Oleh
Pembimbing
2016
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Alexandro Mulia, S.Ked
04054821618072
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 13 September 2016 s.d
17 Oktober 2016
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan
berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Dry Eye Syndrome” ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Anang Tribowo,
Sp.M(K) atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Lapisan Air Mata ............................................................................................... 2
2. Mekanisme Mata Kering ................................................................................... 6
3. Skema Klasifikasi Diagnostik pada Kelainan Mata Kering .............................. 6
4. Pembentukan Bintik Kering pada Film Air Mata .............................................. 8
5. Diagnosis dan Derajat Keberatan Mata Kering ............................................... 10
v
DAFTAR TABEL
Gambar Halaman
1. Etiologi dan Diagnosis Sindrom Mata-Kering .................................................. 4
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Mata kering atau dry eye merupakan gangguan pada mata yang sering terjadi
dan menyebabkan gangguan kualitas hidup dikarenakan ketidaknyamanan atau
gangguan penglihatan. Sindroma Mata Kering (Dry Eye Syndrome) ialah suatu
gangguan pada permukaan mata yang ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan
fungsi dari lapisan air mata.1
Di Amerika Serikat, sebanyak 6% dari populasi di atas usia 40 dan lebih dari
15% dari populasi di atas usia 65 menderita sindroma mata kering. Menurut survei yang
dilakukan secara lokal ada hampir 20% dari populasi orang dewasa mengeluh gejala
mata kering.2 Gejala dari mata kering dapat berupa rasa perih, panas, mata lelah dan
gatal, lendir disekitar kelopak dan mata, pemberian air mata buatan membuat keluhan
berkurang, mata berair, sukar memakai lensa kontak, dan mata tidak tahan terhadap
angin dan asap rokok. Gejala mata kering dapat merupakan manifestasi dari penyakit
sistemik, maka dari itu deteksi tepat waktu dapat menuntun dalam mendiagnosis kondisi
yang mengancam jiwa. Selain itu, pasien dengan mata kering rentan terhadap infeksi
yang berpotensi membutakan, seperti keratitis bakterialis dan juga pada peningkatan
risiko komplikasi seperti operasi laser bias.3,4
Penulisan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi,
mekanisme dan temuan klinis, diagnosis, komplikasi, serta terapi dari mata kering atau
dry eye. Diharapkan telaah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi
terkait dry eye syndrome dan menjadi salah satu sumber bacaan tentang dry eye
syndrome.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 μm yang menutupi epitel
kornea dan konjuntiva. Fungsi lapisan tipis ini adalah (1) membuat kornea
menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan ketidakteraturan minimal
di permukaan epitel; (2) membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan
konjungtuva yang lembut; (3) menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan
pembilasan mekanik dan efek antimikroba; dan (4) menyediakan kornea berbagai
substansi nutrien yang diperlukan.5
2
Volume air mata normal diperkirakan 7±2 μL di setiap mata. Enam puluh
persen protein total mata merupakan albumin dan sisanya merupakan globulin dan
lisozim yang berjumlah sama banyak. Pada air mata, terdapat immunoglobulin
IgA, IgG, dan IgE. Pada keadaan alergi tertentu, konsentrasi IgE akan meningkat.5
2.2.1 Definisi
Mata kering atau dry eye merupakan penyakit multifaktorial dari air mata
dan permukaan mata yang mengakibatkan gejala ketidaknyamanan, gangguan
visual, dan ketidakstabilan lapisan air mata dengan potensi kerusakan pada
permukaan mata.1 Mata kering atau dry eye dapat terjadi pada pasien berusia
diatas 40 tahun, yang meningkat kemungkinannya dengan bertambahnya umur.3
2.2.2 Etiologi
Banyak penyebab sindrom mata kering yang mempengaruhi lebih dari satu
komponen film air mata atau berakibat perubahan dari permukaan air mata
menjadi tidak stabil. Faktor risiko terjadinya sindrom mata kering antara lain (1)
kondisi lingkungan; (2) faktor pekerjaan; (3) nutrisi; (4) hormon; (5) penggunaan
obat sistemik; dan (6) penggunaan obat topikal mata.5,6
Kurangnya produksi air mata dapat menyebabkan mata menjadi kering. Hal
ini terjadi pada kasus-kasus seperti radang kelenjar kelopak mata, efek samping
obat (antikolinergik, diuretik, betabloker, antihistamin, dan antidepresan),
penyakit autoimun, perempuan menopause dan defisiensi vitamin A.6
Mata kering dapat terjadi akibat refleks mengedip yang tidak sempurna yang
terdapat pada penyakit parkinson dan kelumpuhan saraf kelopak mata. Selain itu
mata kering dapat terjadi akibat penyakit tertentu seperti herpes simpleks dan
penggunaan lensa kontak yang tidak higienis.6
3
Tabel 1. Etiologi dan diagnosis sindrom mata-kering5
I. Etiologi
A. Kondisi ditandai dengan hipofungsi kelenjar C. Kondisi ditandai defisiensi lipid
lakrimal
1. Kongenital 1. Parut tepian palpebra
a. Disautonomia familial (sindrom riley-day) 2. Blefaritis
b. Aplasia kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c. Displasia ektodermal
2. Didapat D. Penyebaran film air mata yang kurang
a. Penyakit sistemik sempurna
1. Sindrom sjogren 1. Kelainan palpebra
2. Sklerosis sistemik progresif a. Defek, koloboma
3. Sarkoidosis b. Ektropion atau entropion
4. Leukemia, limfoma c. Keratinisasi tepian palpebra
5. Amilodosis d. Kurang atau tidak adanya
6. Hemokromatosis berkedip
b. Infeksi 1. Gangguan neurologik
1. Parotitis 2. Hipertiroidisme
c. Cedera 3. Lensa kontak
1. Pengangkatan secara bedah atau kerusakan 4. Obat
kelenjar lakrimal 5. Keratitis herpes simpleks
2. Radiasi 6. Lepra
3. Luka bakar kimiawi e. Lagoftalmos
d. Medikasi 1. Lagoftalmos nokturnal
1. Antihistamin 2. Hipertiroidisme
2. Antimuskarinik: atropin, skopolamin 3. Lepra
3. Penyekat beta-adrenergik: timolol 2. Kelainan konjungtiva
e. Neurogenik (mis.,paralisis nervus facialis) a. Pterigium
b. Simblefaron
3. Proptosis
4
B. Kondisi ditandai dengan defisiensi musin II. Uji Diagnostik
1. Avitaminosis A A. Uji Schirmer tanpa anestesi
2. Sindrom stevens-johnson B. Tear break-up time
3. Pemfigoid okular C. Tes “ferning” mata
4. Konjungtivitis kronik, mis trakoma D. Sitologi impresi
5. Luka bakar kimiawi E. Pulasan fluorescein
6. Medikasi---Antihistamin, agen antimuskarinik, F. Pulasan bengal rose dan hijau lissamine
agen penyekat beta-adrenergik, bahan pengawer G. Lisozim air mata
tetes mata H. Osmolalitas film air mata
7. Obat tradisional, mis., kermes I. laktoferin
5
komputer dalam jangka waktu lama, dan penggunaan obat jangka panjang dengan
bahan pengawet topikal seperti benzalkonium klorida.
6
Pada pasien dengan ATD, keluhan yang paling sering dirasakan seperti rasa
terbakar, sensasi mata kering, silau, serta pandangan kabur. Tanda-tanda pasien
dengan ATD disertai mata kering didapatkan injeksi konjungtiva, permukaan
kornea yang tidak rata, meniskus air mata yang menurun, dan penumpukan debris
pada film air mata.1
Pada pasien dengan mata kering akibat penguapan, keluhan yang dirasakan
seperti rasa terbakar, adanya sensasi rasa mengganjal/benda asing, kemerahan
pada palpebra dan konjungtiva serta pandangan kabur yang memberat pada pagi
hari.1
2.2.4. Diagnosis
Diagnosis dan penentuan derajat kondisi mata kering dapat dilakukan
berdasarkan temuan klinis dan ditambah metode diagnostik seperti uji schirmer,
tear film break-up time, uji ferning mata, sitologi impresi, pemulasan fluorescin,
pemulasan bengal rose dan hijau lissamine, penilaian kadar lisozim air mata,
osmolalitas air mata, dan lactoferrin.5
1. Uji Schirmer
Uji ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan
memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) ke dalam cul-
de-sac konjungtiva inferior di perbatasan antara bagian sepertiga tengah dan
temporal palpebra inferior. Bagian basah yang terpajan diukur 5 menit
setelah dimasukkan. Panjang bagian basah yang kurang dari 10 mm tanpa
anestesi dianggap abnormal.5
Pada saat uji schirmer dilakukan tanpa anestesi, tes yang dilakukan
untuk mengukur fungsi utama dari kelenjar lakrimal dimana aktivitas
sekresi yang terjadi distimulasi akibat iritasi yang dilakukan kertas saring.
Jika uji schirmer dilakukan dengan anestesi maka pengukuran ditujukan
untuk fungsi kelenjar lakrimal aksesoris.5
7
2. Tear film break-up time
Pengukuran tear film break-up time yang dilakukan untuk mengukur
keadaan musin pada air mata. Defisiensi musin dapat tidak mempengaruhi
uji schirmer tapi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada film air mata.
Bintik-bintik kering (gambar 4) dapat terbentuk pada film air mata,
akibatnya kornea dan epitel konjungtiva terpapar dengan dunia luar. Proses
ini mengakibatkan rusaknya sel epitel dimana dapat ditemukan dengan
pulasan bengal rose.5
8
4. Sitologi impresi
Sitologi impresi adalah metode untuk menghitung densitas sel goblet
pada permukaan konjungtiva. Pada orang normal, sel goblet tertinggi ada di
kuadran infranasal.7
5. Pemulasan fluorescin
Pemulasan fluorescin dilakukan dengan menyentuh konjungtiva
menggunakan kertas kering berfluorescein, dimana kertas tersebut
merupakan indikator yang baik untuk derajat basahnya mata dan meniskus
air mata dapat terlihat dengan mudah.9
6. Pemulasan bengal rose dan hijau lissamine
Bengal rose dan hijau lissamine memiliki sensitifitas yang sama pada
pemulasan konjungtiva karena kedua pewarna ini akan memulas sel-sel
epitel non-vital yang mengering pada konjungtiva dan sedikit kornea,
namun pada hijau lissamine kurang dapat melihat adanya iritasi.9
7. Penilaian kadar lisozim air mata
Penurunan kadar lisozim umumnya terjadi pada kasus sindrom sjogren
dan berguna untuk diagnosis penyakit tersebut dengan cara menampung air
mata pada kertas schirmer dan dinilai kadarnya. Umumnya penilaian
dilakukan secara spektrofotometris.10
8. Osmolalitas air mata
Uji yang dilakukan untuk menilai keratokonjungtivitis sika akibat
penurunan sensitivitas kornea.5
9. Lactoferrin
Pada keadaan hiposekresi kelenjar lakrimal, kadar laktoferrin dalam
air mata akan rendah.5
9
BAB III
KESIMPULAN
2.2.5 Terapi
Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan
pemulihan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat perubahan
epitel pada kornea dan konjungtiva masih reversibel.1 Air mata buatan adalah terapi
yang kini dianut. Salep berguna sebagai pelumas jangka panjang, terutama saat tidur.
Bantuan tambahan diperoleh dengan memakai pelembab, kacamata pelembab bilik, atau
kacamata berenang.7
Fungsi utama pengobatan ini adalah penggantian cairan. Pemulian musin adalah
tugas yang lebih berat. Tahun-tahun belakangan ini, ditambahkan polimer larut air
dengan berat molekul tinggi pada air mata buatan, sebagai usaha memperbaiki dan
hialuronat dan larutan dari serum pasien sendiri sebagai tetesan mata. Jika mukus itu
kental, seperti pada sindrom Sjorgen, agen mukolitik (mis, acetylcystein 10%) dapat
menolong.
Topikal cyclosporine A
Topikal corticosteroids
dari mediator lemak dan memblok produksi dari IL-1 and TNF-alpha. Pasien
dengan kelebihan lipid dalam air mata memerlukan instruksi spesifik untuk
Semua pengawet kimiawi dalam air mata buatan akan menginduksi sejumlah
toksisitas kornea. Benzalkonium chlorida adalah peparat umum yang paling merusak.
Pasien yang memerlukan beberapa kali penetesan sebaiknya memakai larutan tanpa
bahan pengawet. Bahan pengawet dapat pula menimbulkan reaksi idiosinkrasi. Ini
Pasien dengan mata kering oleh sembarang penyebab lebih besar kemungkinan
terkena infeksi. Blepharitis menahun sering terdapat dan harus diobati dengan
memperhatikan higiene dan memakai antibiotika topikal. Acne rosacea sering terdapat
Tindakan bedah pada mata kering adalah pemasangan sumbatan pada punktum
yang bersifat temporer (kolagen) atau untuk waktu lebih lama (silikon), untuk menahan
11
sekret air mata. Penutupan puncta dan kanalikuli secara permanen dapat dilakukan
2.2.6 Prognosis
Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindrom
2.2.7 Komplikasi
12
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom mata kering adalah suatu gangguan pada permukaan mata yang
ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata. Angka
kejadian Sindroma Mata Kering ini lebih banyak pada wanita dan cenderung meningkat
sesuai dengan peningkatan usia. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah
Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu
komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara
sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Gejala umum lainnya adalah
gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar,
fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Air mata buatan adalah
terapi yang kini dianut. Salep berguna sebagai pelumas jangka panjang, terutama saat
bilik, atau kacamata berenang. Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada
pasien dengan sindrom mata kering baik. Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea,
penipisan kornea, dan perforasi. Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan
berakibat parut dan vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan.
13
DAFTAR PUSTAKA
9. Penry. HD. Dry Eye Disease: Pathophysiology, Classification, and Diagnosis. The
American Journal of Managed Care 2003; 14(3): 79-87
10. Moss S, Klein R, Klein B. Prevalence and risk factors for dry eye syndrome.
14