Latar Belakang
Salah satu faktor yang paling mempengaruhi faktor awal pendirian suatu perusahaan atau
bisnis yaitu pada saat pemilihan bentuk perusahaan tersebut. Oleh karena itu pemilihan bentuk
perusahaan adalah tahap awal dari pendirian suatu perusahaan harus dengan benar demi
kemajuan perusahaan tersebut. Untuk memilih bentuk perusahaan, tentunya harus melalui
pertimbangan yang matang dan perlu diperhatikan dengan cermat bagaimana bentuk perusahaan
tersebut.
Bentuk-bentuk usaha di Indonesia sendiri terdiri dari 3 macam yaitu BUMN, Koperasi
dan Swasta. Namun yang tentunya menjadi objek pajak penghasilan adalah bentuk usaha Swasta,
yang mana hal itu bertujuan semata-mata untuk mencari keuntungan dan menambah kekayaan.
Bentuk usaha Swasta terbagi 5 yaitu perseorangan, CV (Persekutuan Komanditer), Firma, PT
(Perseroan Terbatas) dan Yayasan. Di antara semua itu tentunya memiliki perlakuan pajak yang
berbeda-beda. Perusahaan perseorangan yang pemiliknya hanya satu orang tentu akan mendapat
pemungutan pajak yang berbeda dengan perusahaan yang pemiliknya lebih dari satu orang
seperti CV, Firma, PT dan Yayasan.
Selain itu dalam memungut pajak juga ditentukan dari omzet yang didapat. Semakin
besar omzet/penghasilan yang didapat maka semakin besar pula pajak yang dikenakan. Karena
kondisi itulah menyebabkan terjadi cara-cara yang dilakukan Wajib pajak untuk menghindari
pajak atau meringankan beban pajak pajak yang didapat dengan cara-cara yang tidak melanggar
hukum. Sehingga perencanaan perpajakan (tax planning) dapat digunaan oleh badan usaha
tersebut dalam melakukan kewajiban perpajakannya.
Pembahasan
Memilih bentuk usaha yang tepat merupakan hal pertama yang harus diperhatikan oleh
investor atau pengusaha, selain untuk menentukan bentuk usaha apa yang dapat memberikan
kontribusi profit paling besar dengan tingkat risiko yang paling rendah. Terkait ketentuan
perpajakan yang berlaku, investor atau pengusaha juga harus menentukan bentuk usaha yang
mana yang memberikan kontribusi profit yang paling besar namun dengan beban pajak yang
paling kecil, dan yang paling penting dari pemilihan bentuk usaha adalah tentu saja untuk
mempertimbangkan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.
1. bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan orang pribadi dan tarif pajak
penghasilan wajib pajak badan, termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu
2. pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto usaha, maupun
penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para pemegang sahamnya
3. kesempatan untuk menunda pembayaran pajak pada tarif pajak penghasilan lebih
kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak
penghasilan dari akumulasi penghasilan perusahaan
4. adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian) dan kredit
investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu
5. kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak atas
penghasilan personal, holding company, dan seterusnya
6. liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in kind.
Fokus saat ini hanya akan menekankan pada pemilihan badan usaha berbentuk usaha
berdasarkan orang pribadi (individual basis), CV dan PT. Banyak pilihan bentuk usaha yang
dapat dipertimbangkan investor, salah satu faktor kunci dalam pengambilan keputusan yaitu pada
besarnya biaya pajak yang akan ditanggung.
Dalam pasal 1628 sampai dengan 1631 KUH Perdata, terdapat asas yang
mengatur persekutuan perdata yang intinya adalah sebagai berikut :
Sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 17 Tahun 2018 tentang
Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Perdata
untuk menjamin kepastian hukum bagi para sekutu, pemerintah telah mewajibkan
pendirian persekutuan perdata harus dilakukan dengan akta tertulis yang dibuat
dihadapan notaris. Berikut adalah tahapan mengenai pendirian persekutuan perdata :
Dalam Pasal 1646 KUHP telah diatur ketentuan dan peraturan yang menyebabkan
berakhirnya persekutuan perdata, antara lain adalah :
2. Persekutuan Firma
Firma artinya nama bersama, yakni nama sekutu yang dijadikan menjadi nama
perusahaan. Persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan
dengan nama bersama (pasal 16 KUHD).
Unsur-Unsur Pokok Firma:
- Persekutuan Perdata (pasal 1618 KUHP)
- Menjalankan perusahaan perusahaan (pasal 16 KUHD)
- Menggunakan nama bersama (pasal 16 KUHD)
- Tanggungjawab sekutu bersifat pribadi untuk keseluruhan (pasal 18 KUHD)
- Sekutu yang ditunjuk atau diberi kuasa untuk menjalankan tugas pengurus
ditentukan dalam akta pendirian firma.
- Jika belum ditentukan, pengurus harus ditentukan dalam akta tersendiri dan di
daftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat dan diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) supaya pihak ketiga mengetahui
siapa yang menjadi pengurus yang berhubungan dengannya.
Jika tidak ditentukan, maka semua anggota dianggap dapat dan dibolehkan
bertindak keluar atas nama firma, seorang anggota dapat mengikat anggota
lainnya. Semua anggota dianggap berhak untuk menerima dan mengeluarkan
uang atas nama dan untuk kepentingan firma.
a) Intern
Tanggung jawab yang seimbang dengan inbreng
b) Ekstern
Tanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan atas semua perikatan
persekutuan.
4. Adanya kepailitan
Atau Persekutuan Komanditer (CV) atau Firma pada dasarnya adalah bentuk
usaha yang didirikan oleh dua orang atau lebih yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham. Atas bentuk usaha tersebut dan bentuk usaha lain yang modalnya tidak
terbagi atas saham-saham mempunyai perlakuan yang sama dari sudut perpajakan.
Anggota perseroan komanditer ada dua golongan:
Kelebihan dan kekurangan bentuk usaha CV, sebagaimana diuraikan Santoso dan
Rahayu, (2013:91) antara lain:
- Kelebihan
1) relatif mudah dalam proses pendirianny
2) kebutuhan akan modal dapat lebih dipenuhi
3) cenderung lebih mudah memperoleh kredit
4) dari segi kepemimpinan, CV relatif lebih baik
5) lebih fleksibel karena bagi sekutu pasif akan lebih mudah untuk
menginvestasikan maupun mencairkan kembali modalnya
6) tidak ada ketentuan memakai nama CV seperti halnya dengan PT
7) Anggaran dasar tidak perlu mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum
dan HAM
- Kekurangan:
1) kelangsungan hidup tidak menentu karena banyak tergantung dari sekutu aktif
yang bertindak sebagai sekutu pemimpin CV
2) tanggung jawab para sekutu komanditer yang terbatas dapat berpengaruh
terhadap semangat untuk memajukan perusahaan
3) kewajiban sekutu yang tidak terbatas
4) perlindungan hukumnya masih dianggap minim
Dalam melaksanakan hak dan menjalankan kewajiban perpajakannya, syarat dari usaha
perseorangan adalah:
1. Menggunakan nomor pokok wajib pajak (NPWP) orang pribadi, yaitu pemilik
yang sebenarnya dari usaha tersebut untuk keperluan perpajakan.
2. Pengusaha wajib menjalankan pembukuan dalam menjalankan kegiatan usahanya,
namun dalam hal peredaran usaha pengusaha dalam satu tahun pajak tidak
melebihi Rp 4,8 miliar, pengusaha boleh tidak melakukan pembukuan, namun
wajib membuat pencatatan. Dalam menghitung penghasilan neto untuk keperluan
perpajakan, pengusaha menggunakan norma. Ketentuan mengenai pembukuan
diatur dalam Pasal 28 UU KUP, ketentuan mengenai norma penghitungan
penghasilan neto diatur dalam Pasal 14 UU PPh dan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak nomor PER-17/PJ/2015.
3. Selain boleh dikurangkan dengan biaya-biaya yang dapat dikurangkan sesuai
ketentuan UU PPh, pengusaha juga boleh mengurangkan penghasilan netonya
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dihitung berdasarkan
keadaan/status perkawinan Wajib Pajak dan jumlah tanggungannya. Ketentuan
mengenai biaya yang dapat dikurangkan diatur dalam Pasal 6 UU PPh, ketentuan
mengenai PTKP diatur dalam Pasal 7 UU PPh.
4. Dalam penghitungan pajak terutang, berlaku tarif pajak progresif, yaitu tarif pajak
yang semakin meningkat seiring besarnya penghasilan kena pajak. Ketentuan
mengenai tarif pajak diatur dalam Pasal 17 UU PPh.
5. Apabila usaha yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018, bagi pengusaha yang dalam satu
tahun pajak peredaran usahanya tidak lebih dari Rp 4,8 miliar, pengusaha wajib
menghitung pajaknya secara final dengan tarif 0.5% dari peredaran usaha setiap
bulannya.
a. Laki-laki/Perempuan Lajang
Status wanita yang bekerja meskipun sudah kawin, tetap mempunyai PTKP
tidak kawin kecuali dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari
Instansi terkait/kelurahan). Pengenaan PTKP dapat dijelaskan sebagai berikut:
b. Laki-laki Kawin
Hal ini diperuntukkan untuk laki-laki kawin dan istri tidak bekerja. Pengenaan
PTKP dapat dijelaskan sebagai berikut:
c. Suami dan Istri Digabung
PTKP untuk istri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan
suami. PTKP gabung dengan suami hanya yang bekerja pada lebih dari satu
pemberi kerja dan/atau istri yang memiliki usaha (penghasilan digabung
dengan penghasilan suami). Pengenaan PTKP dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Aktiva yang dimiliki oleh wajib pajak perseorangan tidak terpisahkan dengan
aktiva dari kegitan usahanya, sehingga keuntungan yang didapat dari semua kegiatan
usaha dalam bentuk perseorangan itu akan diakuinya sendiri. Sebaliknya untuk
kerugian, semua kesulitan dalam kegiatan usaha dari bentuk perseorangan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi wajib pajak. Berbeda halnya dengan
badan usaha yang harus memisahkan aktiva yang dimiliki oleh pemilik dan aktiva
yang dimiliki perusahaan berbentuk badan usaha dimana keuntungan maupun
kerugian akan diakui sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati baik yang
dimasukkan kedalam anggaran dasar atau tidak.
Namun dalam ketentuan perpajakan ada beberapa tanggung jawab bagi badan
usaha yang tidak dapat dipisahkan dengan tanggung jawab pemiliknya yaitu utang
pajak. Harta pemilik modal badan usaha merupakan barang yang dapat disita apabila
terdapat utang pajak dari wajib pajak badan yang tidak dibayar walaupun telah
dilakukan tindakan surat paksa oleh juru sita pajak Negara.
Contoh: