Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ASMA


DI RUANG RATNA RSUP SANGLAH

OLEH:

DEVI DWI YANTHI


1302105057

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi/Pengertian
Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti
“sukar bernapas.” Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan
mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Asma juga disebut penyakit
paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena
pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri,
pembengkakan, dan iritasi pada saluran nafas di paru-paru.

Asma adalah penyakit jalan napas obstruksi intermiten reversible dimana trakea dan
bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dimanifestasikan
dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan mengi
(Smeltzer, 2002 : 611).

2. Epidemiologi/insiden kasus
Menurut KEMENKES (2008) 100 hingga 150 juta orang di dunia menderita asma,
jumlah ini diperkirakan akan meningkat sebanyak 18.000 kasus setiap tahunnya. Setiap
negara di dunia memilki kejadian kasus asma yang berbeda-beda.
Di Asia khususnya Asia Tenggara 1 dari 4 orang yang menderita asma mengaami masa
yang tidak produktif karena tidak bekerja akibat asma. bisa dibanyangkan berapa
kerugian yang dialami. Menurut Miol, penderita asma 3.3% penduduk Asia Tenggara
adalah orang-orang yang menderita asmA. Dimana kasus asma banyak terjadi di
Indonesia, Vietnam, Thailand, Filiphina dan Singapura.

Sedangkan menurut RISKESDAS (2007) di Indonesia prevalensi penderita asma


diperkirakan masih sangat tinggi. Bedasarakan depkes persentase penderita asma di
indonesia sebesar 5,87% dari keselurahan penduduk Indonesia. Dimana masih banyak
penderita asma yang belum mendapatkan perawatan dokter .Hal itu membuat angka
kematian karena penyakit asma tergolong tinggi di Indonesia.

3. Penyebab
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma, yaitu:
1. Faktor predisposisi

Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersensivitas saluran pernafasan juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Di mana alergen dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
 Inhalan : yang masuk melalui saluran pernafasan contohnya, debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
 Ingestan : yang masuk melalui mulut contohnya, makanan dan obat-
obatan.
 Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit contohnya,
perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya asma.
c. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga memperberat serangan asma.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan di mana ia bekerja misalnya : orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik abses, polusi lalu lintas.
e. Olah raga atau aktivitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera
setelah selesai aktivitas tersebut.
4. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh kontraksi otot-otot yang
mengelilingi bronki, pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian mukus
kental. Akibatnya beban alveoli menjadi meningkat dan dinding alveoli menebal serta
menjadi hiperinflasi pada alveoli. Hal ini menyebabkan udara terperangkap di dalam
jaringan paru (CO2 terjebak di dalam darah, O2 tak bisa masuk), inilah yang
menyebabkan obstruksi saluran nafas. Pada beberapa individu, system imunologis
mengalami kelainan sehingga mengalami respon imun yang buruk, di mana antigen
merangsang IgE di sel mast, hal ini menyebabkan proses mediator kimiawi yaitu
pelepasan dari produk-produk sel mast, seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, dan
anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan - pelepasan tersebut
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas sehingga menyebabkan
bronkospasme. System saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial diatur
melalui saraf parasimpatis. Ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang infeksi,
latihan, dingin, merokok, emosi, polutan, maka jumlah asetilkolin menjadi meningkat.
Peningkatan tersebut menyebabkan bronkokonstriksi dan juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi.

Yang terjadi pada bronkiolus sehingga menimbulkan asma adalah pembengkakan pada
dinding bronkiolus, produksi mukus kental ke dalam lumen bronkiolus dan spasme atau
penyempitan pada otot polos bronkiolus.karena keadaan diatas maka tahanan pada
saluran nafas akan meningkat dan menimbulkan rasa sesak saat bernafas.

5. Klasifikasi
Berdasarkan arah pencetunya, asma dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
(a) Asma Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
Merupakan reaksi alergi terhadap beberapa faktor pencetus. Disamping itu, asma
ekstrinsik biasanya berhubungan dengan faktor genetik yang dipengaruhi oleh
faktor pencetus, seperti inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang,
obat-obatan)
(b) Asma Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
Merupakan tipe asma yang faktor penyebabnya tidak spesifik. Asma intrinsik dapat
berkembang menjadi bronkitis kronik sampai pada emfisema. Asma ini biasanya
ditimbulkan oleh:
- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
- Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
- Iritan : bahan kimia
- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
- Emosional : takut, cemas dan tegang
- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(c) Asma Gabungan
Merupakan tipe asma yang paling umum diderita oleh masyarakat. Asma ini
memiliki faktor pencetus yang merupakan gabungan dari asma tipe intrinsik dan
asma tipe ekstrinsik.

Yang paling sering terjadi adalah Asma Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi).
Asma ini merupakan reaksi alergi terhadap beberapa faktor pencetus. Disamping
itu, asma ekstrinsik biasanya berhubungan dengan faktor genetik yang dipengaruhi
oleh faktor pencetus, seperti: Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu
binatang, obat-obatan).

Klasifikasi asma berdasarkan frekuensi munculnya:


 Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam
seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu
yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru masih baik.
 Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan serangannya
sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam lebih dari 2 kali
dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru relatif menurun.
 Persisten sedang, yaitu gejala asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu
aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali
dalam seminggu. Faal paru menurun.
 Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi. Gejala
asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.

Klasifikasi asma berdasarkan berat ringannya gejala:


 Serangan asma akut ringan, dengan gejala:
- Rasa berat di dada,
- Batuk kering ataupun berdahak,
- Gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas,
- Mengi tidak ada atau mengi ringan,
 Serangan Asma akut sedang, dengan gejala:
- Sesak dengan mengi agak nyaring,
- Batuk kering/berdahak,
- Aktivitas terganggu,
 Serangan Asma akut berat, dengan gejala:
- Sesak sekali,
- Sukar berbicara dan kalimat terputus-putus,
- Tidak bisa berbaring, posisi mesti 1/2 duduk agar dapat bernapas

6. Gejala Klinis
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan. Gejala
awal berupa :
 batuk terutama pada malam atau dini hari
 sesak napas
 napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
 rasa berat di dada
 dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk
gejala yang berat adalah:
 Serangan batuk yang hebat
 Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
 Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
 Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
 Kesadaran menurun
Gambar anatomi pasien asma
7. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Perawat perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan
suara berbicara, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu
pernapasan, sianosis, batuk dengan lender lengket, dan posisi istirahat klien.
- Inspeksi : pasien terlihat kesulitan bernapas, berkeringat, batuk, sianosis
sekunder
- Auskultasi : gerakan udara selama inspirasi dan ekspirasi, kepekaan terhadap reaksi
asma dan wheezing.
2) B1 (Breathing)
 Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk
melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan
frekuensi pernapasan.
 Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
 Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
manjadi datar dan rendah
 Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama
wheezing pada akhir ekspirasi.
3) B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
4) B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Di samping itu, diperlukan
pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos mentis,
somnolen, atau koma.
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok.
6) B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tanda infeksi, mengingat hal-
hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status nutrisi
klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Pada klien dengan sesak nafas, sangat potensial terjadi kekurangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dispnea saat makan, laju
metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
7) B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas
karena dapat merangsang serangan asma. Pada integument perlu dikaji adanya
permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembaban, dan kusam.
Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa
lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien.
Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat memengaruhi pola tidur dan istirahat
klien.
Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja dan
aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang
disebut dengan exercise induced asma.

8. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
 Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
 Pemeriksaan darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
 Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
- Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
 Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
 Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right
bundle branch block).
- Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.
 Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
 Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi

9. Diagnosis
Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia, disebabkan
berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang
sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodic sehingga penderita tidak merasa
perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodic, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variability yang berkaitan dengan
cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menengakkan diagnosis, ditambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibility kelaian faal paru
akan lebih meningkatkan nilai diagnostic.

10. Terapi
1. Terapi Medikasi
Terdapat lima kategori pengobatan yang digunakan dalam mengobati asma: agonis
beta, metilsantin, antikolinergik, dan inhibitor sel mast.
a. Agonis Beta
Agonis beta (agen beta-adrenergik) adalah medikasi awal yang digunakan dalam
mengobati asma karena agen ini mendilatasi otot-otot polos bronkial. Agens
adrenergik juga meningkatkan gerakan siliaris, menurunkan mediator kimiawi
anafilaktik dan dapat menguatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Agens
adrenergik yang paling umum digunakan adalah epinefrin, albuterol,
metaproterenol, isoproterenol, isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat tersebut
biasanya diberikan secara parenteral atau melalui inhalasi. Jalur inhalasi adalah
jalur pilihan karena cara ini mempengaruhi bronkiolus secara langsung dan
mempunyai efek samping yang lebih sedikit.
b. Metilsantin
Metilsantin, seperti aminofilin dan teofilin, digunakan karena mempunyai efek
bronkodilatasi. Agen ini merilekskan otot-otot polos bronkus, meningkatkan
gerakan mukus dalam jalan napas dan meningkatkan kontraksi diafragma.
Aminofilin (bentuk IV teofilin) diberikan secara intravena. Teofilin diberikan per
oral. Metilsantin tidak digunakan dalam serangan akut karena awitannya lebih
lambat dibanding agonis beta. Ada beberapa faktor yang dapat mengganggu
metabolisme metilsantin, terutama sekali teofilin, termasuk merokok, gagal
jantung, penyakit hepar kronis, kontraseptif oral, eritromisin, dan simetidin.
Harus sangat hati-hati ketika memberikan medikasi ini secara intravena. Jika
obat ini diberikan terlalu cepat, dapat terjadi takikardia atau disritmia jantung.
c. Antikolinergik
Antikolinergik seperti atropin, tidak pernah dalamriwayatnya digunakan untuk
pengobatan rutin asma karena efek samping sistemiknya, seperti kekeringan
pada mulut, penglihatan mengabur, berkemih anyang-anyangan, palpitasi, dan
flusing. Bagaimanapun, derivatif amonium kuaternari, seperti atropin metilnitrat,
dan ipratropium bromida (atrovent), telah menunjukkan efek bronkodilator yang
sangat baik dengan efek samping sistemik minimal. Agens ini diberikan melalui
inhalasi. Antikolinergik secara khusus mungkin bermanfaat terhadap asmatik
yang bukan kandidat untuk agonis beta dan metilsantin karena penyakit jantung
yang mendasari.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid penting dalam pengobatan asma. Medikasi ini mungkin diberikan
secara intravena (hidrokortison), secara oral (prednison, prednisolon), atau
melalui inhalasi (beklometason, deksametason). Mekanisme kerjanya belum
jelas; bagaimanapun, medikasi ini diduga mengurangi inflamasi dan
bronkokonstriktor. Kortikosteroid (tidak melalui inhalasi) mungkin diberikan
untuk serangan asmatik akut yang tidak memberikan respons terhadap terapi
bronkodilator. Kortikosteroid telah terbukti efektif dalam pengobatan asma dan
PPOK. Penggunaan kortikosteroid berkepanjangan dapat mengakibatkan
terjadinya efek samping yang serius termasuk ulkus peptikum, osteoporosis,
supresi adrenal, miopati steroid, dan katarak.
e. Inhibitor sel mast
Inhibitor sel mast. Natrium kromalin, suatu inhibitor sel mast, adalah bagian
integral dari pengobatan astma. Medikasi ini diberikan melalui inhalas. Medikasi
ini mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilatik, dengan demikian
mengakibatkan bronkodilatasi dan penurunan inflamasi jalan nafas. natrium
kromalin sangat bermanfaat diberikan antar serangan atau sementara astma
dalam remisi. Obat ini dapat mengakibatkan pengurangan penggunaan medikasi
lain dan perbaikan menyeluruh dalam gejala.
f. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Simpatomimetik/
andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
g. Kromalin, Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama
anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain,
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
2. Pengobatan non farmakologik:
a. Menghindari faktor pencetus :
 Sprei, tirai, selimut minimal dicuci 2 minggu sekali. Sprei dan sarung bantal
lebih sering. Lebih baik tidak menggunakan karpet di kamar tidur atau tempat
bermain anak. Jangan memelihara binatang.
 Untuk menghindari penyebab dari makanan bila belum tau pasti, lebih baik
jangan makan coklat, kacang tanah atau makanan yang mengandung es, dan
makanan yang mengandung zat pewarna.
 Hindarkan kontak dengan penderita influenza, hindarkan anak berada di
tempat yang sedang terjadi perubahan cuaca, misalnya sedang mendung.
 Menghindari kegiatan yang berat
b. Fisioterapi dada dan batuk efektif untuk membantu
mengeluarkan dahak yang kental yang memeperparah keadaan bronkspasme yang
terjadi pada asma.
c. Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada
tim kesehatan.

11. Komplikasi
 Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi
berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan
dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang
intensif.
 Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal.
 Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
 Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan
kolapsnya paru.
 Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi)
saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan
mengalami kerusakan yang luas.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawataan


1. Pengkajian
a. Identitas.
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita asma untuk masuk RS. Keluhan
utama pada penderita asma yaitu sesak napas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai
timbul. Biasanya ditandai dengan sesak napa, adanya suara napas tambahan berupa
wheezing, adanya penggunaan otot bantu napas, dan adanya riwayat kontak dengan
alergen seperti debu, bulu kucing, dan lainnya.
d. Riwayat penyakit dahulu.
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan
penyakit sekarang perlu ditanyakan, seperti: riwayat mengalami serangan asma.
e. Riwayat kesehatan keluarga.
Biasanya terdapat riwayat keturunan dalam keluarga.
f. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit
yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah
ada yang menderita gangguan yang sama dengan yang diderita.
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Catatan tentang lingkungan sekitar seperti terdapatnya zat-zat alergen seperti debu,
bulu kucing, atau faktor lainnya yang dapat menjadi pencetus asma.
h. Riwayat Tumbuh kembang
Mengkaji tingkat tumbuh kembang anak untuk memudahkan intervensi dari masalah
keperawatan yang muncul

. Pola-Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
a. Kebiasaan
Riwayat kontak dengan zat-zat alergen seperti debu, bulu kucing. Biasa berada dalam
kondisi yang penuh dengan zat-zat alergen. Lingkungan tempat tinggal berdebu, dan
terdapat banyak binatang berbulu seperti kucing, anjing, dll.
b. Status Ekonomi
Apakah anak/keluarga status ekonomi rendah/sedang/tinggi
2. Pola nutrisi dan metabolisme.
Pada pasien asma biasanya terjadi kesulitan dalam mengkonsumsi makanan karena
mengalami sesak napas, pasien biasanya selalu selalu menangis dan tidak mau makan.
3. Pola Eliminasi
Pola eliminasi normal sesuai dengan usia, tidak terdapat gangguan.
4. Pola tidur dan istirahat
Pasien dengana asma biasanya mengalami kesulitan dalam tidur dan istirahat terutama
pada malam hari karena bisanya asma dapat timbul akibat suhu dingin pada malam hari.
5. Pola Aktivitas
Pasien dengan asma biasanya mengalami keterbatasan gerak karena kurangnya suplai
oksigen ke jaringan. Pasien sering mengeluh sesak saat aktifitas dan munculnya
serangana sma saat pasien melakukan aktifitas gerak yang berlebih.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi ROM
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total.
6. Pola Persepsi Kognitif.
Pasien dengan asma tampak tidak merespon jika diberi pertanyaan. Hal tersebut terjadi
karena pasien lemah dan juga sesak napas sehingga mengalami kesulitan unutk berbicara.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Kemungkinan terjadi gangguan akibat seringnya mengalami serangan asma dan efek
hospitalisasi.
8. Pola hubungan dan peran
Interaksi dengan keluarga/orang lain biasanya pada klien normal
9. Pola reproduksi seksual
Pada sistem reproduksi biasanya tidak terjadi gangguan.
10. Pola penanggulangan stress
Pasien dengan asma apabila menginginkan sesuatu atau tidak suka terhadap sesuatu,maka
akan menangis dan lebil rewel. Selain itu kemungkinan juga dapat terjadi peningkatan
sesak napas.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada sistem pola tata nilai dan kepercayaan biasanya tidak terjadi gangguan.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Ketidekefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas :
adanya eksudat di alveolus ditandai dengan dyspneu dan batuk
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler paru
ditandai dengan pasien mengeluh sesak dan AGD abnormal
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelemahan, efek samping obat atau produksi sputum atau anoreksia
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi ditandai dengan
pengungkapan masalah, tingkah laku yang tidak tepat
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan fisiologis penyakit ditandai dengan pasien
mengeluh kesulitan tidur

3. Rencana asuhan keperawatan


(terlampir)
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, M.Angela C.M. Nusatya, (2002), Mengenal, Mencegah dan mengatasi asma, Jakarta;
Puspa Swara.

Joanne McCloskey,dkk.(2004).Nursing Intervention Classification (NIC).United States of


America:Mosby.

Kemenkes. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Asma. Jakarta : Depkes RI
available in www.depkes.go.id/.../KMK%201023-XI-08%20pengendalianasma (diakses
tanggal 12 Maret2013)

Miol.300 Juta Orang Idap Penyakit Asma. Bangkok: Media Indonesia available in
images.mrheri.multiply.multiplycontent.com (diakses tanggal 14 Desember 2013)

Smith, Kelly. (2010). Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.


Smelltzer, Suzane C., Bare, Brenda G. (2002). Keperawatan Medikal-Bedah. Volume 1. Edisi 8.
Jakarta: EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (2006). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.

RISKESDAS.(2007). Laporan Nasional riskesdas 2007. Available in Departemen Kesehatan.


Asma di Indonesia. http://www.depkes.co.id (di Akses Tanggal 14 Desember 2013)

Sue Moorhead,dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). United States of America:
Mosby

Anda mungkin juga menyukai