Anda di halaman 1dari 12

Badrian Ahmad

Untuk Kepentingan sendiri dan umum

Beranda ▼

Minggu, 03 November 2013

FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL

                              Fraktur Femur 1/3 Distal


 

 
 Definisi

a.       Open fraktur femur dextra sepertiga distal


Open artinya terbuka. Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur
tulang (Apley dan Solomon,1995). Femur adalah tulang paha. Dextra adalah sisi tubuh bagian
kanan. Sepertiga distal adalah suatu area yang dibagi menjadi tiga bagian yang sama kemudian
diambil bagian yang bawah. Jadi   open fraktur femur dextra 1/3 distal adalah suatu patahan
terbuka yang mengenai 1/3 bagian bawah tulang paha kanan.

b.      Pasca operasi

Pasca atau dikenal dengan kata post berarti setelah (Dorland, 2002). Operasi diambil dari
kata operation (kamus kedokteran) yang berarti setiap tindakan yang dilakukan dengan alat atau
dengan tangan seorang ahli bedah (Dorland, 2002). Sehingga pasca operasi dapat diartikan
sebagai suatu keadaan setelah dilakukan tindakan pembedahan.

c.       Plate and screws


Plate and screws merupakan sebuah lempengan besi dan sekrup yang berfungsi sebagai
immobilisasi tulang panjang yang patah (Adams, 1992).

d.      Terapi latihan

Terapi latihan adalah salah satu usaha penyembuhan dalam fisioterapi yang dalam
pelaksanaannya menggunakan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif (Priatna, 1985).

3. Etiologi

Menurut Apley dan Solomon (1995), fraktur dapat terjadi akibat: (1) peristiwa trauma
tunggal, (2) tekanan yang berulang-ulang, (3) kelemahan abnormal pada tulang. Kekuatan tersebut
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan atau penarikan.

4. Patologi

Operasi diambil dari kata operation (kamus kedokteran) yang berarti setiap tindakan yang
dilakukan dengan alat atau dengan tangan seorang ahli bedah (Dorland, 1994). Hal itu berarti ada
tindakan bedah yang menyebabkan terdapat luka incisi. Akan terjadi kerusakan jaringan lunak di
bawah kulit maupun pembuluh darah yang akan diikuti keluarnya cairan limphe dan darah
kemudian akan terjadi reaksi radang sehingga menimbulkan oedem (bengkak). Bengkak akan
menekan nociceptor sehingga merangsang timbulnya nyeri. Nyeri akan menyebabkan pasien
enggan bergerak yang akan mengakibatkan luas gerak sendi menurun kemudian akan diikuti
penurunan kekuatan otot karena otot tidak digunakan dalam waktu yang lama dan akhirnya
menyebabkan penurunan aktifitas fungsional.
Menurut Apley dan Solomon (1995) proses penyambungan tulang dibagi dalam lima tahap:

a.       Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematom di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada
permukaan fraktur yang tidak mendapat persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua
millimeter.

b.      Proliferasi
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di bawah
periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan
sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematom akan membeku perlahan-lahan dan diabsorbsi
serta kapiler yang baru yang halus berkembang di dalam daerah fraktur.

c.       Pembentukan kalus

Sel yang berkembang memiliki potensi kondrogenik dan osteogenik. Jika diberikan tindakan
yang baik sel itu akan membentuk tulang, cartilago dan osteoclast. Massa tulang akan menjadi
lebih tebal dengan adanya tulang, cartilago dan osteoclast yang disebut dengan kalus yang
terbentuk pada permukaan periosteal dan endoosteal.

d.      Konsolidasi

Kalus   akan berkembang menjadi tulang lamellar yang cukup kaku untuk memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur dan dekat dibelakangnya osteoclast
mengisi celah-celah yang tersisa di antara fragmen dengan tulang yang baru.

e.  Remodelling

Tulang yang patah telah dihubungkan oleh tulang yang padat yang akan reabsorbsi, lamella
yang semakin tebal, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga sumsum
sehingga akan memperoleh bentuk tulang seperti normalnya. Proses ini terjadi dalam beberapa
bulan bahkan sampai beberapa tahun.
Waktu penyembuhan fraktur sangat bervariasi dari satu individu ke individu lainnya. Faktor-
faktor yang mmpengaruhi proses penyambungan tulang yaitu fraktur adalah usia pasien,
banyaknya displacement fraktur, jenis fraktur, lokasi fraktur, pasokan darah pada daerah fraktur, dan
kondisi medis yang menyertai (Garrison, 1995).

5. Tanda dan gejala


   
 Tanda dan gejala pada kondisi open fraktur femur dextra 1/3 distal antara lain: (1) adanya
krepitasi, (2) ada tanda radang pada tungkai atas dan lutut kanan, (3) adanya gerak abnormal pada
tungkai kanan, (4) adanya perdarahan pada tungkai atas kanan.
Tanda dan gejala pada kondisi pasca operasi open fraktur femur dextra 1/3 distal adalah: (1)
adanya oedem karena luka incisi pada tungkai atas dan lutut kanan sehingga menimbulkan nyeri,
(2) adanya keterbatasan lingkup gerak sendi lutut kanan, (3) adanya penurunan kekuatan otot
tungkai kanan, (4) adanya penurunan fungsional tungkai kanan seperti berjalan.

6. Komplikasi

Komplikasi dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi yang berhubungan dengan fraktur dan
yang berhubungan dengan injury. Komplikasi yang berhubungan dengan fraktur adalah:

a.       Infeksi

Infeksi biasanya terjadi pada fraktur terbuka karena luka terkontaminasi oleh organisme
yang masuk dari luar tubuh. Pada fraktur tertutup dapat terjadi karena penolakan terhadap internal
fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien (Adams, 1992).

b.      Delayed union

Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan yang lambat yang
disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah ke fragmen (Adams, 1992).

c.       Non union

Non union adalah fraktur tidak dapat sambung selama proses penyambungan dalam waktu
beberapa bulan (Adams, 1992). Non union adalah penyambungan tulang yang tidak sukses
memperbaiki perpatahannya (Gartland, 1974).

d.      Avascular necrosis

Avascular necrosis adalah kematian tulang karena kekurangan supply darah (Adams, 1992).
Avascular necrosis adalah nekrosis atau kerusakan tulang yang diakibatkan kurangnya pasokan
darah (Apley dan Solomon, 1995).

e.       Mal union

Mal union adalah penyambungan fragment pada posisi yang tidak sempurna (Adams, 1992).
Mal union adalah penyambungan tulang pada posisi yang salah atau abnormal (Gartland, 1974).
f.       Shortening

Shorthening disebabkan oleh mal union, loss of bone, gangguan pada epiphyseal pada anak-
anak (Adams, 1992). Shortening merupakan pemendekan tulang yang diakibatkan oleh mal union
dan gangguan epiphyseal pada anak-anak (Apley dan Solomon, 1995).

Sedangkan komplikasi yang berhubungan dengan injury menurut Adams (1992) adalah:

a.       Injury pada pembuluh darah

Injury pada pembuluh darah disebabkan fragmen fraktur masuk ke dalam jaringan tubuh
yang akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah.

b.    Injury pada saraf

                      Injury pada saraf dapat mengenai saraf tepi, ada tiga tipe yaitu: (1) neuropraxia, (2)
axonotmesis, (3) neuronotmesis.

a.       Injury pada organ dalam

Injury pada organ dalam adalah bila fraktur mengakibatkan organ dalam rusak. Contohnya
rusaknya pleura atau paru yang disebabkan fraktur costa, rupture pada uretra atau penetrasi colon
karena fraktur pelvis.

b.      Injury pada tendon

Injury pada tendon biasanya terjadi pada fraktur terbuka. Misalnya rusaknya extensor pollicis
longus akibat fraktur radius.

c.       Injury pada sendi

Contoh injury pada sendi adalah dislokasi, subluksasi dan strain.

g.      Fat embolism


Fat embolism adalah gumpalan lemak pada pembuluh darah kecil dimana dapat
mengganggu paru dan otak karena akan terjadi oedem dan perdarahan di alveoli sehingga aliran
oksigen ke arteriole terganggu kemudian terjadilah hypoxemia.

7. Prognosis
 
Prognosis adalah ramalan mengenai berbagai aspek penyakit (Hudaya, 2002). Prognosis
pada pasca operasi open fraktur femur dextra 1/3 distal akan baik apabila terapi latihan diberikan
secara tepat dan adekuat. Prognosis itu meliputi aspek:

a.       Quo ad vitam

Quo ad vitam adalah mengenai hidup matinya penderita, quo ad vitam dinyatakan baik
apabila keadaan yang ditimbulkan fraktur atau tindakan operasi tidak mengancam jiwa penderita.
Pada kasus ini quo ad vitam baik karena segera mendapat pertolongan dan tindakan operasi
dilakukan dengan spinal anasthesi yang tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler.

b.      Quo ad sanam

Quo ad sanam adalah mengenai kesembuhan penderita, quo ad sanam dinyatakan baik
apabila proses penyembuhan fraktur tidak terjadi komplikasi. Pada kasus ini quo ad sanam   baik
karena tidak terjadi komplikasi baik yang berhubungan dengan fraktur maupun injury.
c.       Quo ad fungsionam

Quo ad fungsionam adalah menyangkut fungsional penderita, quo ad fungsionam dinyatakan


baik apabila tidak mengganggu fungsional penderita. Pada kasus ini fungsional penderita baik
karena pasien mampu melakukan aktivitas fungsional dengan tungkai karena mendapat latihan
transfer dan ambulasi.

d.      Quo ad cosmetican

Quo ad cosmetican adalah yang berhubungan dengan kosmetika, quo ad cosmetican


dinyatakan baik apabila tidak mengganggu penampilan penderita. Pada kasus ini kosmetika pasien
baik karena pasien masih mampu berjalan dengan baik dan tidak mengganggu penampilan
walaupun dengan memakai kruk sebagai alat bantu jalan.

B. Deskripsi Problematik Fisioterapi


Problematik fisioterapi pada kasus pasca operasi open fraktur femur dextra 1/3 distal
dengan plate and screws meliputi impairment, functional limitation, dan participation restriction.
Problematik yang termasuk impairment yaitu:

1.      Oedem

Oedem terjadi karena adanya peningkatan cairan dari pembuluh darah. Cairan tersebut
disebut dengan exudat dan kemudian diikuti proses radang yang ditandai dengan peningkatan
leukosit dan terjadi peningkatan permeabilitas membran kapiler yang mengakibatkan plasma
protein (albumin, globulin dan fibrinogen) meninggalkan pembuluh darah dan memasuki ruangan
antar sel.
2. Nyeri

 Nyeri terjadi karena adanya luka incisi sehingga terjadi kerusakan jaringan lunak di bawah
kulit maupun pembuluh darah yang akan diikuti keluarnya cairan limphe dan darah kemudian akan
terjadi reaksi radang sehingga menimbulkan oedem (bengkak). Bengkak akan menekan nociceptor
sehingga merangsang timbulnya nyeri.

3. Keterbatasan lingkup gerak sendi

Keterbatasan lingkup gerak sendi terjadi karena pasien enggan bergerak karena nyeri. Jika
kondisi ini dibiarkan dapat menimbulkan spasme yang akan menyebabkan gerakan sendi menjadi
terbatas.

4. Penurunan kekuatan otot

Apabila otot tidak digunakan dalam waktu yang lama maka akan terjadi penurunan kekuatan
otot (disused muscle weakness).
Problematik yang muncul pada functional limitation adalah keterbatasan pasien untuk
melakukan aktifitas fungsional dengan tungkai, misalnya: berjalan. Sedangkan problematik yang
participation restriction yaitu penderita tidak dapat bersosialisasi dengan optimal di lingkungan
masyarakat seperti bekerja sebagai petani, membantu orang yang punya kerja.
C. Teknologi Intervensi Fisioterapi
Teknologi intervensi fisioterapi atau modalitas fisioterapi yang digunakan untuk mengatasi
problematik pada kasus pasca operasi open fraktur femur dextra 1/3 distal dengan plate and
screws adalah terapi latihan. Terapi latihan adalah salah satu usaha penyembuhan dalam fisioterapi
yang dalam pelaksanaannya menggunakan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif (Priatna,
1985). Terapi latihan yang diberikan menurut Kisner dan Colby (1996) antara lain kontraksi statik,
latihan gerak aktif, latihan gerak pasif dan hold relax. Terapi latihan tersebut ditambah dengan
latihan jalan menggunakan kruk atau walker.

1.      Static contraction

Static contraction merupakan kontraksi otot tanpa perubahan panjang otot atau tanpa
gerakan sendi yang nyata. Tujuan static contraction adalah untuk meningkatkan rileksasi otot dan
sirkulasi darah serta menurunkan nyeri setelah fraktur dalam proses penyembuhan. Pada kasus ini
static contraction ditujukan untuk otot quadriceps.   Latihan static contraction dilakukan pada hari
pertama dan kedua pasca operasi. Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berada di samping
pasien. Terapis meletakkan tangannya di bawah lutut pasien, kemudian pasien diminta menekan
tangan terapis ke tempat tidur. Latihan ini dilakukan dengan penahanan 6-10 detik, fase istirahat 3-
5 detik, kekuatan kontraksi min 40% dari kekutan kontraksi maksimal dengan 12 kali pengulangan,
dilakukan 3-5 kali per hari (Kuprian, 1984).

2.      Passive exercise

Passive exercise merupakan gerak yang dihasilkan oleh kekuatan dari luar tanpa disertai
kontraksi otot. Kekuatan dari luar tersebut berupa gravitasi, mekanik, orang lain atau bagian lain
dari tubuh pasien itu sendiri. Passive exercise dapat menjaga elastisitas otot sehingga dapat
memelihara luas gerak sendi. Passive exercise dilakukan pada hari pertama sampai dengan hari
keenam pasca operasi. Pada hari pertama sampai hari ketiga latihan dilakukan dengan posisi
pasien tidur terlentang, terapis berada di samping pasien. Terapis memfiksasi fragmen bagian
distal dan satu tangan menyangga tungkai bawah. Terapis menggerakkan ke arah fleksi dan
ekstensi. Untuk hari keempat sampai keenam latihan dilakukan dengan posisi tengkurap. Gerakan
ini dilakukan 5-10 kali (Kisner dan Colby, 1996).

3.      Active exercise


Active exercise merupakan gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot itu sendiri. Active
exercise dapat memelihara luas gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot (Kisner dan Colby,
1996). Menurut Apley dan Solomon (1995) active exercise dapat memompa keluarnya cairan
oedem, merangsang sirkulasi, mencegah perlengketan jaringan lunak dan membantu penyembuhan
fraktur.

Teknik active exercise yang dilakukan yaitu:

            a. Assisted active exercise

Assisted active exercise yaitu suatu gerakan aktif dengan bantuan kekuatan dari luar,
sedangkan pasien tetap mengkontraksikan ototnya secara sadar. Bantuan dari luar dapat berupa
tangan terapis, papan, maupun suspension. Latihan ini dilakukan pada hari pertama sampai dengan
hari ketiga pasca operasi. Pada hari pertama posisi pasien tidur terlentang, terapis berada di
samping pasien pada sisi yang sakit. Terapis memfiksasi fragmen bagian distal dan menyangga
tungkai bawah. Pasien diminta menekuk dan meluruskan lututnya sesuai kemampuan. Pada hari
kedua dan ketiga pasca operasi latihan ini dilakukan dengan posisi berbeda yaitu dengan duduk
ongkang-ongkang, satu tangan terapis memberi fiksasi di atas lutut dan satu tangan yang lain
menyangga tungkai bawah kemudian pasien diminta bergerak menekuk dan meluruskan lututnya.
Gerakan ini dilakukan 5-10 kali pengulangan (Kisner dan Colby, 1996).

b.      Free active exercise

Free active exercise yaitu suatu gerakan aktif yang dilakukan oleh adanya kekuatan otot dan
anggota tubuh itu sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan
pengaruh gravitasi (Basmajian, 1978). Latihan ini dilakukan pada hari ketiga sampai hari keenam.
Posisi pasien yaitu duduk ongkang-ongkang. Terapis berada di samping pasien dan memberi
fiksasi pada tungkai atas sedekat mungkin dengan lutut. Kemudian pasien diminta untuk menekuk
dan meluruskan lututnya. Gerakan ini dilakukan 5-10 kali pengulangan (Kisner dan Colby, 1996).

c.       Resisted active exercise


Resisted active exercise yaitu gerak aktif dengan tahanan dari luar terhadap gerakan yang
dilakukan oleh pasien. Tahanan dapat berasal dari terapis, pegas maupun dari pasien itu sendiri.
Salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan otot adalah dengan meningkatkan tahanan secara
bertahap. Latihan ini dilakukan pada hari keempat sampai hari keenam. Posisi pasien duduk
ongkang-ongkang. Terapis berada di samping pasien, satu tangan memfiksasi tungkai atas bagian
distal sedekat mungkin dengan lutut dan satu tangan memberi tahanan pada tungkai bawah.
Pasien diminta meluruskan lututnya kemudian terapis memberi tahanan ke arah fleksi, selanjutnya
pasien diminta untuk menekuk lututnya kemudian terapis memberi tahanan ke arah ekstensi.
Gerakan ini dilakukan 5-10 kali pengulangan (Kisner dan Colby, 1996).

4.      Hold relax yang dimodifikasi

Hold relax adalah salah satu teknik dalam PNF (Propioceptor Neuromuscular Fascilitation)
yang menggunakan kontraksi isometris dari kelompok otot antagonis yang memendek, dilanjutkan
dengan rileksasi kelompok otot tersebut dimana hold relax ini menggunakan pola gerak (Knott,
1965). Sedangkan pada hold relax yang dimodifikasi tidak menggunakan pola gerak yaitu hanya
meliputi gerak fleksi dan ekstensi lutut. Latihan ini dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan luas
gerak sendi lutut. Latihan ini dilakukan pada hari keempat sampai hari keenam pasca operasi.
Posisi pasien tidur tengkurap sedangkan posisi terapis berada di samping kanan pasien. Satu
tangan terapis memfiksasi tungkai atas bagian distal sedekat mungkin dengan lutut, satu tangan
berada di tungkai bawah. Pasien diminta untuk menekuk lututnya ke arah pantat. Kemudian ketika
sampai pada batas nyeri pasien diminta untuk meluruskan lututnya dan terapis memberi tahanan
isometrik ke arah fleksi dengan aba-aba “tahan” selama 6-10 detik kemudian rileks selama 3-5 detik
baru ditambah gerak pasif atau aktif ke arah fleksi. Gerakan ini dilakukan 12 kali pengulangan
(Kuprian, 1984).

5.      Latihan jalan

Latihan jalan dapat dimulai pada hari ketiga pasca operasi. Latihan jalan dengan
menggunakan kruk atau walker dapat memperbaiki aktifitas fungsional jalan. Sebelum latihan jalan
penderita diberikan latihan transfer secara bertahap mulai dari posisi tidur terlentang ke posisi
duduk, duduk ke berdiri. Pada saat duduk dan berdiri diberikan latihan keseimbangan yaitu dengan
memberi dorongan ke depan, belakang, samping kanan dan kiri. Latihan jalan bisa dimulai dari
tingkat yang paling aman yaitu dengan walker yang mempunyai stabilitas lebih tinggi daripada kruk.
Apabila dengan walker kemampuan jalan penderita mulai meningkat kemudian dapat diganti
dengan kruk. Latihan jalan dilakukan tanpa menumpu berat badan (non weight bearing) yaitu kaki
yang sehat menumpu sedang kaki yang sakit tidak menumpu dan dengan metode swing yang
terdiri dari swing to dan swing trough. Swing to yaitu kedua kruk maju kemudian diikuti kedua kaki
diayunkan ke depan dengan posisi kaki saat menumpu sejajar dengan kedua kruk. Swing trough
yaitu kedua kruk maju kemudian diikuti kedua kaki diayunkan ke depan dengan posisi kaki saat
menumpu melewati kruk. Latihan jalan pertama kali diberikan dengan jarak yang dekat seperti di
sekitar tempat tidur baru kemudian ditambah dengan jarak yang lebih jauh bertahap dari hari ke
hari. Pasien diminta untuk tetap berjalan seperti yang diajarkan terapis yaitu tanpa menumpu berat
badan sampai menunggu jadwal kontrol ke dokter dimana hasil dari kontrol tersebut menjadi
pertimbangan apakah pasien diperbolehkan  partial weight bearing (setengah menumpu berat
badan) atau weight bearing sekaligus.

Badri ahmad di 10.07

Berbagi

Tambahkan komentar sebagai nayla


sakdiyah

Komentar teratas

Yumna Yarni
2 tahun yang lalu Dibagikan kepada publik

 
Good...:)

Claudia Laras
1 tahun yang lalu Dibagikan kepada publik

 
Pemeriksaan sioterapi pada kasus fraktur
apa aja?
Fraktur tlg ekstremitas gt
Makasih

agus munandar
3 tahun yang lalu Dibagikan kepada publik

 
zul
‹ Beranda

Lihat versi web

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Badri ahmad
Ikuti 9

Lihat profil lengkapku

Anda mungkin juga menyukai