntabilitas proses terjamin. Dengan
melakukan dokumentasi ini maka apabila ada barang yang harus ditarik ulang akan menjadi lebih
mudah.
c. Waktu Kadaluarsa.
Setiap kemasan steril yang akan digunakan harus diberi label yang mengindikasikan waktu
kadaluarsa untuk memudahkan melakukan rotasi stok, walaupun kadaluarsa tidak tergantung pada
waktu melainkan pada kejadian yang dialami oleh kemasan tersebut.
B. Evaluasi
Setiap kegiatan harus selalu di evaluasi pada tahap proses akhir seperti pada tahap pengemasan,
sterilisasi dan sebagainya, juga evaluasi secara keseluruhan dalam rangka kinerja dari pengelolaan
sterilisasi di Rumah Sakit
5. Sebagai acuan perencanaan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sumber daya manusia.
28
BAB VI
Tanggung jawab untuk melaksanakan semua kegiatan secara aman di lingkungan CSSD menjadi
tanggung jawab petugas CSSD setelah dilakukan pembekalan terhadap petugas tehadap bahaya-
bahaya yang mungkin terjadi di lingkungan CSSD. Pada dasarnya kecelakaan dapat dihindari
dengan mengetahui potensi bahaya yang dapat di timbulkannya. Dengan memperhatikan secara
seksama dan melatih teknik-teknik bekerja secara aman maka resiko terjadinya kecelakaan kerja
dapat di turunkan secara signifikan.
Bahaya pemaparan terhadap darah dan cairan tubuh lainnya maupun zat-zat kimia di lingkungan
CSSD dapat menyebabkan luka, penyakit dan dalam kondisi yang ekstrim menyebabkan kematian.
Upaya pencegahan dapat di lakukan secara efektif dengan menggunakan alat pelindung diri seperti
sarung tangan, penutup kepala, penutup kaki, gaun anti cairan, masker maupun goggle mata.
Penyedian alat pelindung diri menjadi tanggung jawab institusi bersangkutan, tetapi adalah
tanggung jawab petugas CSSD untuk melindungi dirinya dengan menggunakan alat pelindung diri
secara benar.
Penanganan yang salah terhadap alat-alat tajam terkontaminasi seperti pisau, jarum dll dapat
menyebabkan rusaknya permukaan kulit yang pada akhirnya dapat memungkinkan masuknya
mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh sehingga menyebabkan terjadinya penyakit.
2. Tuangkan cairan yang dapat mengganggu pengenalan secara visual alat-alat, lalu pindahkan
alat/instrument satu persatu. Pastikan agar bagian yang runcing dari instrument mengarah berlawanan
terhadap tubuh kita pada saat transportasi.
3. Buang sampah benda tajam (jarum suntik, blades) ke dalam wadah yang tahan tusukan dan tidak
dibuang pada tempat sampah biasa.
4. Pada saat memproses ulang benda tajam pakai ulang, pisahkan dariinstrument lain dan posisikan
sedemikian sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya luka pada petugas lain dengan
penanganan normal
29
5. Ikuti petunjuk/rekomendasi pabrik untuk penanganan zat kimia secara aman, dan gunakan alat
pelindung diri untuk mencegah pemaparan zat kimia terhadap kulit dan membran mukosa yang dapat
menyebabkan luka bakar kimia
6. Berhati-hatilah apabila mendekati daerah dimana air biasa digunakan, periksa kondisi lantai untuk
mencegah terjatuh akibat licin lantai, sebaiknya ada rambu-rambu peringatan
7. Pada saat mencuci instrument di dalam sink, perhatikan untuk selalu menggosok dibawah permukaan
air untuk mencegah terjadinya aerosol yang dapat terhirup.
Pengoperasian mesin sterilisasi hanya boleh dilakukan oleh petugas terlatih yang sudah
mendapatkan pelatihan tentang prinsip dasar sterilisasi dan cara menggunakan mesin sterilisasi
secara benar. Dengan demikian maka kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dapat diperkecil
dan upaya untuk menghasilkan barang-barang steril menjadi lebih terjamin.
Jenis-jenis luka yang dapat terjadi di daerah ini meliputi luka bakar pada kulit maupun membran
mukosa, akibat kelalaian pada penggunaan zat kimia maupun akibat terlalu dekatnya posisi terhadap
sumber panas (sterilisasi uap atau kereta barang yang panas). Luka bakar elektris, akibat
penggunaan instrument/alat listrik. Luka pada mata akibat cipratan zat kimia sehingga pemakaian alat
pelindung mata diperlukan.
1. Gunakan sarung tangan tahan panas pada saat menangani kereta mesin sterilisasi atau pada saat
berhubungan dengan objek lain bersuhu tinggi
2. Letakkan kereta mesin sterilisasi diluar daerah lalu lalang petugas CSSD lain untuk menghindari
petugas lain menyentuh kereta yang panas ini.
3. Tindakan hati-hati harus diperhatikan pada saat menggunakan “sealerpanas “ dan pemotong
kantung sterilisasi (pouches)
5. Pengoperasian dan instalasi mesin sterilisasi etilen oksida harus dilakukan dengan memperhatikan
sistem ventilasi dan sistem exhaust yang berhubungan langsung dengan udara luar (ke luar gedung)
6. Pada saat memindahkan barang ke dalam cabinet aerasi, petugas harus menggunakan sarung
tangan dan tidak memegang barang dekat dengan tubuh atau menghisap udara di atas barang yang
di pindahkan tersebut
7. Pada saat memindahkan wadah dari mesin EO ke dalam aerator sebaiknya kereta ditarik dan
tidak di dorong
8. Setelah barang di masukkan ke dalam kabinet aerasi dan siklus aerasi sudah di jalankan, maka fase
siklus tersebut tidak boleh dihentikan sampai proses aerasi selesai
30
9. Apabila ada petugas yang terpapar dengan EO segera bawa ke ruang gawat darurat untuk
evaluasi lebih lanjut.
Petugas CSSD mempunyai tanggung jawab dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan pada pasien
yang dirawat di Rumah Sakit sehubungan dengan alat-alat/instrument yang di gunakan. Melakukan
proses dekontaminasi, disinfeksi, pengemasan, sterilisasi, dan penanganan barang steril secara aseptic
dan benar sesuai dengan SOP yang ditetapkan merupakan cara terbaik bagi petugas untuk mencegah
terjadinya kecelakaan/luka pada pasien. Pasien penerima barang yang belum di uji kelayakan fungsi
dan cara pakainya dapat mengalami komplikasi maupun penundaan tindakan. Alat-alat terkontaminasi
atau on-steril (sepertiinstrument bedah) apabila di gunakan pada pasien dapat menimbulkan infeksi
nosokomial.
1. Lakukan pengujian terhadap instrument/alat sebelum di distribusikan dari CSSD sesuai dengan
petunjuk pabrik dan SOP di CSSD
2. Pastikan bahwa semua barang telah di dekontaminasi dan bebas dari pengotor, kerusakan atau bahaya
lain yang dapat mempengaruhi penggunaan barang /alat
3. Pastikan agar barang terkontaminasi selalu dalam keadaan tertutup pada saat transportasi menuju
daerah dekontaminasi
4. Pastikan semua peralatan yang digunakan untuk melakukan proses sterilisai mengalami
pengujian secara teratur dan dijamin bekerja secara baik
5. Pastikan bahwa semua komponen instrument berada dalam keadaan lengkap, dan berfungsi
secara normal
6. Pastikan bahwa semua mesin sterilisasi termonitor secara visual selama siklus berlangsung melalui
pengujian indikator kimia, biologis dan pengujian deteksi udara dalam chamber (sistem mesin
sterilisasi uap pre-vakum)
Penanganan zat-zat kimia di CSSD sangat perlu di perhatikan mengingat banyak zat kimia yang
digunakan di CSSD bersifat toksik. Apabila penanganannya tidak dilakukan dengan baik maka
dapat membahayakan baik petugas CSSD itu sendiri maupun pasien.
1. Alkohol
Alkohol dalam bentuk Etil atau Isopropil alkohol (60-90 %) digunakan sebagai desinfektan
intermediat dengan kemampuan bakterisidal, tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal.
31
Tindakan pertolongan
b. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi, dan
penatalaksanaan sirkulasi
b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan sejumlah air
bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan
2. Formaldehid
Formaldehid adalah gas tidak berwarna dengan bau menyengat. Umumnya digunakan sebagai
disinfektan. Formalin adalah larutan yang mengandung formaldehid dan methanol dengan kadar
bervariasi (biasanya antara 12-15 %).
Dosis
toksik : Dosis letal pada manusia secara oral 0,5 - 5 g/kg BB
Akut : 2-3 ppm, rasa gatal pada mata, 4-5 ppm lakrimasi, 10 ppm
lakrimasi berat,10-20 ppm susah bernafas, batuk, terasa panas
pada hidung dan tenggorokan, 50-100 ppm iritasi akut saluran
pernafasan
Lambat : Sensitisasi dermatitis
Kronik : Karsinogenik, gangguan menstruasi dan kesuburan pada wanita,
percikan larutan pada mata dapat menyebabkan kerusakan berat
s/d menetap, kornea buram dan buta
Jika tertelan : Menyebabkan luka korosif mukosa gastrointestinal disertai mual,
muntah, perdarahan
Jika
terhirup : Iritasi saluran nafas, nafas berbunyi, laringospasme
Kontak
kulit : Iritasi pada kulit
Kontak mata : iritasi dan lakrimasi, pada konsentrasi pekat menyebabkan
kornea buram dan buta
32
Tindakan pertolongan
a. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik
b. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi, dan
penatalaksanaan sirkulasi
b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan sejumlah air
bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata
b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan
d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan buanglah dalam
wadah/plastik tertutup
e. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker,
apron
a. Segera beri pasien air atau susu untuk diminum secepat mungkin untuk pengenceran. Untuk orang
dewasa maksimal 20 cc sekali minum, untuk anak-anak maksimal 100 ml.
3. Etilen Oksida
Etilen oksida merupakan zat kimia yang banyak digunakan dalam proses sterilisasi kimia alat-alat
kesehatan, pereaksi dalam sintesa kimia organik terutama dalam pembuatan etilen glikol, fungisida, dan
fumigan bahan makanan dan tekstil.
33
Tindakan pertolongan
b. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi, dan
penatalaksanaan sirkulasi
e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata
b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan
d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan buanglah dalam
wadah/plastik tertutup
e. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker,
apron
34
c. Berikan karbon aktif dosis tunggal 1 gr/kg atau dewasa 30-100 gr dan anak-anak 15-30 gr. Cara
pemberian : dicampur rata dengan perbandingan 5-10 gr karbon aktif dengan 100-200 ml air.
Dewasa 10 gr tiap 20 menit, anak-anak 5 gr tiap 20 menit
4. Lisol
Lisol merupakan nama lain dari kelompok zat kimia fenol, asam karbolat, hidroksibenzena, asam
fenilat, resol, karbon kreolin, likresol. Lisol banyak digunakan sebagai desinfektan rumah tangga
untuk membersihkan lantai, kamar mandi/WC dan untuk menghilangkan bau busuk. Dalam bidang
kesehatan digunakan sebagai larutan antiseptic dengan konsentrasi antara 1-2 %. LDL oral pada
manusia adalah 140 mg/kg.
Tindakan pertolongan
b. Berikan terapi suportif berup penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi dengan
oksigen lembab 100 %, dan penatalaksanaan sirkulasi
b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan sejumlah air
bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata
b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan
d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan buanglah dalam
wadah/plastik tertutup
e. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker,
apron
a. Segera beri pasien atau susu untuk diminum secepat mungkin untuk pengenceran. Untuk orang
dewasa maksimal 250 cc sekali minum, untuk anak-anak maksimal 100 ml.
c. Dalam keadaan tertentu, pemasangan pipa lambung yang lembut dan fleksibel dapat di
pertimbangkan setelah pengenceran dan pemeriksaan endoskopi
5. Natrium Hipoklorit
Larutan pemutih pakaian yang biasa digunakan biasanya mengandung bahan aktif Natrium
hipoklorit (Na OCL) 5-10 %. Selain digunakan sebagai pemutih juga digunakan sebagai
disinfektan. Pada konsentrasi > 20 % zat ini bersifat korosif dan bila tertelan akan berbahaya karena
jika kontak dengan asam lambung akan melepaskan asam klorat gas klor bebas dalam lambung
yang apabila terhirup dapat menyebabkan kerusakan paru-paru
b. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi dengan
oksigen lembab 100 %, dan penatalaksanaan sirkulasi
Tindakan pertolongan pada pemaparan mata
b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan sejumlah air
bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
36
e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata
b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan air mengalir minimal 10 menit
d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan buanglah dalam
wadah /plastik tertutup
e. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker,
apron
a. Segera beri pasien air atau susu untuk diminum secepat mungkin untuk pengenceran. Untuk orang
dewasa maksimal 250 cc sekali minum, untuk anak-anak maksimal 100 ml
c. Dalam keadaan tertentu, pemasangan pipa lambung yang lembut dan fleksibel dapat dipertimbangkan
setelah pengenceran dan pemeriksaan endoskopi.
Instalasi pusat sterilisasi harus dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti apron lengan panjang
yang tahan terhadap cairan atau karet yang tahan terhadap cairan kimia heavy-duty, penutup kepala,
masker “high-filtration”, dan “tight fitting”gogle, khususnya dipakai oleh staf saat melakukan
prosedur yang memungkinkan terjadinya cipratan atau kontaminasi dari cairan yang mengandung
darah atau cairan tubuh lainnya. Harus ada alas kaki khusus untuk memasuki ruang dekontaminasi
dan penutup sepatu tahan air yang diperlukan untuk melindungi sepatu dan masker, dan gogle harus
dilepaskan saat meninggalkan ruang dekontaminasi. Sarung tangan, gaun pelindung, dan gogle
harus dicuci setiap hari. Alat pelindung yang dipakai ulang harus dilaundry setelah setiap
pemakaian.