KASUS UJIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN 13 September 2018
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU
SKIZOFRENIA PARANOID
Disusun Oleh:
Fadliah
13 17 777 14 243
Pembimbing:
dr. Nyoman Sumiati, Sp.KJ, M.Kes.
RSUD MADANI
PALU
2018
1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Y
Umur : 44 tahun
Alamat : Parigi
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Penjual kelapa dan berkebun
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 12 September 2018
Ruangan : Ruang Salak RSD. Madani
2
menjadi seperti ini diakibatkan masalah ekonomi karena memikirkan utangnya di
oranglain sebanyak 9 juta serta pinjaman uang bank sebnayak 5 juta. Isri pasien
mengatakan, pasien merasa cemburu terhadap istri, curiga istri berselingkuh dan
merasa sensitif seperti ini karena pasien merasa kurang percaya diri saat
berhubungan seksual. Pasien sempat mengurung diri dikamar dan tidak mau
keluar, pasien mengurung diri bersama anaknya yang terakhir berumur 2 tahun da
hamper membunuh anaknya karena pasien mencekek dan menuup mulut anaknya
karena berteriak.
C. Hendaya Disfungsi
1. Hendaya sosial (+)
2. Hendaya pekerjaan (+)
3. Hendaya waktu senggang (+)
D. Faktor stress psikososial
Faktor ekonomi dimana pasien memiliki utang yang banyak dan susah untuk
melunasi utang-utangnya dan terdapat faktor keluarga yaitu pasien merasa kurang
percaya diri saat melakukan hubungan seksual.
E. Hubungan gangguan sekarang dengan gangguan fisik dan psikis sebelumnya
Ada hubungan
F. Riwayat gangguan sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Gangguan psikiatri sebelumnya tidak ada, pasien baru pertama kal dirawat
di RSD Madani
2. Riwayat Gangguan Medis
- Riwayat kejang : Tidak ada
- Riwayat cedera kepala : Tidak ada
- Riwayat asma : Tidak ada
- Riwayat hipertensi : Tidak ada
- Riwayat diabetes melitus : Tidak Ada
- Riwayat alergi : Tidak ada
3
- Riwayat opname : Tidak ada
3. Riwayat Penyalahgunaan Zat
- Riwayat penggunaan NAPZA: Tidak ada
- Riwayat meminum alkohol : Tidak ada
- Riwayat merokok : (+)
4
c. Riwayat pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SD
d. Agama
Pasien beragama Islam
e. Aktivitas sosial
Pasien tidak memiliki hubungan sosial yang cukup baik terhadap orang-
orang yang ada dilingkungan karena lebih sering menyendiri
f. Situasi kehidupan terkini
Pasien tinggal bersama istri dan ketiga anaknya. Kondisi pasien saat
wawancara cukup kooperatif
H. Riwayat Kemiliteran
Pasien tidak pernah terlibat dalam kegiatan kemiliteran dan masalah hukum.
5
III. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Tampak seorang laki-laki dengan menggunakan baju coklat dan celana se
lutut. Tinggi badan sekitar 150 cm. Perawatan diri kurang, tampak kurang
rapi. Wajah tampak sesuai usia.
2. Kesadaran
Compos Mentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotorik
Tenang
4. Pembicaraan
Berespon secara spontan, intonasi baik.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif
B. Keadaan Afektif
1. Mood : Labil
2. Afek : Labil
3. Keserasian : Serasi
4. Empati : Tidak dapat di raba rasakan
6
4. Daya ingat
Jangka panjang : Kurang
Jangka pendek : Baik
Segera : Baik
5. Pikiran abstrak : Terganggu
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri :Kurang Mampu menolong diri sendiri
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Auditorik (+) : bisikan berupa siulan dan pasien
mendengar sedang ada yang membicarakan tentang dirinya
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi :Tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus Pikir
a. Produktivitas : Kurang
b. Kontinuitas : Irrelevan
c. Hendaya berbahasa : Tidak terdapat hendaya berbahasa
2. Isi Pikiran
a. Preokupasi : Pasien selalu ingin pulang
b. Gangguan isi pikiran : Waham Kejar (+), dan Waham Curiga (+)
F. Pengendalian impuls
Saat diwawancara impuls baik dan tenang
7
G. Daya Nilai
1. Norma Sosial : Terganggu
2. Uji daya nilai : Terganggu
3. Penilaian Realitas : Terganggu
H. Tilikan (insight)
Derajat 1 : penyangkalan total terhadap penyakitnya
8
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
Normal Normal + + - -
+ + - -
9
VI. EVALUASI MULTIAKSIAL
A. Axis I
1. Pada anamnesis didapatkan pasien ini mengamuk, mengganggu orang lain,
sulit tidur, mendengar bisikan yang menyebabkan timbulnya penderitaan
(distress) dan hendaya (disability) berupahendaya sosial, pekerjaan dan
penggunaan waktu senggang sehingga dapat di katakana pasien mengalami
Gangguan Jiwa
2. Dari pemeriksaan status mental didapatkan hendaya berat dalam menulai
realita, terdapat adanya halusinasi yaitu halusinasi auditorik dan waham
kejar serta curiga sehingga dikatakan Gangguan Jiwa Psikotik.
3. Pada status internus dan neurologis tidak di dapatkan kelainan yang
mengindikasikan gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan
fungsi otak yang dapat mengakibatkan gangguna jiwa yang diderita pasien
ini sehingga diagnose gangguan mental organic dapat disingkirkan dan
didiagnosa Gangguan Jiwa Psikotik Non Organik.
4. Dari autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki
halusinasi auditorik ,waham kejar dan curiga, gelisah, dan arus pikirnya
miskin ide dan irrelevan, gejala ini merupakan gejala yang pertama kalinya
dan sudah berlangsung selama 2 bulan sehingga memenuhi kriteria gejala
untuk menegakkan diagnosis Skizofrenia (F20).
5. Dari anamnesis dan status mental di dapatkan memenuhi kriteria untuk
skizofrenia dan didapatkan halusinasi dan waham pada kasus ini,
memenuhi kriteria untuk gejala skizofrenia paranoid karena di dapatkan
gejala skizofrenia paranoid yaitu terdapat halusinasi auditorik dan waham
yang menonjol makanya ditegakkan diagnosis Skizofrenia Paranoid
(F20.0)
B. Axis II : Diagnosis axis II tertunda
C. Axis III : tidak ditemukan adanya gangguan organik
10
D. Axis IV : Masalah ekonomi; pasien memiliki utang di bank dan pinjaman di
rentenir dan kesulitan untuk melunasi utang-utangnya, masalah dengan “family
support group” : pasien merasa kurang percaya diri saat melakukan hubungan
seksual dengan istrinya.
E. Axis V : GAF scale 60-51 gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
VIII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
Prognosis baik Prognosis buruk
Faktor stress psikososial jelas Perilaku menarik diri
Onset akut Status ekonomi rendah
Keluarga mendukung kesembuhan Riwayat melakukan tindakan
penyerangan
Sudah menikah
Menunjukkan gejala positif
11
IX. RENCANA TERAPI
A. Farmakoterapi :
- Haloperidol 5 mg 1-0-1
- Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
B. Non Psikofarmaka
Terdapat beberapa pilihan untuk psikoterapi. Psikoterapi dapat diberikan
apabila pasien sudah dapat menerima kondisinya yang sedang sakit. Adapun
berikut ini psikoterapi yang dapat diberikan pada pasien ini, yaitu:
- Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan
keluhan pasien
- Konseling : memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien tentang
penyakitnya, agar pasien memahami kondisi dirinya, dan memahami cara
menghadapinya, serta memotivasi agar pasien dapat teratur meminum
obatnya.
- Sosioterapi : menjelaskan kepada keluarga dan orang-orang disekitar pasien
agar menciptakan suasana kondusif untuk mempercepat pemulihan serta
melakukan kunjungan berkala untuk melihat perkembangan pasien.
X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta menilai
efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek samping obat
yang diberikan.
12
13
XI. PEMBAHASAN
A. Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “shizein” yang berarti “terpisah” atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala skizofrenia
dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif, dan gangguan
dalam hubungan interpersonal.1.2
B. Epidemiologi
14
John McGrath PhD dari Pusat Penelitian Kesehatan Mental Queensland,
Wacol, Australia, dalam simposium bertema Psychosis Round the World, yang
membahas data terbaru epidemiologi skizofrenia, memberikan presentasi sistematik
untuk memandang kejadian skizofrenia. Ia mengatakan, kejadian skizofrenia pada pria
lebih besar daripada wanita. Kejadian tahunan berjumlah 15,2% per 100.000
penduduk, kejadian pada imigran dibanding penduduk asli sekitar 4,7%, kejadian pada
pria 1,4% lebih besar dibandingkan wanita. Di indonesia, menurut dr.Irmasyah, hampir
70% mereka yang dirawat di bagian psikiatri karena skizofrenia. Angka di masyarakat
berkisar 1-2% dari seluruh penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup
mereka.2
C. Etiologi
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak dulu.
Meskipun demikian pengetahuan tentang faktor penyebab dan patogenesisnya masih
minim diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang mendasari terjadinya
skizofrenia, antara lain 1.5
a. Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi
saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak dengan salah satu
orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua menderita
skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu
ttelur (monozigot) 61-86%.
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin
kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu
apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak.
15
b. Endokrin
c. Metabolisme
16
merupakan manifestasi somatic dari gangguan psikogenik. Tetapi pada skizofrenia
justru kesukarannya adalah untuk menentukan mana yang primer dan mana yang
sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana yang hanya akibat saja.
d. Neurokimia
D. Pemeriksaan Fisik
1. Status Internus
Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu
pemeriksaan fisik lengkap. Gejala fisik seperti nyeri kepala dan palpitasi
memerlukan pemeriksaan medis yang menyeluruh untuk menentukan bagian dari
proses somatik. Bila ada, yang berperan menyebabkan penderitaan tersebut. Hal
yang sama dapat digunakan pada gejala mental misalnya depresi, ansietas,
halusinasi, dan waham kejar, yang bisa jadi merupakan ekspresi dan proses
somatik. Terkadang keadaan menyebabkan kita perlu menunda pemeriksaan medis
lengkap. Misalnya, pasien dengan waham atau panik dapat menunjukkan
perlawanan sikap bertahan atau keduanya. Pada keadaan ini, riwayat medis harus
diperoleh dari anggota keluarga bila memungkinkan. Namun, kecauali ada alasan
mendesak untuk melanjutkan pemeriksaan fisik, hal itu sebaiknya ditunda sampai
pasien menurut. 1.2
2. Pemeriksaan Neurologis
Selama proses anamnesis pada kasus tersebut, tingkat kesadaran dan atensi
pasien terhadap detil pemeriksaan, pemahaman, ekspresi wajah, cara bicara,
17
postur, dan cara berjalan perlu diperhatikan. Pemeriksaan neurologis dilakukan
untuk dua tujuan. Tujuan pertama dicapai melalui pemeriksaan neurologis rutin,
yaitu terutama dirancang untuk mengungkap asimetri fungsi motorik, persepsi, dan
refleks pada kedua sisi tubuh yang disebabkan oleh penyakit hemisferik fokal.
Tujuan kedua tercapai dengan mencari untuk memperoleh tanda yang selama ini
dikaitkan dengan disfungsi otak difus atau penyakit lobus frontal. Tanda ini
meliputi refleks mengisap, mencucur, palmomental, dan refleks genggam serta
menetapnya respons terhadap ketukan di dahi. Sayangnya, kecuali refleks
genggam, tanda seperti itu tidak berkaitan erat dengan patologi otak yang
mendasari.2
1. Status mental 1
Deskripsi umum
o Penampilan
Postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihan. Penampilan pasien skizofrenia
dapat berkisar dari orang yang sangat berantakan, menjerit-jerit, dan
teragitasihingga orang yang terobsesi tampil rapi, sangat pendiam, dan
imobil.
o Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata
Kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku
motorik pasien. Termasuk diantaranya adalah manerisme, tik, gerakan
tubuh, kedutan, perilaku streotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap
melawan, fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan.
o Sikap terhadap pemeriksa
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif,
bersahabat, penuh perhatian, tertarik, balk-blakan, seduktif, defensif,
merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu,
menyenangkan, suka mengelak, atau berhati-hati.
18
Mood dan afek
Mood didefinisikan sebagai emosi menetap dan telah meresap yang mewarnai
persepsi orang tersebut terhadap dunia.
Afek didefinisikan sebagai responsivitas emosi pasien saat ini, yang tersirat dari
ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan kisaran perilaku ekspresif.
Kakteristik gaya bicara
Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, fasihm pendiam,
tidak spontan, atau terespons normal terhadap petunjuk dari pewawancara.
Gaya bicara dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan, emosional, dramatis,
monoton, keras, berbisik, cadel, terputus-putus, atau bergumam. Gangguan
bicara, contohnya gagap, dimasukkan dalam bagian ini.
Persepsi
Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau
lingkungannya, dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat
(contohnya: auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau halusinasi
tersebut harus dijelaskan.
Halusinasi senestik
Halusinasi senestik merupakan sensasi tak berdasar akan adanya keadaan organ
tubuh yang terganggu. Contoh halusinasi senestik mencakup sensasi terbakar
pada otak, sensasi terdorong pada pembuluh darah, serta sensasi tertusuk pada
sumsum tulang.
Ilusi
Sebagaimana dibedakan dari halusinasi, ilusi merupakan distorsi citra yang
nyata, sementara halusinasi tidak didasarkan pada citra atau sensasi yang nyata.
Ilusi dapat terjadi pada pasien skizofrenik selama fase aktif, namun dapat pula
terjadi dalam fase prodromal dan selama periode remisi.
Isi pikir dan kecenderungan mental
o Proses pikir (bentuk pemikiran)
19
Pasien dapat memiliki ide yang sangat banyak atau justru miskin ide. Dapat
terjadi proses pikir yang cepat, yang bila berlangsung sangat ekstrim, disebut
flight of ideas. Seorang pasien juga dapat menunjukkan cara berpikir yang
lambat atau tertahan. Gangguan kontinuitas pikir meliputi pernyataan yang
bersifat tangensial, sirkumstansial, meracau, suka mengelak, atau
perseveratif.
Bloking adalah suatu interupsi pada jalan pemikiran sebelum suatu ide
selesai diungkapkan. Sirkumstansial mengisyaratkan hilangnya kemampuan
berpikir yang mengarah ke tujuan dalam mengemukakan suatu ide, pasien
menyertakan banyak detail yang tidak relevan dan komentar tambahan
namun pada akhirnya mampu ke ide semula. Tangensialitas merupakan
suatu gangguan berupa hilangnya benang merah pembicaraan pada seorang
pasien dan kemudian ia mengikuti pikiran tangensial yang dirangsang oleh
berbagai stimulus eksternal atau internal yang tidak relevan dan tidak pernah
kembali ke ide semula. Gangguan proses pikir dapat tercermin dari word
salad (hubungan antarpemikiran yang tidak dapat dipahami atau inkoheren),
clang association (asosiasi berdasarkan rima), punning (asosiasi berdasarkan
makna ganda), dan neologisme (kata-kata baru yang diciptakan oleh pasien
melalui kombinasi atau pemadatan kata-kata lain).
o Isi pikir
Gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi, obsesi, kompulsi, fobia,
rencana, niat, ide berulang mengenai bunuh diri atau pembunuhan, gejala
hipokondriakal, dan kecenderungan antisosial tertentu.
Sensorium dan kognisi
Pemeriksaan ini berusaha mengkaji fungsi organik otak dan inteligensi pasien,
kemampuan berpikir abstrak, serta derajat tilikan dan daya nilai.
o Kesadaran
20
Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan organik
pada otak.
o Orientasi dan memori
Ganggaun orientasi biasanya dibagi berdasarkan waktu, tempat, dan orang.
o Konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien terganggu karena berbagai allasan. Gangguan kognitif,
ansietas, depresi, dan stimulus internal, seperti halusinasi auditorik,
semuanya dapat berperan menyebabkan gangguan konsentrasi.
o Membaca dan menulis
o Kemampuan visuospasial
Pasien diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan jam
dinding atau segilima bertumpuk.
o Pikiran abstrak
Kemampuan untuk menangani konsep-konsep. Pasien mungkin memiliki
gangguan dalam membuat konsep atau menangani ide.
o Informasi dan inteligensi
Impulsivitas, Kekerasan, Bunuh diri, dan Pembunuhan
Pasien mungkin tidak dapat mengendalikan impuls akibat suatu gangguan
kognitif atau psikotik atau merupakan hasil suatu defek karakter yang kronik,
seperti yang dijumpai pada gangguan kepribadian.
Perilaku kekerasan lazim dijumpai di antara pasien skizofrenik yang tidak
diobati. Waham yang bersifat kejar, episode kekerasan sebelumnya, dan defisit
neurologis merupakan faktor resiko perilaku kekerasan atau impulsif.
Kurang lebih 50 persen pasien skizofrenik mencoba bunuh diri, dan 10 sampai
15 persen pasien skizofrenia meninggal akibat bunuh diri. Mungkin faktor yang
paling tidak diperhitungkan yang terlibat dalam kasus bunuh diri pasien ini
adalah depresi yang salah diagnosis sebagai afek mendatar atau efek samping
obat. Faktor pemicu lain untuk bunuh diri mencakup perasaan kehampaan
21
absolut, kebutuhan melarikan diri dari penyiksaan mental, atau halusinasi
auditorik yang memerintahkan pasien mebunuh diri sendiri.
Saat seorang pasien skizofrenik benar-benar melakukan pembunuhan, hal itu
mungkin dilakukan dengan alasan yang aneh atau tak disangka-sangka yang
didasarkan pada halusinasi atau waham.
Daya nilai dan tilikan
Daya nilai : aspek kemampuan pasien untuk melakukan penilaian sosial.
Dapatkah pasien meramalkan apa yang akan dilakukannya dalam situasi
imajiner. Contohnya: apa yang akan pasien lakukan ketika ia mencium asap
dalam suasana gedung bioskop yang penuh sesak?
Tilikan: tingkat kesadaran dan pemahaman pasien akan penyakitnya. Pasien
dapat menunjukkan penyangkalan total akan penyakitnya atau mungkin
menunjukkan sedikit kesadaran kalau dirinya sakit namun menyalahkan orang
lain, faktor eksternal, atau bahkan faktor organik. Mereka mungking menyadari
dirinya sakit, namun menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang asing atau
misterius dalam dirinya.
Realiabilitas
Kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan
untuk melaporkan keadaanya secara akurat. Contohnya, bila pasien terbuka
mengenai penyalahgunaan obat tertentu secara aktif mengenai keadaan yang
menurut pasien dapat berpengaruh buruk (mislnya, bermasalah dengan hukum),
psikiater dapat memperkirakan bahwa realiabilitas pasien adalah baik.2,3
Tes psikologis: tes inteligensi, tes kepribadian, tes ketangkasan atau bakat, dan tes
neuropsikologis.
Tes inteligensi
22
Dapat ditentukan HI (hasil bagi inteligensi) atau IQ (Intelligence Quotient)
sebagai suatu cara numerik untuk menyatakan taraf inteligensi. Rumusnya
sebagai berikut:
Umur mental
HI= ------------------------- x 100
Umur kalender
Umur mental didapat dari tes inteligensi. Umur kalender diambil paling tinggi
15 (biarpun sebenarnya lebih), karena tes inteligensi yang ada sekarang sukar
untuk mengukur perbedaan inteligensi di atas umur 15 tahun.
Tes kepribadian
Tes kepribadian lebih sukar dibuat, dipakai dan dinilai sehingga reliabilitas dan
validitas kurang dari tes inteligensi. Hal ini disebabkan antara lain karena begitu
banyaknya sifat kepribadian manusia dan sukarnya mencari parameter atau
indikatro yang tepat dan dapat diukur untuk suatu sifat kepribadian tertentu.
Kepribadian adalah keseluruhan perilaku manusia atau perannya dalam
hubungan antar manusia, pribadinya dapat dibedakan dari pribadi lain. Peran
ini bukan saja perilaku yang nyata, tetapi juga sikap internal, kecenderungan
bertindak dan hambatan. Kepribadian dapat dievaluasi dengan cara observasi,
wawancara, atau melalui daftar pertanyaan, tes melengkapi kalimat atau tes
proyeksi.
Tes neuropsikologis
Tes neuropsikologis merupakan tes yang mempelajari hubungan antara otak
dan perilaku dengan menggunakan prosedur tes yang terstandarisasi dan
objektif. Tes ini menguji kemampuan kognitif. Tujuan tes neuropsikologis
23
adalah identifikasi, kuantifikasi, dan deskripsi perubahan kognitif dan perilaku
yang disebabkan oleh disfungsi otak. Dalam hal ini, ranah (domain) yang
dievaluasi adalah kemampuan berbahasa, memori, penalaran dan pertimbangan
intelektual, fungsi visual-motor, fungsi sensori-perseptual, dan fungsi
motorik.2,3
E. Pemeriksaan Penunjang
Sampai saat ini belum ada konsensus mengenai tes apa saja yang digunakan
sebagai penyaring, tetapi beberapa tes berikut patut untuk dipertimbangkan:
F. Gambaran klinis
24
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka
berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahun-
tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang
“ringan”. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan
“aneh”. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat lebih jelas oleh orang lain. Pasien
dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan tidak mampu
berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan pembicaraan mereka
samar-samar sehingga kadang-kadang tidak dapat dimengerti. Mereka mungkin
mempunyai keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi. Penampilan dan
kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami kemunduran serta afek mereka terlihat
tumpul. Meskipun mereka dapat mempertahankan inteligensia yang mendekati normal,
sebagian besar performa uji kognitifnya buruk. Pasien dapat menderita anhedonia yaitu
ketidakmampuan merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteorisasi yaitu
perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur. 1
Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek
mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang
merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan Pikiran
25
2. Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus-menerus mengalami
gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan.
3. Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka meungkin
mengandung arti simbolik)
4. Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan kalimat)
dan disambung kembali beberapa saat kemudian, biasanya dengan topik lain.
Ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi.
5. Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan bunyi
kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya.
6. Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja
diucapkan oleh seseorang.
7. Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat buruk
kemampuan berpikir abstraknya.
8. Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disengaja (miskin
pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat sedikit
ide yang disamapaikan (miskin isi pembicaraan).
- Gangguan isi pikir
1. Waham: suatu kepercayaan palsu yang menetap yang taksesuai dengan fakta
dan kepercayaan tersebut mungkin “aneh” atau bisa pula “tidak aneh” tetapi
sangat tidak mungkin dan tetap dipertahankam meskipun telah diperlihaykan
bukti-bukti yang jelas untuk mengkoreksinya. Waham sering ditemui pada
gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui
waham disorganisasi atau waham tidak sistematis:
a. Waham kejar
b. Waham kebesaran
c. Waham rujukan
d. Waham penyiaran pikiran
e. Waham penyisipan pikiran
26
2. Tilikan
Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien
tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhaap pengobatan,
meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain.
Gangguan Persepsi
- Halusinasi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga
berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran dapat
pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien.
Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah
langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering
diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien dan kadang-
kadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras.
Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada fase awal skizofrenia.
- Ilusi dan depersonalisasi
Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya
misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya
perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing
terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata.
Gangguan Perilaku
Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala katatonik
yang dapat berupa stupor atauh gaduh gelisah. Paien dengan stupor tidak bergerak,
tidak berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya sadar. Sedangkan pasien
dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan aktivitas motorik yang tidak terkendali.
Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi bergantian. Pada stupor katatonik juga bisa
didapati fleksibilitas serea dan katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi
badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Sedangkan fleksibilitas serea adalah bila
27
anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan
posisi itu dipertahankan agak lama.
Gangguan Afek
Emosi berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti pada penderita sedang
bersandiwara.
28
tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah-belahnya kepribadian,
maka dual hal yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama, misalnya mencintai
dan membenci satu orang yang sama; menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama.
Ini dinamakan ambivalensi afektif.1-3
G. Diagnosis
4. Waham persisten jenis lain yang secara budaya tidak sesuai dan sangat tidak masuk
akal.
Diagnosis juga dapat ditegakkan bila setidaknya dua hal berikut ada:
29
1. Halusinasi persisten dalam modalitas apapun, bila terjadi setiap hari selama
sekurangnya 1 bulan, atau bila disertai waham
4. Gejala negatif, seperti apatis yang nyata, miskin isi pembicaraan, dan respons
emosional tumpul serta ganjil (harus ditegaskan bahwa hal ini bukan disebabkan
depresi atau pengobatan antipsikotik).
30
b. Tipe disorganized
Skizofrenia tipe disorganized (sebelumnya disebut hebefrenik) ditandai dengan
regresi nyata ke perilaku primitif, tak terinhibisi, dan kacau serta dengan tidak
adanya gejala yang memenuhi kriteria tipe katatonik. Onset subtipe ini biasanya
dini, sebelum usia 25 tahun. Pasien hebefrenik biasanya aktif namun dalam sikap
yang nonkonstruktif dan tak bertujuan. Gangguan pikir menonjol dan kontal
dengan realitas buruk. Penampilan pribadi dan perilaku sosial berantakan, respons
emosional mereka tidak sesuai dan tawa mereka sering meledak tanpa alasan jelas.
Seringai atau meringis yang tak pantas lazim dijumpai pada pasien inim yang
perilakunya paling baik dideskripsikan sebagai konyol atau tolol.
c. Tipe katatonik
Pasien mempunyai paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia:
- Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap
lingkungan atau orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di
sekitarnya.
- Negativsme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau
usaha-usaha untuk menggerakkan fisiknya.
- Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rigid.
- Postur katatonik yaitu pasein mempertahankan posisi yang tak biasa atau aneh.
- Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin dapat
mengancam jiwanya (misalnya, karena kelelahan).
d. Tipe tak terinci
Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang
menonjol (misalnya: kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria skizofrenia
tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual,
dan depresi pasca skizofrenia.
e. Tipe residual
31
Pasien dalam keadaan remmsi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan
gejala-gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi,
perilaku eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis).
f. Skizofrenia simpleks
Skizofrenia simpleks adalah sulatu diagnosis yang sulit dibuat secara meyakinka
karena bergantung pada pemastian perkembangan yang berlangsung perlahan,
progresif dari gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa adanya
riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain tentang adanya suatu episode
psikotik sebelumnya, dan disertai degan perubahan-perubahan yang bermakna
pada perilaku perorangan, yang bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, kemalasan, dan penarikan diri secara sosial.1,3
I. Patofisiologi
Neurobiologi
Dua area yang menjadi subjek penelitian aktif adalh waktu ketika suatu lesi
neuropatologi terlihat di otak serta interaksi lesi tersebut dengan stresor sosial dan
lingkungan. Dasar penampakan abnormalitas otak mungkin terletak pada pembentukan
abnormal atau pada degenerasi neuron setelah pembentukan. Namun, fakta bahwa
kembar monozigotik memiliki angka kejadian bersama sebesar 50% menyiratkan
adanya interaksi yang masih sangat sedikit diketahui antara lingkungan dan timbulnya
32
skizofrenia. Di lainppihak, faktor yang mengatur ekspresi gen baru mulai dipahami.
Meski kembar monozigotik mempunyai informasi genetik yang sama, regulasi gen
yang berbeda sepanjang hidup mungkin menyebabkan salah satu kembar monozigotik
mengalami skizofrenia, sementara kembarannya tidak. 1
Neurokimia
33
Penemuan menunjukkan bahwa disregulasi dopamin yang kompleks terjadi
dengan aktivitas hiperdopaminergik dalam proyeksi mesencephalic ke striatum limbik
dan aktivitas hipodopaminergik di neokorteks. Bukti dari kegiatan hiperdopaminergik
termasuk hubungan antara efektivitas dopamin reseptor yang mengikat obat dan
pengurangan gejala positif serta peningkatan reseptor D2 dalam studi postmortem dan
PET. 1
Sistem opioid juga telah dianggap sebagai kandidat yang berpotensial yang
terlibat dalam skizofrenia, didasarkan terutama pada kesamaan antara efek
farmakologis dari terjadinya tanda opioid dan kejiwaan. Hipotesis telah diusulkan pada
peningkatan maupun penurunan level dari berbagai peptide opioid sebagai faktor yang
mendasari sebagai penyebab gejala skizofrenia. Namun, penelitian klinis berdasarkan
hipotesis sering menghasilkan hasil variable atau bermacam-macam.1
J. Penatalaksanaan
34
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental. 6.7
Farmakoterapi
Antagonis Serotonin-Dopamin
35
ini tampaknya akan menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini
pertama untuk penanganan skizofrenia.
Nama Obat
Haloperidol Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara
(Haldol) pada anak dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas
ditentukan, tetapi diseleksi oleh competively blocking
postsynaptic dopamine (D2) reseptor dalam sistem mesolimbic
dopaminergic; meningkatnya dopamine turnover untuk efek
tranquilizing. Dengan terapi subkronik, depolarization dan D2
postsynaptic dapat memblokir aksi antipsikotik.
Risperidone Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2
(Risperdal) dopamine selama 20 menit, lebih rendah afinitasnya
dibandingkan reseptor 5-HT2. Juga mengikat reseptor alpha1-
adrenergic dengan afinitas lebih rendah dari H1-histaminergic
dan reseptor alpha2-adrenergic. Memperbaiki gejala negatif
pada psikosis dan menurunkan kejadian pada efek
ekstrpiramidal.
Olanzapine Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi
(Zyprexa) sistem reseptor (seperti serotonin, dopamine, kolinergik,
muskarinik, alpha adrenergik, histamine). Efek antipsikotik
dari perlawanan dopamine dan reseptor serotonin tipe-2.
36
Diindikasikan untuk pengobatan psikosis dan gangguan
bipolar.
Clozapine Reseptor D2 dan reseptor D1 memblokir aktifitas, tetapi
(Clozaril) nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin, dan reaksi arousal
menghambat efek signifikan. Tepatnya antiserotonin. Resiko
terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien
nonresponsive atau agen neuroleptik klasik tidak bertoleransi.
Quetiapine Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang.
(Seroquel) Mampu melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih
awal antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan kurangnya
distonia, parkinsonism, dan tardive diskinesia.
Aripiprazole Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme
(Abilify) kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari
antipsikotik lainnya. Aripiprazole menimbulkan partial
dopamine (D2) dan serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis
serotonin (5HT2A).
37
Nama Obat Sediaan Dosis Anjuran
Haloperidol (Haldol) Tab. 2 – 5 mg 5 – 15 mg/hari
Risperidone Tab. 1 – 2 – 3
2 – 6 mg/hari
(Risperdal) mg
Olanzapine
Tab. 5 – 10 mg 10 – 20 mg/hari
(Zyprexa)
Clozapine (Clozaril) Tab. 25 – 100
25 – 100 mg/hari
mg
Quetiapine Tab. 25 – 100
(Seroquel) mg 50 – 400 mg/hari
200 mg
Aripiprazole (Abilify) Tab. 10 – 15 mg 10 – 15 mg/hari
Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang sampai
membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.
38
Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang
involunter pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu
tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang
(terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan
dengan dosis obat anti-psikosis.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk
deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
Interaksi Obat 7
Terapi Psikososial 1
39
- Pelatihan keterampilan sosial
Peatihan keterampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai terapi
keterampilan perilaku. Terapi ini secara langsung dapat mendukung dan berguna
untuk pasien bersama dengan terapi farmakologis. Selain gejala yang biasa tampak
pada pasien skizofrenia, beberapa gejala yang paling jelas terlihat melibatkan
hubungan orang tersebut dengan orang lain, termasuk kontak mata yang buruk,
keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh, kurangnya
spontanitas dalam situasi sosial, serta persepsi yang tidak akurat atau kurangnya
persepsi emosi pada orang lain. Pelatihan keterampilan perilaku diarahkan ke
perilaku ini melalui penggunaan video tape berisi orang lain dan si pasien, bermain
drama dalam terapi, dan tugas pekerjaan rumah untuk keterampilan khusus yang
dipraktekkan.
- Terapi kelompok
Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia umumnya berfokus pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat
berorientasi perilaku, psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau suportif.
40
diartikan oleh pasien, semuanya mempengaruhi pengalaman terapeutik.
Psikoterapi untuk pasien skizofrenia sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan
dalamm jangka waktu dekade, dan bukannya beberapa sesi, bulan, atau bahakan
tahun. Beberapa klinisi dan peneliti menekankan bahwa kemampuan pasien
skizofrenia utnuk membentuk aliansi terapeutik dengan terapis dapat meramalkan
hasil akhir. Pasien skizofrenia yang mampu membentuk aliansi terapeutik yang
baik cenderung bertahan dalam psikoterapi, terapi patuh pada pengobatan, serta
memiliki hasil akhir yang baik pada evaluasi tindak lanjut 2 tahun. Tipe
psikoterapi fleksibel yang disebut terapi personal merupakan bentuk penanganan
individual untuk pasien skizofrenia yang baru-baru ini terbentuk. Tujuannya
adalah meningkatkan penyesuaian personal dan sosial serta mencegah terjadinya
relaps. Terapi ini merupakan metode pilihan menggunakan keterampilan sosial
dan latihan relaksasi, psikoedukasi, refleksi diri, kesadaran diri, serta eksplorasi
kerentanan individu terhadap stress. 1.2,3
K. Komplikasi
41
rokok. Dan resiko dari perokok memperpendek usia, karena adanya penyakit saluran
pernapasan, kanker, jantung, dan penyakit fisik lainnya.
L. Prognosis
M. Pencegahan
Mengingat belum bisa diketahui penyebab pastinya, jadi skizofrenia tidak bisa
dicegah. Lantaran pencegahannya sulit, maka deteksi dan pengendalian dini penting,
terutama bila sudah ditemukan adanya gejala. Dengan pengobatan dini, bila telah
didiagnosis dapat membuat penderita normal kembali, serta mencegah terjadinya
gejala skizofrenia berkelanjutan.2
DAFTAR PUSTAKA
42
1. Sadock BJ, Sadock VA, 2010, Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Ed.2,
EGC, Jakarta.
2. Elvira SD, Hadisukanto G, 2010. Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit FKUI,
Jakarta.
3. Maslim R, 2013, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III, FK Unika Atma Jaya, Jakarta.
4. Maslim, R. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi
ketiga.Nuh Jaya : Jakarta.
5. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga
University Press; 2009.h.195-277.
6. Safitri A, penyunting. Obat antipsikosis. Dalam: Neal MJ. Medical pharmacology
at a glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.60-1.
7. Amir N. Skizofrenia. Semijurnal farmasi & kedokteran Feb 2006;24:31-40.
43