OLEH:
Asma adalah penyakit jalan napas obstruksi intermiten reversible dimana trakea dan
bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dimanifestasikan
dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan mengi
(Smeltzer, 2002 : 611).
2. Epidemiologi/insiden kasus
Menurut KEMENKES (2008) 100 hingga 150 juta orang di dunia menderita asma,
jumlah ini diperkirakan akan meningkat sebanyak 18.000 kasus setiap tahunnya. Setiap
negara di dunia memilki kejadian kasus asma yang berbeda-beda.
Di Asia khususnya Asia Tenggara 1 dari 4 orang yang menderita asma mengaami masa
yang tidak produktif karena tidak bekerja akibat asma. bisa dibanyangkan berapa
kerugian yang dialami. Menurut Miol, penderita asma 3.3% penduduk Asia Tenggara
adalah orang-orang yang menderita asmA. Dimana kasus asma banyak terjadi di
Indonesia, Vietnam, Thailand, Filiphina dan Singapura.
3. Penyebab
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma, yaitu:
1. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersensivitas saluran pernafasan juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Di mana alergen dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
Inhalan : yang masuk melalui saluran pernafasan contohnya, debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
Ingestan : yang masuk melalui mulut contohnya, makanan dan obat-
obatan.
Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit contohnya,
perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya asma.
c. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga memperberat serangan asma.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan di mana ia bekerja misalnya : orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik abses, polusi lalu lintas.
e. Olah raga atau aktivitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera
setelah selesai aktivitas tersebut.
4. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh kontraksi otot-otot yang
mengelilingi bronki, pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian mukus
kental. Akibatnya beban alveoli menjadi meningkat dan dinding alveoli menebal serta
menjadi hiperinflasi pada alveoli. Hal ini menyebabkan udara terperangkap di dalam
jaringan paru (CO2 terjebak di dalam darah, O2 tak bisa masuk), inilah yang
menyebabkan obstruksi saluran nafas. Pada beberapa individu, system imunologis
mengalami kelainan sehingga mengalami respon imun yang buruk, di mana antigen
merangsang IgE di sel mast, hal ini menyebabkan proses mediator kimiawi yaitu
pelepasan dari produk-produk sel mast, seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, dan
anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan - pelepasan tersebut
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas sehingga menyebabkan
bronkospasme. System saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial diatur
melalui saraf parasimpatis. Ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang infeksi,
latihan, dingin, merokok, emosi, polutan, maka jumlah asetilkolin menjadi meningkat.
Peningkatan tersebut menyebabkan bronkokonstriksi dan juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi.
Yang terjadi pada bronkiolus sehingga menimbulkan asma adalah pembengkakan pada
dinding bronkiolus, produksi mukus kental ke dalam lumen bronkiolus dan spasme atau
penyempitan pada otot polos bronkiolus.karena keadaan diatas maka tahanan pada
saluran nafas akan meningkat dan menimbulkan rasa sesak saat bernafas.
5. Klasifikasi
Berdasarkan arah pencetunya, asma dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
(a) Asma Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
Merupakan reaksi alergi terhadap beberapa faktor pencetus. Disamping itu, asma
ekstrinsik biasanya berhubungan dengan faktor genetik yang dipengaruhi oleh
faktor pencetus, seperti inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang,
obat-obatan)
(b) Asma Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
Merupakan tipe asma yang faktor penyebabnya tidak spesifik. Asma intrinsik dapat
berkembang menjadi bronkitis kronik sampai pada emfisema. Asma ini biasanya
ditimbulkan oleh:
- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
- Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
- Iritan : bahan kimia
- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
- Emosional : takut, cemas dan tegang
- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(c) Asma Gabungan
Merupakan tipe asma yang paling umum diderita oleh masyarakat. Asma ini
memiliki faktor pencetus yang merupakan gabungan dari asma tipe intrinsik dan
asma tipe ekstrinsik.
Yang paling sering terjadi adalah Asma Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi).
Asma ini merupakan reaksi alergi terhadap beberapa faktor pencetus. Disamping
itu, asma ekstrinsik biasanya berhubungan dengan faktor genetik yang dipengaruhi
oleh faktor pencetus, seperti: Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu
binatang, obat-obatan).
6. Gejala Klinis
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan. Gejala
awal berupa :
batuk terutama pada malam atau dini hari
sesak napas
napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
rasa berat di dada
dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk
gejala yang berat adalah:
Serangan batuk yang hebat
Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
Kesadaran menurun
Gambar anatomi pasien asma
7. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Perawat perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan
suara berbicara, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu
pernapasan, sianosis, batuk dengan lender lengket, dan posisi istirahat klien.
- Inspeksi : pasien terlihat kesulitan bernapas, berkeringat, batuk, sianosis
sekunder
- Auskultasi : gerakan udara selama inspirasi dan ekspirasi, kepekaan terhadap reaksi
asma dan wheezing.
2) B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk
melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan
frekuensi pernapasan.
Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
manjadi datar dan rendah
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama
wheezing pada akhir ekspirasi.
3) B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
4) B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Di samping itu, diperlukan
pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos mentis,
somnolen, atau koma.
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok.
6) B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tanda infeksi, mengingat hal-
hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status nutrisi
klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Pada klien dengan sesak nafas, sangat potensial terjadi kekurangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dispnea saat makan, laju
metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
7) B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas
karena dapat merangsang serangan asma. Pada integument perlu dikaji adanya
permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembaban, dan kusam.
Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa
lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien.
Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat memengaruhi pola tidur dan istirahat
klien.
Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja dan
aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang
disebut dengan exercise induced asma.
8. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
Pemeriksaan darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
- Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right
bundle branch block).
- Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.
Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi
9. Diagnosis
Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia, disebabkan
berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang
sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodic sehingga penderita tidak merasa
perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodic, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variability yang berkaitan dengan
cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menengakkan diagnosis, ditambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibility kelaian faal paru
akan lebih meningkatkan nilai diagnostic.
10. Terapi
1. Terapi Medikasi
Terdapat lima kategori pengobatan yang digunakan dalam mengobati asma: agonis
beta, metilsantin, antikolinergik, dan inhibitor sel mast.
a. Agonis Beta
Agonis beta (agen beta-adrenergik) adalah medikasi awal yang digunakan dalam
mengobati asma karena agen ini mendilatasi otot-otot polos bronkial. Agens
adrenergik juga meningkatkan gerakan siliaris, menurunkan mediator kimiawi
anafilaktik dan dapat menguatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Agens
adrenergik yang paling umum digunakan adalah epinefrin, albuterol,
metaproterenol, isoproterenol, isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat tersebut
biasanya diberikan secara parenteral atau melalui inhalasi. Jalur inhalasi adalah
jalur pilihan karena cara ini mempengaruhi bronkiolus secara langsung dan
mempunyai efek samping yang lebih sedikit.
b. Metilsantin
Metilsantin, seperti aminofilin dan teofilin, digunakan karena mempunyai efek
bronkodilatasi. Agen ini merilekskan otot-otot polos bronkus, meningkatkan
gerakan mukus dalam jalan napas dan meningkatkan kontraksi diafragma.
Aminofilin (bentuk IV teofilin) diberikan secara intravena. Teofilin diberikan per
oral. Metilsantin tidak digunakan dalam serangan akut karena awitannya lebih
lambat dibanding agonis beta. Ada beberapa faktor yang dapat mengganggu
metabolisme metilsantin, terutama sekali teofilin, termasuk merokok, gagal
jantung, penyakit hepar kronis, kontraseptif oral, eritromisin, dan simetidin.
Harus sangat hati-hati ketika memberikan medikasi ini secara intravena. Jika
obat ini diberikan terlalu cepat, dapat terjadi takikardia atau disritmia jantung.
c. Antikolinergik
Antikolinergik seperti atropin, tidak pernah dalamriwayatnya digunakan untuk
pengobatan rutin asma karena efek samping sistemiknya, seperti kekeringan
pada mulut, penglihatan mengabur, berkemih anyang-anyangan, palpitasi, dan
flusing. Bagaimanapun, derivatif amonium kuaternari, seperti atropin metilnitrat,
dan ipratropium bromida (atrovent), telah menunjukkan efek bronkodilator yang
sangat baik dengan efek samping sistemik minimal. Agens ini diberikan melalui
inhalasi. Antikolinergik secara khusus mungkin bermanfaat terhadap asmatik
yang bukan kandidat untuk agonis beta dan metilsantin karena penyakit jantung
yang mendasari.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid penting dalam pengobatan asma. Medikasi ini mungkin diberikan
secara intravena (hidrokortison), secara oral (prednison, prednisolon), atau
melalui inhalasi (beklometason, deksametason). Mekanisme kerjanya belum
jelas; bagaimanapun, medikasi ini diduga mengurangi inflamasi dan
bronkokonstriktor. Kortikosteroid (tidak melalui inhalasi) mungkin diberikan
untuk serangan asmatik akut yang tidak memberikan respons terhadap terapi
bronkodilator. Kortikosteroid telah terbukti efektif dalam pengobatan asma dan
PPOK. Penggunaan kortikosteroid berkepanjangan dapat mengakibatkan
terjadinya efek samping yang serius termasuk ulkus peptikum, osteoporosis,
supresi adrenal, miopati steroid, dan katarak.
e. Inhibitor sel mast
Inhibitor sel mast. Natrium kromalin, suatu inhibitor sel mast, adalah bagian
integral dari pengobatan astma. Medikasi ini diberikan melalui inhalas. Medikasi
ini mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilatik, dengan demikian
mengakibatkan bronkodilatasi dan penurunan inflamasi jalan nafas. natrium
kromalin sangat bermanfaat diberikan antar serangan atau sementara astma
dalam remisi. Obat ini dapat mengakibatkan pengurangan penggunaan medikasi
lain dan perbaikan menyeluruh dalam gejala.
f. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Simpatomimetik/
andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
g. Kromalin, Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama
anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain,
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
2. Pengobatan non farmakologik:
a. Menghindari faktor pencetus :
Sprei, tirai, selimut minimal dicuci 2 minggu sekali. Sprei dan sarung bantal
lebih sering. Lebih baik tidak menggunakan karpet di kamar tidur atau tempat
bermain anak. Jangan memelihara binatang.
Untuk menghindari penyebab dari makanan bila belum tau pasti, lebih baik
jangan makan coklat, kacang tanah atau makanan yang mengandung es, dan
makanan yang mengandung zat pewarna.
Hindarkan kontak dengan penderita influenza, hindarkan anak berada di
tempat yang sedang terjadi perubahan cuaca, misalnya sedang mendung.
Menghindari kegiatan yang berat
b. Fisioterapi dada dan batuk efektif untuk membantu
mengeluarkan dahak yang kental yang memeperparah keadaan bronkspasme yang
terjadi pada asma.
c. Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada
tim kesehatan.
11. Komplikasi
Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi
berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan
dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang
intensif.
Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal.
Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan
kolapsnya paru.
Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi)
saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan
mengalami kerusakan yang luas.
Abidin, M.Angela C.M. Nusatya, (2002), Mengenal, Mencegah dan mengatasi asma, Jakarta;
Puspa Swara.
Miol.300 Juta Orang Idap Penyakit Asma. Bangkok: Media Indonesia available in
images.mrheri.multiply.multiplycontent.com (diakses tanggal 14 Desember 2013)
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (2006). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Sue Moorhead,dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). United States of America:
Mosby