PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Proses keperawatan dinilai sebagai suatu kompetensi dalam berpikir
kritis. Proses ini merupakan proses yang sistematis yang mempermudah
perawat dalam membuat rencana perawatan (Potter, 2011). Berdasarkan proses
keperawatan, perawat diharapkan tidak hanya memiliki suatu keterampilan
namun juga memiliki kemampuan dalam berpikir kritis terhadap tindakan
ataupun intervensi yang dilakukan. Intervensi keperawatan adalah setiap
tindakan yang dapat dilakukan perawat secara mandiri (Christensen &
Kockrow, 2012). Salah satu bentuk intervensi keperawatan yang memerlukan
kompetensi berpikir kritis adalah pemasangan NGT (Nasogastric Tube).
Tindakan pemasangan NGT adalah prosedur memasukkan pipa panjang yang
terbuat dari polyurethane atau silicone melalui hidung, esofagus sampai
kedalam lambung dengan indikasi tertentu (FK Universitas Hasanuddin [FK
Unhas], 2018).
Praktik keperawatan berpegang teguh pada kode etik yang dijadikan
sebagai pedoman perawat dalam melakukan tindakan keperawatan. Selain
berpegang pada kode etik profes, praktik keperawatan juga harus memiliki
kemampuan dalam berpikir kritis dalam melakukan suatu tindakan (Rirry,
2010). Alaro Re Fevre (2010) mengatakan bahwa pemikiran kritis merupakan
suatu pemikiran yang memiliki tujuan, informasi dan fokus pada hasil yang
ingin dicapai, yang memerlukan identifikasi dalam masalah utama, isu terkait
dan juga resiko yang ada. Perawat dengan pemikiran kritis adalah perawat yang
menggunakan logika, kreatif dan memiliki kemampuan dalam berkomunikasi
yang baik serta kompeten dalam melaksanakan tindakan (Potter, 2011).
Pemasangan NGT bertujuan untuk dekompresi (mengeluarkan cairan
lambung), feeding (memberikan cairan nutrisi ke lambung), kompresi
(memberikan tekanan internal dengan menggunakan balon guna mencegah
pendarahan gastrointestinal), dan lavage (irigasi lambung pada kasus
pendarahan aktif) (Proehl, 2010). Pemasangan NGT memiliki tujuan yang
1
bermanfaat bagi pasien, namun pemasangan NGT yang salah dapat
memberikan dampak buruk ataupun komplikasi pada pasien diantaranya yaitu
trauma jaringan. NGT memiliki beberapa tipe seperti Levin tube, Weighted
feeding tube, dan Salem sump tube (O’Neill dan Patricia, 2014). Sekitar
271.000 NGT disuplai kepada National Health Service (NHS) setiap tahunnya
(NHS Supply Chain, 2008).
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan NGT.
Diantaranya mengkaji kondisi pasien, mengkaji indikasi dan kontraindikasi
dalam pemasangan NGT. Prosedur pemasangan NGT merupakan prosedur
yang invasif, beberapa metode yang selama ini digunakan dalam memastikan
ketepatan posisi lambung diantaranya adalah metode aspirasi (menghisap
cairan lambung dan melihat warna cairan), metode auskultasi (memasukkan
udara 5-10cc yang kemudian didengarkan melalu stetoskop di abdomen
kuadran kiri atas) dan dengan metode memasukkan ujung selang NGT ke
dalam kom berisi air (Knies, 2010).
Ketepatan posisi pemasangan NGT merupakan hal yang penting. Jika
posisi salah, maka akan berdampak buruk bagi pasien. Sebagai contoh untuk
mengetahui ketepatan posisi NGT dilakukan tes dengan mengaspirasi cairan
lambung namun meskipun tampak cairan keluar dari NGT belum tentu NGT
tepat berada di lambung tetapi bisa saja NGT masuk ke saluran pernapasan
ataupun saluran intestinal (Pennsylvania Patient Safety Authority, 2012).
Kesalahan penempatan selang umumnya terjadi pada esofagus, dan kesalahan
penempatan selang ini dapat memicu terjadinya distensi perut, muntah, dan
perubahan tingkat kesadaran (Peggi dan Marcia, 2001). The Joint Comission
melaporkan beberapa Sentinel Event Alerts terkait kesalahan dalam memasang
selang nasogastric (O’Neill dan Patricia, 2014). Kesalahan dalam memasang
selang NGT akan memicu timbulnya komplikasi.
The Journal of Parenteral and Enteral Nutrition melaporkan pada lebih
dari 2000 pemasangan NGT, terjadi 1,3-2,4 persen kesalahan penempatan
selang NGT dan 28% darinya menyebabkan komplikasi sistem pernafasan
seperti pneumonia dan pneumothorak (Sorokin et al., 2006). Data tersebut
menunjukkan bahwa pada 2000 pemasangan NGT terjadi kurang lebih 26–48
2
kejadian kesalahan penempatan, dan sekitar 13 kejadian di antaranya
menyebabkan komplikasi pernafasan. Kesalahan penempatan saat pemasangan
NGT pada anakanak di dunia terjadi antara 20,9% sampai 43,5% (Ellett et al.,
2005 dalam Child Health Patient Safety Organization, 2012).
Prosedur pemasangan NGT tidak hanya memerlukan keterampilan tetapi
juga membutuhkan rasionalisasi serta kemampuan berpikir kritis berdasarkan
ilmu keperawatan yang dimiliki. Metode paling umum yang banyak digunakan
dalam menentukan ketepatan posisi selang NGT adalah dengan metode
auskultasi. Namun menurut beberapa penelitian yang dilakukan, metode
aspirasi lebih baik dibandingkan dengan metode auskultasi (Smeltzer & Bare,
2008). Penelitian lain yang dilakukan pada oleh Neuman (2008), dimana untuk
mengetahui ketepatan posisi NGT dilakukan dengan dua metode yakni metode
auskultasi dan aspirasi dengan pH. Dari hasil penelitian disebutkan bahwa jika
pH aspirasi bernilai <4 maka tidak dibutuhkan konfirmasi foto thorax
dibandingkan dengan metode auskultasi yang masih membutuhkan konfirmasi
foto thorax.
Kesalahan dalam ketepatan pemasangan NGT dapat mengakibatkan
komplikasi berbahaya salah satunya adalah penetrasi eshofagus atau selang
masuk ke trakea/bronkus (anonim, 2008). Kasus lain yang terjadi berdasarkan
laporan Pennsylvania Patient Safety Authority (PSSA) yang mengungkapkan
adanya metode penggunaan auskultasi dan aspirasi untuk memastikan posisi
NGT. Pada kasus tersebut, NGT dipasang saat post-operasi dimana perawat
memastikan posisi NGT dengan menggunakan auskultasi dan melihat aspirasi
cairan. Namun setelah pemasangan, pasien mengalami penurunan saturasi
oksigen akut. Bronkoskopi menunjukkan bahwa pipa lambung tidak masuk ke
lambung tetapi justru masuk ke dalam pita suara. Pemasangan NGT merupakan
salah satu tindakan yang cukup sering dilakukan di ruangan rawatan inap
terlebih pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran ataupun gangguan
menelan makanan.
Data yang didapatkan selama masa dinas di ruangan Trauma Center yang
dimulai sejak tanggal 11 Desember 2018 sampai dengan tanggal 16 Desember
2018, telah ditemui 5 pasien yang memiliki penatalaksanaan penggunaan NGT
3
dengan kondisi penurunan kesadaran dimana kebanyakan pasien memiliki
diagnosa medis cidea kepala berat dengan rata-rata GCS <13 dengan indikasi
pemasangan NGT untuk feeding. Sedangkan pada unit rawatan bedah pria,
selama masa dinas dari tanggal 17 desember – 19 desember telah ditemui 2
pasien dengan pemasangan NGT dengan indikasi dekompresi.
Kasus yang sudah ditemukan adalah pemasangan NGT akan lebih sulit
dilakukan pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran karena reflek
menelan yang berkurang atau tidak adanya reflek menelan. Oleh karena itu
penting sekali bagi tenaga medis ataupun perawat dalam memilih metode yang
sesuai untuk mengetahui ketepatan posisi dalam pemasangan NGT.
Melihat fatalnya komplikasi yang terjadi pada pemasangan NGT di
semua kalangan usia, maka diperlukan perawat yang kompeten dan profesional
untuk meminimalisir terjadinya komplikasi akibat kesalahan dalam melakukan
intervensi pemasangan NGT. Perlu usaha untuk meningkatkan kompetensi dan
profesionalitas perawat melalui pendidikan salah satunya dengan
meningkatkan pengetahuan tentang prosedur tindakan pemasangan NGT
dengan pH sebagai pembanding.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam telaah
jurnal ini adalah untuk mengetahui reliabilitas pengukuran pH dan metode
auskultasi untuk mengkonfirmasi posisi tabung nasogastrik.
3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan telaah jurnal ini adalah untuk mengetahui keuntungan
pengukuran pH dan metode auskultasi untuk mengkonfirmasi ketepatan
posisi tabung nasogastrik
b. Tujuan Khusus
1) Menelaah penulisan jurnal reliabilitas pengukuran pH dan metode
auskultasi untuk mengkonfirmasi posisi tabung nasogastrik.
4
2) Menelaah konten jurnal reliabilitas pengukuran pH dan metode
auskultasi untuk mengkonfirmasi posisi tabung nasogastrik.
4. Manfaat
Manfaat telaah jurnal ini diharapakan dapat menjadi :
a. Bagi Kelompok
Sebagai bahan pembelajaran mahasiswa untuk mendapatkan pengetahuan
baru mengenai keandalan pemasangan NGT menggunakan uji pH lambung
(≤ 5,5).
b. Bagi RSUP Dr. Djamil Padang
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai
informasi bagi rumah sakit dan sebagai pertimbangan salah satu intervensi
pemasangan NGT dengan menguji pH lambung (≤ 5,5).
c. Bagi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan wawasan mahasiswa profesi
ners tentang informasi terbaru mengenai keandalan pengukuran pH dan
metode auskultasi untuk mengkonfirmasi posisi tabung nasogastrik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Nasogastric Tube (NGT) adalah selang plastic yang lentur, dan tipis yang
dapat dimasukkan ke dalam lubang hidung pasien menuju ke dalam lambung
(Potter, 2011). Intubasi nasogastrik dapat dipasang dengan berbagai indikasi
yaitu untuk dekompresi lambung, lavase lambung, atau pemberian makanan.
Pemasangan NGT adalah suatu tindakan intubasi ke dalam abdomen dengan
menggunakan selang yang lentur yang dimasukkan melalui hidung pasien,
nasofaring, dan esophagus dan masuk ke dalam lambung kadang-kadang
5
dilakukan setelah prosedur operasi, saat muntah dan distensi lambung terjadi,
dan untuk irigasi abdomen.
6
a. Preoperatif untuk mengosongkan lambung dan tidak mampu buang air.
b. Postoperatif abdomen
c. Trauma abdomen
d. Perdarahan pada saluran pencernaan atas
e. Obstruksi abdomen, trakeoesofagus fistula
f. Keadaan koma
g. Pasien yang tidak dapat makan dengan cara biasa seperti pasein yang tidak
sadar.
h. Pasien dengan penyakit / operasi mulut.
i. Fraktur tulang rahang tidak dapat menelan karena paralisis tenggorokan.
j. Bayi prematur yang terlalu lemah menelan.
k. Bayi dengan sepsis
5. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi
a. Pengetahuan
Rendahnya pengetahuan tentang manfaat makanan bergizi dapat
memengaruhi pola konsumsi makan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
kurangnya informasi, sehingga dapat terjadi kesalahan dalam pemenuhan
kebutuhan gizi.
b. Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan yang bernilai
gizi tinggi, dapat memengaruhi status gizi seseorang. Misalnya, di beberapa
daerah tempe yang merupakan sumber protein yang baik dan murah,
tetapi tidak digunakan sebagai makanan sehari-hari karena masyarakat
menganggap bahwa mengonsumsi tempe dapat merendahkan derajat
mereka.
c. Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan
tertentu dapat juga memengaruhi status gizi. Misalnya, dibeberapa daerah
terdapat larangan makan pisang dan papaya bagi para gadis remaja. Padahal
makanan itu merupakan sumber vitamin yang baik. Adapula larangan
makan ikan bagi anak-anak karena ikan dianggap dapat mengakibatkan
cacingan. Padahal ikan merupakan sumber protein yang sangat baik bagi
anak-anak.
d. Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat
mengakibatkan kurangnya variasi makanan, sehingga tubuh tidak
memperoleh zat-zat gizi yang dibutuhkan secara cukup. Kesukaan dapat
7
mengakibatkan banyak terjadi kasusmalnutrisi pada remaja karena asupan
gizinya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh.
e. Ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi. Penyediaan
makanan bergizi membutuhkan dana yang tidak sedikit, sehingga
perubahan status gizi dipengaruhi oleh status ekonomi. Dengan kata lain,
orang dengan status ekonomi kurang biasanya kesulitan dalam penyediaan
makanan bergizi. Sebaliknya, orang dengan status ekonomi cukup lebih
mudah untuk menyediakan makanan yang bergizi.
8
c. Visual cairan aspirasi
Metode ini melibatkan aktivitas untuk mengkaji penampakan cairan
aspirasi dari selang. Biasanya, aspirasi cairan dari usus kecil adalah kuning
emas atau coklat kekuningan (cairan intestinal bercampur dengan bilirubin);
sedangkan aspirasi cairan lambung sering berwarna hijau rumput; putih
keruh, atau kehitaman. Tetapi sekresi respiratori juga dapat berwarna putih,
kuning, warna jerami, atau jernih. Karena baik itu cairan gastrointestinal
ataupun respiratori dapat serupa dalam warna, sehingga dapat dengan
mudah salah interpretasi
d. Konfirmasi radiologi
Gold standart untuk memastikan ketepatan posisi NGT adalah uji
radiologi pada thorax dan abdomen. Radiologi selalu menjadi metode yang
dianjurkan untuk mengkonfirmasi ketepatan NGT dengan ukuran kecil,
tetapi tidak selalu dilakukan pada NGT dengan diameter besar.
Walaupun begitu, beberapa sumber merekomendasikan konfirmasi
radiologi untuk semua selang NGT yang akan dimasukkan, baik itu untuk
pemberian makan atau obat pada pasien dengan risiko tinggi. Kelemahan
ujiradiologi adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan, persiapan yang
harus dilakukan, dan radiasi yang akan terpapar pada pasien, dan hasil x-ray
sering salah diinterpretasikan.
Konfirmasi bahwa pipa lambung secara tepat berada di perut/abdomen
atau usus kecil terdapat dalam gambaran x-ray sebagai berikut :
1) Selang turun lurus ke arah bawah mengikuti midline/garis tengah dada ke
satu titik dibawah diafragma.
2) Ujung selang berada dibawah diafragma.
3) Selang tidak tertekuk/terbelit dimanapun di dalam rongga dada
4) Selang tidak mengikuti jalan bronkus
e. Endoskopi dan Fluoroskopi
Endoskopi dan fluoroskopi secara akurat dapat melakukan verifikasi
9
ketepatan posisi pipa lambung, tetapi kedua metode ini memerlukan biaya
yang besar, memerlukan banyak waktu, dan memiliki risiko, seperti
memindahkan pasien ke departemen radiologi. Karena prosedur fluoroskopi
secara klinis memiliki dampak paparan radiasi yang signifikan, tehnik ini
digunakan sebagai usaha terakhir untuk memastikan posisi NGT.
f. Tes pH
Metode reliabel lainnya untuk verifikasi ketepatan posisi selang NGT
dengan pengukuran pH cairan lambung yang diaspirasi. Cairan lambung
biasanya bersifat asam, dengan pH ≤ 5,5. Sekresi respirasi bersifat alkali,
dengan pH lebih dari atau sama dengan 6. Jika pH cairan aspirasi lebih
besar atau sama dengan 6, selang mungkin masuk ke saluran pernapasan.
Walaupun demikian, beberapa kondisi dapat mempengaruhi nilai pH cairan
aspirasi, mengakibatkan kesalahan interpretasi posisi NGT. Sebagai contoh,
sekresi respirasi dapat bersifat asam pada pasien dengan ruptur esofagus,
refluks asam, atau infeksi pleura seperti empiema.
Aspirasi cairan pipa lambung biasanya bersifat alkali jika selang
berada di usus kecil atau pasien achlorhydric. pH lambung juga akan naik
untuk sementara jika pasien mendapatkan obat golongan penghambat
asam (contoh: antagonis histamin, inhibitor pompa proton). Disamping
adanya kemungkinan salah interpretasi, pH terus digunakan sebagai
metode yang reliabel untuk konfirmasi posisi NGT. Kelenjar pada
lambung meproduksi dua sampai tiga liter enzim (cairan lambung) yang
bersifat asam. Cairan lambung ini mengandung asam klorida (HCL)
dengan molaritas 0,03 M. Asam klorida ini yang menyebabkan lambung
bersifat asam dengan pH sekitar 1,5.
Produksi asam lambung yang berlebihan akan menyebabkan tukak
lambung atau biasa dikenal maag, dengan gejala perut kembung, perih,
nyeri, mual. Untuk menurunkan tingkat keasaman lambung digunakan
obat penghambat asam. Beberapa senyawa yang digunakan untuk
menghambat produksi asam adalah kalsium karbonat (CaCO3),
magnesium karbonat (MgCO3), natrium bikarbonat (NaHCO3),
magnesium hidroksida (Mg(OH)2), aluminium hidroksida (AI(OH)3) atau
10
kombinasinya. Penghambat produksi asam lambung tidak akan
menyebabkan pH lambung bersifat basa namun pH lambung akan kembali
normal (pH 1-5,5).
11
BAB III
TELAAH JURNAL
1. Judul Jurnal
Judul jurnal pada penelitian ini terdiri dari 16 kata dalam bahasa Inggris,
judul jurnal rata kiri karena tata cara penulisan jurnal dalam bahasa inggris
sedangkan dalam penulisan jurnal berbahasa indonesia, judul jurnal ditulis rata
kiri kanan (LIPI, 2013). Judul jurnal sudah baik karena sudah mengandung
kata kunci tentang penelitian yang dilakukan.
Nama penulis jurnal dicantum tanpa gelar akademik dan ditempatkan di
bawah judul jurnal. Nama penulis utama berada pada urutan paling depan
(LIPI, 2013). Pada jurnal ini penulis nama sudah sesuai dengan kaidah
penulisan jurnal yang baik karena nama penulis dibuat tanpa disertai gelar,
mencantumkan institusi asal penulis. Sehingga penulisan judul jurnal sudah
sesuai dengan harapan.
12
2. Abstrak
13
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain observasi
prospektif dimana peneliti hanya mengobservasi pemasangan NGT
dengan dua metode yaitu metode pengukuran pH dan auskultasi.
Kemudian dilihat perbandingan kebenaran letaknya menggunakan dua
metode tersebut.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini tidak
dijelaskan didalam abstrak namun kriteria sampel tercantum dalam
hasil penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dewasa yang ada di rumah
sakit tempat penelitian dilakukan.
Sampel dalam penelitian ini adalah 331 pasien dewasa yang
menggunakan NGT.
Instrument yang digunakan untuk penelitian tidak dijelaskan di
abstrak.
2) Hasil
Hasil penelitian menunjukan bahwa 98,9% pH di bawah 5,5 dimana
dapat diartikan bahwa selang NGT nya terletak di lambung. Sedangkan
dengan menggunakan metode auskultasi menunjukkan 94,2% selang
NGT masuk ke lambung.
3) Analisis Data
Analisis data menggunakan prospective observational study dengan
membandingkan dua intervensi memastikan NGT masuk ke lambung
yaitu uji pH lambung dan metode auskultasi.
4) Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini yaitu metode uji pH lambung lebih akurat
dibanding metode auskultasi dalam menentukan penempatan NGT.
Dimana pH lambung didapatkan ≤ 5,5.
5) Saran
Uji pH merupakan salah satu metode yang dapat digunakan oleh
tenaga kesehatan dalam penempatan selang NGT.
6) Kata kunci
14
Penulisan kata kunci dalam bahasa inggris, ditempatkan di samping
abstrak, terdiri dari dua sampai enam kata yang berfungsi untuk
memudahkan pencarian jurnal ini secara elektronik (LIPI, 2013).
Berdasarkan uraian diatas, isi abstrak sudah sesuai dengan syarat kaidah
penulisan jurnal jurnal yang baik.
3. Pendahuluan
15
penempatan lambung dengan pH biasanya berkisar dari 1-5 dan dari
pernapasan, pleura atau penempatan intestinal pH biasanya 6 atau lebih
tinggi.
Analisa isi jurnal:
Latar belakang dari artikel penelitian ini adalah seringnya tenaga
kesehatan memasang NGT menggunakan metode auskultasi. namun
hampir 61% hasil auskultasi memiliki interpretasi yang salah. Sedangkan
Gold standart penempatan selang NGT yaitu dengan X-ray dan pilihan
kedua yang direkomendasikan setelah X-ray adalah dengan uji pH
lambung (Sue, 2011; Simons dan Abdallah, 2012). pH yang
direkomendasikan oleh American Accociation of Critical Care Nurses
(2010) adalah 1-5,5.
4. Studi Literatur
Sumber yang digunakan dalam artikel penelitian ini dimulai dari tahun
1979 sampai dengan 2012. Pembahasan yang dicantumkan dijurnal sudah
dilampirkan sumbernya pada daftar pustaka dan sesuai dengan isi artikel.
Penggunaan sumber teori dan penelitian dalam artikel ini belum memenuhi
syarat dalam penulisan jurnal yang baik karna masih menggunakan literatur
lama. Oleh karna itu kebenaran dari jurnal ini sulit untuk diterima namun
artikel-artikel tentang penelitian ini sudah ada yang terbaru seperti penelitian
yang dilakukan oleh Olson (2017) tentang uji pH sebagai pemeriksaan utama
dalam penempatan NGT.
16
5. Metodologi
17
dilakukan oleh dokter dengan ukuran 10 atau 14 FR dan supervisi oleh
perawat. Untuk uji pH pertama-tama ukur selang menggunakan metode NEX
kemudian masukkan selang dan aspirasi secara perlahan lalu hasilnya di
letakkan pada strip tes pH.
18
tahun dengan 59,2% berjenis kelamin laki-laki. Sebanyak 57 pasien dalam
kondisi koma, 80 somnolen, dan composmentis 177 pasien.
7. Instrument Penelitian
Instrumen penilitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan
data. Instrumen penilitian dapat berupa kuesioner, formulir observasi. Formulir
yang berhubungan dengan pencatatan data (Nursalam 2011). Di dalam artikel
penelitian ini tidak dijelaskan secara detail mengenai instrument yang
digunakan. Namun digunakan strip pH untuk mengukur pH dan stetoskop
sebagai pengukur selang NGT dengan metode auskultasi.
8. Analisis Data
Pada bagian ini analisis data dalam bentuk tabel. Program statistik apa
yang digunakan dan data analisnya sudah di tampilkan sehingga kita dapat
mengetahui bagaimana cara penelitian menganalisis hasil penelitian. Analisa
data menggunakan uji Chi Square untuk membandingkan variabel terikat
(confirm the position of a nasogastric) dan uji Mann Whitney untuk variabel
bebas (realiability of pH measurement and the auscultatory method) dan
program SPSS 21 digunakan untuk analisa data.
19
memastikan selang NGT masuk ke lambung yaitu dengan metode auskultasi,
tes udara di dalam air, inspeksi cairan, endoskopi dan flourkospi, radiologi, dan
tes pH (Prhoel, 2010).
Prosedur pemasangan selang NGT dengan uji pH:
a. Atur lingkungan yang nyaman untuk prosedur tindakan
b. Cuci tangan dan gunakan APD sesuai kebutuhan
c. Posisikan pasien 30 derajat untuk mengurangi aspirasi secara tiba
d. Pasang perlak di dada dan strip pH
e. Ukur panjang selang ada dua cara yang pertama ukur dari ujung hidung ke
telinga lalu dari telinga ke PX. Cara yang kedua dengan mengukur selang
dari dahi ke PX
f. Olesi selang dengan gel dan masukkan selang kelubang hidung secara
perlahan-lahan. Jika ada tahanan stop pemasangan dan pindahkan selang ke
lubang hidung lainnya.
g. Cek kebenaran penempatan selang dengan aspirasi cairan lambung dan cek
pH nya. Jika pH ≤ 5,5 fiksasi selang NGT. Jika pH lebih dari 5,5 jangan
fiksasi, tunggu 30-60 dan cek ulang pH.
(Child and Adolescent Community Health, 2018)
Selain dengan uji pH, cairan yang di aspirasi juga dapat dilihat sehingga 2
cara verifikasi penempatan NGT dapat dijalankan. Biasanya, aspirasi cairan
dari usus kecil adalah kuning emas atau coklat kekuningan (cairan intestinal
bercampur dengan bilirubin); sedangkan aspirasi cairan lambung sering
berwarna hijau rumput; putih keruh, atau kehitaman. Tetapi sekresi respiratori
juga dapat berwarna putih, kuning, warna jerami, atau jernih. Karena baik itu
cairan gastrointestinal ataupun respiratori dapat serupa dalam warna, sehingga
dapat dengan mudah salah interpretasi (Potter, 2011).
Sedangan metode auskultasi hanya berjalan sendiri. Metode auskultasi
dengan memasang spuit / syiringe yang telah diisi udara kira-kira 10-20 ml
pada ujung selang NGT yang berada diluar, lalu dorong sehingga udara masuk
kedalam lambung sambil letakkan stetoskop didaerah lambung dan dengarkan
apabila terdengar suara gemuruh maka NGT masuk kelambung. Devolopment
of a Clinical Practice Guideline for Testing Nasogastrice Tube Placement
(2012) sudah tidak menganjurkan metode Woosh Test dimana auskultasi saat
menginjeksikan udara ke dalam selang nasogastrik karna jika selang salah
masuk ke bagian lain maka akan menyebabkan penumpukan udara secara
20
mendadak. Penumpukan ini dapat menyebabkan pnuomotorak bahkan
kematian jika NGT masuk ke sistem pernafasan (Smeltzer & Bare, 2008).
Selain itu bias mudah terjadi karena suara yang timbul saat di injeksikan udara
di lambung hampir sama dengan suara yang timbul di sistem pernafasan
Beberapa sumber merekomendasikan melakukan tes pH untuk
menentukan ketepatan lokasi NGT dengan aspirasi cairan yang didapat. Cairan
lambung biasanya bersifat asam, dengan pH sama dengan atau kurang dari 5,5.
Sedangkan sekresi respirasi bersifat alkali, dengan pH lebih dari atau sama
dengan 6. Jika pH cairan aspirasi lebih besar atau sama dengan 6, selang
mungkin masuk ke saluran pernapasan. Aspirasi cairan pipa lambung biasanya
bersifat alkali jika selang berada di usus kecil atau pasien achlorhydric. pH
lambung juga akan naik untuk sementara jika pasien mendapatkan obat
golongan penghambat asam (contoh: antagonis histamin, inhibitor pompa
proton) namun tidak akan merubah keasaman lambung yang normal.
Disamping adanya kemungkinan salah interpretasi, pH terus digunakan sebagai
metode yang reliabel untuk konfirmasi posisi NGT. Metode pH bekerja terbaik
saat makan beberapa jam sebelum cairan aspirasi diambil.
Untuk memastikan ketepatan NGT, dianjurkan melakukan pengecekan
kembali setiap 4 jam namun pada penelitian ini dianjurkan untuk
melakukannya setiap 1 jam sekali dengan uji pH dengan reaspirasi kembali.
Sedangkan yang 4 jam sekali diukur dengan melihat panjang selang NGT yang
telah ditandai saat mengukur selang dari dari ke Possesuse xipeudeus (Potter,
2011).
10. Kesimpulan
Bagian ini adalah yang kadang ditampilkan dalam teks dan kadang pula
dicantumkan secara tidak langsung pada bagian akhir dari pembahasan. Patut
diingat, bahwa yang disampaikan dalam bagian ini adalah kesimpulan yang
diputuskan oleh peneliti setelah melihat hasil yang diperoleh dan pembahasan
yang mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan apa yang ada
dalam penelitian tersebut. Kesimpulan harus menjawab pertanyaan penelitian
yang dinyatakan dalam sub-bab pendahuluan. Saran mengikuti kesimpulan
yang umumnya mengemukakan rekomendasi kepada pihak pengambil
21
kebijakan dalam menanggulangi masalah yang di teliti serta saran untuk
penelitian berikutnya. Kesimpulan dan saran disusun dalam beberapa kalimat
dan umumnya hanya satu paragraph (LIPI, 2013).
Kesimpulan dalam jurnal ini terdiri dari satu paragraf, hal ini sudah
sesuai dengan ketentuan jurnal yang baik. Kesimpulan dari jurnal ini adalah
uji pH sebagai salah satu metode penempatan NGT, pengganti uji penempatan
NGT dengan X-ray yang membutuhkan pengeluaran banyak dan mengurangi
terpapar radiasi. Puasa dan tidak puasa tidak akan mempengaruhi pH
lambung namun akan mempengaruhi jumlah aspirasi. Meminum obat
golongan penghambat asam lambung atau tidak, juga tidak akan
mempengaruhi pH lambung. Uji NGT dengan pH sangat beresiko pada pasien
dengan diagnosa keperawatan resiko aspirasi. Metode auskultasi tidak dapat
selalu diandalkan karena sangat beresiko jika masuk ke saluran pernafasan.
Udara yang masuk ke saluran pernafasan bagian bawah secara langsung dan
tiba-tiba akan menyebabkan tekanan didalam rongga pleura meningkat
sehingga menyebabkan penumotorak bahkan kematian (Olson, 2017).
22
1) Daftar Pustaka harusnya disusun berdasarkan abjad, dalam jurnal ini
daftar pustaka sudah disusun berdasarkan abjad.
2) Daftar Pustaka dari internet harusnya dibuat nama penulis, kalau tidak
ada nama penulis dibuat “anonim”, alamat website harus dibuat lengkap
beserta tanggal pengaksesannya. Penulisan jurnal ini sudah sesuai
dengan ketentuan diatas.
3) Sumber yang diambil dari jurnal atau artikel harus dicetak miring jenis
jurnalnya, namun daftar pustaka pada jurnal ini tidak diberi garis miring
pada jenis jurnalnya namun diberi warna biru dalam penulisannya.
DAFTAR PUSTAKA
Christensen, B.L. & Kockrow. (2012). Foundation and Adult Health Nursing 5th
Edition. St. Louis: Molby Elsevier.
Craven, R. & Hirnle, J.C. (2009). Fundamental of Nursing 4th Edition.
Philadephia : Lippincott Williams & Wilkins.
FK UNHAS. (2018). Panduan Mahasiswa: Sistem Gastroenterohepatologi.
Makassar: FK Unhas.
23
Knies, R.C. (2010). Research Applied to Clinical Practice: Confirming Safe
Placement of Nasogastric Tube. Diakses pada tanggal 18 Desember 2018
dari http://www.ENW.org/research-NGT.html.
Olson, K. (2017). pH Testing as the Primary Method for Nasogastric Tube
Placement Verification. University of Saskatchewan Undergraduate
Research Journal Vol. 3, Issue 1. Canada: College of Nursing, University of
Saskatchewan.
Pennsylvania, Patient Safety Authority. (2012). Confirming Feeding Tube
Placement. Diakses pada tanggal 17 Desember 2018 dari
http://www.npsa.nhs.uk/site/media/document/857Insert-finalWeb.pdf.
Potter, Patricia. (2011). Basic Nursing 7th Edition. Philadelphia: Elsevier.
24