Anda di halaman 1dari 3

Nama : Lisa Sinulingga

NIM : 151000387

Kelas : E

Autis yang Bukan Autis Akibat Media Sosial

Perkembangan media sosial yang cepat tanpa diiringi persiapan mental yang kuat,
merupakan celah bagi masuknya berbagai perusak mental masyarakat. Media sosial
merupakan sarana online yang menawarkan kemudahan akses kepada penggunanya untuk
terhubung dengan orang-orang di belahan dunia lain dan memanjakan mereka dengan
berbagai surga aplikasi untuk berekspresi di dunia maya. Kesenangan untuk bereksistensi
dengan tujuan mendapatkan perhatian dari banyak orang, menjadi penyakit menular bagi
masyarakat yang cendrung tren saat ini, pasalnya memunculkan istilah baru yang disebut
“Autis yang Bukan Autis Akibat Media Sosial”.

Autisme adalah sebuah syndrom dimana seseorang seolah memiliki dunianya sendiri
sehingga mengalami gangguan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain yang
sifatnya bawaan lahir. Akan tetapi saat ini di era kemajuan media sosial, manusia yang
terlahir normal ikut mengarah ke Autisme. Para pecandu media sosial seakan akan digiring
masuk ke lingkup autisme, dengan tawaran berbagai surga aplikasi yang membuat terlena,
akan tetapi tanpa disadari merusak mental secara perlahan. Media sosial, membuat para
pecandunya lupa membangun relasi dengan lingkungan sekitar. Bisa saja mereka berkumpul
dalam sebuah tempat dengan rencana awal membangun kebersamaan tapi pada nyatanya,
rencana hanya tingal rencana. Media sosial kelihataanya lebih menarik dari pada mereka
yang ada di hadapannya.

Kita adalah korban kemajuan media sosial, tanpa kita sadari media sosial merusak
keharmonisan hubungan kita dengan orang-orang terdekat. Mungkin saja dalam kehidupan
sehari-hari kita sering memposting foto-foto kebersamaan dengan keluarga, tanpa kita sadari
foto itu hadir tanpa makna. Sering saat kita bersama keluarga, kita tidak menikmati suasana
yang ada, kita disibukkan dengan membalas komentar foto yang kita posting di media sosial.
Jadi apakah kebersamaan itu masih bermakna?
Perkembangan media sosial membuat kita tidak peka dengan lingkungan, melupakan
jati diri sebagai masyarakat Indonesia yang dikenal ramah bersahaja. Kini keramahan itu
buram, beangsur-angsur termakan kuatnya dominasi media sosial. Kita digiring ke dunia
autisme, memiliki dunia sendiri yang tidak nyata adanya. Waktu, tenaga, emosi bahkan
kebersamaan dengan orang-orang tercinta kita korbankan demi mereka yang berada di
belahan dunia lain yang palsu kebenarannya.

Autisme memang seperti suatu penyakit yang menular bagi para pecandu media
sosial. Hal ini terlihat dari banyaknya mental masyarakat yang rusak oleh karena media
sosial. Mulai dari tingginya kasus anak di bawah umur yang melarikan diri dari rumah
sampai banyaknya orang yang dijadikan korban perdagangan manusia. Bagaimana tidak
disebut autis, pasalnya pengaruh orang lain yang berada di dunia maya memliki andil yang
lebih besar dari pada orang-orang terdekat sekalipun.

Gejala autisme pada pecandu media sosial juga nyata terlihat, saat mereka seperti
latah mengecek media sosial yang mereka gunakan sehingga mereka sering mengabaikan
orang-orang yang pada saat itu berada di dekatnya sekalipun. Hasil penelitian University of
Chicago Booth Shool of Business yang melibatkan 250 responden, menyebutkan kebiasaan
mengecek situs jejaring sosial media dan membuat status, lebih sulit disembuhkaan dari pada
kecanduan pada alkohol atau merokok.

Media sosial membuat para pecandunya memiliki hayalan tinggi di luar kenyataan,
oleh karena itu tidak heran banyak orang yang menjadi korban. Dampak negatif dari
kecanduan media sosial dapat kita lihat dari kehidupan kita sehari-hari, seperti:

 Berkurangnya perhatian para pecandu kepada keluarganya sendiri.


Para pecandu media sosial lebih suka memandangi layar smart phone dari pada
keluarga mereka termasuk anak-anak yang masih membutuhkan perhatian sekalipun.
 Tergantinya kehidupan sosial.
Sebagian orang merasa cukup dengan berinteraksi lewat media sosial sehingga
akibatnya mengurangi frekuensi bertatap muka secara langsung. Hal ini akan
mengurangi kemampuan orang dalam bersosialisasi.
 Penipuan
Banyak sekali kasus penipuan dari media sosial. Mulai dari modus berkenalan dan
ahirnya akrab di dunia maya yang padaa nyatanya dimanfaatkan untuk melakukan
penipuan, hal ini terjadi karena kepercayaan kita telaah di domiunasi oleh orang laai
yang hanya kita kenal di dunia maya.

Semua dampak negatif kecanduan sosial media tersebut semakin megarahkan kita
kepada tanda-tanda autis, yaitu seakan-akan memiliki dunia sendiri dan kesulitan untuk
membangun relasi dengan lingkungan sosial kita.

Tidak dapat kita pungkiri media sosial memiliki andil yang besar dalam kehidupan
sehari-hari, akan tetapi lebih baik jika kita lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial.
Jangan sampai kita menjadi korban kemajuan media sosial, justru kita harus bisa
memanfaatkan media sosial kearah yang lebih berguna.

Anda mungkin juga menyukai