Anda di halaman 1dari 12

TEORI AKUNTANSI

SAP 14

Oleh :
KELOMPOK 8
Abdul Gani Damanhuri 1607531035 No. Absen 10
Ni Wayan Arikarsita 1607531038 No. Absen 11
Devia Galuh Palupi 1607531039 No. Absen 12

Kelas : EKA 441 C2


Dosen Pengampu : Dr. Ida Bagus Putra Astika, SE., M.Si., Ak. CA

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
AKUNTANSI KEPRILAKUAN
1. Perkembangan Sejarah Akuntansi Keperilakuan
Riset akuntansi keperilakuan merupakan suatu bidang baru yang secara luas
berhubungan dengan perilaku individu, kelompok, dan organisasi bisnis, terutama yang
berhubungan dengan proses informasi akuntansi dan audit. Studi terhadap perilaku akuntan
atau perilaku dari non akuntan telah banyak dipengaruhi oleh fungsi akuntan dan laporan.
2. Landasan Teori dan Pendekatan Akuntansi Keperilakuan
Hidayati (2002) menjelaskan bahwa sebagai bagian dari ilmu keperilakuan (behavior
science), teori-teori akuntansi keperilakuan dikembangkan dari riset empiris atas perilaku
manusia dalam organisasi. Dengan demikian, peranan riset dalam pengembangan ilmu itu
sendiri tidak diragukan lagi.
Dari Pendekatan Normatif ke Deskriptif
Pada awal perkembangannya, desain riset dalam bidang akuntansi manajemen masih
sangat sederhana, yaitu hanya memfokuskan pada masalah-masalah perhitungan harga pokok
produk. Seiring dengan perkembangan teknologi produksi, permasalahan riset diperluas
dengan diangkatnya topic mengenai penyusunan anggaran, akuntansi pertanggungjawaban,
dan masalah harga transfer. Meskipun demikian, berbagai riset tersebut masih bersifat
normatif.
Pada tahun 1952 C. Argyris menerbitkan risetnya pada tahun 1952, desain riset
akuntansi manajemen mengalami perkembangan yang signifikan dengan dimulainya usaha
untuk menghubungkan desain system pengendalian manajemen suatu organisasi dengan
perilaku manusia. Sejak saat itu, desain riset lebih bersifat deskriptif dan diharapkan lebih bisa
menggambarkan kondisi nyata yang dihadapi oleh para pelaku organisasi.
Dari Pendekatan Universal ke Pendekatan Kontijensi
Riset keperilakuan pada awalnya dirancang dengan pendekatan universal
(universalistic approach), seperti riset Argyris (1952), Hopwood (1972), dan Otley (1978).
Tetapi, karena pendekatan ini memiliki banyak kelemahan, maka segera muncul pendekatan
lain yang selanjutnya mendapat perhatian besar dalam bidang riset, yaitu pendekatan
kontinjensi (contingency approach). Berbagai riset yang menggunakan pendekatan kontinjensi
dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi berbagai variabel kontinjensi yang mempengaruhi
perancangan dan penggunaan sistem pengendalian manajemen.

1
Secara ringkas, berbagai variabel kontinjensi yang mempengaruhi desain system
pengendalian manajemen tersebut adalah sebagai berikut:
1) Ketidakpastian (uncertainty) seperti tugas, rutinitas, repetisi, dan faktor-faktor eksternal
lainnya.
2) Teknologi dan saling ketergantungan (technology and interdependence) seperti proses
produksi, produk masal, dan lainnya.
3) Industri, perusahaan, dan unit variabel seperti kendala masuk ke dalam industri, rasio
konsentrasi, dan ukuran perusahaan.
4) Strategi kompetitif (competitive strategy) seperti penggunaan biaya rendah atau
keunikan.
5) Faktor-faktor yang dapat diamati (observability factor) seperti desentralisasi,
sentralisasi, budaya organisasi dan lainnya
3. Pengertian Akuntansi Keprilakuan
Menurut Kusuma (2003 : 149), Penelitian akuntansi keperilakuan lebih awal
dibandingkan dengan penelitian pasar modal yang efisien. Penelitian tentang Akuntansi
keperilakuan diawali pada tahun 1952 ketika Argyris meneliti tentang “The impact of budgets
on people”. Istilah Akuntansi Keprilakuan baru muncul pada tahun 1967 oleh Becker dan pada
tahun 1989 baru muncul jurnal khusus yang mempublikasikan penelitian akutansi keprilakuan
yaitu BRIA (Behavioral Research in Accounting).
Dalam akuntansi keprilakuan dikenal dua teori yang dominan yaitu Human Judgment
Theory (HJT) dan Human Information Processing (HIP). Penelitian terkait HJT sudah dimulai
sejak tahun 1954 dalam pemrosesan informasi, model terbanyak yang dipergunakan adalah
brunswik’s lens model disamping process tracing dan probabilistic judgment.
Kotchetova dan Salterio (2003) melakukan suatu penelitian terkait dengan Judgment
dan Decision Making (JDM). Penelitian ini melibatkan kegiatan menghasilkan, mengaudit dan
menggunakan informasi akuntansi.
Ruang Lingkup Akuntansi Keperilakuan
Akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari disiplin ilmu akuntansi yang mengkaji
hubungan antara perilaku manusia dan sistem akuntansi, serta dimensi keperilakuan dari
organisasi dimana manusia dan sistem akuntansi itu berada dan diakui keberadaannya. Dengan
demikian, definisi akuntansi keperilakuan adalah suatu studi tentang perilaku akuntan atau non-
akuntan yang dipengaruhi oleh fungsi-fungsi akuntansi dan pelaporan. Akuntansi keperilakuan
menekankan pada pertimbangan dan pengambilan keputusan akuntan dan auditor, pengaruh
dari fungsi akuntansi (misalnya partisipasi penganggaran, keketatan anggaran, dan karakter

2
sistem informasi) dan fungsi auditing terhadap perilaku, misalnya pertimbangan (judgment)
dan pengambilan keputusan auditor dan kualitas pertimbangan dan keputusan auditor, dan
pengaruh dari keluaran dari fungsi-fungsi akuntansi berupa laporan keuangan terhadap
pertimbangan pemakai dan pengambilan keputusan.
Menurut Schiff dan Lewin (1974) ada lima aspek penting dalam akuntansi keperilakuan,
yaitu:
1. Teori Organisasi dan Keperilakuan Manajerial
Teori organisasi modern mempunyai perhatian dalam menjelaskan perilaku komponen
entitas perusahaan sebagai dasar untuk memahami tindakan dan motif-motif mereka. Teori
organisasi modern memandang adanya interaksi antarelemen organisasi untuk mendukung
tujuan organisasi. Organisasi adalah sebuah entitas yang lengkap.
Secara lebih spesifik, teori organisasi modern berkonsentrasi pada perilaku pengarahan
tujuan organisasi, motivasi, dan karakteristik penyelesaian masalah. Tujuan organisasi
dipandang sebagai hasil dari proses mempengaruhi dalam organisasi, penentuan batas-batas
dalam pengambilan keputusan, dan peranan dari pengendalian internal yang diciptakan oleh
organisasi. Motivasi dipandang sebagai salah satu penentu kinerja. Faktor-faktor lainnya
adalah kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Namun demikian, hubungan antara
kepuasan kerja dan komitmen organisasional terkadang bersifat resiprokal, yaitu hubungan
yang bersifat timbal balik. Dalam suatu situasi dan kondisi tertentu komitmen organisasional
mempengaruhi kepuasan kerja, dan pada situasi dan kondisi yang berbeda kepuasan kerja
mempengaruhi komitmen organisasional.
2. Penganggaran dan Perencanaan
Fokus dari area ini adalah formulasi tujuan organisasi dan interaksi perilaku individu.
Beberapa dimensi penting dalam area ini adalah proses partisipasi penganggaran, level
kesulitan dalam pencapaian tujuan, level aspirasi, dan adanya konflik antara tujuan individual
dengan tujuan organisasi. Keselarasan antara tujuan individu dengan tujuan organisasi menjadi
rerangka manajerial mengembangkan organsasi. Dua isu penting dalam bidang penganggaran
dan perencanaan adalah organizational slack dan budgetary slack.
3. Pengambilan Keputusan
Fokus dalam bidang ini adalah teori-teori dan model-model tentang pengambilan
keputusan. Ada teori normatif, paradoks, dan model deskriptif dalam pengambilan keputusan.
Teori normatif adalah bagaimana seharusnya orang mengambil keputusan. Paradoks adalah
sesuatu yang bertentangan dengan teori normatif, sedangkan model deskriptif menjelaskan apa
yang terjadi ketika orang mengambil keputusan berdasarkan fakta-fakta empiris yang ada. Apa

3
informasi (subject matter) yang digunakan untuk pengambilan keputusan? Informasi yang
digunakan tetaplah informasi akuntansi.
4. Pengendalian
Aspek pengendalian sangat penting dalam organisasi. Semakin besar organisasi,
memerlukan tindakan pengendalian yang semakin intensif. Pengendalian selalu dihubungkan
dengan pengukuran kinerja dan adaptasi individu terhadap pengendalian. Dimensi penting
dalam pengendalian adalah struktur organisasi, pengendalian internal, desentralisasi-
sentralisasi, dan hubungan antara dan antarhirarki administrasi. Perkembangan terbaru dalam
pengendalian internal adalah diakuinya lingkungan pengendalian sebagai salah satu kunci (key
succes factor) dalam mengendalikan operasional organisasi.
Lingkungan pengendalian melibatkan banyak aspek keperilakuan di dalamnya.
Lingkungan pengendalian berada pada level dasar dan merupakan prasyarat dari komponen-
komponen lainnya. Dengan kata lain, kalau lingkungan pengendalian dapat berjalan baik dan
sehat, maka akan mempermudah pelaksanaan komponen yang lainnya. Tiap organisasi, baik
besar maupun kecil, harus mempunyai lingkungan pengendalian yang kondusif dengan
pengembangan organisasi. Lingkungan pengendalian yang tidak sehat seringkali menunjukkan
adanya kelemahan dalam komponen pengendalian intern yang lain. Lingkungan pengendalian
merefleksikan sikap dan kesadaran menyeluruh seluruh organisasi mengenai pentingnya
pengendalian intern organisasi.
5. Pelaporan Keuangan
Aspek keperilakuan dalam pelaporan keuangan meliputi perilaku perataan laba dan
keandalan informasi akuntani dan relevansi informasi akuntansi bagi investor. Perataan laba
adalah bagian dari manajemen laba yang disebabkan oleh pihak manajemen mempunyai
informasi privat untuk kepentingan dirinya. Manajemen laba intinya adalah masalah
keperilakuan, yaitu perilaku manajemen yang mementingkan dirinya sendiri dalam suatu pola
keagenan. Ruang lingkup manajemen laba termasuk didalamnya adalah pemilihan metode
akuntansi, estimasi, klarifikasi, dan format yang digunakan dalam pengungkapan bersifat
wajib. Yang perlu diperhatikan di sini adalah antara format/bentuk sama pentingnya dengan isi
yang disajikan/yang dilaporkan. Orang bisa terpengaruh dengan perbedaan format, padahal
memiliki isi yang sama.
4. Manfaat Akuntansi Keperilakuan
Akuntansi keperilakukan sangat dibutuhkan pada saat pengambilan keputusan. Dalam
hal ini manfaat yang paling banyak dirasakan oleh seorang manajer atau tim manajemen.

4
Dimana emosi/habit mereka terhadap data-data akuntansi memberikan efek terhadap
keputusan yang akan diambil.
5. Masalah-Masalah Dalam Akuntansi Keperilakuan
Dalam aplikasinya ada banyak masalah-masalah yang dapat dipecahkan/disebabkan oleh
akuntansi keperilakukan. Pada intinya ada 3 masalah yang berhubungan pada saat riset
akuntansi keperilakukan yaitu:
1. Pengambilan keputusan oleh auditor dan akuntan.
2. Pengaruh terhadap fungsi sistem akuntansi seperti penyusunan anggaran, audit, dll.
3. Pengaruh hasil/ouput misalkan informasi akuntansi, dll.

5
Kasus pada Artikel
Judul Pengaruh Kepemilikan Managerial, Kepemilikan Institusional,
Kebijakan Hutang, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap
Kebijakan Dividen
Jurnal Jurnal Bisnis dan Akuntansi
Volume dan Halaman Volume 10, No.1 dan halaman 47-58
Tahun 2008
Penulis Sisca Christianty Dewi
Reviewer Abdul Gani Damanhuri
Ni Wayan Arikarsita
Devia Galuh Palupi
Tanggal 22 November 2018

Abstrak
Jurnal yang berjudul “Pengaruh Kepemilikan Managerial, Kepemilikan Institusional,
Kebijakan Hutang, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen” ini
menjelaskan pengaruh kepemilikan managerial, kepemilikan institusional, kebijakan hutang,
profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen dengan menggunakan 32
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan memiliki laba setelah pajak yang positif
serta membagikan dividen dari tahun 2002 hingga 2005. Alat analisis yang digunakan oleh
peneliti adalah analisis regresi berganda. Abstrak ini langsung menuju pada topik pembahasan,
yang memudahkan kami dalam memahami isi dari jurnal ini.
Pengantar
Didalam paragraf pertama, penulis menyatakan bahwa kebijakan dividen sepenuhnya
berada pada dewan direksi. Namun dalam menetapkan kebijakan dividen perusahaan harus
tetap memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Sebab
kebijakan dividen ini dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, nilai perusahaan dan harga
saham perusahaan.
Pada paragraf kedua peneliti menyatakan bahwa masalah kebijakan dividen berkaitan
dengan masalah keagenan (Putri dan Nasir 2006). Pada hakekatnya pemegang saham
menunjuk seorang manajer untuk mengelola perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan
dan kesejahteraan pemegang saham. Namun sering kali manajer bertindak mengutamakan

6
kepentingan pribadi. Perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham sering
menjadi penyebab terjadinya konflik yang sering disebut sebagai agency conflic.
Pada paragraf ketiga penulis menjelaskan untuk mengawasi manajer, pemegang saham
harus bersedia mengeluarkan kos pengawasan atau agency cost. Agency cost dapat ditekan
dengan dua cara yaitu, meningkatkan pemberian kesempatan manager dalam kepemilikan
saham dan dengan cara meningkatkan kepemilikan institusional.
Pada paragraf keempat penulis menjelaskan bahwa penelitian yang ia lakukan
merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya dengan memodifikasi dari segi
penambahan variabel, perbedaan waktu periode penelitian, dan sampel perusahaan yang diteliti
yaitu menggunakan seluruh perusahaan go public yang terdaftar di BEJ.
Pada paragraf kelima penulis menjelaskan tujuan dari penelitian yang ia lakukan yaitu,
menguji perusahaan dengan kepemilikan saham oleh manajerial, institusional, kebijakan
hutang dan profitabilitas yang semakin tinggi cenderung untuk menurunkan kebijakan dividen
dan menguji apakah perusahaan yang besar akan cendurung untuk menaikkan kebijakan
dividen daripada perusahaan yang lebih kecil.
Dan pada paragraf keenam penulis menjelaskan mengenai urutan penulisan yang
digunakan.
Pembahasan
Pada bagian ini, penulis membagi sub pokok pembahasan menjadi beberapa bagian yaitu :
Teori Keagenan
Penulis menjelaskan menurut Tarjo dan Hartono teori keagenan menjelaskan tentang
perbedaan kepentingan antara manajer dan para pemegang saham. Sehingga terkadang para
pemegang saham harus mengeluarkan agency cost untuk mengawasi perilaku oportunis
manajer. Terdapat beberapa pendekatan untuk mengurangi agency cost yaitu, meningkatkan
kepemilikan managerial, dengan menggunakan kebijakan hutang dan dengan mengaktifkan
pengawasan investor-investor institusional.
Kepemilikan Managerial terhadap Kebijakan Dividen
Penulis menjelaskan bahwa keterlibatan manager dalam kepemilikan saham dapat
mendorong manager untuk lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan dividen. Dalam
artikel penulis menjelaskan menurut Moh’d Rimbey dan Perry (1995) kepemilikan managerial
memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Tingkat kepemilikan managerial yang
rendah, mendorong manager melakukan pembagian dividen yang besar untuk memberikan
sinyal yang bagus tentang kinerja perusahaan masa mendatang dan sebaliknya. Hal ini
berlawan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuringsih (2005) yang menyatakan bahwa

7
kepemilikan managerial memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Semakin besar
keterlibatan manager dalam kepemilikan saham menyebabkan aset yang dimiliki tidak
terdiversifikasi secara optimal sehingga menginginkan dividen yang semakin besar. Menurut
putri dan Nasir (2006) semakin besar manager terlibat dalam kepemilikan saham, maka kos
keagenan dapat ditekan atau dapat diturunkan sehingga terjadi pengurangan dividen guna
memperluas usaha. Dari beberapa penelitian tersebut penulis merumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H1 = Semakin tinggi kepemilikan saham oleh managerial, maka semakin rendah kebijakan
dividen
Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Dividen
Peneliti menjelaskan bahwa menurut Listyani (2003) arti dari kepemilikan
institusional adalah bagian saham yang dimiliki oleh institusi pada akhir tahun yang diukur
dalam prosentase. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi dapat membatasi perilaku
oportunis manager (Scott, 2000). Menurut penelitian Crutchley et al (1999) dalam Ismiyanti
dan Hanafi (2003) kepemilikan institusional memiliki pengaruh negatif dalam kebijakan
dividen. Hal itu berlainan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tandelilin dan
Wilberforce (2002) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif
terhadap kebijakan dividen karena kepemilikan institusional lebih mementingkan stabilitas
pendapatan melalui pembagian dividen. Sedangkan menurut penelitia Putri dan Natsir (2006)
menyatakan kepemilikan institusional memiliki pengaruh negatif dalam kebijakan dividen.
Sebab menurutnya semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat kontrol
eksternal terhadap perusahaan sehingga akan mengurangi kos keagenan dan mengakibatkan
perusahaan cenderung membagikan dividen yang rendah. Berdasarkan penelitian-penelitian
sebelumnya, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H2 = Semakin tinggi kepemilikan saham oleh institusional, maka semakin rendah kebijakan
dividen
Kepemilikan Hutang terhadap Kebijakan Dividen
Penulis menjelaskan bahwa penggunakan hutang yang tinggi akan berdampak pada financial
distress dan kebangkrutan. Sehingga untuk menghindari hal tersebut biasanya laba perusahaan
akan dialokasikan ke laba ditahan untuk digunakan dalam operasi perusahaan. Dalam
penelitian Ismiyanti dan Hanafi (2003) , Jansen et al (1992) menyatakan bahwa kebijakan
hutang memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Megginson (1997) dan Chen dan Stainer (1999) yang menyaktakan bahwa kepemilikan
hutang berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Hal ini juga didukung oleh penelitian

8
yang dilakukan oleh Ismiyanti dan Hanafi (2003) yang mengungkapkan bahwa peningkatan
hutang akan mengurangi konflik yang terjadi antara manager dan para pemegang saham
sehingga pemegang saham tidak terlalu menuntut pembayaran dividen yang tinggi.
Berdasarkan penelitian sebelumnya penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3 = Semakin tinggi kebijakan hutang, maka semakin rendah kebijakan dividen
Profitabilitas Terhadap Kebijakan Dividen
Dalam penelitian Jensen et al. (1992) didukung oleh Sudarsi (2002) yang
menyebutkan bahwa semakin besar keuntungan perusahaan maka semakin besar membayar
dividennya. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian Nuringsih (2005) yang
menyebutkan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen karena laba
yang diperoleh perusahaan dialokasikan pada laba ditahan untuk biaya investasi sehingga
membayar dividen menjadi rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis merumuskan
hipotesis sebagai berikut :
H4 = Semakin tinggu profitabilitas maka semakin rendah kebijakan dividen
Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen
Dalam penelitian Vogt (1994) yang juga didukung oleh Chrutchley dan Hansen (1989)
serta Chang dan Ree (1990) yang menyebutkan bahwa perusahaan besar cenderung
membagikan dividen yang lebih besar daripada perusahaan kecil, karena perusahaan yang
memiliki aset besar lebih mudah memasuki pasar modal. Sedangkan perusahaan yang memiliki
aset sedikit akan cenderung membagikan dividen yang rendah karena laba dialokasikan pada
laba ditahan untuk menambah aset perusahaan. Maka penulis merumuskan hipotesis sebagai
berikut :
H5 = Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin tinggi kebijakan dividen
Metodologi
Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan sampel 32 perusahaan go public yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang mempunyai earnings after tax yang positif dan
membagikan dividen secara berturut-turut selama periode 2002-2005, yang terdiri dari industri
manufaktur, Lembaga keuangan, agriculture, mining, jasa transportasi, dan whole sale and
retail. Adapun dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode pooled data karena
tidak banyak perusahaan di Indonesia mengeluarkan kebijakan kepemilikan managerial dan
membayar dividen. Alat analisis yang digunakan oleh peneliti adalah analisis regresi berganda.

Simpulan
9
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mendapatkan bukti empiris bahwa (1) perusahaan
dengan kepemilikan saham oleh managerial, kepemilikan saham oleh institusional, kebijakan
hutang, dan profitabilitas yang semakin tinggi akan menurunkan kebijakan dividen; (2)
Perusahaan besar lebih cenderung untuk menaikan kebijakan dividen daripada perusahaan
kecil. Peneliti juga menjelaskan bahwa hasil penelitian tersebut dapat memberikan informasi
kepada investor dalam melakukan analisis laporan keuangan yang berhubungan dengan
pemberian pinjaman dan investasi dana pada suatu perusahaan. Sedangkan bagi manager
keuangan dapat menjadi tambahan informasi dalam menetapkan kebijakan dividen bagi para
manager yang mengelola asset financial dan kinerja perusahaan.
Kekuatan Penelitian
1) Abstrak mampu menggambarkan secara menyeluruh isi dari jurnal
2) Teori dan model analisis yang digunakan sesuai
3) Bahasa yang digunakan oleh penulis mudah dipahami oleh pembaca
Kelemahan Penelitian
1) Sampel data dalam penelitian kurang banyak, yaitu hanya mengambil data empat
periode untuk pengamatan (2002-2005)
2) Peneliti hanya menggunakan lima variabel, padahal masih banyak variabel lain yang
mempengaruhi kebijakan dividen.
3) Dalam pengujian, sampel penelitian tidak dikelompokkan berdasarkan sektor industri
sehingga sulit diketahui pengaruh variabel pada masing-masing sektor industri.

10
DAFTAR PUSTAKA
http://keuanganlsm.com/aspek-aspek-penting-dalam-akuntansi-keperilakuan/ (Diakses pada
tanggal 20 November 2018)
https://www.dosenpendidikan.com/akuntansi-keperilakuan-pengertian-ruang-lingkup-
manfaat-masalah/ (Diakses pada 2 November 2018)

11

Anda mungkin juga menyukai