2.1 Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah
merah dan kadar hemoglobin dan hematocrit di bawah nilai normal. Anemia
bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu
penyakit atau gangguan fungsi tubuh.Secara fisiologis, anemia terjadi apabila
terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Terdapat berbagai macam anemia.Sebagian akibat produksi dari sel darah
merah tidak mencukupi, dan sebagian lagi akibat sel darah merah premature atau
penghancuran sel darah merah yang berlebihan.Faktor penyebab lainnya meliputi
kehilangan darah, kekurangan nutrisi, factor keturunan, dan penyakt
kronis.Anemia kekurangan besi adalah anemia yang terbanyak di seluruh dunia.
(Brunner & Suddarth).
Seseorang dikatakan menderita anemia apabila konsentrasi hemoglobin
pada orang tersebut lebih rendah dari nilai normal hemoglobin yang sesuai dengan
jenis kelamin dan umur dari orang tersebut. Oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO:
World Health Organization) telah ditetapkan batasan anemia yaitu untuk wanita
apabila konsentrasi hemoglobinnya di bawah 12 gr/dL (7,5 mmol/L) dan untuk
pria apabila konsentrasi hemoglobinnya di bawah 13 gr /dL (8,1 mmol / L).
(Leonardo, 2002).
2.2 Etiologi
g. Obat
Obat-obatan tertensu seperti aspirin, pil KB, Anti Inflamasi dapat
menghambat penyerapan zat besi dalam lambung sehingga menyebabkan
timbulnya penyakit anemia.
2.3 Epidemiologi
Perkiraan prevalensi anemia di Indonesia menurut Husaini,dkk.
Kelompok Populasi Angka Prevalensi
1. Anak prasekolah 30-40%
2. Anak Usia Sekolah 25-35%
3. Dewasa Tidak Hamil 30-40%
4. Hamil 50-70%
5. Laki-laki dewasa 20-30%
6. Pekerja berpenghasilan 30-40%
rendah
Tabel Prevalensi Anemia di Indonesia
Catatan : Untuk angka prevalensi anemia di dunia sangat bervariasi,
bergantung pada geografi dan taraf sosial ekonomi masyarakat.
2. Anemia makrositik
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas
100 fL. Anemia makrositik dapat disebabkan oleh peningkatan retikulosit,
peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan
yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran
peningkatan MCV, metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah
merah (defisiensi folat atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam
nukleat: zidovudine, hidroksiurea), gangguan maturasi sel darah merah (sindrom
mielodisplasia, leukemia akut), penggunaan alkohol, penyakit hati,
hipotiroidisme.
Gambar 1.2 Anemia makrositik
3. Anemia normositik
Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100
fL). Keadaan ini dapat disebabkan oleh anemia pada penyakit ginjal kronik,
sindrom anemia kardiorenal akibat anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal
kronik, anemia hemolitik, anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah
merah, kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defisiensi
G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell), anemia hemolitik karena
kelainan ekstrinsik sel darah merah ( imun, autoimun (obat, virus, berhubungan
dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat,
anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura trombositopenia trombotik,
sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular).
2.8 Pengobatan
Secara umum, pengobatan anemia disesuaikan dengan jenis dan penyebab
anemia itu sendiri. Adapun pengobatan berdasarkan jenis anemia yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Anemia aplastik
Berikan transfusi darah “Packed cell”, bila diberikan trombosit berikan darah
segar / platelet concentrate. Jika terdapay komplikasi infeksi berikan antibiotik
dan jaga hygiene yang baik. Untuk anemia yang disebabkan logam berat dapat
diberikan BAC (Britis Antilewisite Dimercaprol). Prednison (2-5 mg/kg BB/hari
per oral) dan testoteron (1-2 mg/kg BB/hari secara parenteral). Jika terdapat
kerusakan sumsum tulang, pertimbangkan perlunya dilakukan transplantasi
sumsusm tulang.
b. Anemia defisisiensi zat besi
Berikan garam-garam sederhana per oral (misal: sulfat, glukonat, fumarat). Jika
anak sangat anemis dengan Hb di bawah 4 gm/dl diberi 2-3 ml/kg packed cell,
jika terjadi gagal jantung kongestif maka pemberian modifikasi transfusi tukar
packed eritrosis yang segar, dapat pula diberi furosemid.
c. Anemia hemolitik
Pengobatan tergantung dari penyakit dasarnya, splenoktomi merupakan tindakan
yang harus dilakukan terjadi sferositosis konginital, hipersplenisme. Berikan
kortikosteroid pada anemia hemolisis autoimum, transfusi darah dapat diberikan
jika keadaan berat.
2.9 Pencegahan
Sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis,
Mencegah penyakit ini dapat mengkonsumsi beberapa asupan penting yang
mudah didapat diantaranya, zat besi juga dapat ditemukan pada kacang polong,
serta kacang-kacangan. Dilanjutkan dengan mengonsumsi makanan bergizi
seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging
merah) seperti sapi. Perlu kita perhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada
daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada
makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.
2.10 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
1. Jumlah darah lengkap (JDL) di bawah normal (hemoglobin, hematokrit
dan SDM).
2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.
3. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa.
4. Tes Comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.
5. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal
pada penyakit sel sabit.
6. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12
(Engram, 1999:430)