PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Indonesia ini menghadapi era globalisasi yang sangat dahsyat. Masyarakat menjadi
makin urban dan modern. Kalau tigapuluh tahun yang lalu masyarakat urban baru mencapai
sekitar 20 persen dari seluruh penduduk Indonesia, dewasa ini sudah mendekati 50 persen.
Namun, Indonesia masih sangat terkenal dengan sebutan negara dengan tingkat kematian ibu
hamil dan melahirkan paling tinggi di dunia. Salah satu sebabnya adalah karena masyarakat
masih miskin dan tingkat pendidikannya rendah.1
Tingkah laku masyarakat umumnya dicerminkan oleh keadaan sumber daya manusia
yang rendah mutunya itu. Untuk beberapa lama telah dikembangkan upaya besar untuk
menurunkan angka kematian ibu hamil dan melahirkan itu. Biarpun telah dicapai hasil yang
memadai, tetapi dirasakan masih kurang cepat dibandingkan dengan tuntutan masyarakat
yang makin luas. Melihat hal itu berlalu tanpa upaya pencegahan yang berarti, para ahli
kebidanan dan penyakit kandungan serta kelompok peduli lain tergerak hatinya dan
melakukan langkah-langkah awal yang signifikan.2
Mereka menyatu, bertekad dan berusaha membantu para ibu dan keluarganya dengan
advokasi dan upaya peningkatan pengetahuan ibu-ibu tentang reproduksi sehat. Kelompok itu
berusaha memberikan pelayanan kebidanan yang makin meluas di masyarakat. Gerakan itu
dimulai sekitar tahun 1950-1960 yang sekaligus merupakan awal dari upaya besar-besaran
menolong keluarga Indonesia menyelamatkan para ibu dan keluarganya melalui program
KB.2 Oleh karena itu, dibutuhkan lebih banyak dan lebih digencarkan lagi program-program
dan upaya-upaya untuk menurunkan angka kematian ibu agar tercapai angka yang
diharapkan, sebagaimana dicanangkan pada MDG.
Angka kematian ibu di Indonesia belum memiliki data statistik vital yang langsung
dapat menghitung angka Kematian Ibu (AKI). Estimasi AKI dalam Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari saudara
perempuan yang meninggal semasa kehamilan, persalinan, atau setelah melahirkan. Tahun
1991, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. 1 Meskipun
hasil survei menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah turun menjadi 307 per 100.000
kelahiran hidup antara 1998–20021, hal itu perlu ditafsirkan secara hati-hati mengingat
keterbatasan metode penghitungan yang digunakan. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di
Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan
atau persalinan.2
Penyebab kematian ibu. Adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan
darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang
biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28
persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena
retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap
ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat
waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 24 persen kematian
ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen)5. Pemantauan kehamilan secara teratur
sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat
mencegah kematian ibu karena eklampsia.
Selain itu, keadaan ibu sejak pra-hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya.
Penyebab tak langsung kematian ibu ini antara lain adalah anemia, kurang energi kronis (
KEK ) dan keadaan “4 terlalu” ( terlalu muda/tua, terlalu sering, dan terlalu banyak ). Tahun
1995, kejadian anemia ibu hamil sekitar 51%, dan kejadian resiko KEK pada ibu hamil (
lingkar / lengan atas kurang dari 23,5 cm ) sekitar 30%.
Lagipula, seperti dikemukakan diatas, kematian ibu diwarnai oleh hal-hal nonteknis
yang masuk kategori penyebab mendasar, seperti rendahnya status wanita,
ketidakberdayaannya dan tarif pendidikan yang rendah. Hal nonteknis ini ditangani oleh
sektor terkait diluar sektor kesehatan, sedangkan sector kesehatan lebih memfokuskan
intervensinya untuk mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung dari kematian ibu.
Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar angka 80%. Cakupan pelayanan obstetrik esensial –
sebagai pilar keempat – masih sangat rendah, dan mutunya belum optimal. Mengingat kira-
kira 90% kematian ibu terjadi di saat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian
ibu adalah komplikasi obstetrik yang sering tak dapat diperkirakan sebelumnya, maka
kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI adalah
mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, dan
pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada semua ibu hamil.
Upaya yang dirintis sejak 1990 oleh Dirjen Pembangunan Daerah, Depdagri,
dengan bantuan UNICEF yang lebih dikenal sebagai upaya KHPPIA ini bertujuan
menghimpun koordinasi lintas sector dalam penentuan kegiatan dan pembiayaan dari
berbagai sumber dana, antara lain untuk menurunkan AKI dan AKB. Kegiatan utamanya
adalah koordinasi perencanaan kegiatan dari sector terkait dalam upaya itu. Propinsi yang
dilibatkan adalah mereka yang mendapat bantuan UNICEF, namun pola ini akan
diperluas oleh Depdagri ke semua propinsi.
GRKS dimulai oleh BKKBN sebagai kelanjutan dari Gerakan Sayang Ibu Sehat
Sejahtera. Gerakan ini intinya merupakan upaya promosi mendukung terciptanya
keluarga yang sadar akan pentingnya mengupayakan kegiatan reproduksi. Di antara
masalah yang dikemukakan adalah masalah kematian ibu. Karena itu, promosi yang
dilakukan melalui GRKS juga termasuk promosi untuk kesejahteraan ibu.
Selain ketiga upaya lintas sector tersebut, masih ada perbagai kegiatan lain yang
dilaksanakan pihak terkait, seperti organisasi profesi, yaitu POGI, IBI, Perinasia, PKK,
dan pihak lain sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing
Dalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indicator cakupan,
yaitu : cakupan antenatal ( K1 untuk askes dan K4 untuk kelengkapan layanan antenatal ),
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan neonatal/nifas. Untuk itu,
sejak awal tahun 1990-an telah digunakan alat pantau berupa Pemantauan Wilayah Setempat
– Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS-KIA ), yang mengikuti jejak program imunisasi. Dengan
adanya PWS-KIA, data cakupan layanan program kesehatan ibu dapat diperoleh setiap
tahunnya dari semua propinsi.
Indikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan agar pemantauan dan evaluasi
terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam.
A. safe motherhood
Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF, dan UNDP melaksanakan
Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan ini adalah rekomendasi Rencana
Kegiatan Lima Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi tersebut dalam
bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu ( AKI ).
Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup
Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat pilar
safe motherhood, yaitu :
B. Antenatal Care
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium
rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam
pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
Pendidikan seks ini tidak mudah diterima di masyarakat, hal ini dikarenakan bahwa
masyarakat masih menganggap membicarakan masalah seks adalah masalah tabu. Oleh
karena itu masih banyak remaja yang “buta” terhadap kesehatan seks mereka. Dampak dari
“buta” ini dapat terjadi kehamilan di luar nikah, kehamilan tidak diinginkan, angka aborsi
yang tinggi akibat kehamilan yang tidak diinginkan tersebut, angka PMS meningkat.
Kesemua ini dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu.20
Menurut BKKBN, usia yang ideal adalah 20-30 tahun, lebih atau kurang dari usia itu
adalah kehamilan yang beresiko. Kesiapan untuk hamil dan melahirkan juga ditentukan oleh
kesiapan fisik, kesiapan mental/emosi/psikologis, dan kesiapan social/ekonomi. Dan usia 20
tahun secara fisik sudah dianggap sebagai usia yang mantap untuk mendapat kehamilan.
Tetapi kenyataannya banyak remaja yang berusia dibawah 20 tahun hamil dan melahirkan.
BAB III
PENYELESAIAN MASALAH
PRECEDE terdiri atas 5 fase. Fase pertama menentukan kualias kehidupan atau
permasalahan sosial dan kebutuhan suatu populasi. Fase kedua terdiri dari penentuan faktor
kesehatan untuk permasalahan kesehatan. Fase ketiga menganalisis faktor perilaku dan
lingkungan. Pada fase keempat, pengindentifikasian faktor-faktor predisposing, reinforcing,
dan enabling. Fase kelima meliputi penentuan promosi kesehatan, edukasi kesehatan, dan
atau kebijakan terkait intervensi mana yang paling sesuai untuk mendorong perubahan yang
diinginkan pada perilaku atau lingkungan, dan pada faktor yang mendukung perilaku dan
lingkungan tersebut.13
PROCEED terdiri atas 4 fase tambahan. Fase keenam, intervensi pada fase kelima
diimplementasikan. Fase ketujuh dilakukan proses evaluasi dari intervensi-intervensi
tersebut. Fase kedelapan mengevaluasi dampak dari intervensi pada faktor-faktor pendukung
perilaku dan pada perilaku itu sendiri. Fase terakhir terdiri atas evaluasi outcome, yang
menentukan efek terbesar pada intervensi terhadap kesehatan dan kualitas kehidupan suatu
populasi. Pada praktek di lapangan, PRECEDE dan PROCEED berjalan dalam lingkaran
berkesinambungan. Informasi yang didapatkan pada PRECEDE mengarahkan perkembangan
tujuan program dan intervensi pada fase implementasi PROCEED. Informasi yang sama juga
memberikan kriteria terhadap bentuk kesukesan pada program yang mana yang diukur pada
fase evaluasi PROCEED. Sebagai timbal balik, data yang didapat pada fase implementasi dan
evaluasi PROCEED membuat jelas hubungan yang dinilai pada PRECEDE dengan kesehatan
atau outcome kualitas hidup, perilaku dan faktor lingkungan yang memengaruhinya, dan
faktor-faktor yang mengarahkan pada perubahan perilaku dan lingkungan. Data ini juga dapat
menunjukkan bagaimana program dapat dimodifikasi untuk semakin mendekati tujuan dan
target yang diinginkan.13
A. Diagnosa masalah
1. Diagnosis perilaku dan lingkungan
A. Perilaku wanita hamil yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal care
karena kurang pengetahuan mengenai kepentingan pemeriksaan tersebut
terhadap kesehatan diri sendiri maupun anak yang dikandung.
B. Adanya mitos yang berlaku di lingkungan masyarakat yaitu “banyak anak
banyak rezeki”, sehingga masyarakat cenderung menolak program Keluarga
Berencana hal ini menyebabkan kehamilan resiko tinggi.
C. Adanya tradisi di dalam masyarakat yang lebih percaya terhadap dukun
dibandingkan tenaga medis.
2. Diagnosis pendidikan
B. Perumusan Masalah
1. Kurangnya pengetahuan ibu-ibu pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan secara rutin,
perdarahan pada kehamilan dan persalinan, faktor-faktor penyebabnya, apa
akibatnya, bagaimana pencegahannya.
2. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada tenaga medis saat akan
melakukan persalinan.
3. Tidak banyak wanita hamil pada kecamatan Dempo Utara yang melakukan
pemeriksaan antenatal care karena kurangnya pengetahuan mengenai
kepentingan pemeriksaan tersebut terhadap kesehatan diri sendiri maupun
anak yang dikandung.
4. Tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mitos-mitos yang ada di
dalam masyarakat seperti mitos “banyak anak, banyak rezeki” serta adanya
kebiasaan di dalam masyarakat untuk menikah pada usia muda, hal itu
mempengaruhi jumlah anak yang akan dimiliki oleh wanita tersebut.
5. Kurangnya tenaga medis dan paramedis seperti jumlah bidan swasta yang
hanya 13 orang.
2. Metode penentuan prioritas masalah
3. Intervensi program
Beberapa program yang akan dilakukan sebagai alternatif pemecahan prioritas
masalah di atas adalah:
Tabel Alternatif Pemecahan Masalah
A. Tujuan program
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
A. Meningkatkan pengetahuan ibu hamil dan masyarakat secara umum
mengenai kematian ibu akibat perdarahan, faktor-faktor risiko dan
penyebab perdarahan, serta pencegahan dan penanganan yang tepat.
B. Menggiatkan partisipasi ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan
kehamilan
B. Sasaran program
Sasaran program promosi kesehatan ini adalah ibu-ibu hamil dan warga
masyarakat
C. Isi program
D. Metode
E. Media
4. Implementasi program
A. Rencana dan jadwal kegiatan
B. Rencana pembiayan
1. Sumber dana
Sumber dana dalam penyelenggaraan kegiatan ini diharapkan
diperoleh melalui:
a. Kas Puskesmas
b. Swadaya masyarakat
c. Instansi-instansi terkait
d. Para donator/dermawan
2. Estimasi dana
Terlampir di lampiran
7. Evaluasi program
A. Evaluasi program
Evaluasi program dilaksanakan tiap bulan pada akhir bulan. Evaluasi
dilakukan dengan tujuan apakah program telah berjalan baik dengan
dilihat faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat serta
kekurangan program pada bulan tersebut, sehingga faktor tersebut
dapat dihindari atau dihilangkan pada bulan berikutnya. Evaluasi
dilakukan dengan cara mengadakan rapat anggota tiap akhir bulan di
kantor camat. Di sini para anggota menjelaskan apa saja yang menjadi
hambatan pada saat kegiatan berlangsung dan penilaian mereka atas
kegiatan pada bulan tersebut.
B. Evaluasi akhir
Evaluasi akhir dilakukan setiap 3 bulan pada akhir program atau akhir
bulan ketiga dari masing-program dan dilakukan dengan cara
pengisian kuesioner oleh masyarakat dan ibu hamil, serta melakukan
pendataan ke puskesmas dan tempat praktek bidan swasta apakah
terdapat peningkatan jumlah ibu hamil yang berkunjung untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan serta menghitung angka kejadian
kematian ibu hamil akibat perdarahan . Kuesioner berisi pertanyaan
terkait mengenai faktor-faktor risiko, faktor penyebab setta upaya
pencegahan dan penangan yang tepat dari kejadian kematian ibu hamil
akibat perdarahan. Dari pengisian kuesioner tersebut dapat diketahui
tingkat pengetahuan para ibu hamil dan masyarakat. Hasil pemantauan
akan menentukan apakah diperlukan intervensi lanjutan atau program
baru agar tujuan menurunkan angka kematian ibu dalam masyarakat
dapat tercapai.