Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Indonesia ini menghadapi era globalisasi yang sangat dahsyat. Masyarakat menjadi
makin urban dan modern. Kalau tigapuluh tahun yang lalu masyarakat urban baru mencapai
sekitar 20 persen dari seluruh penduduk Indonesia, dewasa ini sudah mendekati 50 persen.
Namun, Indonesia masih sangat terkenal dengan sebutan negara dengan tingkat kematian ibu
hamil dan melahirkan paling tinggi di dunia. Salah satu sebabnya adalah karena masyarakat
masih miskin dan tingkat pendidikannya rendah.1
Tingkah laku masyarakat umumnya dicerminkan oleh keadaan sumber daya manusia
yang rendah mutunya itu. Untuk beberapa lama telah dikembangkan upaya besar untuk
menurunkan angka kematian ibu hamil dan melahirkan itu. Biarpun telah dicapai hasil yang
memadai, tetapi dirasakan masih kurang cepat dibandingkan dengan tuntutan masyarakat
yang makin luas. Melihat hal itu berlalu tanpa upaya pencegahan yang berarti, para ahli
kebidanan dan penyakit kandungan serta kelompok peduli lain tergerak hatinya dan
melakukan langkah-langkah awal yang signifikan.2
Mereka menyatu, bertekad dan berusaha membantu para ibu dan keluarganya dengan
advokasi dan upaya peningkatan pengetahuan ibu-ibu tentang reproduksi sehat. Kelompok itu
berusaha memberikan pelayanan kebidanan yang makin meluas di masyarakat. Gerakan itu
dimulai sekitar tahun 1950-1960 yang sekaligus merupakan awal dari upaya besar-besaran
menolong keluarga Indonesia menyelamatkan para ibu dan keluarganya melalui program
KB.2 Oleh karena itu, dibutuhkan lebih banyak dan lebih digencarkan lagi program-program
dan upaya-upaya untuk menurunkan angka kematian ibu agar tercapai angka yang
diharapkan, sebagaimana dicanangkan pada MDG.

II. Rumusan Masalah


1. Bagaimana membuat perencanaan Program Pendidikan dan Promosi Penurunan
Angka Kematian Ibu?
2. Program-program apa saja yang harus dilakukan untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu?
3. Tujuan Program Pendidikan dan Promosi Penuruan Angka Kematian Ibu?
4. Sasaran Program Pendidikan dan Promosi Penurunan Angka Kematian Ibu ?
5. Isi Program Pendidikan dan Promosi Penurunan Angka Kematian Ibu?
6. Implementasi Program Pendidikan dan Promosi Penurunan Angka Kematian
Ibu?
7. Bagaimana Pemantauan dan Evaluasi Program?

III. Tujuan Penulisan Proposal


1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menyusun rencana program-program
yang dapat dan harus dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu yang
masih tinggi di Indonesia ini dan diharapkan setelah program dilaksanakan,
terjadi penurunan angka kematian ibu.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana membuat perencanaan Program Pendidikan
dan Promosi Penuruan Angka Kematian Ibu.
b. Untuk mengetahui tujuan Program Pendidikan dan Promosi Penuruan Angka
Kematian Ibu.
c. Untuk mengetahui sasaran Program Pendidikan dan Promosi Penuruan
Angka Kematian Ibu.
d. Untuk mengetahui isi Program Pendidikan dan Promosi Penuruan Angka
Kematian Ibu.
e. Untuk mengetahui implementasi Program Pendidikan dan Promosi Penuruan
Angka Kematian Ibu
f. Untuk mengetahui bagaimana Pemantauan dan Evaluasi Program.
BAB II
PEMBAHASAN

Angka kematian ibu di Indonesia belum memiliki data statistik vital yang langsung
dapat menghitung angka Kematian Ibu (AKI). Estimasi AKI dalam Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari saudara
perempuan yang meninggal semasa kehamilan, persalinan, atau setelah melahirkan. Tahun
1991, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. 1 Meskipun
hasil survei menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah turun menjadi 307 per 100.000
kelahiran hidup antara 1998–20021, hal itu perlu ditafsirkan secara hati-hati mengingat
keterbatasan metode penghitungan yang digunakan. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di
Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan
atau persalinan.2
Penyebab kematian ibu. Adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan
darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang
biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28
persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena
retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap
ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat
waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 24 persen kematian
ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen)5. Pemantauan kehamilan secara teratur
sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat
mencegah kematian ibu karena eklampsia.

1. Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam penurunan AKI

Prioritas nasional. Menurunkan kesakitan dan kematian ibu telah menjadi


salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana
tercantum dalam Propenas. Kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya ini antara lain
meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi, meningkatkan pemberantasan
penyakit menular dan imunisasi, meningkatkan pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan, menanggulangi KEK, dan menanggulangi anemia gizi besi pada wanita usia
subur dan pada masa kehamilan, melahirkan, dan nifas.15
Tingginya AKI di Indonesia yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup ( SDKI, 1994 )
tertinggi di ASEAN, menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas.
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah
pendarahan, infeksi, dan eklampsia. Ke dalam pendarahan dan infeksi sebagai penyebab
kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama.
Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan,
misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis.

Selain itu, keadaan ibu sejak pra-hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya.
Penyebab tak langsung kematian ibu ini antara lain adalah anemia, kurang energi kronis (
KEK ) dan keadaan “4 terlalu” ( terlalu muda/tua, terlalu sering, dan terlalu banyak ). Tahun
1995, kejadian anemia ibu hamil sekitar 51%, dan kejadian resiko KEK pada ibu hamil (
lingkar / lengan atas kurang dari 23,5 cm ) sekitar 30%.

Lagipula, seperti dikemukakan diatas, kematian ibu diwarnai oleh hal-hal nonteknis
yang masuk kategori penyebab mendasar, seperti rendahnya status wanita,
ketidakberdayaannya dan tarif pendidikan yang rendah. Hal nonteknis ini ditangani oleh
sektor terkait diluar sektor kesehatan, sedangkan sector kesehatan lebih memfokuskan
intervensinya untuk mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung dari kematian ibu.

Dalam menjalankan fokus intervensinya itu Departemen Kesehatan tetap


memerlukan dukungan dari sektor dan pihak terkait lainnya. Kebijakan Departemen
Kesehatan tersebut dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu
kepada inventarisasi strategis “ Empat pilar Safe Mothehood “. Dewasa ini, program keluarga
berencana – sebagai pilar pertama – telah dianggap berhasil. Namun, untuk mendukung
upaya mempercepat penurunan AKI, diperlukan penajaman sasaran agar kejadian “ 4 terlalu
“ dan kehamilan yang tak diinginkan dapat ditekan serendah mungkin. Akses terhadap
pelayanan antenatal – sebagai pilar kedua – cukup baik, yaitu 87% pada tahun 1997; namun
mutunya masih perlu ditingkatkan terus.. persalinan yang aman – sebagai pilar ketiga - yang
dikategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pada tahun 1997 baru
mempunyai 60%.

Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar angka 80%. Cakupan pelayanan obstetrik esensial –
sebagai pilar keempat – masih sangat rendah, dan mutunya belum optimal. Mengingat kira-
kira 90% kematian ibu terjadi di saat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian
ibu adalah komplikasi obstetrik yang sering tak dapat diperkirakan sebelumnya, maka
kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI adalah
mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, dan
pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada semua ibu hamil.

2. Keterlibatan Lintas Sektor

Dalam mempercepat penurunan AKI, keterlibatan sector lain disamping kesehatan


sangat diperlukan. Berbagai bentuk keterlibatan lintas sector dalam upaya penurunan AKI
adalah sebagai berikut :

a. Gerakan Sayang Ibu ( GSI )


GSI dirintis oleh kantor Menperta pada tahun 1996 di 8 kabupaten perintis di 8
propinsi. Ruang lingkup kegiatan GSI meliputi advokasi dan mobilisasi social. Dalam
pelaksanaannya, GSI mempromosikan kegiatan yang berkaitan dengan Kecamatan
Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang Ibu, unruk mencegah tiga macam keterlambatan,
yaitu :
1. Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan membuat
keputusan untuk segera mencari pertolongan.
2. Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan
3. Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat pertolongan yang
dibutuhkan.
b. Kelangsungan hidup, perkembangan dan perlindungan ibu dan anak

Upaya yang dirintis sejak 1990 oleh Dirjen Pembangunan Daerah, Depdagri,
dengan bantuan UNICEF yang lebih dikenal sebagai upaya KHPPIA ini bertujuan
menghimpun koordinasi lintas sector dalam penentuan kegiatan dan pembiayaan dari
berbagai sumber dana, antara lain untuk menurunkan AKI dan AKB. Kegiatan utamanya
adalah koordinasi perencanaan kegiatan dari sector terkait dalam upaya itu. Propinsi yang
dilibatkan adalah mereka yang mendapat bantuan UNICEF, namun pola ini akan
diperluas oleh Depdagri ke semua propinsi.

c. Gerakan Reproduksi keluarga Sehat ( GRKS )

GRKS dimulai oleh BKKBN sebagai kelanjutan dari Gerakan Sayang Ibu Sehat
Sejahtera. Gerakan ini intinya merupakan upaya promosi mendukung terciptanya
keluarga yang sadar akan pentingnya mengupayakan kegiatan reproduksi. Di antara
masalah yang dikemukakan adalah masalah kematian ibu. Karena itu, promosi yang
dilakukan melalui GRKS juga termasuk promosi untuk kesejahteraan ibu.

Selain ketiga upaya lintas sector tersebut, masih ada perbagai kegiatan lain yang
dilaksanakan pihak terkait, seperti organisasi profesi, yaitu POGI, IBI, Perinasia, PKK,
dan pihak lain sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing

3. Pemantauan dan Evaluasi

Dalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indicator cakupan,
yaitu : cakupan antenatal ( K1 untuk askes dan K4 untuk kelengkapan layanan antenatal ),
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan neonatal/nifas. Untuk itu,
sejak awal tahun 1990-an telah digunakan alat pantau berupa Pemantauan Wilayah Setempat
– Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS-KIA ), yang mengikuti jejak program imunisasi. Dengan
adanya PWS-KIA, data cakupan layanan program kesehatan ibu dapat diperoleh setiap
tahunnya dari semua propinsi.

Walau demikian, disadari bahwa indikator cakupan tersebut cukup memberikan


gambaran untuk menilai kemajuan upaya menurunkan AKI. Mengingat bahwa mengukur
AKI, sebagai indicator dampak, secara berkala dalam waktu kurang dari 5-10 trahun tidak
realistis, maka para pakar dunia menganjurkan pemakaian indikator praktis atau indikator
outcome. Indicator tersebut antara lain :

A. Cakupan penanganan kasus obstetrik


B. Case fatality rate kasus obstetric yang ditangani.
C. Jumlah kematian absolute
D. Penyebaran fasilitas pelayanan obstetric yang mampu PONEK dan PONED
E. Persentase bedah sesar terhadap seluruh persalinan di suatu wilayah

Indikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan agar pemantauan dan evaluasi
terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam.

4. Program Menurunkan Angka Kematian Ibu

A. safe motherhood
Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF, dan UNDP melaksanakan
Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan ini adalah rekomendasi Rencana
Kegiatan Lima Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi tersebut dalam
bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu ( AKI ).
Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup
Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat pilar
safe motherhood, yaitu :

a. Keluarga berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai


akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat
untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan
tidak ada kehamilan yang tak diinginkan. Kehamilan yang masuk dala, kategori “4
terlalu”, yaitu terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan
terlalu banyak anak.
b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila mungkin dan
memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara
memadai.
c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan
bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi
d. Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik untuk resiko
tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.

Keempat intervensi strategis diatas perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan


dasar, dan bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita.

B. Antenatal Care

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium
rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam
pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.


2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan


kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada Ibu hamil
adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat

C. Kesehatan Reproduksi Remaja

Pendidikan seks ini tidak mudah diterima di masyarakat, hal ini dikarenakan bahwa
masyarakat masih menganggap membicarakan masalah seks adalah masalah tabu. Oleh
karena itu masih banyak remaja yang “buta” terhadap kesehatan seks mereka. Dampak dari
“buta” ini dapat terjadi kehamilan di luar nikah, kehamilan tidak diinginkan, angka aborsi
yang tinggi akibat kehamilan yang tidak diinginkan tersebut, angka PMS meningkat.
Kesemua ini dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu.20

Menurut BKKBN, usia yang ideal adalah 20-30 tahun, lebih atau kurang dari usia itu
adalah kehamilan yang beresiko. Kesiapan untuk hamil dan melahirkan juga ditentukan oleh
kesiapan fisik, kesiapan mental/emosi/psikologis, dan kesiapan social/ekonomi. Dan usia 20
tahun secara fisik sudah dianggap sebagai usia yang mantap untuk mendapat kehamilan.
Tetapi kenyataannya banyak remaja yang berusia dibawah 20 tahun hamil dan melahirkan.
BAB III
PENYELESAIAN MASALAH

1. Perencanaan Program Pendidikan dan Promosi Penurunan Angka


Kematian Ibu

Promosi kesehatan adalah serangkaian program kesehatan yang dirancang


untuk memberdayakan individu, kelompok dan masyarakat agar memelihara,
meningkatkan, dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan pengetahuan,
kemauan, dan kemampuan serta membuat lingkungan yang mendukung sehingga
memungkinkan individu, kelompok dan masyarakat untuk sehat dan membuat pilihan
yang sehat. Promosi kesehatan mencakup edukasi, perubahan lingkungan untuk
peningkatan kesehatan, legislasi, maupun bagian dari norma sosial.

Model perencanaan promosi kesehatan yang sering digunakan adalah


PRECEDE-PROCEED. Model PRECEDE-PROCEED memungkinkan suatu struktur
komprehensif untuk menilai tingkat kesehatan, kebutuhan kualitas kehidupan dan
untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi promosi kesehatan dan
program kesehatan publik lainnya. PRECEDE yang merupakan menggambarkan
perencanaan proses diagnosis untuk membantu perkembangan program kesehatan
atau edukasi kesehatan. PROCEED merupakan mendampingi proses implementasi
dan evaluasi dari program atau intervensi yang telah dirancang menggunakan
PRECEDE. Model PRECEDE-PROCEED mengatur perhatian pertama edukator
kesehatan pada outcome dan memulai proses perencananaan edukasi kesehatan
dengan melihat outcome yang diinginkan, dalam hal ini berupa kualitas hidup yang
baik.13

PRECEDE terdiri atas 5 fase. Fase pertama menentukan kualias kehidupan atau
permasalahan sosial dan kebutuhan suatu populasi. Fase kedua terdiri dari penentuan faktor
kesehatan untuk permasalahan kesehatan. Fase ketiga menganalisis faktor perilaku dan
lingkungan. Pada fase keempat, pengindentifikasian faktor-faktor predisposing, reinforcing,
dan enabling. Fase kelima meliputi penentuan promosi kesehatan, edukasi kesehatan, dan
atau kebijakan terkait intervensi mana yang paling sesuai untuk mendorong perubahan yang
diinginkan pada perilaku atau lingkungan, dan pada faktor yang mendukung perilaku dan
lingkungan tersebut.13

PROCEED terdiri atas 4 fase tambahan. Fase keenam, intervensi pada fase kelima
diimplementasikan. Fase ketujuh dilakukan proses evaluasi dari intervensi-intervensi
tersebut. Fase kedelapan mengevaluasi dampak dari intervensi pada faktor-faktor pendukung
perilaku dan pada perilaku itu sendiri. Fase terakhir terdiri atas evaluasi outcome, yang
menentukan efek terbesar pada intervensi terhadap kesehatan dan kualitas kehidupan suatu
populasi. Pada praktek di lapangan, PRECEDE dan PROCEED berjalan dalam lingkaran
berkesinambungan. Informasi yang didapatkan pada PRECEDE mengarahkan perkembangan
tujuan program dan intervensi pada fase implementasi PROCEED. Informasi yang sama juga
memberikan kriteria terhadap bentuk kesukesan pada program yang mana yang diukur pada
fase evaluasi PROCEED. Sebagai timbal balik, data yang didapat pada fase implementasi dan
evaluasi PROCEED membuat jelas hubungan yang dinilai pada PRECEDE dengan kesehatan
atau outcome kualitas hidup, perilaku dan faktor lingkungan yang memengaruhinya, dan
faktor-faktor yang mengarahkan pada perubahan perilaku dan lingkungan. Data ini juga dapat
menunjukkan bagaimana program dapat dimodifikasi untuk semakin mendekati tujuan dan
target yang diinginkan.13

Dalam penyusunan proposal program pendidikan dan promosi untuk


mencegah gizi buruk ini, penulis mendiagnosis masalah gizi yang masih ada
kemudian dijalankan dengan harapan dapat menjadi solusi dari permasalahannya.

A. Diagnosa masalah
1. Diagnosis perilaku dan lingkungan
A. Perilaku wanita hamil yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal care
karena kurang pengetahuan mengenai kepentingan pemeriksaan tersebut
terhadap kesehatan diri sendiri maupun anak yang dikandung.
B. Adanya mitos yang berlaku di lingkungan masyarakat yaitu “banyak anak
banyak rezeki”, sehingga masyarakat cenderung menolak program Keluarga
Berencana hal ini menyebabkan kehamilan resiko tinggi.
C. Adanya tradisi di dalam masyarakat yang lebih percaya terhadap dukun
dibandingkan tenaga medis.

2. Diagnosis pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat berpengaruh kepada


pengetahuan masyarakat terhadap angka kematian ibu hamil akibat perdarahan dan
bagaimana cara mencegah serta mengatasi kasus perdarahan pada ibu hamil dan
melahirkan.

B. Perumusan Masalah
1. Kurangnya pengetahuan ibu-ibu pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan secara rutin,
perdarahan pada kehamilan dan persalinan, faktor-faktor penyebabnya, apa
akibatnya, bagaimana pencegahannya.
2. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada tenaga medis saat akan
melakukan persalinan.
3. Tidak banyak wanita hamil pada kecamatan Dempo Utara yang melakukan
pemeriksaan antenatal care karena kurangnya pengetahuan mengenai
kepentingan pemeriksaan tersebut terhadap kesehatan diri sendiri maupun
anak yang dikandung.
4. Tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mitos-mitos yang ada di
dalam masyarakat seperti mitos “banyak anak, banyak rezeki” serta adanya
kebiasaan di dalam masyarakat untuk menikah pada usia muda, hal itu
mempengaruhi jumlah anak yang akan dimiliki oleh wanita tersebut.
5. Kurangnya tenaga medis dan paramedis seperti jumlah bidan swasta yang
hanya 13 orang.
2. Metode penentuan prioritas masalah

Dalam menurunkan angka kematian ibu memang diperlukan banyak program


untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun, tidak semua program tersebut akan
dilaksanakan secara bersamaan. Oleh karena itu, kita harus menentukan terlebih
dahulu masalah mana yang harus diprioritaskan untuk menjadi program yang penting
untuk menurunkan angka kematian ibu. Ada banyak metode penentuan prioritas
masalah yang dapat digunakan. Namun, pada kasus menurunkan angka kematian ibu
ini, untuk menentukan prioritas masalah yang akan ditangani, digunakan metode
Urgency (mendesak) Seriousness (serius) Growth (berkembang pesat) . maka
prioritas utama dalam permasalahan angka kematian ibu ini adalah kurangnya
pengetahuan ibu-ibu terhadap kehamilan, pendarahan pada kehamilan dan pentingnya
pemeriksaan ANC.

3. Intervensi program
Beberapa program yang akan dilakukan sebagai alternatif pemecahan prioritas
masalah di atas adalah:
Tabel Alternatif Pemecahan Masalah

Prioritas Penting Kurang penting


Mudah 1. Melakukan penyuluhan 1. Melakukan penyuluhan
mengenai pentingnya tentang reproduksi
pemeriksaan kehamilan secara remaja
rutin, perdarahan pada
kehamilan dan persalinan serta
faktor penyebab dan apa akibat
yang ditimbulkan, cara
pencegahan dan penanganan
yang tepat kepada masyarakat
kecamatan Dempo Utara
khususnya para ibu-ibu.
2. Melakukan pemasangan poster
di setiap puskesmas serta jalan-
jalan utama dan penyebaran
pamflet mengenai antenatal care
dan manfaatnya bagi ibu hamil.
3. Melakukan konseling KB
Sulit 1. Melakukan pendataan dan 1 Melakukan penyuluhan
konseling kepada ibu-ibu hamil tentang aktivitas
tentang pentingnya antenatal care pengembangan kreativitas,
dengan cara mendatangi rumah- pelatihan kerja
rumah penduduk yang berisi ibu
hamil di dalamnya.

A. Tujuan program
1. Tujuan umum

Tujuan umum program ini menurunkan AKI akibat perdarahan

2. Tujuan khusus
A. Meningkatkan pengetahuan ibu hamil dan masyarakat secara umum
mengenai kematian ibu akibat perdarahan, faktor-faktor risiko dan
penyebab perdarahan, serta pencegahan dan penanganan yang tepat.
B. Menggiatkan partisipasi ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan
kehamilan

B. Sasaran program

Sasaran program promosi kesehatan ini adalah ibu-ibu hamil dan warga
masyarakat

C. Isi program

Program promosi kesehatan ini berisi informasi mengenai apa itu


perdarahan pada kehamilan. kematian wanita yang terjadi pada saat
kehamilan atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak
tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang
berhubungan dengan kehamilan, atau yang diperberat oleh kehamilan
tersebut, atau penanganannya, akan tetapi bukan kematian yang
disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan. Kematian maternal juga
didefinisikan sebagai proporsi kematian pada wanita usia reproduktif atau
proporsi kematian pada semua wanita di usia reproduktif yang disebabkan
oleh penyebab maternal.

D. Metode

Metode yang digunakan adalah metode penyuluhan kepada masyarakat


umum khususnya ibu hamil dan penyediaan alat-alat kebidanan.

E. Media

Melalui media komunikasi secara individual dan komunitas

4. Implementasi program
A. Rencana dan jadwal kegiatan
B. Rencana pembiayan
1. Sumber dana
Sumber dana dalam penyelenggaraan kegiatan ini diharapkan
diperoleh melalui:

a. Kas Puskesmas
b. Swadaya masyarakat
c. Instansi-instansi terkait
d. Para donator/dermawan

2. Estimasi dana
Terlampir di lampiran

5. Waktu pelaksanaan program


Tabel Jadwal Program Perencanaan
No Kegiatan Pekan
I II III IV V VI
1. Menyusun proposal
2. Pencarian dana dan sponsor
3. Pengadaan sarana dan
prasarana kegiatan
4. Penyebaran undangan
5. Pelaksanaan kegiatan
penyuluhan dan penyebaran
poster
6. Evaluasi kegiatan
7. Pemantauan Setiap bulan dan akhir bulan
ke-3

6. Indikator keberhasilah program


Angka kematian ibu di akhir program per 100.000 kelahiran hidup

7. Evaluasi program
A. Evaluasi program
Evaluasi program dilaksanakan tiap bulan pada akhir bulan. Evaluasi
dilakukan dengan tujuan apakah program telah berjalan baik dengan
dilihat faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat serta
kekurangan program pada bulan tersebut, sehingga faktor tersebut
dapat dihindari atau dihilangkan pada bulan berikutnya. Evaluasi
dilakukan dengan cara mengadakan rapat anggota tiap akhir bulan di
kantor camat. Di sini para anggota menjelaskan apa saja yang menjadi
hambatan pada saat kegiatan berlangsung dan penilaian mereka atas
kegiatan pada bulan tersebut.
B. Evaluasi akhir
Evaluasi akhir dilakukan setiap 3 bulan pada akhir program atau akhir
bulan ketiga dari masing-program dan dilakukan dengan cara
pengisian kuesioner oleh masyarakat dan ibu hamil, serta melakukan
pendataan ke puskesmas dan tempat praktek bidan swasta apakah
terdapat peningkatan jumlah ibu hamil yang berkunjung untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan serta menghitung angka kejadian
kematian ibu hamil akibat perdarahan . Kuesioner berisi pertanyaan
terkait mengenai faktor-faktor risiko, faktor penyebab setta upaya
pencegahan dan penangan yang tepat dari kejadian kematian ibu hamil
akibat perdarahan. Dari pengisian kuesioner tersebut dapat diketahui
tingkat pengetahuan para ibu hamil dan masyarakat. Hasil pemantauan
akan menentukan apakah diperlukan intervensi lanjutan atau program
baru agar tujuan menurunkan angka kematian ibu dalam masyarakat
dapat tercapai.

Tabel . Metode Evaluasi dan Indikator Keberhasilan

No. Tahap Realisasi Aktifitas Indikator Keberhasilan


1. Tahapan a. Pembuatan proposal a. Tersedianya data
Perencanaan b. Pengumpulan data sekunder dan primer
lapangan daerah sasaran lapangan.
c. Survey lokasi sasaran b. Diterimanya proposal
sesuai standar
c. Ditandatanganinya
MoU
2. Tahapan a. Sosialisasi program- a. Terjalin kerjasama
Persiapan program penurunan dengan pemerintah
angka kematian akibat setempat
perdarahan pada b. Tersedianya media
masyarakat dan penyuluhan
pemerintahan setempat c. Tersedianya sarana
(tokoh masyarakat) tersebut
b. Pembuatan media
penyuluhan berupa
poster, pamflet serta
materi penyuluhan.
3. Realisasi a. Mengadakan a. Peningkatan
Program penyuluhan mengenai pengetahuan
pentingnya pemeriksaan masyarakat &
kehamilan secara rutin, perubahan prilaku
perdarahan pada b. Banyaknya ibu hamil
kehamilan dan yang melakukan ante
persalinan serta faktor natal care.
penyebab dan apa c. Tercapainya tujuan
akibat yang ditimbulkan program KB
b. Pemasangan poster dan d. Dukun desa menjadi
penyebaran pamflet lebih terampil dan
c. Melakukan penyuluhan benar dalam
program KB kepada memimpin persalinan
masyarakat. e. Terdapat kerjasama
d. Melakukan pendataan dengan tokoh
dan konseling kepada masyarakat,
ibu-ibu hamil pemerintah dan
e. Melatih para dukun dinkes
dengan pelatihan agar
dapat melakukan
pimpinan persalinan
yang baik dan benar.
f. Melakukan advokasi
kepada pemerintah
untuk menambah tenaga
medis yaitu bidan
sehingga dengan
banyaknya bidan,
masyarakat akan mulai
berpikir untuk
melakukan persalinan di
bidan.
g. Membangun kerjasama
dengan tokoh
masyarakat, pemerintah
dan dinas kesehatan.
4. Tahap a. Evaluasi realisasi a. Data proyek sesuai
evaluasi program dibandingkan 100% dari realisasi.
keberlanjutan dengan perencanaan.
program b. Pendampingan dalam
pelaksanaan program
penurunan angka
kematiaan ibu.

5. Tahap a. Evaluasi akhir dengan Laporan perkembangan


Monitoring cara memberikan program dilakukan setiap
kuisoner kepada ibu- 3 bulanan.
ibu hamil sebelum dan
sesudah penyuluhan.
b. Melakukan pendataan
ke puskesmas dan
bidan swasta

Anda mungkin juga menyukai