PENDAHULUAN
Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang menyebabkan
ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan malpraktek medis yang
secara tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan kesehatan, karena
penyebab dugaan malpraktek belum tentu disebabkan oleh adanya
kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Dewasa ini perkembangan
keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat menuju
kepada perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu
proses berubah yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh
aspek keperawatan baik aspek pelayanan/asuhan keperawatan, aspek pendidikan,
pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta kehidupan
keprofesian dalam keperawatan. Perkembangan keperawatan menuju perkembangan
keperawatan sebagai profesi dipengaruhi oleh berbagai perubahan yang cepat sebagai
akibat tekanan globalisasi yang juga menyentuh perkembangan keperawatan
profesional termasuk tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi
keperawatan yang pada hakekatnya harus diimplementasikan pada perkembangan
keperawatan profesional di Indonesia (Ma’rifin Husin, 2002).
PEMBAHASAN
Malpraktek mempakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek”
mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan
atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan
istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam
rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan
adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan
yang sama.
Malpraktik. sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan pemberi
pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang
profesional (misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan
standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan
pendidikan (Vestal, K.W, 1995).
Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian,
istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja
(criminal malpractice) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan
tersirat adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau
pidana. Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian
keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan
tindakan intervensi keperawatan (intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat
diuraikan sebagai berikut :
A. Assessment errors
kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara adekuat
atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil
pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang
membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan
berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan
mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk
menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data
dasar secara komprehensif dan mendasar.
B. Planning errors
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai
bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan
Administrative malpractice.
B. Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila
tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya
sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan
yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
tidak sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan
merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran
dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los
Angelos, California, 1956).
Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi
kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat
yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat
terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam
transaksi teraputik antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian
jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil
(resultaat verbintenis). Sebagai contoh adanya komplain terhadap tenaga perawatan
dari pasien yang menderita radang uretra setelah pemasangan kateter. Apakah hal ini
dapat dimintakan tanggung jawab hukum kepada tenaga perawatan? Yang perlu
dipahami semua pihak adalah apakah ureteritis bukan merupakan resiko yang melekat
terhadap pemasangan kateter? Apakah tenagaperawatan dalam memasang kateter
telah sesuai dengan prosedur profesional ?. Halhal inilah yang menjadi pegangan
untuk menentukan ada dan tidaknya malpraktek. Apabila tenaga perawatan didakwa
telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi
siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan
tidaknya kesalahan. Dalam hal tenaga perawatan didakwa telah melakukan ciminal
malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga perawatan tersebut telah
memenuhi unsur tidak pidananya yakni : Apakah perbuatan (positif act atau negatif
act) merupakan perbuatan yang tercela Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan
sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan).
Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga
mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan
adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin
berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga. Dalam kasus atau gugatan
adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 3 D
yakni :
Seperti dikemukakan di depan bahwa tidak setiap upaya kesehatan selalu dapat
memberikan kepuasan kepada pasien baik berupa kecacatan atau bahkan kematian.
Malapetaka seperti ini tidak mungkin dapat dihindari sama sekali. Yang perlu dikaji
apakah malapetaka tersebut merupakan akibat kesalahan perawat atau merupakan
resiko tindakan, untuk selanjutnya siapa yang harus bertanggung gugat apabila
kerugian tersebut merupakan akibat kelalaian tenaga perawatan. Di dalam transaksi
teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain:
1. Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari
hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan pengobatan,
kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan
keberhasilan, karena health care provider baik tenaga kesehatan maupun
rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan yang tidak
sesuai standar profesi/standar pelayanan.
2. Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul
atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung
jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas
kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian perawat sebagai karyawannya.
3. Liability in tort
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas haya
perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri
maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang berlawanan
dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan
dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad
31 Januari 1919).
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Malpraktik bersifat sangat kompleks
2. Perawat diperhadapkan pada tuntutan pelayanan profesional.
3. Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan
malpraktik. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status
profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat
hokum
4. Untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat
menunujukkan halhal dibawah ini :
a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan
kewajibannya yaitu, kewajiban mempergunakan segala ilmu
dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-
tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya
berdasarkan standar profesi.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan
kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya
dilalaikan menurut standar profesinya.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan
(damage) yang dapat dituntut secara hokum
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya
menyebabkan atau terk dengan cedera yang dialami pasien.
5. Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan yaitu
tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan
keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan
(intervention errors).
6. yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum
yang dilanggar, yaitu : Criminal malpractice, Civil malpractice,
Administrative malpractice
3.2 SARAN
1. Dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman
pada kode etik keperawatan dan mengacu pada standar praktek
keperawatan
2. Perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap
pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan
(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention
errors) sehigga nantinya dapat menghindari kesalahan yang dapat
terjadi
3. Perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa
meningkatkan kemampuannya untuk mencegah terjadinya malpraktek