Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“EPIDEMIOLOGI PENYAKIT HIV/AIDS”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Epidemiologi Penyakit Menular”

Dosen Pengampu : Hairil Akbar., S.K.M., M.Epid

OLEH:

CUTIAH (132010116005)
DANU SULAEMAN (132010116006)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS WIRALODRA
INDRAMAYU
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi
Penyakit Menular yang diberikan oleh Bapak Hairil Akbar., S.K.M., M.Epid dengan
tugas tentang Epidemiologi Penyakit HIV/AIDS .
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah yang kami
susun. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
terciptanya kesempurnaan dalam makalah ini.
Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat memberikan manfaat terutama
dalam menambah pengetahuan dan pemahaman terhadap materi Epidemiologi
Penyakit Menular khususnya bagi kelompok kami.
Wassalamualaikum Wr.Wb
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3 Tujuan .................................................................................................. 4
1.4 Manfaat ................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 5
2.1 Pengertian Penyakit HIV/AIDS............................................................ 5
2.2 Faktor Risiko Terjadinya Penyakit HIV/AIDS .................................... 5
2.3 Cara Penularan Penyakit HIV/AIDS .................................................... 7
2.4 Dampak Penyakit HIV/AIDS ............................................................... 8
2.5 Cara Pencegahan Penyakit HIV/IADS ................................................. 8
2.6 Cara Pengobatan Penyakit HIV/AIDS ................................................. 9
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 11
4.1 Kesimpulan ........................................................................................... 11
4.2 Saran ..................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1981 di Amerika Serikat
yang kemudian dengan pesatnya menyebar ke seluruh dunia. Di negara-negara
Amerika Latin dilaporkan 7.215 kasus AIDS melanda kaum muda berusia 20-49 tahun
yang sebagian besar adalah kaum homoseksual dan pengguna obat-obat suntik ke
pembuluh darah.
Epidemi Human Immunodeficiency Virus/Acquiredimmune Deficiency
Syindrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat utama di dunia. Di tingkat global, AIDS menempati rangking keempat
diantara penyakit-penyakit utama penyebab kematian. Menurut ringkasan epidemi HIV
Global tahun 2016 jumlah orang dengan HIV sebanyak 36.7 juta orang, dengan usia
dewasa 34.5 juta orang, perempuan 17.8 juta orang, laki-laki 16.7 juta orang dan anak-
anak <15 tahun 2.1 juta orang. Dilaporkan 1 juta orang meninggal akibat AIDS, usia
dewasa 890 ribu orang dan anak-anak <15 tahun 120 ribu orang.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan epidemi
HIV/AIDS paling pesat di dunia. Masalah HIV/AIDS ini telah menjadi program
utama untuk penanganan penyakit yang berbahaya. Pemerintah sering melakukan
pendataan secara statistik untuk mengetahui meningkatnya perkembangan epidemi ini
yang telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data Ditjen PP & PL,
pada tahun 2012 kasus HIV sebanyak 21.511 kasus, tahun 2013 sebanyak 29.037
kasus, tahun 2015 sebanyak 30.935 kasus. Sedangkan untuk AIDS pada tahun 2012
sebanyak 10.763 kasus, tahun 2013 sebanyak 11.682 kasus, tahun 2014 sebanyak 7.864
kasus,dan tahun 2015 sebanyak 6.373 kasus. Hingga saat ini perkembangan penyakit
HIV/AIDS kedepannya akan terus ditemukan kasusnya bila dibandingkan dengan Asia
Timur dan Pasifik, seiring dengan semakin banyak layanan yang dapat mendeteksi
HIV/AIDS.
Cara penularan kasus HIV/AIDS kumulatif yang dilaporkan adalah
heteroseksualitas (61,5%), pengguna narkoba jarum suntik (15,2%), homoseksualitas
(2,4%), biseksualitas (0,6%), perinatal (0,3%), tranfusi darah (0,2%), dan tidak
diketahui (17,1%). Pola penularan HIV berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2014
yaitu perempuan (41.9%), dan laki-laki (58.1%). Secara kumulatif usia kasus AIDS
berdasarkan usia terbanyak adalah 20-29 tahun dengan jumlah 18,287 kasus.
Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada triwulan I
(Januari-Maret) tahun 2016, jumlah infeksi HIV yang dilaporkan sebanyak 7.146
orang. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun
(69.7%), diikuti oleh kelompok umur 20-24 tahun (16.6%) dan kelompok umur ≥50
tahun (7.2%). Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Sedangkan
peresentase risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual
(47%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (25%), lain-lain (25%), dan penggunaan jarum suntik
tidak steril pada penasun (3%). Sedangkan jumlah infeksi AIDS yang dilaporkan
sebanyak 305 orang, Persentase infeksi AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok
umur 30-39 tahun (37.7%), diikuti oleh kelompok umur 20-29 tahun (29.9%) dan
kelompok umur 40-49 tahun (19%). Rasio AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah
2:1. Sedangkan peresentase resiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada
heteroseksual (73.8%), LSL (Lelaki Suka Lelaki) (10.5%), penggunaan jarum suntik
tidak steril pada penasun (5.2%), dan perinatal (2.6%).
Penelitian lain menyatakan bahwa laki-laki homoseksual ternyata memiliki
faktor risiko perilaku seksual lebih tinggi daripada laki-laki heteroseksual. Hal ini
tampak dari kecenderungannya untuk memiliki lebih banyak partner seks dan
melakukan seks anal. Perilaku pemakaian kondom, terutama pada saat melakukan
hubungan seksual berisiko, pada keedua kelompok tidak berbeda, meskipun secara
persentase lebih tinggi pada laki-laki heteroseksual. Secara umum, laki-laki
homoseksual lebih berisiko tertular HIV/AIDS melalui berganti-ganti pasangan
(memiliki partner seks lebih dari satu), sedangkan laki-laki heteroseksual cenderung
memiliki risiko penularan HIV/AIDS lebih tinggi melalui hubungan seks berisiko
tanpa memakai kondom.
Semua orang dewasa yang terinfeksi dikaitkan dengan kontak seksual
perempuan dan laki-laki (70%), termasuk kontak homoseksual dan injeksi penggunaan
obat dan orang-orang yang dikaitkan dengan kontak heteroseksual (24%) menyumbang
sekitar 94% dari infeksi HIV. Jadi gaya hidup homoseksual ini sejalan
dengan perilaku kaum homoseksual yang penuh dengan resiko penyakit menular
seksual. Dengan meningkatnya pola hidup menyimpang yang biasa disebut dengan
perilaku seks beresiko di Indonesia, tidak hanya terbatas pada kelompok heteroseksual,
tetapi juga pada kelompok lelaki yang suka lelaki diantaranya waria penjaja seks, lelaki
penjaja seks dan gay.
.Dari faktor penyebaran, perilaku seksual berisiko dengan hubungan
heteroseksual paling dominan di antara faktor lainnya. Faktor risiko AIDS 80% melalui
hubungan heteroseksual. Ini menunjukkan perilaku seksual berisiko masih menjadi
penyebab utama penularan HIV. Prevalensi terjadinya kasus HIV pada perempuan-pun
terus mengalami peningkatan, tahun 2011 penderita HIV 44% adalah perempuan,
tahun 2012 meningkat menjadi 43% dan di tahun 2013 meningkat menjadi 58%10.
Perempuan lebih rentan tertular HIV 2,5 kali dibandingkan laki-laki dan
remaja putra. Laporan terbaru menemukan bahwa dari 35,3 miliar orang yang hidup
dengan HIV, 17,7 milliarnya adalah perempuan. Secara fisik, bentuk organ kelamin
perempuan seperti bejana terbuka memudahkan virus masuk ke dalam vagina ketika
berhubungan intim dengan lelaki positif HIV, melalui luka kecil, lecet atau masuknya
cairan sperma ke vagina. Secara biologis permukaan (mukosa) alat kelamin perempuan
yang lebih luas menyebabkan cairan sperma mudah terpapar ketika hubungan
seksual. Selain itu, sperma yang terinfeksi HIV mempunyai konsentrasi virus yang
lebih tinggi dibanding konsentrasi HIV pada cairan vagina. Disamping itu, penggunaan
narkoba dan jarum suntik juga turut mempengaruhi perilaku dalam berhubungan
seksual yang cenderung lebih berisiko untuk terinfeksi penyakit kelamin.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Pengertian Penyakit HIV/AIDS
1.2.2. Faktor Risiko Terjadinya Penyakit HIV/AIDS
1.2.3. Cara Penularan Penyakit HIV/AIDS
1.2.4. Dampak Penyakit HIV/AIDS
1.2.5. Cara Pencegahan Penyakit HIV/AIDS
1.2.6. Cara Pengobatan Penyakit HIV/AIDS

1.3 Tujuan
Tujuan dari Makalah ini adalah untuk memaparkan mengenai Penyakit HIV/AIDS
secara lengkap dari pengertian, faktor risiko, tanda dan gejala, dampak, pencegahan
serta pengobatannya.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Dosen
Dapat dijadikan rujukan untuk menilai tingkat pemahaman dan penalaran
mahasiswa tentang Penyakit HIV/AIDS beserta cara Pencegahan dan
Pengobatannya.

1.4.2 Bagi Mahasiswa


Dapat dijadikan bahan untuk belajar memahami dan mengerti tentang penyakit
HIV/AIDS dari pengertiannya hingga cara pencegahan dan pengobatannya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyakit HIV/AIDS


Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang
sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan
tubuh manusia dan membuatnya lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sulit sembuh
dari berbagai penyakit infeksi oportunistik dan bisa menyebabkan kematian (Dirjen
P2PL RI, 2012), sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah
sekumpulan gejala yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat virus HIV (Depkes RI, 2012). Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini
belum benar-benar bisa disembuhkan.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan virus-virus sejenisnya umumnya
ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membrane mukosa)
atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani,
cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta
bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut

2.2 Faktor Risiko Terjadinya Penyakit HIV/AIDS


1. Perilaku Seks Berisiko
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah
laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah
laku berkencan, bercumbu dan senggama. Obyek seksual dapat berupa orang,
baik sejenisnya maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri.
Perilaku seksual merupakan salah satu faktor risiko utama dalam
penularan HIV/AIDS. Perilaku seksual yang dimaksud adalah perilaku seksual
berisiko, yaitu partner seks yang banyak, dan tidak memakai kondom, serta
melakukan seks anal. Orientasi seksual cenderung menjadi penyebab perilaku
seksual berisiko.

2. Penggunaan Narkoba Parenteral


Narkoba parenteral adalah semua jenis narkoba yang digunakan dengan
cara disuntikkan pada saluran intravena. Narkoba parenteral juga merupakan
faktor risiko penularan HIV/AIDS.
Penggunaan jarum suntik secara bergantian adalah risiko tinggi dari penyakit
fisik melalui darah diantaranya HIV. suntikan intravena pada pengguna jarum
suntik dan digunakan secara bergantian secara tidak sadar telah memasukkan
virus ke dalam darah.
Disamping itu, penggunaan narkoba juga turut mempengaruhi perilaku
dalam berhubungan seksual yang cenderung lebih berisiko untuk terinfeksi
penyakit kelamin. Pengguna narkoba suntik sangat rentan tertular
HIV/AIDS karena alat suntik sering digunakan secara bergantian.
Menurut UNAIDS, 10 persen infeksi HIV di dunia didapat melalui jarum atau
peralatan jarum suntik. Menggunakan jarum suntik dan semprit secara
bersamaan atau bergantian dengan penderita HIV/AIDS berarti menyuntikkan
virus secara langsung kedalam darah sehingga perilaku ini merupakan cara
penularan yang sangat efektif dibanding penularan lain.

3. Riwayat Penyakit IMS


Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang penularan utamanya
melalui hubungan seksual. Cara hubungan seksual tidak hanya terbatas secara
genito-genital (kelamin ke kelamin) saja, tetapi dapat juga secara oro-genital
(mulut ke kelamin), atau secara ano-genital (kelamin ke dubur). IMS
merupakan pintu asuk bagi penularan HIV karena adanya cairan tubuh atau
darah pada luka akibat IMS.
Seseorang yang telah terinfeksi IMS seperti gonore dan klamidia yang
menginfeksi uretra, rektum, atau faring dapat meningkatkan risiko infeksi HIV
jika belum terinfeksi HIV, dan pada orang yang telah terinfeksi HIV akan
memudahkan penularan HIV kepada orang lain (Centres for Disease Control
and Prevention, 2012). Jenis IMS yang biasa menyerang akibat perilaku
berisiko adalah Gonorhae atau kencing nanah, sifilis atau raja sinidia, herpes,
dan trichomoniasis.

2.3 Cara Penularan Penyakit HIV/AIDS


HIV/AIDS merupakan tantangan terbesar dalam mencapai target MDGs.
Penularan infeksi baru HIV masih terjadi dan pengidap AIDS masih ditemukan, dalam
hal ini upaya pencegahan dan deteksi dini HIV harus terus digalakkan. Sampai
Desember 2012 secara kumulatif penderita pengidap HIV berjumlah 98.390 orang dan
AIDS tercatat berjumlah 42.887 orang.
Data penularan HIV sampai Desember 2012 menunjukkan penularan melalui
hubungan heterosex yang berisiko sebesar 58,7%, penggunaan napza suntik 17,5% dan
penularan masa perinatal 2,7%. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.
SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE pada acara Pertemuan Monitoring dan Evaluasi RS
Rujukan Antiretroviral (ARV) Regional Barat pada tanggal 29 Mei 2013 di Jakarta.
Dari hasil modeling tahun 2012 diketahui tren peningkatan infeksi baru HIV
kedepan terjadi pada 3 kelompok utama yaitu lelaki seks dengan lelaki (LSL), kalangan
ibu rumah tangga dan lelaki beresiko tinggi (lelaki pembeli seks), sedangkan
peningkatan infeksi baru pada populasi kunci seperti (Wanita Pekerja Seksual,
Penasun, dan trans gender) tidak terjadi peningkatan yang terlalu signifikan.
2.4 Dampak Penyakit HIV/AIDS
1. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang
terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh manusia
dan membuatnya lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sulit sembuh dari
berbagai penyakit infeksi oportunistik dan bisa menyebabkan kematian (Dirjen
P2PL RI, 2012)
2. Dampak HIV dan AIDS terhadap Ibu dan Bayi adalah menyebabkan Kesakitan
dan Kematian pada Ibu hamil, bersalin dan Nifas dan bayi baru lahir.

2.5 Cara Pencegahan Penyakit HIV/AIDS


Upaya di hulu dapat dilakukan dengan memberi pembekalan yang cukup
kepada bangsa mengenai pendidikan moral, pendidikan agama, pendidikan
mengenai kesehatan reproduksi serta pengetahuan bahaya penggunaan Napza,
karena hal-hal inilah yang menjadi pintu masuk dari pertumbuhan epidemi
HIV/AIDS serta pencegahan pada populasi yang masih melakukan perilaku
berisiko. Upaya ini dilakukan dengan memperhatikan jalur transmisi seperti
transmisi seksual, transmisi melalui jarum suntik pada pengguna napza, dan
transmisi melalui penularan dari Ibu ke anak yang dikandung.
Pencegahan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) dilakukan dengan
penggunaan kondom secara konsisten serta pengobatan penyakit infeksi menular
seksual (IMS). Upaya mengurangi risiko transmisi penularan jarum suntik
dilakukan dengan program LASS (Layanan Alat Suntik Steril) dan terapi rumatan
metadon.
2.6 Cara Pengobatan Penyakit HIV/AIDS
1. Menggunakan Pengobatan ARV (Antiretroviral)
Tahun 2012 diluncurkan kegiatan Layanan Komprehensif
Berkesinambungan (LKB) yaitu layanan pada semua fasilitas layanan
kesehatan, sampai pada fasilitas layanan kesehatan primer, memberikan
layanan HIV-AIDS sesuai dengan mekanisme rujukan, sehingga dapat
terjangkau masyarakat dengan mudah. Keterlibatan komunitas, kelompok
penggagas, dan Kelompok Dukungan Sebaya (KBS) didalam layanan
kesehatan merupakan suatu elemen yang sangat penting. Selain itu, peran
Komisi Penanggulangan AIDS merupakan motor utama penggerak dalam
hubungan antara layanan dan komunitas serta sektor lain yang terkait yang
diharapkan dapat semakin meningkatkan cakupan LKB.
Kementerian Kesehatan merespon tantangan dengan menekankan
desentralisasi, integrasi, dan penyederhanaan penyediaan ARV yang sejalan
dengan strategi WHO dan penguatan kemitraan dengan masyarakat sipil guna
meningkatkan kualitas pencegahan HIV dan layanan perawatan. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang dengan HIV positif yang mendapatkan
ARV sangat kecil kemungkinannya untuk menularkan HIV dibandingkan
mereka yang tidak diobati. ARV tidak hanya menguntungkan bagi orang yang
sudah diobati tapi juga menurunkan beban epidemi di masyarakat dengan
memutuskan penularan HIV secara cepat.
Pada kesempatan itu pula Dirjen P2PL meminta agar strategi
implementasi lebih ditingkatkan untuk cakupan tes HIV dan inisiasi ARV
sedini mungkin dan cara melakukan normalisasi tes HIV di masyarakat, agar
tes HIV sejajar dengan tes laboratorium lainnya dan dapat mengurangi stigma
dan diskriminasi.
Dalam upaya perluasan tes HIV ditawarkan dan dilakukan pada semua
orang dengan penyakit IMS, Ibu hamil, pasangan dari HIV positif, penderita
koinfeksi TB-HIV, penderita hepatitis B dan C. Diharapkan pada tahun 2014
bisa mencapai 4 juta orang yang melakukan tes HIV.
Untuk meningkatkan cakupan terapi ARV dan retensi, penyediaan ARV
memberikan kemudahan dan kenyamanan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Mulai tahun 2013 akan tersedia bentuk kombinasi tetap yaitu Triple Fixed Dose
Combination (FDC) yang terdiri atas kombinasi Tenofovir, Emtricitabine, dan
Evafirens. Penggunaan Triple FDC memiliki 3 keunggulan yaitu kenyamanan
penggunaan, rendahnya efek samping dan pencegahan terjadinya resistensi.
Kemenkes mendukung adanya ARV melalui pengelolaan logistik yang
baik. Saat ini masih mendapat laporan bahwa ARV jenis tertentu mengalami
stock out, Dirjen P2PL mengimbau petugas agar dapat saling memonitor
ketersediaan ARV memperhatikan secara cermat sisa obat yang tersedia
termasuk memperhitungkan siklus pengiriman, ketersediaan tenaga, dan
pembiayaan penyediaan berbagai sumber daya. Hal ini akan menjadi sangat
penting terlebih pada saat ARV akan di desentralisasikan ke pemerintah daerah
melalui Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai kebijakan
Kemkes terkait one gate policy untuk pengelolaan obat. Hal ini membuktikan
bahwa Indonesia dapat mewujudkan Getting to Three Zeros, jelas Prof Thandra.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. AIDS adalah Sekumpulan gejala yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat virus HIV (Depkes RI, 2012).
b. Faktor Risiko Terjadinya Penyakit HIV/AIDS adalah Perilaku Seks Berisiko,
Riwayat Penyakit IMS dan Penggunaan jarum suntik parenteral.
c. Cara Penularan Penyakit HIV/AIDS sebagai berikut : 1. Heterosexs, 2.
Pengunaan Suntik Napza, 3. Parenatal
d. Penyakit HIV/AIDS dapat menyebabkan terjadinya penurunan sistem
kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan
tubuh manusia dan membuatnya lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sulit
sembuh dari berbagai penyakit infeksi oportunistik dan bisa menyebabkan
kematian (Dirjen P2PL RI, 2012)
e. Cara Pencegahan Penyakit HIV/AIDS adalah dengan menggunakan kondom,
menggunakan jarum suntik yang steril dan pendidikan moral, pendidikan
agama, pendidikan mengenai kesehatan reproduksi serta pengetahuan bahaya
penggunaan Napza
f. Cara Pengobatan Penyakit HIV/AIDS dengan menggunakan Antiretroviral
(ARV)

3.2 Saran
Agar tidak mewabahnya penyakit HIV/AIDS diperlukannya pendidikan terutama
pendidikan agama dan moral serta dibutuhkan peran serta pemerintah dalam
menanggulangi masalah ini, misalnya dengan pengyetokan obat ARV dan pemerintah
harus sering menggalangkan himbauan tentang bahaya penyakit HIV/AIDS dari
berbagai media.
DAFTAR PUSTAKA

JURNAL :
Mardaniah, dkk. 2018. “Risiko faktor orientasi seksual terhadap kejadian Hiv/Aids
berdasarkan perilaku seksual, narkoba parenteral, dan riwayat IMS di Kota
Kediri tahun 2017” JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN
MASYARAKAT VOL. 3/NO. 2/ April 2018; ISSN 2502-731X.
P Carmelita Deaselia, dkk. 2017. “Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Praktik Skrining IMS Oleh Lelaki Seks Lelaki (LSL) Sebagai Upaya
Pencegahan Penularan HIV (Studi Kasus Pada Semarang Gaya Community)”
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 5, Nomor 3,
Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
Tumangke Hesty, dkk. 2017. “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
EFEKTIVITAS PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK
(PPIA) DI KOTA JAYAPURA” Unnes Journal of Public Health 6 (4) (2017)

INTERNET :
http://www.depkes.go.id/development/site/jkn/index.php?cid=2315&id=pengendalian
-penderita-hiv/aids-dengan-pengobatan-arv.html
http://www.depkes.go.id/article/view/1851/pengendalian-hiv-aids-di-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai