Oleh
Pembimbing
2016
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Ignatius Aldo Winardi, S.Ked
04084821618189
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 30 Mei 2016 s.d 4 Juli
2016
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Dry Eye Syndrome” ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Petty Purwanita, Sp. M
atas bimbingannya sehingga penulisan Telaah ilmiah ini menjadi lebih baik.
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur Lensa……………………………………………………………3
2. Struktur Kapsul Lensa……………………………………………………3
3. Penampang Dalam Lensa………………………………………………...4
4. Metabolisme Lensa……………………………………………………….9
5. SICS………………………………………………………………………12
6. Anastesia Peribular……………………………………………………….14
7. Teknik Sayatan pada External Incision…………………………………..17
8. Grooving………………………………………………………………….18
9. Diseksi Sklerokornea……………………………………………………..19
10. Pembukaan Bilik Mata Depan……………………………………………19
11. Square Incisional Geometry………………………………………………20
12. Anatomi Insisi…………………………………………………………..…20
13. Teknik Kapsuloreksis……………………………………………………..21
14. Cara Membuat Cystotome………………………………………………...22
15. Kapsuloreksis……………………………………………………………..23
16. Pewarnaan Kapsul Anterior dengan Trypan Blue………………………..25
17. Teknik Kapsulotomi Anterior (Enelope dan Can-Oprexis)………………..26
18. Hidrodiseksi……………………………………………………………….28
19. Manajemen Nukleus………………………………………………………29
v
BAB I
PENDAHULUAN
Mata kering atau dry eye merupakan penyakit multifaktorial dari air mata dan
permukaan mata yang mengakibatkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan
ketidakstabilan lapisan air mata dengan potensi kerusakan pada permukaan mata.
(AAO) Mata kering atau dry eye dapat terjadi pada pasien berusia diatas 40 tahun, yang
meningkat kemungkinannya dengan bertambahnya umur.
Gejala dari mata kering dapat berupa rasa perih, panas, mata lelah dan gatal,
lendir disekitar kelopak dan mata, pemberian air mata buatan membuat keluhan
berkurang, mata berair, sukar memakai lensa kontak, dan mata tidak tahan terhadap
angin dan asap rokok. Gejala mata kering dapat merupakan manifestasi dari penyakit
sistemik, maka dari itu deteksi tepat waktu dapat menuntun dalam mendiagnosis kondisi
yang mengancam jiwa. Selain itu, pasien dengan mata kering rentan terhadap infeksi
yang berpotensi membutakan, seperti keratitis bakterialis dan juga pada peningkatan
risiko komplikasi seperti operasi laser bias. (PENELITIAN DAN SIDARTA
MERAH)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 μm yang menutupi epitel
kornea dan konjuntiva. Fungsi lapisan tipis ini adalah (1) membuat kornea menjadi
permukaan optik yang licin dengan meniadakan ketidakteraturan minimal di permukaan
epitel; (2) membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtuva yang
lembut; (3) menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik
dan efek antimikroba; dan (4) menyediakan kornea berbagai substansi nutrien yang
diperlukan.
2
Gambar 1. Lapisan Air Mata
Volume air mata normal diperkirakan 7±2 μL di setiap mata. Enam puluh
persen protein total mata merupakan albumin dan sisanya merupakan globulin dan
lisozim yang berjumlah sama banyak. Pada air mata, terdapat immunoglobulin
IgA, IgG, dan IgE. Pada keadaan alergi tertentu, konsentrasi IgE akan meningkat .
2.2.1 Definisi
Mata kering atau dry eye merupakan penyakit multifaktorial dari air mata
dan permukaan mata yang mengakibatkan gejala ketidaknyamanan, gangguan
visual, dan ketidakstabilan lapisan air mata dengan potensi kerusakan pada
permukaan mata. (AAO) Mata kering atau dry eye dapat terjadi pada pasien
berusia diatas 40 tahun, yang meningkat kemungkinannya dengan bertambahnya
umur.
2.2.2 Etiologi
Banyak penyebab sindrom mata kering yang mempengaruhi lebih dari satu
komponen film air mata atau berakibat perubahan dari permukaan air mata
menjadi tidak stabil.
Kurangnya produksi air mata dapat menyebabkan mata menjadi kering. Hal
ini terjadi pada kasus-kasus seperti radang kelenjar kelopak mata, efek samping
obat (antikolinergik, diuretik, betabloker, antihistamin, dan antidepresan),
penyakit autoimun, perempuan menopause dan defisiensi vitamin A.
Mata kering dapat terjadi akibat refleks mengedip yang tidak sempurna yang
terdapat pada penyakit parkinson dan kelumpuhan saraf kelopak mata. Selain itu
3
mata kering dapat terjadi akibat penyakit tertentu seperti herpes simpleks dan
penggunaan lensa kontak yang tidak higienis.
Tabel 1. Etiologi dan diagnosis sindrom mata-kering (VAUGHN)
I. Etiologi
A. Kondisi ditandai dengan hipofungsi kelenjar C. Kondisi ditandai defisiensi lipid
lakrimal
1. Kongenital 1. Parut tepian palpebra
a. Disautonomia familial (sindrom riley-day) 2. Blefaritis
b. Aplasia kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c. Displasia ektodermal
2. Didapat D. Penyebaran film air mata yang kurang
a. Penyakit sistemik
sempurna
1. Sindrom sjogren
1. Kelainan palpebra
2. Sklerosis sistemik progresif
a. Defek, koloboma
3. Sarkoidosis
b. Ektropion atau entropion
4. Leukemia, limfoma
c. Keratinisasi tepian palpebra
5. Amilodosis
d. Kurang atau tidak adanya
6. Hemokromatosis
b. Infeksi berkedip
1. Parotitis 1. Gangguan neurologik
c. Cedera 2. Hipertiroidisme
1. Pengangkatan secara bedah atau kerusakan 3. Lensa kontak
4. Obat
kelenjar lakrimal
5. Keratitis herpes simpleks
2. Radiasi
6. Lepra
3. Luka bakar kimiawi
e. Lagoftalmos
d. Medikasi
1. Lagoftalmos nokturnal
1. Antihistamin
2. Hipertiroidisme
2. Antimuskarinik: atropin, skopolamin
3. Lepra
3. Penyekat beta-adrenergik: timolol
2. Kelainan konjungtiva
e. Neurogenik (mis.,paralisis nervus facialis)
a. Pterigium
b. Simblefaron
3. Proptosis
4
2.2.3. Mekanisme dan Temuan Klinis
Hiperosmolaritas air mata dapat menekan epitel permukaan dan
menyebabkan pelepasan mediator inflamasi, yang menghasilkan sitokin seperti
IL-1+ dan TNF-α+. Sitokin ini mempercepat pelepasan sel-sel epitel dan
apoptosis (kematian sel terprogram). Hal ini menyebabkan gangguan lebih lanjut
an peningkatan sel-sel inflamasi dan menciptakan lingkaran setan. (Gambar 2)
Sebuah skema klasifikasi diagnostik telah ditetapkan untuk memisahkan
pasien mata kering menjadi orang-orang dengan defisiensi air mata (ATD) dan
defisiensi akibat penguapan (Gambar 3). Inflamasi pada ATD dimediasi oleh T-
cell yang terjadi di kelenjar lakrimal yang menyebabkan peningkatan produksi air
mata pada awalnya diikuti penurunan produksi air mata disertai peningkatan
mediator inflamasi pada permukaan mata. Sebaliknya, kelainan utama mata kering
akibat penguapan adalah disfungsi kelenjar meibom (MGD), dimana terjadi
perubahan metabolisme lipid menyebabkan transisi dari tak jenuh menjadi jenuh,
mengubah fungsi meibom dan menghalangi kelenjar tersebut. Hal ini
menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil, penguapan air mata, dan
hiperosmolaritas air mata. Hal ini memicu proses inflamasi secara terus menerus.
Ketidakstabilan film air mata dapat terjadi akibat kondisi lain, termasuk
xeroftalmia, alergi mata, lensa kontak, diabetes mellitus, merokok, penggunaan
komputer dalam jangka waktu lama, dan penggunaan obat jangka panjang dengan
bahan pengawet topikal seperti benzalkonium klorida.
5
Gambar 2. Mekanisme mata kering
Pada pasien dengan ATD, keluhan yang paling sering dirasakan seperti rasa
terbakar, sensasi mata kering, silau, serta pandangan kabur. Tanda-tanda pasien
6
dengan ATD disertai mata kering didapatkan injeksi konjungtiva, permukaan
kornea yang tidak rata, meniskus air mata yang menurun, dan penumpukan debris
pada film air mata.
Pada pasien dengan mata kering akibat penguapan, keluhan yang dirasakan
seperti rasa terbakar, adanya sensasi rasa mengganjal/benda asing, kemerahan
pada palpebra dan konjungtiva serta pandangan kabur yang memberat pada pagi
hari.
2.2.4. Diagnosis
Diagnosis dan penentuan derajat kondisi mata kering dapat dilakukan secara
akurat dengan berbagai metode diagnostik seperti uji schirmer, tear film break-up
time, uji ferning mata, sitologi impresi, pemulasan fluorescin, pemulasan bengal
rose dan hijau lissamine, penilaian kadar lisozim air mata, osmolalitas air mata,
dan lactoferrin.
1. Uji Schirmer
Uji ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan
memasukkan strip Schirmer
2. Tear film break-up time
3. Uji ferning mata
4. Sitologi impresi
5. Pemulasan fluorescin
6. Pemulasan bengal rose dan hijjau lissamine
7. Penilaian kadar lisozim air mata
8. Osmolalitas air mata
9. Lactoferrin
2.2.5. Komplikasi
2.2.6. Penatalaksanaan
7
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam:2,3
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
Kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau nukleus embrional
2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
Katarak ini biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenital, biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metaolik dan penyakit lainnya
seperti katarak metabolik, katarak akibat kelainan otot pada distrofi miotonik,
katarak traumatik, dan katarak komplikata.
3. Katarak senil, katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun
Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia
lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Katarak senil
secara klinik dibedakan dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan
hipermatur.
Perbedaan stadium katarak senil dapat dilihat pada tabel di bawah ini:3
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test - + - Pseudopositif
(ST)
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
2.2.3 Diagnosis
Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan
yang semakin kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita
mengeluh penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit
membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (“second
sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa
pada stadium insipien. Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa
awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan
kebutaan. Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi
8
maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp. Fundus okuli
menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa,
hingga reaksi fundus hilang.3
2.2.4 Terapi
Operasi
Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau
operasi. Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak
senil, seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak
belum matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan
menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah
menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan
glaukoma.2,3,7
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:7
- ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
- ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE
konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery), fekoemulsifikasi (Phaco
Emulsification.
Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang menggunakan getaran
ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek
dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Fekoemulsifikasi merupakan teknik
ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini. Teknik ini di tangan operator
yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih
cepat, kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi pasca
operasi yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat komplikasi
yang rendah. Meskipun demikian, Small Incision Cataract Surgery ( MSICS)
yang adalah modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan salah
satu teknik pilihan yang dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa
9
intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan dengan insisi konvensional karena
penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang rendah, dan tajam
penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.7
Gambar 5. SICS8
1. Inform Consent
2. Pemeriksaan grading katarak
Grading katarak berdasarkan Buratto:
Grade 1 : Nukleus lunak, visus pasien >6/12
Grade 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, visus pasien 6/12
Grade 3 : Nukleus dengan kekerasan sedang, visus 6/30-3/60
Grade 4 : Nukleus keras, visus 3/60-1/60
Grade 5 : Nukleus sangat keras (black cataract), visus <1/60
3. Pemeriksaan slitlamp.
4. Pemeriksaan pupil, dimana pupil harus dalam keadaan normal dan mampu
mengadakan dilatasi sempurna demi kelancaran operasi.
10
5. Pemeriksaan tonometri diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
hipotoni okuli agar tidak terjadi kesulitan dalam membuat insisi, karena akan
sulit membuat insisi pada mata yang hipotoni.
6. Pemeriksaan funduskopi apabila segmen posterior dapat ditembus dengan
cahaya funduskopi.
7. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan BSS (Blood Sugar
Sometimes), BT (Bleeding Time), CT (Clotting Time), serta pemeriksaan darah
rutin, apabila terdapat kelainan pada pemeriksaan laboratorium tersebut, maka
operasi ditunda dengan koreksi keadaan pasien sampai semua hasil
pemeriksaan normal.
8. Pemeriksaan keratometri, bertujuan untuk mengukur kelengkungan dari
kornea sehingga dapat menjadi dasar penentuan kekuatan IOL.
9. Pemeriksaan USG, untuk menilai segmen posterior dari mata dan
memperkirakan prognosis dari visus pasien setelah dilakukan operasi. Selain
itu, pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur sumbu bola mata dan menjadi
dasar penentuan kekuatan IOL.
10. Kontraindikasi SICS glaucoma, Fuch’s dystrophy, mikroftalmos, anomali
kongenital, zonular dialysis, uveitis anterior rekuren, sinekia posterior, dan
subluksasi lensa.
Anastesia topical dengan pemberian lidocaine 2% 4 kali setiap 5 menit sebelum operasi
dapat dilakukan, namun tidak direkomendasikan jika belum berpengalaman. Peribulbar
block adalah anastesia yang adekuat bagi sebagian besar pasien. Anastesia
subconjunctival dan subtenon dengan infiltrasi lignocaine juga efektif. Diamox,
mannitol, dan superpinky harus dihindari sebelum operasi untuk menghindari hipotoni
ocular, tekanan bola mata yang normal akan mempermudah proses hydroexpression dari
nucleus. Antibiotik broad spectrum tetes setiap 4 jam sehari sebelum operasi.
11
Gambar 6. Anastesia Peribulbar7
12
menembus muscle sheath
Tidak diperlukan blok nervus facial Diperlukan blok nervus facial
Komplikasi minimal Sering terjadi komplikasi
Efek analgesia postoperative Efek analgesia postoperative
bertahan lebih lama bertahan lebih singkat
Komplikasi
Insisi yang dibuat harus sangat direncanakan dan bergantung dari teknik
yang dipakai dalam pengeluaran nucleus, tingkat kepadatan nucleus, besarnya
kemungkinan terjadi astigmatisme, dan kondisi dari endotel kornea.10
Kelebihan:9
13
4. Sekalipun diberikan jahitan, jahitan akan tertutup dengan sempurna oleh
tenon dan konjungtiva sehingga tidak terjadi iritasi
Kelemahan:9
Teknik Insisi9
Konjungtiva terlebih dahulu dilepaskan pada daerah limbus dari arah jam 11
hingga jam 2 (peritomi). Jaringan episklera tidak boleh dibuang karena jaringan
ini yang akan memulai terjadinya proses penyembuhan. Apabila terjadi
perdarahan, dapat dilakukan kauterisasi, namun, kauterisasi berlebihan harus
dihindari karena dapat menyebabkan penyusutan jaringan.
14
jahitan dapat mengakibatkan luka melebar kearah bawah sehingga akan
menyebabkan astigmat ATR.
Diamond knife ukuran 0,3 mm merupakan instrument yang paling baik untuk
melakukan grooving, namun sebagai alternative dapat pula dipakai ophthalmic knife
atau Bard Parker knife no.11. kedalaman dari insisi eksternal harus sama, blade yang
digunakan harus tegak lurus dengan sklera
15
Gambar 8. Grooving9
Teknik
Alat yang digunakan untuk membuat tunnel adalah crescent knife 2,8 mm.
saat pisau mencapai limbus, pisau diarahkan untuk memotong kornea
sepanjang 1,5-2 mm, setelah itu, crescent knife diarahkan ke kanan dan kiri
untuk memotong kornea hingga terbentuk insisi intenal yang diinginkan,
kantong (pocket) dibuat dengan mengarahkan pisau crescent ke sudut 60-70 o
ke kanan dan ke kiri. Guna dari kantong yang dibuat adalah untuk
memudahkan keluarnya lensa yang besar dan padat.
16
Untuk membuat insisi internal, dapat dipakai 2,8 mm atau 3,2 mm angled
keratome, saat dilakukan insisi, COA dipertahankan dengan viscoelastic,
keratom akan mencapai ujung dari diseksi yang telah dibuat sebelumnya dan
akan masuk ke COA, keratom lalu digeser 80-90o ke kanan dan ke kiri untuk
menyelesaikan insisi internal yang dibuat.
17
Gambar 12. Anatomi Insisi6
Setelah tunnel dibuat dengan pisau crescent, selanjutnya COA dibuat hipertensif sekitar
30-35 mmHg dengan viscoelastic, lalu selanjutnya pisau MVR/V-lance 20G
dimasukkan ke COA di arah jam 10 untuk membuka kapsul anterior. Terdapat 3 teknik
untuk membuka kapsul anterior, antara lain:
Postoperatif
18
1. Distribusi gaya dalam kapsul posterior seimbang sehingga mencegah
bergesernya IOL karena efek-efek mekanik
2. IOL tidak mengganggu bagian dari badan siliar karena terpasang di
dalam kapsul lensa
Teknik robekan pada CCC dapat dilakukan dengan 2 cara, antara lain:
19
Gambar 14. Cara Membuat Cystotome11
Ujung cystotome yang tajam diarahkan pada pusat kapsul lensa untuk membuat bukaan
kecil, cystotome dapat diarahkan searah jarum jam atau melawan arah jarum jam dan
dibuat sesuai ukuran yang kita inginkan, namun, lebar yang dianjurkan ±6 mm untuk
memudahkan pengambilan nucleus lensa. Saat merobek kapsul lensa, anterior chamber
(AC) harus dalam keadaan tegang untuk hasil yang maksimal dan untuk menghindarkan
injury pada endotel kornea. AC dipertahankan dengan menggunakan viscoelastic.
Kesulitan yang dihadapi dalam teknik CCC yaitu berupa rhexis escape, yangmana
terjadi lepasnya flap yang dijepit oleh forceps. Apabila hal ini terjadi, AC harus
dipertahankan dan flap kembali diarahkan ke bagian tengah lalu dijepit dengan forceps
dan capsulotomy dilanjutkan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan memotong
flap dan memulai robekan yang baru pada tempat tersebut. Kesulitan yang juga dapat
dihadapi adalah ukuran rhexis yang terlalu kecil, untuk menyiasati hal ini, teknik CCC
sebelumnya dapat diubah ke bentuk can-opener.
20
Gambar 15. Kapsuloreksis9
Komplikasi CCC
1. Penyusutan kapsul anterior yang dapat terjadi akibat masih terdapatnya sisa-sisa
epitel lensa. Penyusutan ini dapat mengakibatkan perubahan posisi IOL.
2. Distensi kapsular akibat berkumpulnya cairan yang terhalang oleh IOL untuk
keluar dari kapsul lensa, cairan dapat berupa viscoelastic yang tersisa, transudasi,
dan eksudasi. Komplikasi ini biasanya self-limiting.
3. Hiperploriferasi epitel lensa pada kapsul posterior akibat manipulasi yang terjadi
selama operasi.
Pewarna yang sering dipakai dalam operasi katarak adalah trypan blue
0,1%, karena pewarna ini tersedia di berbagai tempat dengan harga yang
terjangkau.
21
Pertama, udara diinjeksi lewat side port entry, setelah itu, 0,1 mL trypan blue
diinjeksikan diantara gelembung udara. Setelah beberapa saat, pewarna
menyebar dan kita masukkan viscoelastic ke AC.
Keuntungan Kerugian
Kurang invasive Udara yang ada dalam AC
belum tentu selalu ada
Mewarnai kapsul anterior, Dapat terjadi pengenceran oleh
memungkinkan penglihatan yang aquous humor (AH)
lebih baik dari kapsul anterior
Keuntungan Kerugian
Pewarna terperangkap dalam Secara teknis, lebih invasif
ruang subkapsular
Pewarnaan bagus, lebih meresap Jika terlalu banyak
menginjeksikan pewarna, dapat
menyebabkan robeknya kapsul
anterior
Lubang tempat injeksi dapat
dijadikan titik awal robekan
CCC
22
Gambar 16. Pewarnaan Kapsul Anterior dengan Trypan Blue9
Teknik yang biasa dipakai dalam operasi katarak adalah sebagai berikut:
23
cocok dipakai. Goresan dimulai diantara 1/3 atas dan 2/3 bawah. Dimulai
dengan membuat titik pada sisi medial dan lateral yang berjarak ±1 mm
dari margin, lalu titik tersebut mulai dihubungkan dengan
goresan/potongan, sehingga terbentuk robekan yang berentuk horizontal.
Setelah robekan dibuat, IOL dimasukkan, kemudian sisa kapsul anterior
yang belum terpotong sempurna dan menghalangi IOL dipotong
sedemikian rupa dengan menggunakan cystotome atau gunting Vanas.
Can opener rhexis
AC Maintainer
ACM selalu dimasukkan dari sisi temporal dengan bagian lubang menghadap
ke atas, setelah ACM masuk, jarum diputar 180o menghadap ke iris. Hal ini
bertujuan agar ACM tidak melukai bagian dari endotel kornea. ACM
dihubungkan dengan botol yang berisi BSS yang terletak 60-70 cm diatas
mata pasien.
ACM terkadang tidak bisa masuk melalui lubang yang telah kita buat, hal ini
mungkin dikarenakan bukaan yang terlalu sempit dengan pisau berukuran
kurang dari 20G, saat memasukkan ACM posisi tangan harus memegang
ACM seproksimal mungkin agar lebih mudah memfiksasi ACM.
24
Dapat terjadi komplikasi dalam pemasangan ACM ini, anatara lain, trauma
membrane descemet dan edema stroma kornea, akibatnya kornea akan tampak
berkabut (corneal haziness), sehingga hal ini akan menyulitkan pandangan
operator ke arah AC.
HIDROPROSEDUR9,11
Hidrodiseksi
Ada 3 hal yang perlu menjadi perhatian utama saat melakukan hidrodiseksi:
25
Penempatan kanula dibawah kapsul anterior tepat dibawah pinggiran
kapsuloreksis, letak cukup dalam, dan posisi kanul yang tegak lurus dari
equator agar tenaga dorongan air yang keluar dari kanula menjadi efektif
untuk memisahkan korteks dari kapsul lensa.
3. Tekanan yang diberikan agar air yang timbul tidak terlalu kuat, namun,
juga tidak terlalu lemah.
Bukti kesuksesan dari teknik hidrodiseksi ialah lensa dapat berputar secara
bebas di dalam kapsul lensa. Komplikasi yang dapat timbul dari prosedur ini
yaitu berupa robekan kapsul posterior. Biasanya hal ini terjadi akibat tekanan
air yang terlalu tinggi, atau bisa karena kapsuloreksis dengan ukuran yang
kecil sehingga dapat terjadi Capsular Block Syndrome (CBS), apabila
hidrodiseksi yang dilakukan kurang adekuat (ditandai dengan adanya bagian
yang lebih masuk ke dalam dibandingkan bagian lain), percobaan rotasi
nucleus akan menyebabkan dislokasi kapsul dan dehisensi sebagian dari
zonula.
Hidrodelineasi
Teknik hidrodelineasi tidak mutlak dilakukan pada setiap operasi katarak, biasanya
teknik ini dilakukan karena hidrodiseksi tidak dapat dilakukan mengingat dapat terjadi
komplikasi berupa CBS. Pada kasus katarak Polaris posterior sangat tidak dianjurkan
untuk melakukan hidrodiseksi karena bagian posterior lensa sangat melekat pada kapsul
lensa. Tekanan hidrodiseksi tidak dapat memisahkan kapsul posterior dengan korteks,
tetapi hanya akan menyebabkan robekan pada kapsul posterior.
26
Gambar 19. Manajemen Nukleus9
27
3. Saat nucleus sudah dikeluarkan dari AC, korteks diirigasi dan diaspirasi dengan
kanula Simcoe.
4. ACM dicabut, AC sekarang penuh dengan viscoelastic, IOL dijepit dengan
forceps dan dimasukkan di dalam kapsul lensa yang tersisa.
5. Jahitan dapat diberikan jika diperlukan, berbentuk figure of eight dan sifatnya
hanya merekatkan saja.
Hal yang harus diperhatikan pada pasien post-op adalah sebagi berikut:
2.3.5 Komplikasi11,12
28
Bedah katarak modern memberikan angka keberhasilan yang tinggi, sehingga
ekspektasi pasien terhadap hasil akhir operasi juga meningkat. Komplikasi serius dari
bedah katarak bagaimanapun juga dapat terjadi dan memiliki risiko untuk menyebabkan
kehilangan penglihatan atau bahkan pembuangan mata itu sendiri. Komplikasi tersebut
dapat dicegah dengan penilaian preoperative yang teliti, perencanaan operasi yang baik,
serta teknik perioperative dan intraoperative yang sesuai.
Komplikasi Intraoperatif
1. Gerakan mata pasien akibat pemilihan teknik anastesi yang kurang sesuai,
2. Perdarahan retrobulbar akibat anastesi yang dilakukan terhadap pasien,
3. Kesalahan dalam insisi
4. Lepasnya membrane descemet
5. Masalah yang berkaitan dengan iris, yaitu prolapse iris, terlepasnya pangkal iris
(iridodialisis)
6. Kegagalan kapsuloreksis, dimana robekan kapsul melebar dan berisfat tidak
kontinu, hingga dapat meluas kearah posterior,
7. Rupture kapsul posterior, dengan atau tanpa prolapse vitreous,
8. Dropped nucleus, yaitu masuknya nucleus ke segmen posterior akibat rupture
kapsul posterior,
9. Perdarahan intraocular dapat terjadi akibat trauma pada iris ataupun kegagalam
kauterisasi
10. Zonular dialysis
11. Kesulitan dalam pemasangan IOL
Komplikasi Postoperatif
29
8. CBDS (Capsular Bag Distention Syndrome)
9. Sisa massa lensa atau korteks
10. Cystoid Macular Edema
11. Choroidal detachment
12. Ablasio retina
13. Endoftalmitis dan panoftalmitis
BAB III
KESIMPULAN
30
1. Lensa terdiri dari kapsul anterior dan posterior, epitel yang terus menerus
membelah dan memadat dibagian tengah, korteks, epinukleus, nucleus.
2. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat
kedua-duanya
3. Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi.
Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil,
seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum
matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan
menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah
menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma.
4. Tahapan dari SICS:
1. Anastesia topical dan peribulbar
2. Peritomi konjungtiva
3. Kauterisasi sklera
4. Insisi tipe frown atau straight dengan panjang ±5,5-6,5 mm, 1.5-2mm dari
limbus.
5. Diseksi sclero corneal pocket tunnel dengan crescent knife lebih dari 2 mm
dari kornea, insisi interna harus lebih lebar dibandingkan insisi eksternal.
6. Rhexis
7. Fiksasi AC
8. AC dibuat dalam dan AC ditembus dengan ophthalmic knife
9. Hidroprosedur, rotasi nucleus
10. Nucleus keluar dari AC dibantu dengan aliran viscoelastic
11. Nucleus dikeluarkan dengan lens glide, bisa dengan bantuan kanula ukuran
23G
12. Pembersihan epinukleus dan korteks oleh aliran ACM
13. Tarik ACM, dan sedot sisa-sisa dengan kanula simcoet
14. Isi kantong kapsul dan AC lalu dilakukan pemasangan IOL
15. Hidrasi dari kapsul dan AC
16. Jahitan jika diperlukan
31
DAFTAR PUSTAKA
32
5. Tanto C. Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2014: 388-390
6. Anonim. Small Incision Cataract Surgery. http://www.rajswasthya.nic.in
[diakses 3 Mei 2016]
7. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section: Lens and Cataract. 2014-2015.
8. Malthora R. Eye Essentials Cataract Assesment, Classification, and
Management. China: Elsevier. 2008:18-21, 126-130
9. Malik KPS, Goel R. Manual Small Incision Cataract Surgery. All India
Ophthalmological Society, 2009, 1-31
10. Haldipurkar SS, Shikari HT, Gokhale V. Wound Construction in Small Incision
Cataract Surgery. Indian Journal Ophthalmology. 2009 (57): 9-13
11. Istiantoro, Hutauruk JA, Gondowiardjo TD. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi.
Jakarta: Granit. 2004:73-100
12. Budiman. Teknik, Komplikasi, dan Penatalaksanaan Bedah Katarak. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI. 2013:19-32
33