Anda di halaman 1dari 40

ANALISA JURNAL KARDIOVASKULER: MANAJEMEN PASIEN DENGAN

VENTRIKEL TAKIKARDI

MAKALAH

oleh:
Siti Zaenab NIM 142310101011
Ika Adelia Susanti NIM 142310101093
Della Annisa W.P. NIM 142310101098
Nilam Ganung P.M. NIM 142310101129
Anggario Eka Kifliannur NIM 142310101140

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015
ANALISA JURNAL KARDIOVASKULER: MANAJEMEN PASIEN DENGAN
VENTRIKEL TAKIKARDI

MAKALAH

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik 1A (IKK 1A) dengan
dosen pembimbing Ns. Wantiyah, M.Kep.NIP.19810712 200604 2 001

oleh:
Siti Zaenab NIM 142310101011
Ika Adelia Susanti NIM 142310101093
Della Annisa W.P. NIM 142310101098
Nilam Ganung P.M. NIM 142310101129
Anggario Eka Kifliannur NIM 142310101140

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN

Penyakit jantung merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi tertinggi


yang menyebabkan kematian. Salah satu penyebab kematian tersebut akibat adanya
gangguang irama jantung (aritmia) yang merupakan komplikasi pada infark
miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung
yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau dapat pula berupa kelainan
pada jantung yang berupa gangguan pada frekuensi, ketidakteraturan, tempat asal
denyut. Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan
elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu
rekaman grafik aktivitas listrik sel. Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada
iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan
konduksi.
Pentingnya mengetahui perbedaan jenis dari aritmia akan membantu tenaga
kesehatan untuk memberikan penanganan yang tepat terhadap pasien sebab aritmia
merupakan penyakit berbahayayang memerlukan pengobatan dan terapi yang teratur
untuk mencegah kondisi yang lebih buruk.Kematian mendadak yang berasal dari
gangguan irama jantung diperkirakan mencapai angka 50 % dari seluruh kematian
karena penyakit jantung. Gangguan irama jantung yang terjadi dapat berupa atrial
fibrilasi, atrial flutter, blok jantung, ventrikel fibrilasi, ventrikel takikardi serta gangguan
irama lainnya.Gangguan irama jantung jenis atrial fibrilasi dapat meningkatkan resiko
terserang stroke lima kali lipat dibandingkan populasi dengan irama jantung normal
sehingga hal ini dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Jenis gangguan irama
jantung lainnya yang sering menyebabkan kematian mendadak adalah ventrikel fibrilasi
yang sering terjadi bersama ventrikel takikardi. Hal ini menyebabkansekitar 300.000
kematian per tahunnya di Amerika Serikat. Kelainan ini juga ditemukansebanyak 0,06 –
0,08 % per tahunnya pada populasi dewasa. Ventrikel fibrilasi dan ventrikel takikardi
merupakan kelainan pertama yang paling sering terjadi akibat sindrom koroner akut dan
merupakan penyebab 50 % kematian mendadak, yang biasanya terjadi 1 jam setelah
onset infark miokard.
BAB 2. KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Pengertian/Definisi
Ventricular Tachycardia (VT) adalah gangguan ritme jantung yang ditandai
dengan detak jantung yang teratur dan cepat. Pada ventrikel tachycardi jantung pada
umumnya berdetak > 100 msec, karena adanya gangguan pada impuls elektrik normal.
Impuls yang cepat masuk ke ventrikel yang menyebabkan ventrikel berkontraksi dengan
cepat sehingga tidak memugkinkan ventrikel terisi darah dengan cukup yang pada
akhirnya ventrikel tidak dapat memompakan darah dengan baik keseluruh tubuh, jika
tidak dirawat maka akan berkelanjutan dan berubah menjadi ventrikel fibrilasi.
Takikardi ventrikel yang berlanjut (Takikardi ventrikuler bertahan setidaknya 30
detik) terjadi pada penyakit jantung yang bervariasi yang merusak ventrikel. Sering kali
hal itu terjadi seminggu atau beberapa bulan setelah serangan jantung. Disritmia ini
disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti pada PVC. Penyakit ini
biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi
ventrikel. Takikardi ventrikel sangat berbahaya dan bisa dianggap sebagai keadaan
gawat darurat. Irama ventrikular yang dipercepat dan takikardi ventrikel mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
a. Frekuensi: 150-200 denyut per menit
b. Regularitas: regular
c. Gelombang P: biasanya tenggelam dalam komplek QRS, bila terlihat tidak selalu
mempunyai pola yang sesuai dengan QRS
d. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi atrium (kecepatan atrium
yang tidak berhubungan)
e. Rasio P-QRS: bervariasi
f. Interval PR: tidak ada
g. Lebar QRS: terlihat lebar dan aneh
Ventrikel takikardi merupakan aritmia ventrikel yang terjadi sewaktu kecepatan
denyut ventrikel mencapai 100 sampai 200 kali permenit. Volume sekuncup akan
berkurang akibat waktu pengisian yang sangat terbatas. VT yang berlangsung lama
merupakan keadaan gawat darurat yang menjadi pertanda henti jantung. Tiga atau lebih
VES yang berturut-turut dapat disebut Ventrikel takikardia. Irama biasanya teratur,
gelombang P tidak ada dan gelombang QRS yang lebar. VT dapat terjadi sebagai irama
yang pendek dan tidak terus-menerus atau lebih panjang dan terus- menerus.Takikardia
ventrikel (VT) dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Takikardia ventrikel (VT) tidak menetap
Disebut takikardi vetrikel apabila mempunyai 3 atau lebih ekstrasistol ventrikel
berturut-turut (denyut nadi lebih dari 100/menit). Dibedakan atas:
a. TV paroksismal (monomorfik atau polimorfik) dengan atau tanpa keluhan.
b. TV monomorfik repetitif
Episode TV berulang dengan konfigurasi QRS uniform terjadi sepanjang hari
dan kompleks QRS normal di antara serangan. Prognosis penderita dengan TV
jenis ini tergantung pada kelainan dan fungsi miokard.
2. Takikardi ventrikel tetap
Jika TV terjadi selama 15 hingga 30 detik atau TV minimal 100 ESV. Umumnya
hampir selalu simtomatik. Keluhan tergantung pada kecepatan takikardi, tonus
vaskuler perifer dan adanya keadaan patologik. Penderita dengan kelainan pembuluh
darah serebral akan merasa pusing hingga sinkop dan penderita JK akan merasakan
nyeri dada. Perlu diingat pada penderita dengan fungsi miokard normal hanya
merasakan palpitasi ada waktu TV dengan kecepatan 200 denyut/menit. Oleh karena
itu tidak boleh menganggap aritmia suraventrikular hanya ditolerir oleh penderita
tertentu tapi merupakan irama yang secara elektrik tidak stabil dan selalu timbul
resiko berubah menjadi fibrilasi vetrikel (FT).

2.2 Penyebab/Etiologi
Infark miokard yang disebabkan PJK. VT akut biasanya terjadi 48 jam setelah
Infark myocard acute (IMA). VT dapat pula disebabkan oleh structural heart disease,
seperti: prolaps katup mitral, Tetralogi offalot (TOF), dilatasi dan hipertrofi
kardiomiopati atau bisa juga oleh efek obat-obatan (intoksi digitalis).

2.3 Patofisiologi
Keadaan ini bisa disebabkan oleh salah satu diantara peristiwa ini : nodus SA
sendiri mengeluarkan impuls dengan frekuensi yang cepat (sinus takikardi); ada lebih
dari satu tempat (multiple sites) dalam atrium yang ikut berperan untuk mencetuskan
impuls (atrial takikardia yang multifokal); ada reentrant loop atrial yang besar yang
terbentuk di dalam atrium dan menyebabkan flutter atrium; atau ada lebih dari satu
reentrant loop dalam atrium yang dapat menyebabkan fibrilasi atrium. Rentrant circuits
dapat pula melibatkan nodus AV itu sendiri (AVNRT) dan atau lintasan aksesoris
(AVRT, sindrom Wolf-Parkinson-White).
Pada takiaritmia ventrikuler, cetusan impuls dengan frekuensi yang tinggi
berasal dari ventrikel. Jika ventrikel mengalami depolarisasi dengan cara yang bukan
melewati sistem hantaran yang normal, maka depolarisasi ini akan menyebar dengan
cara yang tidak terorganisir sehingga terjadi pelebaran QRS.Disamping hilangnya atrial
kick pada akhir diastole, keseluruhan kemampuan jantung untuk melakukan
pekerjaannya tidak akan sangat terganggu oleh aritmia atrial (dengan asumsi bahwa
fungsi ventrikel masih normal). Dengan perbedaan yang sangat kontras, aritmia
ventrikel yang berkelanjutan akan menimbulkan aktivitas muskular yang tidak
terkoordinir di dalam ventrikel dan keadaan ini dapat menurunkan secara tiba-tiba aliran
darah ke depan. Jadi, aritmia ventrikel yang berkelanjut kerap kali menjadi keadaan
gawat darurat karena memerlukan terapi defibrilasi.

2.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang dapat dikaji berdasarkan jenis aritmia ventrikel yaitu :
a. Palpitasi
b. Nyeri dada
c. Pusing
d. Lemah
e. Penurunan kesadaran yang reversible
f. Irama tidak teratur
g. Rate atrial normal
h. Ventrikel cepat
i. PR interval tidak dapat diukur
j. QRS kompleks pada VES lebar lebih dari 0,12 second.
2.5 Prosedur diagnostik
Kompleks QRS dengan bentuk yang abnormal, dugaan VT harus selalu ada bila
pasien memiliki riwayat penyakit jantung (terutama riwayat MI baik baru ataupun lama)
dengan manifestasi takikardia regular dan kompleks QRS lebar :
a. Pada VT monomorfik, bentuk QRS semuanya seragam : biasanya frekuensi denyut
120-190 kali/menit. Terdapat bukti-bukti aktivitas atrium independen, misalnya
gelombang P berdisosiasi.

Gambar 1. Hasil EKG VT monomorfik

b. VT polimorfik kurang regular, lebih kacau, kadang-kadaang dengan variasi fasik


khas pada bentuk QRS – “torsades de pointes”. VT polimorfik memiliki sifat tidak
stabil dan seringkali mengalami degenerasi cepat menjadi fibrilasi ventrikel (VF).

Gambar 2. Hasil EKG VT polimorfik

2.6 Penatalaksanaan medis


Ventrikel takikardia umumnya mencerminkan tingkat ketidakstabilan
hemodinamik. Tanda-tanda gagal jantung kongestif ialah hipotensi, hipoksemia, distensi
vena jugularis dan rales. Selain itu, terjadi perubahan status mental yaitu kegelisahan,
agitasi, lesu dan koma. Pemeriksaan yang harus dilakukan ialah:
a. Pemeriksaan umum yang dilakukan ialah dengan memeriksa tanda-tanda vital pasien
untuk mencari tanda-tanda demam, hipertensi, hipotensi, bradikardia, takipnea, dan
rendahnya saturasi oksigen
b. Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung harus diukur pada perubahan ortostatik
c. Pemeriksaan kepala dan leher harus memerhatikan abnormalitas pada pulsasi vena
jugularis. Dibandingkan dengan pulsasi karotid atau auskultasi irama jantung dan
penemuan hipertiroidism seperti pembesaran tiroid dan eksopthalmus
d. Inspeksi pada konjungtiva, palmar dan mukosa bukan untuk memastikan sama ada
pucat atau tidak
e. Auskultasi jantung dilakukan untuk memastikan frekuensinya dan regularitas irama
jantung. Selain itu, kenali pasti jika ada murmur atau bunyi jantung ekstra yang
mungkin mengindikasikan penyakit jantung structural maupun penyakit vulvular
f. Pemeriksaan neurologik dilakukan untuk mengenal pasti ada atau tidaknya resting
tremor atau brisk reflexes (menunjukan stimulasi simpatis yang berlebihan). Jika
adanya penemuan neurologik yang abnormal biasanya lebih mengarah pada kejang
daripada kelainan jantung jika sinkop merupakan salah satu gejalanya.
Adapun terapi yang dilakukan berbeda-beda tergantung pada episode sebagai
berikut :
a. VT tanpa denyut atau menuju kearah kolaps kardiovaskular (impending
cardiovascular collapse): kardioversi DC, bisa segera atau setelah anastesia/sedasi
darurat.
b. VT dengan hemodinamik stabil : lidokain (lignokai) intravena atau obat-obatan
seperti amidaron, jangan pernah menggunakan kombinasi banyak obat. Jika
pemberian obat tidak berhasil gunakan kardioversi DC
c. VT polimorfik : kardioversi DC, magnesium intravena, koreksi kelainan metabolik
atau elektro fisiologi yang mendasari. Denyut jantung yang lambat memperpanjang
interval QT dan bisa memperburuk VT polimorfik, pemasangan pacu untuk
meningkatkan denyut jantung seringkali mencegah atau secara dramatis mengurangi
insidensi VT polimorfik.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1 1 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang adanya sinkop (pingsan), baik yang dahulu maupun
sekarang, kepala ringan, kelelahan, nyeri dada, berdebar-debar, tekanan darah
tinggi, perubahan status mental, kedinginan, dan kulit pucat. Pasien juga
mengeluhkan pusing dan penglihatan kabur.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi. Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia
lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi.
c. Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat keluarga ditanyakan apakah keluarga pernah mengalami hal yang
sama dengan pasien, adakah penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit
genetik lainnya.

3.1.2 Pengkajian Pola Gordon-NANDA


Pengkajian Pola Gordon
a. Pola persepsi sehat dan manajemen sehat
Menanyakan riwayat alergi , perawat menanyakan bagaimana reaksi obat dan
alergi yang pernah dialami. Konfirmasi penyakit darah yang berhubungan
dengan keturunan dan riwayat keluarga yang cenderung terhadap penyakit arteri
coroner, penyakit vascular seperti claudication intermiten , varicosities.
Tanyakan riwayat kesehatan keluarga pada kondisi non cardiac seperti astma,
penyakit ginjal dan kegemukan harus di kaji karena dapat berakibat pada system
kardiovaskuler.
b. Pola nutrisi metabolik
Kelebihan berat badan dan kekurangan berat badan dapat mengidentfikasikan
sebagai masalah kardiovaskuler. Tipe diet sehari-hari perlu dikaji untuk
mengetahui gaya hidup pasien. Jumlah asupan garam dan lemak juga perlu
dikaji.
c. Pola Eliminasi
Warna kulit, temperatur, keutuhan/integritas dan turgor mungkin dapat
menginformasikan tentang masalah sirkulasi. Arterisklerosis dapat
menyebabkan eksterimitas dingin dan sianotik dan udema dapat
mengidentifikasi gagal jantung . Pasien dengan diuretik dapat dilaporkan ada
peningkatan eliminasi urin. Masalah-masalah dengan konstipasi harus dicatat.
Mengedan atau valsava manufer harus di hindari pada pasien dengan masalah
kardiovaskuler.
d. Pola latihan – aktifitas
Keuntungan latihan pada kesehatan kardiovaskuler tidak dapat disangkal.
Dengan latihan aerobik yang benar menjadi sangat bermamfaat,dan Perawat
harus dengan hati-hati dalam menentukan latihan, lama latihan, frekuensi dan
efek yang tidak diinginkan yang akan timbul selama latihan. Lamanya waktu
latihan harus di catat, gejala-gejala lain yang mengidentifikasi dari masalah
kardiovaskuler misalnya sakit kepala, nyeri dada , nafas pendek selama latihan
harus di catat. Pasien juga harus ditanya kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
e. Pola istirahat – tidur
Masalah-masalah kardiovaskuler sering kali mengganggu tidur. Banyak pasien
dengan gagal jantung membutuhkan tidur dengan kepala mereka di tinggikan
dengan bantal dan perawat mencatat jumlah bantal yang diperlukan untuk
kenyamanan. Nokturia sering kali ditemukan pada pasien dengan masalah
kardiovaskuler, yang menggangu pola tidur yang normal.
f. Pola kognitif – persfektif
Perawat menanyakan ke pasien tentang masalah persepsi kognitif.
g. Pola persepsi - konsep diri
Jika ada kejadian kardiovaskuler yang akut, biasanya persepsi diri pasien sering
terpengaruhi. Diagnostik invasif dan prosedur paliatif sering berperan penting.
Pasien dengan masalah kardiovaskuler kronik biasanya pasien tidak dapat
mengidentifikasi penyebabnya.
h. Pola hubungan peran
Diskusikan dengan pasien status perkawinan, peran dalam rumah tangga, jumlah
anak dan usia mereka, lingkungan tempat tinggal dan pengkajian lain yang
penting dalam mengidentifikasi kekuatan dan suffort sistemdalam kehidupan
pasien. Perawat juga harus mengkaji tingkat kenyamanan atau ketidak
nyamanandalam menjalankan fungsi peran yang berpotensi menjadi stress atau
konflik.
i. Pola sexuality dan reproduksi
Pasien dengan masalah kardiovaskuler biasanya berefek pada pola sex dan
kepuasaan. pasien memiliki rasa ketakutan akan kematian yang tiba-tiba saat
berhubungna sexual dan menyebabkan perubahan utama pada kebiasaan sex.
Fatique atau nafas pendek dapat juga membatasi aktifitas sex. Impoten dapat
menjadi tanda dari gangguan penyakit kardiovaskuler perifer, ini merupakan
efek samping dari beberapa pengobatan yang digunakan untuk mengobati
masalah - masalah kardiovaskuler seperti beta bloker, diuretik. Konseling pasien
dan pasangan dapat dianjurkan.
j. Pola toleransi koping stress
Pasien harus ditanya untuk mengidentifikasi stress atau kecemasan. Metode
koping yang biasa dipakai harus dikaji, perilaku-perilaku explosif, marah dan
permusuhan dapat dihubungkan dengan resiko penyakit jantung. Informasi
tentang dukungan sistem keluarga, teman-teman, psikolog atau pemuka agama
dapat memberikan sumber yang terbaik untuk mengembangkan rencana
perawatan.
k. Pola nilai-nilai dan kepercayaan
Nilai-nilai dan kepercayaan individu dipengaruhi oleh kultur dan kebudayaan
yang berperan penting dalam tingkat konflik yang dihadapi pasien ketika
dihadapkan dengan penyakit kardiovaskuler.
Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.
Tanda : Perubahan frekuensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga
b. Sirkulasi
Gejala: Riwatar IM sebelumnya/akut (90%-95% mengalami disritmia),
kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.
Tanda : Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode
disritmia.
Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut
kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut
lemah).
Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat
(gagal jantung, syok).
Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.
c. Integritasi Ego
Gejala : Perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam. Stressor
sehubungan dengan masalah medik.
Tanda : Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.
d. Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, anoreksia. Tidak toleran terhadap makanan (karena
adanya obat). Mual/muntah. Perubahan berat badan
Tanda : Perubahan berat badan, dema, perubahan pada kelembaban kulit/turgor.
Pernapasan krekels.
e. Neuro Sensori
Gejala : Pusing, berdenyut, sakit kepala.
Tanda : Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan
memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma. Perubahan perilaku,
contoh menyerang, letargi, halusinasi. Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi
terhadap sinar). Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang
mengancam hidup (takikardia ventrikel , bradikardia berat).
f. Nyeri / Ketidak Nyamanan
Gejala : Nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bisa hilang
oleh obat anti angina
Tanda : Perilaku distraksi, contoh gelisah.
g. Pernapasan
Gejala : Penyakit paru kronis. Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.
Napas pendek. Batuk (dengan /tanpa produksi sputum).
Tanda : Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.
Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada
menunjukkan komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema
paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal.
h. Keamanan
Tanda : Demam, kemerahan kulit (reaksi obat), inflamasi, eritema, edema
(trombosis superficial), kehilangan tonus otot/kekuatan.
i. Penyuluhan
Gejala : Faktor risiko keluarga contoh, penyakit jantung, stroke. Penggunaan/tak
menggunakan obat yang disresepkan, contoh obat jantung (digitalis); anti
koagulan (coumadin) atau obat lain yang dijual bebas, contoh sirup batuk dan
analgesik berisi ASA. Adanya kegagalan untuk memperbaiki, contoh disritmia
berulang/tak dapat sembuh yang mengancam hidup.

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan meliputi pemeriksaan umum, nadi, tekanan
darah, pemeriksaan dada.
a. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum yang dilakukan ialah dengan memeriksa tanda-tanda vital
pasien untuk mencari tanda-tanda demam, hipertensi, hipotensi, bradikardia,
takipnea, dan rendahnya saturasi oksigen.
1. Tangan
Yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi tremor, sianosis perifer, jari
tabuh.
2. Wajah dan leher
Pemeriksaan kepala dan leher harus memerhatikan abnormalitas pada pulsasi
vena jugularis. Dibandingkan dengan pulsasi karotid atau auskultasi irama
jantung dan penemuan hipertiroidism seperti pembesaran tiroid dan
eksopthalmus. Pemeriksaan konjungtiva untuk mengetahui adanya anemia
atau tidak sedangkan lidah atau bibir untuk mengecek sianosis sentral.
Sianosis sentral bisa disebabkan karena saturasi oksigen dalam arteri
menurun. Kelopak mata dapat diperiksa untuk mengetahui apakah terdapat
xantelasma berupa plak kuning yang dapat berarti terdapat hiperlipidemia.
3. Abdomen
Palpasi pembesaran atau nyeri tekan hati (hepatomegali), ascites
(peningkatan cvp, gagal jantung), splenomegali (endokarditis infektif).
4. Ekstremitas bawah , pergelangan kaki
Yang perlu dinilai adalah adanya edema serta tanda-tanda penyakit vaskular
perifer.
b. Nadi
Sebagai perbandingan, denyut nadi yang normal berkisar antara 60-90
kali/menit, melambat seiring usia serta pada atlet. Disebut takikardi jika
frekuensi di atas 100 kali per menit. Bandingkan nadi pada radialis dengan
denyutan apeks. Jika terjadi penundaan, ada kemungkinan terjadi fibrilasi
atrium. Juga dengan nadi femoral/ekstremitas bawah, yang jika terjadi
penundaan bisa dicurigai aterosklerosis maupun stenosis aorta. Jika terjadi
perubahan frekuensi nadi pada saat bernafas, tidak menjadi masalah karena
memang suatu hal yang normal (aritmia sinus). Pada pemeriksaan nadi, yang
perlu kita perhatikan adalah apakah terdapat denyut nadi yang iregular serta
karakternya.
c. Tekanan Darah
Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung harus diukur pada perubahan
ortostatik.
Saat istirahat, tekanan sistolik arterial dewasa normalnya <150mmHg, diastolik
<90mmHg. Sistolik bisa meningkat seiring usia serta pada ansietas (white coat
syndrome). Pengukuran tekanan vena jugularis (JVP) dapat dilakukan untuk
mengukur tekanan atrium kanan secara tidak langsung. JVP akan meningkat
pada gagal jantung dan kelebihan volume. Normalnya adalah berkisar 6-8
mmH2O. Jika kurang dari 5 mmH2O dapat berarti hipovolemik sementara jika
lebih dari 9 mmH2O, dapat berarti terdapat gangguan pada pengisian kardiak.
d. Pemeriksaan Dada
Pada pemeriksaan dada, pasien diposisikan dengan nyaman pada tempat tidur
dengan dada membentuk sudut ~ 45⁰. Periksalah apakah adanya parut bekas
pembedahan dan deformitas.
1. Palpasi
Denyutan apeks biasanya pada ruang sela iga kelima, garis midklavikular
(area mitral). Bisa terdapat beberapa variasi, di antaranya:
Menghilang, bisa terjadi pada obesitas, hiperinflasi, efusi pleura.
Tergeser: kardiomegali, pneumotoraks
Tapping (menyentak): stenosis mitral.
Ganda: hipertrofi ventrikel.
Heaving (sangat kuat dan stabil): kelebihan tekanan (hipertensi), stenosis
aorta
Parasternal heave: hipertrofi ventrikel kanan
2. Auskultasi
Auskultasi jantung dilakukan untuk memastikan frekuensinya dan regularitas
irama jantung. Selain itu, kenalpasti jika ada murmur atau bunyi jantung
ekstra yang mungkin mengindikasikan penyakit jantung structural mahupun
penyakit vulvular. Bunyi jantung ada dua, yaitu S1 dan S2. Bunyi S1 yang
kencang dapat menandakan adanya stenosis katup AV serta ada pemendekan
interval PR. Jika lembut, dapat dicurigai adanya regurgitasi mitral , PR yang
panjang serta gagal jantung. Sementara itu, pada bunyi S2, jika suaranya
kencang: hipertensi sistemik atau pulmonal.
e. Pemeriksaan neurologik
Dilakukan untuk mengenal pasti ada atau tidaknya resting tremor atau brisk
reflexes (menunjukan stimulasi simpatis yang berlebihan). Jika adanya
penemuan neurologik yang abnormal biasanya lebih mengarah pada kejang
daripada kelainan jantung jika sinkop merupakan salah satu gejalanya.
Penemuan klinis penting yang boleh dikaitkan dengan kejadian palpitasi :
1. Rasa kepala ringan atau sinkop
2. Nyeri dada (angina)
3. Onset baru irama jantung yang tidak regular
4. Frekuensi jantung melebihi 120 kali/menit atau kurang 45 kali/menit pada
wakturehat.
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
a. Denyut jantung melebihi 100 kali per menit dan bisa menjadi sangat cepat
dengan frekuensi > 150 kali per menit pada keadaan SVT dan VT
b. Takipnea
c. Hipertensi
d. Sering disertai gelisah hingga penurunan kesadaran pada kondisi yang tidak
stabil.

3.1.4 Analisa Data dan Masalah


No DATA ETIOLOGI MASALAH
.
1. DS : Penurunan CO Penurunan curah
Klien mengeluh sesak nafas jantung
Klien mengeluh nyeri dada Hantaran elektris
Klien mengatakan “Saya semakin abnormal
sesak jika beraktivitas”
DO : Vibrilasi ventrikel
TD >140 mmHg
Nadi >100 x/m Penurunan darah ke
Pembesaran vena jugularis arteri

Penurunan
frekuensi impuls
ventrikel
2. DS : Intoleransi aktivitas Intoleransi aktivas
Klien mengeluh sesak nafas
Klien mengatakan “Saya merasa Kelemahan fisik
semakin sesak jika bernafas”
Klien mengatakan bahwa Hipoksia
“Penglihatan saya sedikit kabur”
DO : Kebutuhan oksigen
Ekstremitas lemas tidak terpenuhi
Pasien tampak kelelahan
3. DS : Gangguan perfusi Gangguan perfusi
Pasien mengatakan dingin jaringan jaringan
DO :
Pasien terlihat kebiruan/keungunan Suplai oksigen
Ujung kaki dan tangan pasien jaringan menurun
dingin
Hiposia

Kebutuhan oksigen
tidak terpenuhi
4. DS : Kebutuhan oksigen Nyeri akut
Pasien mengatakan nyeri di dada tidak terpenuhi
sebelah kiri
DO : Penurunan CO
Pasien tampak menyeringai
kesakitan Peningkatan
Psien tampak pucat frekuensi jantung
3.1.5 Pathway

Frekuensi impuls ventrikel

Depolarisasi menyebar tidak


terorganisir

Pelebaran gelombang QRS

Aktivitas muskular tidak terkoordinir dalam


ventrikel

Aliran darah ke arteri

Penurunan curah Vibrilasi ventrikel


Nyeri akut
jantung
Gangguan pola
nafas
Hantaran elektris abnormal

Sirkuit reentri
Gangguan pola
tidur
Frekuensi jantung

Curah jantung Retraksi


Insomnia

Kebutuhan O 2 tidak terpenuhi


Sesak nafas

Hipoksia
Paru--paru

Kelemahan fisik Suplai O 2 jaringan

Defisiensi pengetahuan
Otak
Intoleransi aktivitas Tirah baring

Gangguan Distres GIT Intake Kurang


perfusi jaringan
cairan pengetahua
Intoleransi aktivitas
Anoreksia
Cemas

Risiko infeksi Intake nutrisi

Risiko kekurangan volume


Intake nutrisi kurang dari Anxiety
cairan
kebutuhan
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan
3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan inadekuat suplay
oksigen ke jaringan.
4. Defisiensi pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi
5. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan
6. Risiko infeksi berhubungan dengan tirah baring yang menyebakan dekubitus
7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ...
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon fisiologis

3.3 Perencanaan Keperawatan (NOC)


1. Dx : Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam pasien menunjukkan
peningkatan curah jantung
NOC :
a. Cardiac pump effektiveness
b. Circulation status
c. Vital sign status
Kriteria hasil :
a. Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, respirasi)
b. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
c. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada sites
d. Tidak ada penurunan kesadaran
2. Dx : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan
Tujuan : Selah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam klien dapat melakukan
aktivitas sederhana sehari-hari
NOC :
a. Energy conservation
b. Activity tolerance
c. Self care :ADLs
Kriteria hasil :
a. Berpatisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah ,
nadi dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri
c. Tanda-tanda vital normal
d. Energy psikomotor
e. Level kelemahan
f. Mampu berpindah dengan atau bantuan alat
g. Status kardiopulmonari adekuat
h. Sirkulasi status baik
i. Status respirasi pertukaran gas dan ventilasi adekuat
3. Dx : Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan inadekuat suplai
oksigen ke jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam perfusi jaringan klien
membaik
NOC :
a. Circulation status
b. Tissue perfusion
Kriteria hasil :
a. Tekanan sistol dan diastol dalam rentang yang diharapkan
b. Tidak ada ortotstik hipertensi
c. Tidak ada tanda-tanda peningkatan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
4. Dx : Defisiensi pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 2 x 24 jam klien memiliki
pengetahuan yang baik tentang penyakitnya
NOC :
a. Knowledge : disease process
b. Knowledge : health behavior
Kriteria hasil :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
5. Dx : Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam nyeri pasien berkurang
NOC :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
6. Dx : Risiko infeksi berhubungan dengan tirah baring yang menyebakan
dekubitus
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 2 x 24 jam pasien tidak megalami infeksi
NOC :
a. Immune status
b. Knowledge : infection control
c. Risk control
Kriteria hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Menunjukkan perilaku hidup sehat
7. Dx : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ...........
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam pasien menunjukkan
keefektifan pola nafas
NOC :
a. Respiratory sattus : Ventilation
b. Respiratory status : Airway Patency
c. Vital sign status
Kriteria Hasil :
a. Mendemontrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips )
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten(klien tidak merasa tercekik,irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal,tidak ada suara nafas
abnormal)
c. TTV dalam rentang normal(tekanan darah,nadi,pernafasan)
8. Dx : Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon fisiologis
Tujuan :........
NOC :
a. Anxiety reduction
b. Comfort level
c. Pain level
d. Rest : Extent and Pattern
e. Sleep : Extent and Pattern
Kriteria Hasil :
a. Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
b. Pola tidur,kualitas dalam batas normal
c. Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat
d. Mampu mengidentifikasikan hal-hal yang meningkatkan tidur

3.4 Intervensi Keperawatan


1. Dx : Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal
NIC :
a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
c. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, dan durasi)
d. Catat adanya disritmia jantung
e. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiak output
f. Monitor status kardiovaskuler
g. Monitor adanya perubahan tekanan darah
h. Evalusi pemberian pengobatan antiaritmia
i. Monitor jumlah dan irama jantung
j. Monitor bunyi jantung
k. Monitor sianosis perifer
l. Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit
2. Dx: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan
NIC :
a. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakuakan
b. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi, dan sosial
c. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
d. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, kruk
e. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
f. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
g. Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktifitas
h. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
i. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
j. Monitor respon fisik, emosi, sosial, dan spiritual
k. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan
program terapi yang kuat.
3. Dx : Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan inadekuat suplay
oksigen ke jaringan.
a. Monitor adanya aerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/
tajam/tumpul
b. Instruksikan kepada keluarga untuk mengopservasi kulit jika ada lesi atau
laserasi
c. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
d. Kolaborasi pemberian analgesik
e. Monitor adanya trombo plebitis
f. Diskusikan mengenai peyebab perubahan sensasi
4. Dx : Defisiensi pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi
NIC :
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
b. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara
yang tepat
c. Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat
d. Sediakan informasi kepada pasien tentang kondisi yang tepat
e. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
f. Intruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan
5. Dx : Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan
NIC :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komperehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengatasi pengalaman nyeri
pasien
d. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
e. Kontrol lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan kebisingan
f. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
g. Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri
h. Ajarkan teknik nonfarmakologi kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
6. Dx : Risiko infeksi berhubungan dengan tirah baring yang menyebakan
dekubitus
NIC :
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien pasien
b. Pertahankan teknik isolasi
c. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan perawatan
d. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
e. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
f. Instruksikan pasien utnuk meminum antibiotik sesuai tugas
g. Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi
h. Ajarkan cara menghindari infeksi
7. Dx : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ...........
NIC :
NIC Label : Airway Management
1. Posisikan pasien semi fowler

2. Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak
adanya suara adventif

3. Monitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai

NIC Label : Oxygen Therapy

1. Mempertahankan jalan napas paten

2. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi

3. Monitor aliran oksigen

NIC Label : Respiratory Monitoring

1. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat bernafas

2. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot bantu


pernafasan

3. Monitor suara nafas seperti snoring


4. Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi
kussmaul, respirasi cheyne-stokes dll

8. Dx : Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon fisiologis


NIC :
1. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
3. Fasilitas untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman
5. Kolaborasi pemberian obat tidur
6. Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur pasien
7. Monitor waktu makan dan minum dengan waktu tidur
8. Instruksikan untuk memonitor tidur pasien
9. Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari

3.5 Implementasi Keperawatan


1. Dx : Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal
Implementasi:
a. Memonitor TD, nadi, suhu, dan RR
b. Mengidentifikasi penyebab dari perubahan vital sign
c. Melakukan evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, dan durasi)
d. Mencatat adanya disritmia jantung
e. Mencatat adanya tanda dan gejala penurunan cardiak output
f. Memonitor status kardiovaskuler
g. Memonitor adanya perubahan tekanan darah
h. Melakukan evalusi pemberian pengobatan antiaritmia
i. Memonitor jumlah dan irama jantung
j. Memonitor bunyi jantung
k. Memonitor sianosis perifer
l. Memonitor suhu, warna, dan kelembapan kulit
2. Dx : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan
Implementasi :
a. Membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakuakan
b. Membantu klien untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi, dan sosial
c. Membantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
d. Membantu klien untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi
roda, kruk
e. Membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
f. Membantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
g. Membantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktifitas
h. Menyediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
i. Membantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
j. Melakukan monitor respon fisik, emosi, sosial, dan spiritual
k. Melakukan kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi yang kuat.
3. Dx : Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan inadekuat suplay
oksigen ke jaringan.
Implementasi :
a. Memonitor adanya aerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/
tajam/tumpul
b. Melakukan instruksikan kepada keluarga untuk mengopservasi kulit jika ada
lesi atau laserasi
c. Membatasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
d. Melakukan kolaborasi pemberian analgesik
e. Memonitor adanya trombo plebitis
f. Melakukan diskusi mengenai penyebab perubahan sensasi
4. Dx : Defisiensi pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi
Implementasi :
a. Memberikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
b. Memberikan gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
dengan cara yang tepat
c. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat
d. Menyediakan informasi kepada pasien tentang kondisi yang tepat
e. Melakukan diskusi pilihan terapi atau penanganan
f. Memberikan intruksi pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan
5. Dx : Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan
Implementasi :
a. Melakukan pengkajian nyeri secara komperehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Melakukan observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengatasi pengalaman
nyeri pasien
d. Membantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
e. Melakukan kontrol lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
f. memilih dan lakukan penanganan nyeri
g. Memberikan analgesik untuk mengurangi nyeri
h. Mengajarkan teknik nonfarmakologi kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
6. Dx : Risiko infeksi berhubungan dengan tirah baring yang menyebabkan
dekubitus
Implementasi :
a. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien pasien
b. Mempertahankan teknik isolasi
c. Melakukan cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan perawatan
d. Mempertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
e. Melakukan monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
f. Memberikan instruksikan pasien utnuk meminum antibiotik sesuai tugas
g. Mengajarkan pasien tanda dan gejala infeksi
h. Mengajarkan cara menghindari infeksi
7. Dx : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ...........
Implementasi:

1. Memposisikan pasien semi fowler


2. Mengauskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau
tidak adanya suara adventif
3. Memonitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai

4. Mempertahankan jalan napas paten

5. Melakukan kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi

6. Memonitor aliran oksigen

7. Memonitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat bernafas

8.Mencatat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot bantu


pernafasan

9.Memonitor suara nafas seperti snoring

10.Memonitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi


kussmaul, respirasi cheyne-stokes dll

8. Dx : Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon fisiologis


NIC :
a. Mendeterminasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
b. Menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat
c. Memfasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur
d. Menciptakan lingkungan yang nyaman
e. Melakukan kolaborasi pemberian obat tidur
f. Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur
pasien
g. Memonitor waktu makan dan minum dengan waktu tidur
h. Menginstruksikan untuk memonitor tidur pasien
i. Memonitor/mencatat kebutuhan tidur pasien setiap hari
3.6 Evaluasi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal
Evaluasi :
S : Pasien mengatakan terkadang merasa lelah ketika hendak makan
O : Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, respirasi)
Toleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
Masih terdapat edema di paru, perifer, dan ada sites
Peningkatan skala kesadaran
A : Masalah penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrikal teratasi sebagian
P : Lanjutkan semua intervensi
2. Dx : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan
Evaluasi :
S : Pasien mengatakan masih kesulitan untuk makan sendiri
Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas normal dan perlu
bantuan dari keluarga
O: TTV masih belum berada pada rentang normal
Masih membutuhkan bantuan dari keluarga/ perawat untuk melakukan
aktivitas ringan sehari-hari (ADLs)
Status kardiopulmonari belum adekuat
Status respirasi pertukaran gas dan ventilasi belum adekuat
A : Masalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/ kelelahan
teratasi sebagian
P : Lanjutkan semua intervensi dan modifikasi
Ajarkan pasien untuk melaksanakan aktivitas normal secara perlahan
Beri dukungan pasien untuk melakukan aktivitas
Bantu keluarga pasien untuk memandirikan pasien
3.Dx :Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan inadekuat suplai
oksigen ke jaringan.
Evaluasi :
S : -
O : Tekanan sistol dan diastol belum berada pada rentang yang diharapkan
Tidak ada tanda-tanda peningkatan intrakranial (tidak lebih dari 15
mmHg)
CRT < 2 detik
A : Masalah gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan inadekuat
suplai oksigen ke jaringan teratasi sebagian
P: Lanjutkan semua intervensi
4.Dx : Defisiensi pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi
Evaluasi :
S : Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
O : Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
A: Masalah defisiensi pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi
medis/kebutuhan terapi teratasi
P : Terminasi intervensi
5. Dx : Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan
Evaluasi :
S : Pasien mengatakan bahwa nyeri berkurang saat melakukan manajemen
nyeri
Pasien menyatakan tenang setelah nyeri berkurang
Keluarga mengatakan pasien melakukan manajemen utamanya saat akan
tidur dan nyeri kambuh secara tiba-tiba
Pasien mengatakan masih merasa nyeri di dada
O : Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
Pasien mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan modifikasi intervensi
Kurangi faktor prepitasi nyeri
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, kompres
hangat pada dada
Tingkatkan istirahat
6.Dx: Risiko infeksi berhubungan dengan tirah baring yang menyebakan dekubitus
Evaluasi :
S : Pasien mengatakan tidak terjadi infeksi pada tubuhnya
O : Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Pasien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
A : Masalah risiko infeksi teratasi
P : Terminasi intervensi a-h (dilakukan monitoring setiap hari selama pasien
berada dalam kondisi tirah baring)
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Algoritma menurut ACLS/AHA


Empat jenis ritme jantung yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular
fibrilasi (VF), ventrikular takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical
activity (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan bantuan
hidup dasar/ Basic Life Support dan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular
Life Support (ACLS) (American Heart Association (AHA), 2005).
4.2 Pembahasan Jurnal
Penelitian ini membahas tentang dampak kateter ablasi (CA) terhadap
kambuhnya penyakit ventrikel takikardia (VT) dan kelangsungan hidup sejumlah besar
pasien dengan penyakit jantung struktural yang dirawat di pengaturan unit multiskilled
khusus. Hasilnya adalah kateter ablasi dapat mencegah kekambuhan VT jangka
panjang, yang menguntungkan kelangsungan hidup dalam sejumlah besar pasien yang
memiliki VT. Peneliti memfokuskan pada pengobatan dan perawatan pasien dengan
prosedur elektrofisiologi, terapi optimasi, dan tindak lanjut terkait prosedur
elektrofisiologi yang untuk daerah darurat dan ICU dengan melakukan kerjasama yang
erat dengan unit gagal jantung dan bedah jantung. Pada pasien dengan ventricular
tachycardia (VT) dan penyakit jantung struktural, sebuah implan cardioverter
defibrillator(ICD) memberikan perlindungan yang signifikan terhadap risiko kematian
mendadak. Namun,hal itu tidak mencegah kekambuhan aritmia atau terjadinya badai
listrik (ES), yang telah terbukti menjadi prediktor independen kematian jantung. Untuk
itu strategi kuratif diperlukan untuk perawatan pasien dengan aritmia ventrikel berulang.
Pasien VT yang masuk rumah sakit dan menjalani pengobatan memerlukan
pengelolaan spektrum yang luas dari pola klinis,mulai dari episode paroksismal
gencarnya VT dan ES, mengarah ke failure jantung akut dan shock kardiogenik.
Kateter ablasi (CA) memainkan peran yang relevan dalam pengobatan VT,
guncangan ICD berulang dan ES, menurunkan resiko kambuhnya VT dan
meningkatkan kualitas hidup. Data tentang efek CA pada kelangsungan hidup yang
kontroversial dalam studi Substrat Pemetaan dan ablasi di Sinus Ritme untuk
Menghentikan Ventricular Tachycardia (SMASH VT) ada kecenderungan angka
kematian menurun pada kelompok ablasi. Hasil ini menunjukkan bahwa prosedur ablasi
sukses menurunkan aritmia jantung dan kekambuhan serta kematian dalam seri terbesar
pada pasien VT dengan struktur penyakit jantung sampai saat ini.
Kateter ablasi (CA) memainkan peran yang relevan dalam pengobatan VT,
guncangan ICD berulang dan ES, menurunkan resiko kambuhnya VT dan
meningkatkan kualitas hidup. Data tentang efek CA pada kelangsungan hidup yang
kontroversial dalam studi Substrat Pemetaan dan Ablation di Sinus Rhythm untuk
Menghentikan Ventricular Tachycardia (SMASH VT) ada kecenderungan angka
kematian menurun pada kelompok ablasi. Hasil ini menunjukkan bahwa prosedur ablasi
sukses menurunkan aritmia jantung dan kekambuhan serta kematian dalam seri terbesar
pada pasien VT dengan struktur penyakit jantung sampai saat ini.Kateter ablasi (CA)
dilakukan melalui prosedur anestesi dan ventilasi mekanik. Pemantauan terus menerus
dari tekanan arteri invasif dan saturasi oksigen dilakukan selama prosedur katerasi
ablasi. Anestesi umum lebih disukai karena kenyamanan pasien ditingkatkan dan
diminimalkan gerakan pasien. Anestesi umum membantu pemantauan ketat dan
memfasilitasi penyesuaian metabolik, pernafasan, dan ketidakseimbangan peredaran
darah.
Cara kerja ablasi kateteryakni dengan diselipkan ke dalam pembuluh darah
jantung. Elektroda di ujung kateter dapat menggunakan energi panas, dingin ekstrim,
atau frekuensi radio untuk mengikis jalur listrik yang berlebihan dan mencegah
pengiriman sinyal listrik. Prosedur ini sangat efektif, terutama untuk takikardia
supraventrikuler. Ablasi kateter juga dapat digunakan untuk mengobati fibrilasi atrium
dan atrial flutter. Metode ablasi ini biasanya dipakai untuk mengobati aritmia yang letak
penyebabnya sudah diketahui pasti. Melalui metode ablasi, dokter akan memasukkan
sebuah kateter dengan panduan X-ray melalui pembuluh darah di kaki. Ketika kateter
berhasil menemukan sumber gangguan ritme jantung, maka alat kecil itu akan merusak
bagian kecil jaringan jantung tersebut.

Gambar 3. Ablasi Kateter Kardiovaskuler


Ablasi adalah suatu tindakan untuk mengatasi gangguan irama jantung (aritmia)
dengan menggunakan kateter yang dimasukkan ke dalam ruang dalam jantung, dan
kateter dihubungkan dengan mesin khusus yang memberikan energi listrik untuk
memutus (membakar) jalur konduksi tambahan ataupun fokus-fokus aritmia yang
menyebabkan ketidaknormalan irama jantung. Tindakan ablasi ini biasanya dilakukan
bersamaan setelah studi elektrofisiologi yang mencari penyebab gangguan irama
jantung. Namun tindakan ablasi juga bisa dilakukan tanpa didahului studi
elektrofisiologi seperti pada ablasi fibrilasi atrium, yang diagnosis sudah jelas dari
gambaran EKG.Bila dilihat dari alat bantu yang dipakai untuk tindakan ablasi ini dibagi
menjadi 2 yaitu :
1. Ablasi Konvensional
Ablasi Konvensional adalah tindakan ablasi menggunakan alat mapping/pemetaan 2
dimensi (flurouskopi) dan monitor konduksi listrik secara kontinu. Pemetaan listrik
ini dilakukan dengan beberapa kateter yang diletakkan di dalam ruang jantung,
biasanya di atrium kanan, ventrikel kanan, dan sinus koronarius. Setelah diketahui
penyebab aritmia, kateter ablasi akan dimasukkan ke tempat dimana terdapat
kelainan konduksi listrik untuk dilakukan ablasi (membakar) dengan energi
radiofrekuensi. Umumnya hanya ventrikel takikardia yang berasal dari RVOT (jalur
keluar ventrikel kanan) saja yang bisa dilakukan dengan ablasi konvensional, tipe
yang lain umumnya harus dilakukan dengan ablasi 3 dimensi.
2. Ablasi dengan 3 Dimensi
Teknologi ablasi 3-dimensi adalah suatu tindakan untuk mengatasi gangguan irama
jantung dengan menggunakan pemetaan 3-dimensi (3D Mapping) dari struktur
jantung. Teknologi ablasi 3-dimensi dapat memetakan secara sistematis konduksi
listrik jantung sehingga dapat diketahui letak sumber aliran listrik abnormal dengan
lebih tepat.
Penerapan teknik ablasi sudah dilakukan di Indonesia khususnya pada rumah
sakit tipe A dan B yang memiliki fasilitas dan penanganan yang baik pada penyakit
jantung. Menggunakan ablasi kateter, gangguan aritmia dapat ditangani. Peran perawat
dalam hal ini adalah sebagai advokat, edukator, dan care giver pada pasien yang akan
ataupun telah melakukan ablasi kateter tersebut. Masalah utama yang perlu dilakukan
intervensi ketika akan ablasi kateter adalah rasa anxietas pasien. Pasien membutuhkan
peran perawat sebagai edukator yang memberikan penjelasan mengenai ablasi kateter
tersebut. Perawat bertindak sebagai advokat jika dalam pelaksanaan ablasi kateter
ataupun sebelum melakukan inform concern, selanjutnya perawat memberikan asuhan
keperawatan yang bertindak sebagai care giver untuk menangani masalah pasien.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ventricular Tachycardi adalah gangguan Ritme jantung yang  ditandai dengan
detak jantung yang teratur dan cepat. Pada ventrikel tachycardi jantung pada umumnya
berdetak > 100 msec, karena adanya gangguan pada impuls elektrik normal. Impuls
yang cepat masuk ke ventrikel yang menyebabkan ventrikel berkontraksi  dengan cepat
sehingga tidak memugkinkan ventrikel terisi darah dengan cukup yang pada akhirnya 
ventrikel tidak dapat memompakan darah dengan baik keseluruh tubuh, jika tidak
dirawat maka akan berkelanjutan dan berubah menjadi ventrikel fibrilasi.
Berdasarkan jurnal penelitian yang kami bahasmenunjukan hasil bahwa kateter
ablasi dapat mencegah kekambuhan VT jangka panjang, yang menguntungkan
kelangsungan hidup dalam sejumlah besar pasien yang memiliki VT. Pada pasien
dengan ventricular tachycardia (VT) dan penyakit jantung struktural, sebuah implan
cardioverter defibrillator(ICD) memberikan perlindungan yang signifikan terhadap
risiko kematian mendadak. Namun,hal itu tidak mencegah kekambuhan aritmia atau
terjadinya badai listrik (ES).

5.2 Saran
5.2.1 Umum
Diharapkan dari para perawat dapat memahami penyakit pada pasien sehingga
perawat mampu melakukan tindakan yang tepat yang sesuai dengan kebutuhan
dasar manusia dengan biopsikososial. Perawat harus mampu meningkatkan mutu
layanan kesehatan agar pasien merasa nyaman dengan pelayanan yang
diberikan.
5.2.2 Mahasiswa
Diharapkan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat
mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit Ventricular
Tachycardi baik mengenai pengertian, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis
maupun pencegahan serta penerapan asuhan keperawatannya. Mahasiswa
diharapkan lebih banyak menggali kembali tentang proses penyakit Ventricular
Tachycardi. Ilmu yang didapatkan dapat diterapkan dalam kehidupan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2011. Advanced Cardiovascular Life Support. USA:


Journal of Cardiovascular ISSN: 978-1-61669-014-5
Bakta, Made & Suastika, Ketut. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta:EGC
Berkowitz, Aaron. 2013. Patofisiologi Klinik. Tanggerang Selatan: Binarupa Aksara
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
Doenges, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Nurafif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. NANDA NIC NOC. Jilid 1. Jogjakarta:
Medi Action
Nurafif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. NANDA NIC NOC. Jilid 2. Jogjakarta:
Medi Action
Nurafif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. NANDA NIC NOC. Jilid 3. Jogjakarta:
Medi Action
https://www.acls.net/aclsalg.htm

Anda mungkin juga menyukai