MAKALAH
oleh
MAKALAH
disusun guna menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa dengan dosen
pengampu Ns. Enggal Hadi, M.Kep.
oleh:
i
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
mengenai “Asuhan Keperawatan Pada Anak: Retardasi Mental” dengan tepat
waktu.
Saat menyelesaikan tugas ini, kami banyak mendapatkan bimbingan,
bantuan dan saran dari berbagai pihak, oleh karena itu kami ingin menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M. Kep.,sp. Kep.J. , selaku Penanggung Jawab
Mata Kuliah (PJMK) Keperawatan Kesehatan Jiwa
2. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya tugas ini.
Kami menyadari dalam menyelesaikan tugas ini banyak kekurangan dari
teknik penulisan dan kelengkapan materi yang jauh dari sempurna. Kami juga
menerima kritik dan saran yang membangun sebagai bentuk pembelajaran agar
meminimalisir kesalahan dalam tugas berikutnya. Semoga dengan terselesaikan
tugas ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.1.1 Untuk mengetahui contoh kasus anak dengan retardasi mental.
1.1.2 Untuk mengetahui pengertian retardasi mental.
1.1.3 Untuk mengetahui tanda dan gejala retardasi mental.
1.1.4 Untuk mengetahui psikopatologi/ psikodinamika retardasi mental.
1.1.5 Untuk mengetahui diagnosa medis dan diagnosa keperawatan retardasi mental.
1.1.6 Untuk mengetahui penatalaksanaan keperawatan dan medis pada anak dengan
retardasi mental.
1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Definisi
Retardasi mental merupakan suatu keadaan dimana fungsi intelektual anak
dibawah angka 7 dan ditandai dengan kurangnya perilaku adaptif serta kemampuan
dalam beradaptasi dengan kehidupan sosial (Yusuf, Rizky & Hanik, 2015). Menurut
Maslim dan Soetjinigsih dalam Yusuf dkk (2015) bahwa anak yang mengalami retardasi
mental memiliki perkembangan jiwa yang tidak lengkap ditandai dengan terjadinya
kendala dalam suatu keterampilan selama masa perkembangan oleh sebab itu tingkat
kecerdasan seseorang dengan retardasi mental menjadi rendah.
Menurut Delphie (2005) bahwa karakteristik seseorang dengan retardasi mental
adalah sebagai berikut:
a. Anak dengan retardasi mental memiliki gangguan perkembangan pada pola
perilaku yang tidak sesuai dengan kemampuan potensialnya
b. Anak dengan gangguan perkembangan memiliki kelainan pada perilaku yang
maladaptif dan berkaitan dengan sifat agresif secara verbal atau fisik. Contoh
berperilaku yang suka menyakiti diri sendiri, menghindar dari orang lain
(menyendiri), suka mengatakan kata atau kalimat yang susah dimengerti
maknanya, memiliki rasa takut yang tidak ada sebabnya.
c. Memiliki kecenderungan dalam melakukan tindakan yang salah
2
d. Terhambatnya perkembangan gerak tingkat pertumbuhan yang tidak normal,
kecatatan sensori (persepsi penglihatan dan pendengaran)
e. Sebagian dari anak dengan retardasi mental memiliki kelainan penyerta seperti
serebral palsi, kelainan saraf otot sehingga anak tersebut mengalami hambata
intelektual, sistem gerak, postur tubuh, pernafasan, mudah kedinginan, buta
warna, kesulitan berbicara, susah makan dan menelan serta mengalami kejang
otot.
f. Anak dengan retardasi mental memiliki gangguan dalam kemampuan social
Retardasi mental merupakan kelemahan mental yang tidak mencukupi sejak
masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Adapun definisi retardasi
mental dari beberapa sumber antara lain.
a. Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang
kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa
anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan,
tetapi gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental
disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna
mental (W.F. Maramis, 2005 dalam Kuntjojo, 2009).
b. Retardasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi Intelektual
berada dibawah normal, timbul pada masa perkembangan /dibawah usia 18
tahun, berakibat lemahnya proses belajar dan adaptasi sosial (Muttaqin, 2008).
3
mental ringan masih dapat hidup mandiri namun dapat membutuhkan bantuan
dalam beberapa hal, terdapat beberapa koordinasi yang mengalami gangguan
(Townsend, 2009). Pada anak dengan usia prasekolah masih dapat
mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi, retardasi minimal pada
area sensoris-motorik. Pada usia sekolah anak dapat mempelajari keterampilan
akademis hingga kelas 6 dan harus melakukan bimbingan dalam hal konformitas
sosial (Mash & L. G. Terdal dalam Halgin & Susan, 2010).
b. Retardasi Menengah/ Sedang/ imbesil
Anak dengan retardasi mental sedang memiliki IQ antara 36-51 dan ditandai
dengan anak masih dapat mencapai perkembangan kemampuan mental hingga
kurang lebih 7 tahun dapat mengurus dirinya sendiri, melindungi dirinya sendiri
dari bahaya (kebakaran, berjalan di jalan raya dan berteduh saat hujan) dan pada
perkembangan motorik hanya terbatas pada motorik kasar. Pada usia pra sekolah
anak masih dapat berkomunikasi, kesadaran sosial masih rendah dengan
keterampilan motorik yang sedang. Anak masih dapat diajari latihan dalam
menjaga diri sendiri dan perlu mendapatkan pengawasan. Anak dengan usia
sekolah masih dapat dilatih dalam hal keterampilan sosial dan pekerjaan serta
dapat berpergian sendiri di tempat yang sudah dikenali (Mash & L. G. Terdal
dalam Halgin & Susan, 2010).
c. Retardasi Mental Berat/ idiot
Anak dengan retardasi mental berat memiliki IQ antara 20-32 yang dimana pada
anak tersebut perlu pengawasan yang penuh dan perlu dilakukan pelatihan
kebiasaan sistematis namun tidak memiliki kemampuan akademis atau kejuruan.
Anak memiliki kemampuan verbal yang minimal dan perkembangan
psikomotorik yang buruk (Townsend, 2009). Anak usia prasekolah dengan
retardasi mental berat memiliki perkembangan motorik yang buruk dan
keterampilan bahasa yang minimal serta tidak dapat dilatih keterampilan dalam
menolong diri sendiri. Pada anak dengan usia sekolah dapat belajar
berkomunikasi, dapat dilatih keterampilan menolon diri sendiri dan dapat
melatih kemampuan dalam kebiasaan yang sistematis (Mash & L. G. Terdal
dalam Halgin & Susan, 2010).
d. Retardasi Mental Sangat Berat
4
Anak dengan retardasi mental sangat berat memiliki IQ di bawah 19 dan anak
ini perlu mendapatkan perwatan yang total dalam hal berpakaian, mandi, makan
dan untuk melindungi diri. Anak dengan retardasi mental sangat berat ini juga
tidak memiliki kemampuan untuk pelatihan akademis, kurang memiliki
kemampuan untuk perkembangan kemampuan bicara, keterampilan sosialisasi,
dan pergerakan motorik halus dan kasar (Townsend, 2009). Pada anak dengan
prasekolah hanya memiliki kemampuan minimal dalam bidang sensorik-motorik
dan membutuhkan perawatan. Pada anak dengan usia sekolah hanya memiliki
beberapa perkembangan motorik dan dapat merespon latihan menolong diri
yang terbatas (Mash & L. G. Terdal dalam Halgin & Susan, 2010).
2.2.2 Tanda dan Gejala Retardasi Mental
Menurut Yusuf dkk (2015) bahwa tanda dan gejala anak mengalami retardasi
mental adalah sebagai berikut:
a. Anak akan lamban dalam mempelajari hal-hal baru, mengalami kesulitan dalam
mempelajari pengetahuan abstrak dan cepat lupa dengan apa yang telah dia
pelajari
b. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal baru
c. Kemampuan anak dalam berbicara sangat kurang baik khususnya anak dengan
retardasi mental yang sangat berat
d. Cacat fisik dan perkembangan gerak
e. Kurang dalam kemampuan menolong atau mengurus diri sendiri
f. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim yang ditandai dengan anak yang
mengalami retardasi mental kesulitan dalam memberikan perhatian terhadap
lawan yang diajak berinteraksi
g. Tingkah laku yang kurang wajar seperti contoh memutar-mutar jari di depan
wajanya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri (menggigit
diri sendiri, membentur-benturkan kepala ke tembok).
5
pemeriksaan fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang. Yang perlu dinilai tidak
hanya intelegensia saja melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari anamnesis dapat
diketahui beberapa faktor risiko terjadinya retardasi mental. Pemeriksaan fisis pada
anak retardasi mental biasanya lebih sulit dibandingkan pada anak normal, karena anak
retardasi mental kurang kooperatif. Selain pemeriksaan fisis secara umum (adanya
tanda-tanda dismorfik dari sindrom-sindrom tertentu) perlu dilakukan pemeriksaan
neurologis, serta penilaian tingkat perkembangan. Pada anak yang berumur diatas 3
tahun dilakukan tes intelegensia. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) kepala dapat
membantu menilai adanya kalsifikasi serebral, perdarahan intra kranial pada bayi
dengan ubun-ubun masih terbuka. Pemeriksaan laboratorium dilakukan atas indikasi,
pemeriksaan ferriklorida dan asam amino urine dapat dilakukan sebagai screening PKU.
Pemeriksaan analisis kromosom dilakukan bila dicurigai adanya kelainan kromosom
yang mendasari retardasi mental tersebut. Beberapa pemeriksaan penunjang lain dapat
dilakukan untuk membantu seperti pemeriksaan BERA, CT-Scan, dan MRI.Kesulitan
yang dihadapi adalah kalau penderita masih dibawah umur 2-3 tahun, karena
kebanyakan tes psikologis ditujukan pada anak yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai
perkembangan motorik halus maupun kasar, serta perkembangan bicara dan bahasa.
Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami
keterlambatan motor dan bahasa
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul akibat dari retardasi mental yaitu sebagai
berikut (Yusuf dkk, 2015):
a. Risiko mutilasi diri sendiri berhubungan dengan gangguan neurologis
b. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan neurologis
c. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan stimulasi sensor yang
kurang atau menarik diri
d. Gangguan identitas diri berhubungan dengan stimulasi sensori yang kurang
e. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dan perilaku
agresif
f. Defisiti perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik
6
2.4 Psikopatologi/ Psikodinamika (Pengkajian Stres Adaptasi Stuart)
Biologi :
- Faktor keturunan Psikologis: Sosial budaya :
- Gangguan kromosom
- Gangguan periode prenatal - Kurang stimulasi -
dan perinatal kasih sayang
- Penyakit (meningitis, - Gangguan autistik
keracunan dan trauma fisik)
FAKTOR PRESDISPOSISI
FAKTOR PRESIPITASI
SUMBER KOPING
7
Kontruksif: melakukan Destruktif: ketidakmampuan
tarik nafas dalam mengontrol diri
MEKANISME KOPING
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Penatalaksanaan Medis
Obat-obat yang sering digunakan dalam pengobatan retardasi mental adalah
terutama untuk menekan gejala-gejala hiperkinetik. Metilfenidat (ritalin) dapat
8
memperbaiki keseimbangan emosi dan fungsi kognitif. Imipramin, dekstroamfetamin,
klorpromazin, flufenazin, fluoksetin kadang-kadang dipergunakan oleh psikiatri anak.
Untuk menaikkan kemampuan belajar pada umumnya diberikan tioridazin (melleril),
metilfenidat, amfetamin, asam glutamat, gamma aminobutyric acid (GABA).
2.5.2 Penatalaksanaan Keperawatan
9
berlebih. tidak akan melukai gangguan perkembangan
diri sendiri atau orang anak
lain dengan kriteria 3. Indentifikasi dan gunakan
hasil: sumber pendidikan untuk
1. Kecemasan memfasilitasi perkembangan
dipertahankan pada anak yang optimal
tingkat di mana 4. Tingkatkan komunikasi
pasien merasa tidak verbal dan stimulasi taktil
perlu melakukan 5. Berikan instruksi berulang
agresi; dan sederhana
2. Anak mencari staf 6. Berikan reinforcement
untuk positif atas hasil yang
mendiskusikan dicapai anak
perasaan-perasaan 7. Dorong anak melakukan
yang sebenarnya; sosialisasi dengan
3. Anak mengetahui, kelompok.
mengungkapkan dan
menerima
kemungkinan
konsekuensi dari
perilaku maladaptif
diri sendiri.
Menurut Yusuf dkk (2015) penanganan retardasi mental dalam dilakukan dalam
tiga hal yaitu sebagai berikut:
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan
memberikan pendidikan kepada masyarakat dan melakukan perbaikan keadaan
sosial ekonomi, konseling genetik serta melakukan perawatan prenatal
pertolongan persalinan, pengurangan kehamilan pada wanita dengan adolesan
dan diatas usia 40 tahun. Melakukan pencegahan terjadinya peradangan otak
pada anak-anak
10
b. Pencegahan Sekunder
Melakukan diagnosis dan pengobatan dini pada keadaan yang menyebabkan
terjadinya retardasi mental
c. Pencegahan Tersier
Melakukan latihan dan pendidikan di sekolah luar biasa serta melakukan
pengobatan seperti obat-obatan neuroleptika dan obat-obatan yang dapat
memperbaiki mikrosirkulasi dan metabolisme otak.
Menurut Halgin dan Susan (2010) bahwa intervensi yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
a. Intervensi pendidikan sejak dini dengan mengembangkan kemampuan motorik
yang lebih baik, penggunaan bahasa dan keterampilan sosial yang lebih baik
b. Intervensi perilaku untuk meningkatkan kemampuan motorik, bahasa sosial dan
kognitif
c. Intervensi berbasis keluarga dimana perawat harus membantu keluarga dalam
merespon perilaku anak dengan retardasi mental yang tidak diinginkan melalui
teguran verbal dan penguatan positif untuk perilaku yang diinginkan. Intervensi
ini juga menyajikan konteks untuk mendiskusikan masalah keluarga dan
masalah anggota keluarga yang mengalami retardasi mental
11
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Retardasi mental merupakan suatu keadaan dimana fungsi intelektual anak
dibawah angka tujuh dan ditandai dengan kurangnya perilaku adaptif serta kemampuan
dalam beradaptasi dengan kehidupan sosial. Jenis-jenis retardasi mental yaitu retardasi
mental ringan, sedang, berat dan sangat berat. Anak yang mengalami retardasi mental
disebabkan karena terdapatnya kelainan gen (abnormalitas kromosom), faktor prenatal
faktor perinatal, faktor pascanatal, faktor ibu selama kehamilan (tidak menstimulasi
anak dengan kasih sayang seperti mengajak berbicara pada saat kehamilan dan ibu
banyaki mengkonsumi alkohol).
3.2 Saran
Asuhan keperawatan bukan hanya diberikan pada klien dengan gangguan fisik,
tetapi lebih holistic lagi yakni pada gangguan psikologi. Salah satunya adalah anak
dengan retardasi mental. Perawat sebaiknya mengetahui benar bagaimana dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan psikologi tersebut. Selain
itu, perawat sebaiknya mampu membedakan asuhan keperawatn yang diberikan pada
klien dengan gangguan fisik dan psikologi..
12
DAFTAR PUSTAKA
Halgin R.P & Susan Krauss Whitbourne. 2010. Psikologi Abnormal: Perspektif Klinis
pada Gangguan Psikologis Edisi 6. Jakarta: Salemba Humanika
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Townsend, Mary C. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri. Jakarta: EGC
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.