Estimasi untuk kesalahan sampling diperlukan karena auditor mengambil sampel hanya
sebagian dari populasi dan oleh karenanya ada risiko bahwa sampel tidak secara akurat
mencerminkan populasi. Dalam contoh yang disederhanakan ini, kita berasumsi bahwa
kesalahan sampel adalah 50% dari jumlah proyeksi langsung kesalahan penyajian untuk akun-
akun yang diambil sampelnya (piutang usaha dan persediaan). Dalam hal ini tidak ada kesalahan
sampel untuk kas karena jumlah total kesalahan penyajiannya diketahui, tidak diestimasi.
Dalam menggabungkan kesalahan penyajian, terlihat bahwa kesalahan penyajian yang
diketahui dan proyeksi langsung taksiran kesalahan penyajian untuk ketiga akun ditambahkan ke
Rp45.500. Namun demikian, total kesalahan sampel lebih kecil dari jumlah kesalahan sampel
individual. Hal ini disebabkan karena kesalahan sampel mencerminkan kesalahan penyajian
maksimum dalam akun yang detilnya tidak diaudit. Rasanya tidak mungkin bahwa jumlah
kesalahan penyajian maksimum ini terdapat pada semua akun yang diakibatkan oleh sampel.
Total estimasi taksiran kesalahan penyajian sebesar Rp62.300 adalah lebih besar daripada
kebijakan awal materialitas yang besarnya Rp50.000. Bidang yang paling sulit adalah persediaan
dengan taksiran kesalahan penyajian Rp47.250 yang jauh lebih besar dari kesalahan penyajian
bisa ditoleransi Rp36.000. Berhubung gabungan taksiran kesalahan penyajian lebih besar dari
kebijakan awal, maka laporan keuangan tidak dapat diterima. Dalam situasi demikian, auditor
dapat menentukan apakah taksiran kesalahan penyajian sungguh-sungguh melebihi Rp50.000
dengan melaksanakan prosedur audit tambahan. atau minta klien untuk melakukan penyesuaian
untuk taksiran kesalahan penyajian. Apabila auditor memutuskan untuk melakukan prosedur
tambahan, mereka akan memusatkan perhatian pada persediaan.
Apabila jumlah bersih taksiran kesalahan penyajian untuk persediaan mencapai Rp28.000
(Rp18.000 + Rp 10.000), auditor mungkin tidak perlu memperluas pengujian audit karena telah
memenuhi pengujian kesalahan penyajian bisa ditoleransi (Rp36.000) dan kebijakan awal
materialitas (Rp2.000+ Rp18.000 + Rp28.000 = Rp48.000 < Rp50.000). Dalam situasi seperti
dilukiskan contoh ini, auditor sebenarnya memiliki kelebihan waktu karena hasil dari prosedur
yang diterapkan terhadap kas dan piutang usaha menunjukkan bahwa kedua akun tersebut berada
dalam batas kesalahan penyajian bisa ditoleransi. Apabila pendekatan yang diterapkan auditor
dilakukan secara berurutan, maka temuan audit dari akun-akun yang diaudit lebih dahulu akan
bisa digunakan untuk merevisi kesalahan penyajian bisa ditoleransi yang telah ditetapkan untuk
akun-akun yang diaudit kemudian. Dalam contoh di atas, apabila auditor telah mengaudit kas
dan piutang usaha sebelum persediaan, maka kesalahan penyajian bisa ditoleransi untuk
persediaan bisa dinaikkan.
RISIKO AUDIT
Standar audit (SA 315) mewajibkan auditor untuk mendapatkan pemahaman tentang entitas dan
lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menetapkan risiko kesalahan penyajian
material dalam laporan keuangan klien. Auditor menerima suatu tingkat risiko atau
ketidakpastian dalam pelaksanaan fungsi pengauditan. Sebagai contoh, auditor mengakui
ketidakpastian inheren tentang ketepatan bukti, ketidakpastian tentang efektivitas pengendalian
intemal klien, dan ketidakpastian tentang apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, ketika
audit telah berakhir. Auditor yang efektif mengakui tentang adanya risiko dan mengelola risiko
tersebut dengan cara yang tepat. Banyak risiko yang sulit diukur dan membutuhkan
pertimbangan yang cermat sebelum auditor dapat menanggulanginya dengan tepat. Tanggapan
terhadap risiko-risiko secara tepat adalah sesuatu yang kritikal untuk mencapai audit berkualitas
tinggi.
Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan mengacu
ke risiko kesalahan penyajian material yang berdampak luas (pervasif) terhadap laporan
keuangan secara keseluruhan dan berpotensi memengaruhi banyak asersi.
Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asersi dinilai untuk menentukan sifat,
saat, dan luas prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan
tepat. Bukti audit tersebut memungkinkan auditor untuk menyatakan opini atas laporan keuangan
pada tingkat rendah yang dapat diterima. Risiko kesalahan material pada tingkat asersi terdiri
dari dua komponen, yaitu: risiko inheren dan risiko pengendalian.
Penilaian risiko auditor atas risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asesi dapat
berubah selama pelaksanaan audit, sejalan dengan diperolehnya bukti audit tambahan. Dalam
kondisi ketika auditor memperoleh bukti audit dari prosedur audit lanjutan, atau ketika informasi
baru diperoleh, yang kedua bukti tersebut tidak konsisten dengan bukti audit awal yang menjadi
dasar penilaian, auditor harus merevisi penilaian tersebut. dan oleh karena itu memodifikasi
prosedur audit lanjutan direncanakan sebelumnya.
Auditor menggunakan beberapa pendekatan untuk mencapai tujuan penilaian resiko
kesalahan penyajian material. Salah satu pendekatan yang banyak digunakan para auditor adalah
dengan menggunakan suatu model yang menggambarkan hubungan umum berbagai komponen
risiko audit dalam istilah matematis untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat diterima
yang disebut model risiko audit. Model tersebut berguna untuk merencanakan prosedur audit.
Dalam prosedur perencanaan, auditor mempertimbangkan risiko untuk mendapatkan buktl audit
terutama dengan menerapkan model risiko audit.
Model risiko audit membantu auditor dalam menentukan berapa banyak dan jenis bukti
apa yang harus dikumpulkan pada setiap siklus. Model risiko audit biasanya dinyatakan sebagai
berikut.
AR = IR X CR X DR
Keterangan:
AR = Risiko Audit
Atau IR = Risiko Inheren
CR = Risiko Pengendalian
DR = Risiko Deteksi
DR = AR
IR X CR
RISIKO DETEKSI
Standar audit (SA 200. 13 (e)) mendefinisikan risiko deteksi sebagai berikut:
Resiko deteksi adalah risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan oleh auditor untuk
menurunkan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima tidak akan mendeteksi
suatu kesalahan penyajian yang ada dan yang mungkin material, baik secara individual
maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya.
Dengan lain perkataan, risiko deteksi adalah risiko yang tirnbul karena bukti audit tidak
berhasil mendeteksi kesalahan penyajian yang melebihi kesalahan penyajian yang bisa
ditoleransi (atau disebut juga materialitas pelaksanaan). Ada dua hal yang perlu diketahui tentang
risiko deteksi (atau lebih tepat disebut risiko deteksi yang direncanakan), yaitu:
1) Risiko deteksi merupakan dependen dari tiga faktor lain yang tercakup dalam model.
Risiko ini akan berubah hanya apabila auditor mengubah salah satu (atau lebih) faktor
lain dalam model risiko.
2) Risiko deteksi menentukan jumlah bukti substantif yang direncanakan akan dikumpulkan
auditor yang berkebalikan dengan ukuran risiko deteksi, Apabila risiko deteksi
berkurang, auditor harus mengumpulkan bukti yang lebih banyak untuk mencapai risiko
deteksi yang telah berkurang tersebut.
RISIKO INHEREN
Standar audit (SA 200.13 (n)) mendefinisikan risiko inheren sebagai berikut:
Risiko inheren: Kerentanan suatu asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo akun,
atau pengungkapan terhadap suatu kesalahan penyajian yang mungkin material, baik
secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian
lainnya, sebelum mempertimbangkan pengendalian internal yang terkait.
Dengan perkataan lain, risiko inheren adalah penilaian auditor mengenai kemungkinan adanya
kesalahan penyajian material yang disebabkan karena kekeliruan atau kecurangan sebelum
mempertimbangkan efektivitas pengendalian internal. Apabila auditor berkesimpulan bahwa
kemungkinan besar terdapat kesalahan penyajian, maka auditor akan berkesimpulan bahwa
risiko inherennya tinggi. Pada saat mempertimbangkan risiko inheren, pengendalian internal kita
kesampingkan karena dalam model risiko audit, pengendalian internal dipertimbangkan
tersendiri sebagai risiko pengendalian.
RISIKO PENGENDALIAN
Standar audit (SA 200.13 (n)) mendefinisikan risiko pengendalian sebagai berikut:
Risiko pengendalian: Risiko bahwa suatu kesalahan penyajian yang mungkin terjadi
dalam suatu asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo akun. atau pengungkapan yang
mungkin material, baik secara individual maupun secara kolektit ketika digabungkan
dengan kesalahan penyajian lainnya, tidak akan dapat dicegah, atau dideteksi dan
dikoreksi, secara tepat waktu oleh pengendalian internal entitas.
RISIKO AUDIT
Standar audit (SA 200.13 mendefinisikan risik0 audit sebagai berikut:
Risiko audit: risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini audit yang tidak tepat ketika
laporan keuangan mengandung kesatahan penyajian material. Risiko audit merupakan
suatu fungsi kesalahan penyajian material dan risiko deteksi.
Dengan perkataen lain, risiko audit adalah ukuran tentang seberapa besar auditor bersedia
untuk menerima bahwa laporan keuangan mungkin mengandung kesalphan penyajian material
setelah audit selesai dikerjakan dan memberinya perdapat wajar tanpa pengecualian. Apabila
auditor memutuskan untuk menurunkan risiko audit, hal itu berarti bahwa auditor ingin lebih
pasti bahwa laporan keuangan tidak mengandung kesalahan penyajian material. Risiko nol
berarti sepenuhnya pasti, sedangkan risiko 100% berarti sama sekali tidak pasti. Jaminan penuh
(risiko nol) mengenai ketepatan laporan keuangan tidak ekonomis dan tidak praktis
Seringkali auditor tidak monggunakan istilah risiko audit tetapi istilah lain seperti
misalnya asurans audit (audit assurance) atau tingkat asurans. Asurans audit atau istilah lain
adalah pelengkap risiko audit, yakni satu dikurangi risiko audit yang bisa diterima. Dengan lain
perkataan, risiko audit bisa diterima sebesar2% adalah sama dengan asurans audit 98%.
Apabila kita menggunakan model risiko audit, didalamnya terkandung hubungan
langsung antara risiko audit yang bisa diterima dengan risiko deteksi, dan terdapat hubungan
berkebalikan antara risiko audit dengan bukti yang harus dikumpulkan. Apabila auditor
memutuskan untuk menurunkan risiko audit yang bisa diterima, maka risiko deteksi juga akan
turun, dan bukti yang harus dikumpulkan akan naik. Untuk klien dengan risiko audit yang
rendah, auditor biasanya menugasi staf audit yang lebih berpengalaman dan melakukan review
atas kertas kerja audit yang lebih mendalam.