Anda di halaman 1dari 18

ERITRODERMA

Widya Kartika, S.Ked


Pembimbing: dr. Mutia Devi, Sp.KK, FINSDV
Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

PENDAHULUAN
Eritroderma atau dermatitis exfoliativa adalah kelainan kulit yang ditandai dengan
gambaran dermatologikus berupa eritema difus dan skuama lebih dari 90% area permukaan
kulit.1,2 Meskipun demikian eritema difus dan skuama tidak bisa dijadikan ciri khas
eritroderma, karena manifestasi tersebut juga dijumpai pada penyakit kulit lain. Penyebab
eritroderma antara lain ialah perluasan penyakit yang sudah ada pada penderita (psoriasis atau
dermatitis atopik), reaksi obat, dan Cutaneus T-cell Lymphoma (CTCL).3
Insiden eritroderma sangat bervariasi antara 0,9-71 pada 100.000 pasien. Rasio kejadian
penyakit eritroderma pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, yaitu 2:1 hingga 4:1.
Eritroderma jarang terjadi pada anak-anak dan lebih banyak terjadi pada usia lebih dari 40
tahun, khususnya rentang usia antara 41-61 tahun.2
Eritroderma dapat menyebabkan komplikasi berupa edema perifer, takikardia, kehilangan
cairan dan protein, serta gangguan termoregulasi. Infeksi sekunder oleh organisme piogenik dapat
terjadi akibat tidak adanya pengobatan. Selain itu juga dapat timbul k omplikasi berat diantaranya
sepsis, high-output cardiac failure, dan capillary leak syndrome. Angka mortatalitas terkait
eritroderma juga cukup tinggi yaitu mencapai 7% dari total kasus.1 Sehingga diperlukan
pemahaman mendalam mengenai cara menegakkan diagnosis dan tatalaksana eritroderma.
Referat ini akan membahas etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana,
komplikasi, dan prognosis eritroderma agar dapat diaplikasikan dalam penanganan eritroderma
secara tepat.

ETIOLOGI
Eritroderma dapat disebabkan perluasan penyakit yang sudah ada sebelumnya, baik
penyakit kulit maupun sistemik. Penyakit yang mendasari timbulnya eritroderma yaitu
dermatosis kisaran 52% (psoriasis atau dermatitis atopik), reaksi hipersensitivitas obat kisaran
15%, cutaneous T cell lymphoma (CTCL) atau sezary syndrome kisaran 5%, dan eritroderma
idiopatik kisaran 20%.1,2
Psoriasis adalah penyebab tersering eritroderma yaitu kisaran 23%, diikuti dermatitis
spongiotik kisaran 20%. Penyebab eritroderma yang jarang terjadi pada pasien dewasa antara
1
lain penyakit imunobulosa, penyakit jaringan ikat, infeksi skabies, pitiriasis rubra piliaris
(PRP), dan penyakit keganasan (Tabel 1 dan 2).2
Tabel 1. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan eritroderma2

Dermatosis Sistemik Infeksi


Dermatitis Spongiotik Dermatomiositis Bakteri
- Dermatitis Atopik* Lupus Kutaneus Subakut - Tuberkulosis
- Dermatitis Seboroik Acute Graft- versus Sifilis Kongenial
- Dermatitis Kontak Host Disease* Viral
- Dermatitis Stasis Postoperative Transfusion - Hepatitis C
Bulosa Induced - HIV
- Pemfigusbulosa Tirotoksikosis - HHV 6
- Pemfigus Paraneoplastik Sarkoidosis Fungal
- Pemfigoid Bulosa Hiperkalsitonemia - Dermatofita
- Hailey-hailey Sindrom Hipereosinifilik - Histoplasmosis
Papuloskuamosa Idiopatik - Kandidiasis Kutaneus Kongenital
- Psoriasis* Parasit
- Pitriasis Rubra Pilaris* - Skabies Norwegika
- Impetigo Herpetiformis - Toxoplasmosis
Fotosensitif - Leismaniasis
- Dermatitis Aktinik Kronik Toxin-mediated Infections
- Aktinik Retikuloid - Toxic Shock Syndrome
Erupsi Obat - Staphylococcal Scalded-skin
Lain-lain Syndrome*
- Pseudolimfoma
- Eritem Gyratum Repens
- Folikulitis Perforatif
- Radiation Recall Dermatitis
- Eritroderma Senilis
dengan Hiper IgE
*Penyakit tersering

Selain dicetuskan oleh penyakit, eritroderma juga ditimbulkan akibat reaksi obat.
Beberapa obat seperti golongan calcium channel blockers, antiepilepsi, antibiotik (seperti penisilin,
sulfonamid, dan vankomisin), alopurinol, lithium, kuinidin, simetidin dan dapson adalah jenis obat
yang paling sering mencetuskan terjadinya eritroderma (Tabel 3).2

2
Tabel 2. Penyakit- penyakit yang berhubungan dengan eritroderma2

Keganasan Kongenital
Tumor Solid Imunodefisiensi
- Paru - Hipogammaglobulinemia
- Prostat - Waskott-Aldrich syndrome
- Tiroid - Severe combined Immunodeficiency
- Liver - Omenn Syndrome
- Kantung Empedu - Leiner Disease
- Melanoma - Hiperimunoglobulin E
- Payudara - Secretory IgA Deficiency
- Ovarium Metabolik
- Tuba uterin - Maple Syrup Urine Disease
- Esofagus - Neutral Lipid Storage Disease
- Lambung - Essential Fatty Acid Deficiency
- Rektum - Holocarboxylase Synthetase
- Buschke-Lowenstein tumor Deficiency
Limfiproliferatif Iktiosis
- Cutaneous T-cell carcinoma* - Bullous Congenital
- Sezary Syndrome Ichthyosiform Erythroderma
- Papuloeritroderma Ofuji - Netherton Syndrome
- Limfoma Hodgkin - Conradi-Hunermann Syndrome
- B-Cell Lymphoma - Hiperkeratosis Epidermolitik
- Castleman Disease
- Adult T-cell Leukemia
- Miedisplasia
- Reticulum Cell Sarcoma
*Penyakit tersering

Tabel 3. Obat yang berhubungan dengan eritroderma2


Antibiotik Antiinflamasi Antiviral Lain-lain
Aztreonam Aspirin Dideoxyinosine Alopurinol*
Cefoksitin Celecoxib Indinavir Antimalaria
Gentamisin Metamizol Zidovudine Simetidin
Isoniazid Fenilbutazon Anti-lepromatous Clodornate
Minosiklin Piroksikam Clofazimin Kodein
Neomisin Cardiac Drugs Dapson Efedrin
Penisilin Amiodaron Anti-epilepsi Gold
Ribostamisin Kaptopril Carbamazepin* Interleukin 2
Strepromisin Isosorbid dinitrat Fenitoin Nistatin
Sulfasalazin* Mexiletine Fenobarbital* Propolis
Sulfonamid* Nifedipin Kemoterapi Pseudoefedrin
Teikoplanin Praktolol Karboplatin Ranitidin
Thiasetazon Kuinidin Cisplatin Retinoid
Tobramisin Psychiatric Doxurubicin Talidomid
Trimetoprim Barbiturat Fluorousil Tiazid
Vankomisin Bupropion Imatinib Timolol Eye
Diabetic Klorpromazin Mitomisin Tramadol
Drop
Sulfonilurea Etumine Pentostatin Tumor Necrosis-
Klorpromazin Litium Vinca alkaloids factor Alpha
*Obat yang paling sering menimbulkan eritroderma

3
PATOGENESIS
Patogenesis eritroderma berkaitan dengan patogenesis penyakit yang mendasari. Mekanisme
dermatosis berkembang menjadi eritroderma atau bagaimana timbulnya eritroderma secara idiopatik
masih belum diketahui pasti.2
Secara molekular pada psoriasis dan dermatitis atopik, adhesi molekul dan ligan
molekul berperan dalam respon imun dan inflamasi. Peningkatan kadar molekul adhesi juga
dapat menstimulasi inflamasi dermis yang menimbulkan proliferasi epidermal dan
peningkatan produksi mediator inflamasi. Interaksi kompleks dari sitokin dan molekul adhesi
selular seperti interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), intercelullar adhesion molecul-1 (ICAM-1),
vascular cell adhesion molecul-1 (VCAM-1), dan E-selectin; akan meningkatkan mitosis.
Peningkatan kadar molekul adhesi ini tampak pada eritroderma akibat psoriasis dan dermatitis
atopik, tetapi peningkatan kadar tersebut tidak ditemukan pada eritroderma tipe lain. Jumlah
sel germinal dan kecepatan mitosis kulit dengan eritroderma meningkat dibanding kulit
normal, sehingga turnover rate sel epidermis menjadi lebih pendek. Protein, asam amino,
dan asam nukleat yang memediasi proses tersebut akan lebih cepat hilang dari tubuh.
Kehilangan protein lebih tinggi dari umumnya akan mempengaruhi proses metabolisme.2
Infiltrat dermal pada pasien dengan Sezary syndrome menunjukkan profil sitokin T-
helper 2. Berbeda pada eritroderma benigna yang menunjukkkan profil sitokin T-helper 1.
Ekspresi profil sitokin T-helper 2 menyebabkan limfosit reaktif. Hal ini menandakan bahwa
eritroderma memiliki patogenesis yang berbeda sesuai etiologinya.2,4
Terdapat peningkatan immunoglobulin E (IgE) pada beberapa jenis eritroderma. Elevasi
IgE pada eritroderma psoriatik diduga akibat perubahan profil sitokin T-helper 1 pada
psoriasis menjadi profil sitokin T-helper 2 pada eritroderma psoriatik. Mekanisme ini
berbeda dengan kelebihan produksi IgE (primer) pada dermatitis atopik. Sindroma hiper IgE
adalah suatu defisiensi imun yang berhubungan dengan eritroderma, pada kasus ini produksi
IgE tinggi akibat insufisiensi sekresi interferon γ selektif.1,2

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis eritroderma secara umum dapat terbagi menjadi manifestasi kutaneus dan
sistemik. Manifestasi klinis eritroderma juga dapat dibedakan berdasarkan etiologi, meskipun
manifestasi tersebut hampir serupa.2,5

Manifestasi Kutaneus

4
Secara klinis eritroderma ditandai dengan eritema dan skuama lebih dari 90% luas
permukaan kulit. Penyakit ini umumnya diawali dengan plak eritema. Setelah beberapa hari
plak eritema akan menjadi lebih pucat dan menyebar hampir ke seluruh permukaan kulit.
Deskuamasi mulai timbul beberapa hari setelah eritem dan tampak pertama kali pada
fleksura. Skuama biasanya berwarna putih atau kuning. Akibat proses deskuamasi, kulit akan
tampak kering berwarna merah kusam dilapisi skuama (Gambar 1).2
Pada beberapa kasus terdapat keterlibatan kuku (onikolisis, hiperkeratosis subungual,
paronikia, dan Beau’s lines) dan rambut (alopesia dan skuama pada skalp). Gambaran lesi
kulit dapat menjadi petunjuk etiologi yang mendasari. Pada eritroderma psoriatik akut, dapat
dijumpai plak psoriatik. Pada dermatomiositis dapat dijumpai papul Gottron, ruam heliotrope,
dan kelemahan otot. Sedangkan papuloeritroderma Ofuji biasanya dijumpai lesi di lipatan
kulit perut (tanda “deck chair”).2

Gambar 1. Gambaran
Eritroderma: eritem
universal, penebalan kulit,
dan skuama tebal2

Manifestasi
klinis eritroderma
berdasarkan etiologi
yaitu:
Eritroderma akibat
alergi obat
Gambaran klinis
berupa eritem
universal. Jika pada
kondisi akut tidak
terdapat skuama,
tetapi pada stadium
penyembuhan timbul
skuama.3
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit sebelumnya
Eritroderma psoriatik
Pasien yang menderita psoriasis dapat mengalami perluasan penyakit menjadi
eritroderma.1 Kelainan kulit yang ditemukan berupa skuama berlapis dan kasar diatas kulit
eritematosa dan sirkumskrip. Umumnya eritem tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis

5
dapat ditemukan lesi lebih eritem dan meninggi daripada sekitarnya disertai skuama yang
lebih tebal (Gambar 2). Kelainan kuku dapat menyokong, tetapi tidak patognomonis untuk
psoriasis. Sebagian pasien tidak menunjukkan kelainan tersebut dan hanya terdapat eritem
disertai skuama. Pada keadaan ini biasanya tidak diketahui bahwa penyebabnya adalah
psoriasis, tetapi saat eritroderma berkurang, baru mulai tampak tanda psoriasis.3

Gambar 2. Eritroderma psoriatik1


Penyakit leiner
Pada eritroderma akibat penyakit Leiner, keadaan klinis umumnya baik dan tidak ada
keluhan subjektif. Kelainan kulit yang ditemukan berupa eritem universal disertai skuama
kasar, selain itu dapat ditemukan skuama berminyak dan kekuningan di kepala (Gambar 3).3

Gambar 3. Penyakit
Leiner3
Pitiriasis rubra
pilaris
Pitiriasis rubra
pilaris yang

6
berlangsung selama beberapa pekan dapat menjadi eritroderma. Awalnya terdapat skuama
sedang pada kulit kepala diikuti perluasan ke dahi dan telinga, sehingga menyerupai
gambaran dermatitis seboroik (Gambar 4). Selanjutnya timbul hiperkeratosis palmoplantar
yang jelas dan berangsur-angsur menjadi papul folikularis disekeliling tangan serta meluas ke
kulit berambut.3

Gambar 4.
Pitiriasis
rubra
pilaris3
Pemfigus
foliaseus
Pemfigus
foliaseus
diawali
dengan
vesikel
atau bula
berukuran
kecil,
kendur, yang kemudian menjadi erosi dan eksudatif. Lesi khas berupa eritem menyeluruh
disertai skuama kasar, sedangkan bula kendur hanya sedikit (Gambar 5). Penderita biasanya
mengeluh gatal dan bau busuk.3

7
Gambar 5.
Pemfigus
Foliaseus3

Dermatitis
atopik
Eritroderma
akibat
dermatitis
atopik dimulai
dengan eritem,
papul, vesikel,
erosi sampai
ekskoriasi dan
likenifikasi
(Gambar 6).
Lesi atopik
klasik ditandai
dengan
predileksi pada
antekubiti dan
poplitea.
Penderita akan tampak gelisah, gatal dan nyeri.2

8
Gambar 6. Dermatitis atopik3

Eritroderma akibat penyakit sistemik atau keganasan


Salah satu yang termasuk golongan ini adalah sindrom Sézary. Sindrom ini ditandai
dengan eritem berwarna merah terang universal disertai skuama dan sangat gatal. Selain itu
terdapat infiltrasi pada kulit dan edema. Pada sepertiga hingga setengah pasien dapat
ditemukan splenomegali, limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis
palmoplantaris, serta kuku yang distrofik.3

Manifestasi Sistemik
Edema pretibial ditemukan pada 50% pasien yang disebabkan perpindahan cairan ke ruang
ekstraseluler. Pada pasien dengan drug-induced erythoderma, dapat timbul edema wajah. Selain
itu, karena meningkatnya aliran darah ke kulit dan kehilangan cairan melalui penguapan, 40%
pasien menjadi takikardia dengan risiko tinggi gagal jantung, terutama pada pasien usia lanjut.
Perfusi kulit yang meningkat juga menimbulkan gangguan termoregulator. Pada klinisnya, keadaan
hipertermi lebih banyak terjadi yaitu pada 37% pasien dan hipotermi pada 4% pasien yang disertai
menggigil. Kehilangan panas kronis dapat menimbulkan kompensasi hipermetabolisme sehingga
terjadi kakeksia. Manifestasi lain pada eritroderma adalah limfadenopati generalisata, yaitu pada

9
50% pasien.3,4 Ginekomastia juga dapat ditemui dan terjadi karena kelebihan esterogen, tetapi
mekanisme tersebut belum diketahui.5
DIAGNOSIS
Diagnosis eritroderma dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang (Bagan 1). Anamnesis perlu dicari mengenai keluhan utama, riwayat
perjalanan penyakit, dan riwayat penyakit dahulu. Pada pemeriksaan fisik dilihat kelainan
dermatologi maupun sistemik, serta gambaran dermatologi tertentu yang dapat membedakan
etiologi eritroderma. Apabila perlu lakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
pasti.2
+
Lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik

Lakukan punch biopsy, lakukan +


biopsi ulang 3-6 bulan kemudian
untuk diagnosis pasti
Diagnosis pasti dan
pengobatan yang tepat
-

Pemeriksaan tambahan: biopsi


+
immunofloresensi, pemeriksaan darah +
lengkap, perbandingan CD4:CD8,
rontgen thorax, biopsi- kelenjar limfa
-
+
Singkirkan kelainan sistemik

Bagan 1. Alur diagnosis eritroderma2

Anamnesis
Anamnesis merupakan aspek penting mendiagnosis eritroderma.2 Pada anamnesis
didapatkan keluhan utama berupa eritem generalisata (>90%).6 Riwayat penyakit diawali
dengan timbulnya bercak eritem yang meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-48 jam.
Deskuamasi difus timbul setelah 2-6 hari, dimulai dari daerah lipatan lalu menyeluruh.
Skuama besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari
putih sampai kuning. Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yang disebabkan oleh
obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat
lepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali sehingga pasien mengeluh timbul
benjolan pada daerah kelenjar getah bening dan adanya pembesaran atau nyeri perut. Pasien

10
mengeluh kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai
kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk
menghasilkan panas.7
Riwayat penyakit dahulu ditanyakan untuk mengungkap etiologi. Pasien biasanya
memiliki riwayat dermatosis (psoriasis, dermatitis atopik) atau gangguan sistemik lainnya. Pasien
dengan riwayat psoriasis dan dermatitis atopik harus ditanya riwayat penggunaan kortikosteroid
topikal dan sistemik, metotreksat, dan obat sistemik lainnya; penyakit sistemik; infeksi; pajanan
fototerapi; kehamilan; dan stress. Pasien dengan eritroderma biasanya terdapat gangguan
termoregulasi, malaise, dan gatal.2 Waktu awitan perlu dinilai untuk menentukan penyebab
eritroderma. Awitan eritroderma akibat obat biasanya cepat, dan resolusi lebih cepat daripada
eritrodema penyebab lain (kecuali antikonvulsan dan antibiotik).3,6
Diagnosis untuk mencari etiologi eritroderma cukup sulit ditegakkan, karena harus
melihat dari tanda dan gejala yang sudah ada sebelumnya, seperti warna hitam-kemerahan
pada psoriasis dan kuning-kemerahan pada pitiriasis rubra pilaris. Perubahan kuku khas pada
psoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi pada dermatitis atopik dan eksema; menyebar,
relatif hiperkeratosis tanpa skuama pada pitiriasis rubra; bercak kulit pada pitiriasis rubra
pilaris; hiperkeratotik pada kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok pada psoriasis dan
dengan rambut rontok pada CTCL; dan ektropion mungkin terjadi pada pitiriasis rubra.3,6

Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemui plak eritema atau plak yang meluas hampir ke seluruh permukaan kulit,
disertai skuama berwarna putih atau kuning. Sehingga kulit tampak kering berwarna merah
kusam dilapisi skuama yang mengelupas. Terdapat keterlibatan kuku (onikolisis, hiperkeratosis
subungual, paronikia, dan Beau’s lines) dan rambut (alopesia dan skuama pada skalp). Dapat
dijumpai plak psoriatik pada eritroderma psoriatik akut; papul Gottron, ruam heliotrope, dan
kelemahan otot pada dermatomiositis; dan lesi di lipatan kulit perut (tanda “deck chair”) pada
papuloeritroderma Ofuji.2 Kelainan sistemik pada eritroderma berupa edema pretibial, edema
wajah (pasien dengan drug-induced erythroderma), takikardi, hipertermi/hipotermi, limfadenopati
generalisata, dan ginekomastia.2,3,4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang membantu menegakkan diagnosis pasti dan mencari penyebab
eritroderma. Terdiri dari pemeriksaan laboratorium, histopatologi, dan imunofenotipe.

11
Pemeriksaan laboratorium
Pada eritroderma, pemeriksaan laboratorium jarang digunakan sebagai diagnostik.
Abnormalitas hasil laboratorium yang dapat ditemukan yaitu anemia, leukositosis, limfositosis,
eosinofilia, peningkatan IgE, hipoalbuminemia, dan peningkatan LED. Kehilangan cairan dapat
menyebabkan gangguan elektrolit dan ginjal (peningkatan kadar kreatinin). Pada 20% eritroderma
dijumpai eusinofilia. Peningkatan eosinofil perlu dicurigai adanya Hodgkin.2
Immunophenotyping limfosit kulit membantu dalam membedakan sindrom sezary
dengan atinic reticuloid. Immunotyping limfosit kulit pada sindrom Sézary menunjukkan sel
T CD4 lebih dominan, sedangkan pada actinic reticuloid sel T CD8 lebih dominan. Lebih
spesifik bila ditemukan sel CD28+/CD5+/NKa-/CD4+ sel T dengan reduksi CD3, CD4, CD7,
CD2; dan/atau reseptor sel T, mendukung diagnosis sindrom Sézary pada pasien eritroderma.2
Pemeriksaan histopatologi
Hasil histopatologi bergantung pada etiologi eritroderma. Punch biopsy dilakukan untuk
menegakkan diagnosis beserta etiologinya. Seringkali spesimen biopsi menunjukkan gambaran
nonspesifik berupa hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, atau infiltrat inflamasi kronik yang
menyulitkan penegakan diagnosis. Gambaran histopatologi biasanya tergantung pada fase atau
tingkat keparahan inflamasi. Akan tetapi 1/3 spesimen biopsi gagal menunjukkan etiologi
eritroderma (Tabel 4).2
Tabel 4. Gambaran histopatologi sesuai etiologi eritroderma2

Etiologi Gambaran Histopatologi


Dermatitis atopik, Infiltrat limfosit superfisial, eosinofil, parakeratosis
dermatitis kontak
CTCL Sel mononuklear atipik sepanjang stratum basalis, infiltrat likenoid
Dermatofitosis Hifa dan neutrofil pada stratum korneum, parakeratosis, edema papilari dermis
Erupsi obat Perubahan vakuolar, keratinosit nekrotik pada epidermis, inflamasi perivaskular disertai
eosinofil
Acute graft versus host Perubahan vakuolar, diskeratosis epidermis, satellite cell necrosis, celah subepidermis
disease
Pemfigoid Bulla subepidermis, eosinofil dermis
Pemfigus Bulla intraepidermis, akantolisis, eosinofil dan neutrofil
Pitiriasis rubra pilaris Hiperplasia epidermis, orthokeratosis dan parakeratosis, infudibulum folikel melebar
Psoriasis Hiperplasia epidermis psoriasiformis, parakeratosis konfluen dilapisi neutrofil,
hipogranulosis
Skabies Inflamasi superfisial dan perivaskular, banyak eosinofil, gambaran tungau/telur/feses di
stratum korneum
Idiopatik Nonspesifik, biasanya mirip histopatologi dermatitis kronik/subakut

Pemeriksaan Imunofenotipe

12
Pemeriksaan imunofenotipe infiltrat limfoid juga sulit menentukan diagnosis karena
pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T matang pada eritroderma benigna
maupun maligna. Terdapat gambaran papilomatosis dan clubbing lapisan papiler dapat terlihat
pada psoriasis; dan akantosis superfisial ditemukan pada pemfigus foliaseus. Pada eritroderma
iktiosiform dan ptiriasis rubra pilaris pemilihan lokasi lesi harus cermat, sehingga dapat
memperlihatkan gambaran khas.6

TATALAKSANA
Tatalaksana Umum
Eritroderma memerlukan perawatan dirawat di rumah sakit, terutama pada fase akut.
Prinsip pengobatan pasien eritroderma antara lain menghindari faktor pencetus, mencegah
hipotermia, diet cukup protein, menjaga kelembaban kulit pasien, menghindari menggaruk,
dan mencegah infeksi sekunder lokal maupun sistemik.3

Tatalaksana Khusus
Tatalaksana khusus yaitu topikal dan sistemik (Tabel 5). Fungsinya untuk memberi efek lokal
terbatas pada lesi dan efek sistemik yang mendukung pengobatan eritroderma.
Topikal
Pada pasien eritroderma, kulit akan cenderung kering. Kulit yang kering berisiko
terjadi infeksi sekunder yang bersifat lokal. Untuk itu diperlukan bahan yang dapat menjaga
kelembaban kulit. Emolien dapat digunakan untuk melembutkan dan melembabkan kulit
serta mengembalikan fungsi barrier kulit. Emolien berfungsi mengurangi hilangnya cairan.
Selain itu, steroid topikal potensi ringan dan sedang dapat mengurangi inflamasi kutaneus.
Steroid topikal potensi tinggi dan imunomodulator topikal (seperti takrolimus) harus
digunakan dengan hati-hati bahkan dihindari, karena terdapat peningkatan absorbsi
transkutaneus pada eritroderma.2 Penggunaan steroid topikal potensi tinggi hanya digunakan
pada area yang mengalami likenifikasi dan kronis, tidak digunakan secara luas. 3 Pengobatan
topikal lain seperti antralin, tar batu bara, asam salisilat, analog vitamin D (calcipotrien,
tacacitol, maxacalcitol), dan calcineurin inhibitor (takrolimus, pimekrolimus), tetapi obat
topikal tersebut memiliki efek iritan dan harus dihindari.2,3

Tabel 5. Pengobatan Topikal dan Sitemik pada Eritroderma2

13
Topikal Sistemik Dosis
Lini Oatmeal baths Antihistamin sedatif
Pertama Kompres basah Antibiotik sistemik untuk infeksi
sekunder
Emolien lunak Diuretik untuk edema perifer
Kortikosteroid Penggantian cairan dan elektrolit
potensi rendah
Lini Single agent Kortikosteroid untuk reaksi 1-2 mg/kg/hari, dosis
Kedua hipersensitivitas obat, penyakit maintenance 0,5 mg/kg/hari
imunobulosa, dermatitis atopik (prednison)
Siklosporin untuk psoriasis, dermatitis 4-5 mg/kg/hari
atopik
Metotreksat untuk psoriasis, dermatitis 5-25 mg 1 kali/minggu
atopik, pitiriasis rubra pilaris. tergantung dari fungsi
ginjal dan respon terhadap
pengobatan
Acitrecin untuk psoriasis, pitiriasis rubra
pilaris 25-50 mg 1 kali/hari
Mikofenolat mofetil untuk psoriasis,
dermatitis atopik, penyakit imunobulosa 1-3 g 1 kali/hari
Infliximab untuk psoriasis dan pitiriasis
rubra pilaris 5-10 mg/kg
Etanercept untuk psoriasis dan pitiriasis
rubra pilaris
25 mg SC 2 kali/minggu
Combination Metotreksat dan infliximab untuk 2,7-4,4 mg/kg infliximab dan
therapy psoriasis 5-7,5 mg/minggu metotreksat
Infliximab dan asitresin untuk psoriasis 5 mg/kg infliximab dan 0,3-
dan pitiriasis rubra pilaris 0,6 mg/kg acitrecin (psoriasis)
5 mg/kg infliximab dan 0,2
mg/kg/hari acitrecin (pitiriasis
rubra pilaris)
Siklosporin dan etretinate untuk psoriasis 3,5-4 mg/kg/hari sikosporin
dan 0,5-0,6 mg/kg/hari
etrtinate

Sistemik
Antibiotik sistemik
Antibiotik sistemik diperlukan bagi pasien yang mengalami infeksi sekunder lokal
maupun sistemik. Pemberian antibiotik sistemik pada pasien yang tidak terbukti mengalami
infeksi sekunder juga memberikan keuntungan karena kolonisasi bakteri dapat
menyebabkan eksaserbasi eritroderma.2
Diuretika
Pada pasien eritroderma akan terjadi peningkatan pembentukan skuama. Pembentukan
skuama ini memerlukan protein sebagai bahan dasar. Akibatnya protein di dalam tubuh
menurun, terjadi hipoalbuminemia. Albumin yang rendah di dalam darah menyebabkan

14
tekanan onkotik menurun sehingga cairan intrasel akan mengisi jaringan interstitial (terjadi
edema). Untuk mengurangi edema dapat diberikan diuretika.2
Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik harus dihindari pada pasien eritroderma yang
dicetuskan oleh psoriasis karena dapat menyebabkan reborn flare.1 Eritroderma yang
disebabkan oleh psoriasis memiliki respon baik terhadap metotreksat, siklosporin, acitretin,
dan mofetil mikofenolat.2 Kortikosteroid sistemik berguna untuk eritroderma yang dimediasi
oleh reaksi hipersensitivitas obat, spongiotic dermatitis dan papuloeitroderma Ofuji. Selain
itu kortikosteroid sistemik dapat digunakan sebagai terapi pada eritroderma yang tidak
diketahui etiologinya.2 Dosis inisial kortikosteroid sebesar 1-2 mg/kg/hari dengan tappering off
dan dosis maintenance 0,5 mg/kg/hari.3
Metotreksat
Metotreksat adalah golongan antimetabolik yang awalnya ditujukan untuk
pengobatan keganasan hematologi dan beberapa tumor epitel. Kemudian obat ini digunakan
untuk mengobati penyakit yang tidak tergolong penyakit keganasan seperti reumatoid
artritis, asma, penyakit graft versus host, psoriasis, cutaneus cell lymphoma dan
sarkoidosis. Metotreksat bekerja sebagai antagonis asam folat yang menghambat sintesis DNA
dan efek sekunder pada kemotaksis polimorfonuklear.2
Siklosporin (Cyclosporin A)
Siklosporin adalah golongan obat imunosupresif. Selain digunakan sebagai obat
transplantasi, siklosporin juga digunakan pada psoriasis, dermatitis atopik berat, kadang
digunakan pada reumatoid artritis.2 Siklosporin menghambat produksi reseptor IL-1 dan IL-2
serta interaksi makrofag-T cell.3
Mikofenolat mofetil
Mikofenolat mofetil (MMF) termasuk dalam golongan obat imunosupresif yang
merupakan etil ester mycofenolic acid yang dimetabolisme menjadi metabolit aktif
mycofenolic acid (MPA).1 Metabolit aktif MPA telah digunakan sejak dulu untuk
mengobati psoriasis yang berat. MMF bekerja menghambat respons limfosit B dan limfosit
T serta efektif dan aman untuk pengobatan beberapa kelainan kulit autoimun dan inflamasi
termasuk pemfigus, pemfigoid, lupus eritematosus, dermatomiositis, pioderma gangrenosa,
liken planus, penyakit graft versus host, dermatitis aktinik kronik dan vaskulitis kutaneus.2

KOMPLIKASI

15
Beberapa komplikasi eritroderma antara lain gangguan termoregulator
(hipertermi/hipotermi), infeksi, sindrom gawat napas, dekompensasi pada penyakit hati kronis,
ginekomastia, gangguan keseimbangan cairan, albumin, dan elektrolit (edem perifer, syok
kardiogenik, takikardia sampai kegagalan jantung). Eritroderma dalam jangka panjang dapat
disertai kakeksia, alopesia keratoderma palmoplantar, distrofi kuku, dan ektropion.2,3
Cairan dan elektrolit hilang melalui kapiler yang bocor, akibatnya terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Hilangnya protein pada pasien eritroderma terjadi karena
peningkatan pembentukan skuama hingga 20-30% dari normal. Hilangnya protein yang
signifikan menyebabkan negative nitrogen balance (keseimbangan nitrogen negatif) yang
dapat menimbulkan edema dan hipoalbuminemia.2
Pada lesi akan mudah terbentuk kolonisasi bakteri yang akan menimbulkan reaksi
inflamasi, pecah-pecah, dan ekskoriasi pada kulit. Pasien eritroderma akibat CTCL atau
HIV/AIDS sebagai penyakit yang mendasari akan lebih rentan terjadi sepsis oleh bakteri
stafilokokus.2 Kolonisasi Staphylococcus aureus dapat menimbulkan infeksi sekunder baik
pada kulit maupun okular sehingga timbul komplikasi seperti ektropion bilateral,
konjungtivitis purulen, dan blefaritis.3,8

PROGNOSIS
Prognosis eritroderma tergantung etiologi. Kasus eritroderma karena reaksi obat dapat
pulih setelah penatalaksanaan yang cepat dan penghentian pemakaian obat. Sebaliknya,
kesalahan identifikasi eritroderma sebagai presentasi penyakit lain seperti infeksi akan
memberikan prognosis yang buruk.9 Eritroderma karena erupsi obat memiliki prognosis baik,
sedangkan prognosis yang paling buruk yaitu eritroderma karena malignansi. 2 Eritroderma
dapat membahayakan nyawa apabila disertai dengan masalah medis lainnya. Akan tetapi,
kondisi eritroderma sendiri dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti infeksi berat dan
tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian.10

RINGKASAN

16
Eritroderma adalah suatu penyakit kulit dengan gambaran dermatologikus berupa
eritema difus dan skuama lebih dari 90% area permukaan kulit. Dasar terjadinya eritroderma
adalah adanya penyakit yang mendasari baik kulit maupun sistemik, reaksi obat, dan
idiopatik. Prinsip pengobatan pasien eritroderma antara lain menghindari faktor pencetus,
mencegah hipotermia, diet cukup protein, menjaga kelembaban kulit pasien, menghindari
menggaruk, antibiotik sistemik, obat diuretik, penggunaan kortikosteroid, metotreksat,
siklosporin, dan mofetil mikofenolat. Komplikasi sistemik dan berpotensi mengancam jiwa
berupa ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan termoregulasi, demam, takikardia,
hipoalbuminemia, dan septikemia. Prognosis eritroderma tergantung etiologi yang mendasari.2

17
DAFTAR PUSTAKA

1. William D James, Timothy G Berger, Dirk M Elston. Exfoliative Dermatitis.

Andrews’ Disease of The Skin Clinical Dermatology. 11th ed. Canada: WB


Saunders Company. 2011: p.207-208.
2. Grant-Kels JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Exfoliative Dermatitis. In: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick’s Dermatology

in General Medicine. 8 th ed. Chicago: McGraw-Hill Company. 2012: p. 266-278.


3. Bolognia, Jean L., Joseph L. Jorizzo. Dermatology. 2nd ed. New York: Mosby Elsevier.
2008: p.148-159.
4. Hafeez, Javeria, Zafar Iqbal Shaikh. Frequency of Various Etiological Factors Associated with
Erythroderma. Pakistan: Journal of Pakistan Association of Dermatologist. 2010: p.70-74
5. Okoduwa, Cynthia, W. C. Lambert. Erythroderma: Review of A Potentially Life-Threatening
Dermatosis. United States: Indian Journal of Dermatology. 2009: p. 1-6.
6. Holden CA, Berth-Jones J. Eczema, lichenification, prurigo and erythroderma. In: Bums T,
Breathnach S, CoxN, Griffiths C, eds. Rook's textbook of dermatology. 8th ed. Oxford: Blackwell
science; 2010. p. 23.46-51.
7. Graham RB, Burn T. Lecture Notes Dermatologi. 8th ed. Jakarta: Erlangga; 2005. p. 64.
8. Teran, Carlos G., Carola Balderrama. A Severe Case of Erythroderma Psoriasis Associated with
Advance Nail and Joint Manifestations: A Case Report. Bolivia: Journal of Medical Care Reports.
2010: p. 179-180.
9. Bruno, Tony F., Parbeer Grewal. Erythroderma: A Dermatologic Emergency. UK:
CJEM-JCMU. 2009: p. 244-246.
10. Khaled, A., A Sellami, B Fazaa, M Kharfi, F.Zeglaoui, MR Kamoun. Acquired
erythroderma in adults: a clinical and prognostic study. Tunis: JEADV. 2010, 24, p.
781–788.

18

Anda mungkin juga menyukai