BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memahami lebih dalam
mengenai proses kimia pada unit produksi dalam sistem penyediaan air minum,
yaitu koagulasi dan flokulasi. Selain itu juga untuk mengetahui seberapa efektif
koagulasi dan flokulasi pada unit produksi dan mengetahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk penghilangan zat-zat berbahaya dari air salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi dan flokulasi
merupakan proses yang terjadi secara berurutan untuk mentidakstabilkan partikel
tersuspensi, menyebabkan tumbukan partikel dan tumbuh menjadi flok.
Tahap awal dimulai dengan proses koagulasi, koagulasi melibatkan
netralisasi dari muatan partikel dengan penambahan elektrolit. Dalam hal ini
bahan yang ditambahkan biasanya disebut sebagai koagulan atau dengan jalan
mengubah pH yang dapat menghasilkan agregat/kumpulan partikel yang dapat
dipisahkan. Hal ini dapat terjadi karena elektrolit atau konsentrasi ion yang
ditambahkan cukup untuk mengurangi tekanan elektrostatis di antara kedua
partikel. Agregat yang terbentuk akan saling menempel dan menyebabkan
terbentuknya partikel yang lebih besar yang dinamakan mikroflok, dimana
mikroflok ini tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Pengadukan cepat untuk
mendispersikan koagulan dalam larutan dan mendorong terjadinya tumbukan
partikel sangat diperlukan untuk memperoleh proses koagulasi yang bagus.
Biasanya proses koagulasi ini membutuhkan waktu sekitar 1-3 menit.
Tahap selanjutnya dari proses koagulasi adalah proses flokulasi. Flokulasi
disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang disebut
sebagai flokulan (Rath & Singh, 1997). Mikroflok yang terbentuk pada saat
proses koagulasi sebagai akibat penetralan muatan, akan saling bertumbukan
dengan adanya pengadukan lambat. Tumbukan tersebut akan menyebabkan
mikroflok berikatan dan menghasilkan flok yang lebih besar. Pertumbuhan ukuran
flok akan terus berlanjut dengan penambahan flokulan atau polimer dengan bobot
molekul tinggi. Polimer tersebut menyebabkan terbentuknya jembatan, mengikat
flok, memperkuat ikatannya serta menambah berat flok sehingga meningkatkan
rate pengendapan flok. Waktu yang dibutuhkan untuk proses flokulasi berkisar
antara 15-20 menit hingga 1 jam.
Flokulan dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu flokulan organik
dan anorganik. Di antara flokulan-flokulan anorganik, garam-garam dari berbagai
logam seperti aluminium telah banyak digunakan . Flokulan organik dapat dibagi
lagi ke dalam dua jenis, yaitu sintetik dan alami. Flokulan organik sintetik pada
umumnya merupakan polimer linear yang larut air seperti polyacrylamide,
poly(acrylic acid), poly(diallyl dimethil ammonium chloride) (DADMAC),
poly(styrenic sulfonic acid), dan sebagainya. Sejak pengenalan flokulan polimer
sintetik pada tahun 1950, sekarang ini telah banyak dikembangkan flokulan-
flokulan sintetik lainnya secara komersil. Pencarian flokulan yang lebih baik terus
berlanjut dan digunakan untuk aplikasi yang lebih spesifik dalam industri.
Flokulan organik alami seperti pati, selulosa, alginic acid, guar gum adalah
polimer alami yang sangat sering digunakan sebagai flokulan. Polimer alam
terutama polisakarida bersifat biodegradable, murah, shear stable, dan mudah
diperoleh karena diperoleh dari bahan alam yang dapat diperbaharui. Sifat
biodegradable pada polimer alami menjadi kelebihan sekaligus kekurangannya,
yaitu dapat mengurangi umur penyimpanan sehingga menurunkan efisiensi karena
menurunnya berat molekul (Singh, dkk, 2000). Starch merupakan salah satu
polisakarida yang banyak dihasilkan di Indonesia. Terapan di luar industri pangan
dari material ini adalah untuk penjernih air yang dapat diterapkan untuk
pengolahan air dan air limbah.
2.1 KOAGULASI
Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid,
suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan
cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi,
koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan
terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya dari ionisasi
bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar. Pada dasarnya koloid
terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air (soluble)
dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble). Bila
koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi antara lain:
* Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik di
mana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel
yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok;
2. Pengadukan Pneumatis
Sistem ini menggunakan penginjeksian udara dengan kompresor
pada bagian bawah bak koagulasi. Gradien kecepatan diperoleh dengan
pengaturan flow rate udara yang diinjeksikan.
3. Pengadukan hidrolis
Pengadukan cepat menggunakan sistem hidrolis dilakukan dengan
berbagai cara, diantaranya melalui terjunan air, aliran air dalam pipa, dan
aliran dalam saluran. Nilai gradien kecepatan dihitung berdasarkan
persamaan sebelumnya. Sementara besar headloss masing-masing tipe
pengadukan hidrolis berbeda-beda tergantung pada sistem hidrolis yang
dipakai. Untuk pengadukan secara hidrolis, besar nilai headloss yang
digunakan sangat mempengaruhi efektifitas pengadukan. Nilai headloss
ditentukan menurut tipe pengadukan yang digunakan, yaitu terjunan air,
aliran dalam pipa, atau aliran dalam saluran (baffle).
a. Terjunan hidrolis
Metode pengadukan terjunan air merupakan metode
pengadukan hidrolis yang simple dalam operasional. Besar headloss
selama pengadukan dipengaruhi oleh tinggi jarak terjunan yang
dirancang. Metode ini tidak membutuhkan peralatan yang bergerak dan
semua peralatan yang digunakan berupa peralatan diam/statis.
b. Aliran dalam pipa
Salah satu metoda pengadukan cepat yang paling ekonomis
dan simple adalah pengadukan melalui aliran dalam pipa. Metoda ini
sangat banyak digunakan pada instalasi-instalasi berukuran kecil
dengan tujuan menghemat biaya operasional dan pemeliharaan alat.
Efektivitas pengadukan dipengaruhi oleh debit, jenis dan diameter
pipa, dan panjang pipa pengaduk yang digunakan.
c. Aliran dalam saluran (baffle)
Bentuk aliran dalam saluran baffle ada dua macam, yang
paling umum digunakan yaitu pola aliran mendatar (round end baffle
channel) dan pola aliran vertikal (over and under baffle).
Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka
alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida
(Ca(OH)2) dengan reaksi:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(OH)2 → 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 14 H2O
Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan penambahan
natrium karbonat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar 4,5-8,0.
b. Ferrous Sulfate (FeSO4)
Ferrous Sulfate membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida
agar menghasilkan reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH)2 dan NaOH biasanya
ditambahkan untuk meningkatkan pH sampai titik tertentu dimana ion Fe2+
diendapkan sebagai Fe(OH)3.
Reaksinya adalah:
2FeSO4.7H2O + 2Ca(OH)2 + ½ O2 → 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13H2O
Agar reaksi diatas terjadi, pH harus dinaikkan hingga 7.0 sampai 9,5. Selain itu,
ferrous sulfate digunakan dengan mereaksikannya dengan klorin dengan reaksi:
3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 → Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O
Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0.
c. Ferric Sulfate dan Ferric Chloride
Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam
membentuk ferric hydroxide dengan reaksi:
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Sedangkan reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yaitu:
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH)2 ditambahkan untuk
membentuk hidroksida. Reaksinya adalah:
2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaCl2
2.2 FLOKULASI
Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat
proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi.
Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta
melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama
makin besar serta mudah mengendap. Gradien kecepatan merupakan faktor
penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai gradien terlalu besar maka gaya
geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika nilai gradien
terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan antar partikulat tidak
akan terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit dihasilkan. Untuk
itu nilai gradien kecepatan proses flokulasi dianjurkan berkisar antara 90/detik
hingga 30/detik. Untuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap
maka bak flokulasi dibagi atas tiga kompartemen, dimana pada kompertemen
pertama terjadi proses pendewasaan flok, pada kompartemen kedua terjadi proses
penggabungan flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi pemadatan flok.
Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan
metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi,
perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi
nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan koagulasi.
Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses
koagulasi yaitu:
Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD dari pengolahan
fisik.
Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya limbah industri.
Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif.
Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam
filtrasi.
10 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )
KOAGULASI DAN FLOKULASI
PADA PENGOLAHAN AIR BAKU
dengan pengertian:
Q adalah Kapasitas pengolahan (m3/detik)
D adalah diameter pinstalasi pengolahan air (m)
11 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )
KOAGULASI DAN FLOKULASI
PADA PENGOLAHAN AIR BAKU
dengan pengertian:
P adalah tenaga yang diperlukan (g.cm/det.)
n adalah putaran (rpm)
gc adalah faktor konversi Newton
D adalah diamater impeller (cm)
K adalah konstanta experimen (1.0 – 5.0)
ρ adalah masa jenis air (g/cm3)
12 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )
KOAGULASI DAN FLOKULASI
PADA PENGOLAHAN AIR BAKU
dengan pengertian:
Q adalah kapasitas pengolahan (m3/detik)
p adalah panjang bak(m)
l adalah lebar bak (m)
d adalah tinggi (m)
td adalah waktu tinggal (detik)
G adalah gradien, G (detik-1)
hf adalah kehilangan tekanan pada pinstalasi pengolahan air dan
perlengkapannya (m kolom air)
μ adalah viskositas kinematik air (m/detik)
g adalah gravitasi (9,81 m/detik2)
dengan pengertian:
P adalah tenaga yang diperlukan (g.cm/det.)
n adalah putaran (rpm)
gc adalah faktor konversi Newton
D adalah diamater impeller (cm)
K adalah konstanta experimen (1.0 – 5.0)
ρ adalah masa jenis air (g/cm3)
13 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )
KOAGULASI DAN FLOKULASI
PADA PENGOLAHAN AIR BAKU
dimana:
G = Gradien kecepatan, detik–1
P = daya yang diberikan, kg m2/dtk3 , (J/detik)
14 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )
KOAGULASI DAN FLOKULASI
PADA PENGOLAHAN AIR BAKU
15 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )
KOAGULASI DAN FLOKULASI
PADA PENGOLAHAN AIR BAKU
h = kehilangan tekan, m
Qa = debit udara, m/dtk
CD = koefisien drag
A = luas pengaduk, m2
v = kecepatan aliran, m/dtk
Pada umumnya flokulasi hidrolis mempunyai kekurangan dalam hal
fleksibilitas pengaturan hf yang diperlukan sebagai energi untuk proses. Selain itu
pada flokulator hidrolis, perbedaan kecepatan aliran yang terjadi pada bagian tepi
dan tengah reaktor sangat besar, sehingga seringkali flok yang terjadi pecah
kembali. Notodarmodjo et al (1998) telah meneliti kemungkinan penggunaan
aliran melalui kerikil sebagai media untuk flokulator dengan hasil yang sangat
baik. Armundito (2000) meneliti lebih jauh kemungkinan penggunaan media
kerikil sebagai flokulator dan memperoleh hasil bahwa ukuran butir kerikil tidak
berpengaruh secara nyata bagi pembentukan flok.
16 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )
KOAGULASI DAN FLOKULASI
PADA PENGOLAHAN AIR BAKU
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Proses koagulasi dan flokulasi adalah suatu proses pemisahan partikel-
partikel halus penyebab kekeruhan dari dalam air. Proses koagulasi dan
flokulasi berlangsung dalam dua tahap, yaitu proses pengadukan cepat dan
lambat. Pengadukan cepat dimaksudkan untuk meratakan campuran antara
koagulan dengan air baku, sehingga diperoleh suatu kondisi campuran
yang homogen. Pengadukan lambat bertujuan mendapatkan partikel-
partikel flokulen yang lebih besar dan lebih berat, sehingga dapat
mempercepat proses pengendapan.
2. Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid,
suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan
pengadukan cepat (rapid mixing) untuk mendispersikan bahan kimia
secara merata. Waktu operasinya antara 30 – 90 detik. Rapid mixing:
Hidrolis : terjunan atau hidrolik jump
Mekanis : menggunakan batang pengaduk
3. Pada proses koagulasi dilakukan pembubuhan bahan kimia yang disebut
koagulan, misalnya tawas. Koagulan adalah zat kimia yang dapat
menggumpalkan partikel-partikel koloid dalam proses koagulasi.
4. Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi, dimana mikroflok
hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel menjadi flok-flok yang
besar (makroflok) dan dapat diendapkan. Terjadi pembentukan dan
pembesaran flok. Pada flokulasi dilakukan pengadukan lambat (slow
mixing). Waktu operasinya antara 15 – 30 menit. Slow mixing:
Pneumatis
Mekanis
Hidrolis
17 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )
KOAGULASI DAN FLOKULASI
PADA PENGOLAHAN AIR BAKU
3.2 SARAN
Penulis menyarankan dan mengharapkan agar semakin kedepan nanti
upaya pengolahan air di Indonesia semakin baik, khususnya PDAM di
Kalimantan Selatan agar menyediakan air minum yang benar-benar bermutu
bagus. Selain itu hendaknya pada tempat-tempat umum diupayakan pembuatan
keran air siap minum seperti di kota-kota besar di pulau Jawa.
18 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )
KOAGULASI DAN FLOKULASI
PADA PENGOLAHAN AIR BAKU
DAFTAR PUSTAKA
19 | A z w a r i F i k r i ( H 1 E 1 0 8 0 6 4 )