Anda di halaman 1dari 16

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fraktur Colles

1. Definisi fraktur colles

Fraktur merupakan keadaan dimana terjadi perpatahan sebagian atau

keseluruhan pada struktur tulang yang disebabkan oleh trauma, tekanan yang

berulang pada tulang, atau kelemahan dari tulang sendiri. Fraktur colles adalah

perpatahan melintang pada ujung tulang radius (di atas pergelangan tangan), dengan

fragmen distal bergeser ke dorsal (Apley et all, 2010). Letaknya pada tulang radius

1/3 distal.

2. Pasca operasi fraktur colles

a. Definisi

Pasca berarti setelah, sedangkan ORIF atau open reduction internal fixation

adalah suatu jenis operasi dengan pemasangan internal fixasi yang dilakukan ketika

fraktur tersebut tidak dapat direduksi secara cukup dengan close reduction, atau

ketika plaster gagal untuk mempertahankan posisi yang tepat pada fragmen fraktur

(Adams, 1992). Operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif

dengan membuka bagian tubuh yang akan ditangani. Fraktur merupakan suatu

patahan pada kesinambungan struktur tulang. Patahan yang mungkin tak lebih dari

suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks, biasanya perpatahan itu

lengkap dan fragmen tulang bergeser (Apley et all, 2010). Colles adalah perpatahan

yang terjadi pada ujung tulang radius (pergelangan tangan). Jadi, pasca operasi

fraktur colles adalah suatu keadaan dimana dilakukan tindakan yang menggunakan
7

cara invasif dengan membuka bagian tubuh yang akan ditangani menggunakan

pemasangan internal fixation akibat perpatahan tulang close reduction pada bagian

tulang radius distal lengan bawah.

3. Anatomi fungsional

a. Tulang radius

Tulang radius merupakan tulang lateral lengan bawah. Ujung proksimal dari

tulang radius bersendi dengan tulang humerus dan ulna. Caput circular pada ujung

proksimal radius yang memiliki permukaan cekung bertemu dengan capitulum

humeri yang cembung membentuk articulatio humeroradial joint. Sedangkan

circumferentia dari caput circular bertemu dengan incisura radialis ulna membentuk

artic radioulnaris proximalis. Pada ujung distal tulang radius, dibagian lateral

menonjol disebut processus styloideus dan pada bagian medial terdapat incisura

ulnaris yang bersendi dengan caput ulna membentuk articulatio radioulnaris

distalis. Facies articularis inferior pada area lateral bersendi dengan tulang

scaphoideum, pada area medial bersendi dengan tulang lunatum membentuk

articulatio radiocarpali (Snell, 2012).

b. Os Ulna

Ulna pembentuk sisi medial dari lengan bawah. Mempunyai struktur kepala

yang berada di distal. Fossa olecranon (posterior) dan procesus coronoid pada

proximal ulna membentuk artikulasi dengan tulang humeri dimana membolehkan

terjadinya gerakan flexsi dan extensi. Dibagian distal ulna juga terdapat struktur

procesus styloid, yang mana membentuk articulatio dengan radius (Azlar, 2017).
8

Ujung atasnya bersendi dengan humerus pada articulatio cubiti, dan dengan

caput radii pada articulatio radioulnaris proximal. Ujung distal bersendi dengan

radius pada articulatio radioulnaris distalis, dipisahkan dengan articulatio

radiocarpal dengan dengan adanya facies articularis.

Ujung atas ulna besar, yaitu processus olecranii. Processus ini mempunyai

incisura di permukaan anteriornya yang disebut incisura trochlearis bersendi

dengan trochlea humeri. Dibawah trochlea humeri terdapat terdapat prossesus

coronoideus berbentuk segitiga bagian lateralnya terdapat incisura radialis yang

bersendi dengan caput radii.

Caput ulnae mengecil dari atas ke bawah. Terdapat margo interosseus yang

tajam sebagai melekatnya membrana interossea. Di bawah incisura radialis terdapat

lekukan, fossa supinator, mempermudah gerakan bicipitalis radii. Pinggir posterior

fossa ini tajam dikenal sabagai crista supinator, sebagai tempat origo musculus

supinator. Ujung distal ulna terdapat caput yang bulat, yang mempunyai tonjolan di

permukaan medialnya disebut processusstyloideus (Snell, 2012).


9

2
Keterangan :

1. Inchisura throclearis
3
2. Ligament anulare radii
6
3. Circumferentia articularis
4
4. Tendo M. biceps brachii
5
5. Radius

6. Chorda oblique
7
7. Membranainterossea antebrachii

8. Tulang ulna

9. Articulatio radioulnaris distalis

10. Facies articularis carpalis


8

9 10

Gambar 2.1

Tulang lengan bawah tampak anterior (Putz & Pabst, 2000)


c. Sendi pergelangan tangan

Sendi radiocarpalis atau sendi pergelangan tangan merupakan sendi yang

dibentuk oleh facies articularis inferior pada radius dan deretan proximalis ossa

carpi (scaphoideum dan lunatum). Capsula articularis pada sendi radiocarpalis

kendor, di bagian dorsal diperkuat oleh beberapa ligamentum. Gerakan sendi

radiocarpalis adalah dorsal fleksi dan palmar fleksi pergelangan tangan serta

gerakan deviasi radius dan ulna.

Sendi radioulnaris distalis dibentuk oleh incisura ulnaris dengan caput ulna.

Sendi radioulnaris proksimal dan distal memungkinkan terjadinya gerakan pronasi

dan supinasi. Gerakan pada sendi radioulnar distal adalah gerak rotasi

(Sjamsuhidajat & de Jong, 2012).

Gambar 2.2

Sendi radioulnar distal (Putz & Pabst, 2000)


d. Sistem Otot

Sistem otot pada lengan bawah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1
Otot Lengan Bawah – Fasial Anterior

Nama Otot Origo Insersio Fungsi

M. pronator teres Caput humerale: Pronasi dan fleksi


Epicondylus medialis lengan bawah
humeri
Caput ulnare: Permukaan lateral
Sisi medial procesus corpus radii
coronoideus ulnae

M. flexor carpi Epicondylus medialis Basis metacarpal II Fleksi dan abduksi


radialis humeri dan III tangan pada
pergelangan tangan
M. flexor carpi ulnaris Caput humeraliss:
Epicondylus medialis
humeri
Os pisiform, hamulus Fleksi dan abduksi
Caput ulnaris:
ossis hamati, basis tangan pada
Permukaan medial
metacarpal V pergelangan tangan
olecranon dan pinggir
posterior ulna

M. flexor digitorum Caput humeroulnaris:


superficialis Epicondylus medialis Fleksi phalang
humeri tengah jari dan
Phalang tengah 4 jari
Caput radialis: membantu fleksi
medial
Permukaan anterior phalang proksimal
corpus radii dan tangan
M. flexor pollicis Permukaan anterior Phalang distal ibu jari Fleksi phalang distal
longus corpus radii ibu jari

M. pronator Permukaan anterior Permukaan anterior Pronasi lengan


quadratus corpus ulna corpus radii bawah

(Snell, 2012)
Tabel 2.2
Otot Lengan Bawah – Fasial Lateral Lengan Bawah
Nama Otot Origo Insersio Fungsi

M. brachioradialis Crista supracondylaris Basis procesus Fleksi lengan bawah,


lateralis humeri styloideus ulna rotasi lengan bawah
ke posisi semi
pronasi
M. extensor carpi Crista supracondylaris Permukaan posterior Ekstensi dan abduksi
radialis longus lateralis humeri basis os metacarpal II tangan pada sendi
pergelangan tangan
(Snell, 2012)

Tabel 2.3
Otot Lengan Bawah – Fasial Posterior

Nama Otot Origo Insersio Fungsi

M. extensor carpi Epicondylus lateralis Permukaan posterior Ekstensi dan absuksi


radialis brevis humeri basis os metacarpal tangan pada
III pergelangan tangan

M. extensor carpi Epicondylus lateralis Basis os metacarpal V Ekstensi dan adduksi


ulnaris humeri tangan pada
pergelangan tangan

M. supinator Epicondylus lateralis Collum dan corpus Supinasi lengan


humeri radius bawah

M. abductor pollicis Permukaan posterior Basis os metacarpal I Abduksi dan ekstensi


longus corpus radius dan ulna ibu jari

M. extensor pollicis Permukaan posterior Basis phalang Ekstensi art.


Brevis corpus radius proksimal ibu jari metacarpophalangeal
ibu jari

M. extensor pollicis Permukaan posterior Basis phalang distal Ekstensi phalang


longus corpus ulna ibu jari distal ibu jari

M. extensor indicis Permukaan posterior Ekspansi ekstensor Ekstensi art.


corpus ulna jari telunjuk metacarpophalangeal
jari telunjuk
(Snell, 2012)
Gambar 2.3

Otot- otot lengan bawah tampak depan (Putz & Pabst, 2000)
4. Biomekanik

Pada sendi radiocarpalis terjadi gerakan palmar fleksi dan dorsal fleksi

pergelangan tangan serta gerakan deviasi radius dan ulna. Pada sendi radioulnar

distal terjadi gerak rotasi. Gerakan palmar fleksi dan dorsal fleksi dapat mencapai 90

derajat karena adanya gerakan sendi radiolunatum dan sendi lunatum-kapitatum

serta sendi lain di korpus. Sendi radiocarpal normalnya memiliki sudut 1 - 23 derajat

pada bagian palmar (ventral) seperti pada gambar 2.4. Pada sendi radiocarpal,

tulang carpal yang cembung bergerak pada tulang radius yang permukaannya

cekung, sehingga pada waktu gerakan dorsal fleksi terjadi gerakan rolling ke arah

dorsal sedikit distal dan gliding ke arah palmar sedikit proksimal, sedangkan saat

gerakan palmar fleksi terjadi gerakan rolling ke arah palmar sedikit proksimal dan

gliding ke arah dorsal sedikit distal. Gambar 2.5 memperlihatkan sudut normal yang

dibentuk tulang ulna terhadap sendi radiocarpal, yaitu 15 - 30 derajat (Seputar

Kedokteran, 2008). Pada waktu gerakan radial deviasi, gliding ke arah ulnar

proksimal sedangkan pada gerakan ulnar deviasi gliding ke arah radius distal.

Gambar 2.4

Sudut normal sendi radiocarpal di bagian ventral (tampak lateral) (Seputar

Kedokteran, 2008)
Gambar 2.5

Sudut normal yang dibentuk oleh ulna terhadap sendi radiocarpal (Seputar

Kedokteran, 2008)

5. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala klinis yang sering dijumpai pada pasca operasi fraktur

colles adalah (1) oedem di sekitar daerah fraktur, (2) rasa nyeri karena luka fraktur

dan luka bekas operasi, (3) keterbatasan gerak pada sendi pergelanagan tangan, (4)

penurunan kekuatan otot lengan bawah, (5) gangguan aktifitas fungsional tangan

(Brotzman et all, 2003).

6. Etiologi

Ada penyebab terjadinya fraktur colles yang terjadi akibat pasien ketika

terjatuh tangannya berusaha menahan agar badannya tidak terjatuh terlebih dahulu

dengan posisi tangan terbuka dan pronasi (Sari, 2016). Dilakukan dengan tindakan

operasi sebagai upaya untuk meresposisi fragmen fraktur dan melakukan

pemasangan internal fiksasi yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan, sebagai

dampak akan menimbulkan berbagai problematik diantaranya adalah adanya nyeri


(diam, gerak, dan tekan), keterbatasan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot

dan penurunan kemampuan aktivitas sehari-hari, dan terjadi odema pada pergelangan

tangan.

7. Patofisiologi

Setelah diagnosis fraktur colles ditegakkan, maka segera dilakukan tindakan

operasi yang bertujuan untuk mereduksi perpatahan dan pemberian fiksasi internal.

Dengan fiksasi internal, pasien dapat segera pulang atau meninggalkan rumah sakit.

Luka incisi pada operasi menyebabkan terjadinya oedem akibat pembuluh

darah terpotong, cairan limfe akan keluar bersama darah sehingga akan terjadi reaksi

radang. Terjadinya oedem menyebabkan tekanan intraseluler meningkat, dan akan

menekan nosiseptor / saraf sensorik sehingga menimbulkan nyeri. Dengan adanya

rasa nyeri, pasien akan enggan untuk menggerakkan tangan. Jika keadaan ini

dibiarkan dalam waktu lama, dapat menyebabkan keterbatasan gerak sendi dan

penurunan kekuatan otot pergelangan tangan serta terjadi gangguan fungsi gerak

tangan untuk beraktititas seperti makan, mandi dan lain-lain.

Luka bekas operasi merupakan luka steril, kerusakan jaringan yang

ditimbulkan hanya sedikit sehingga jaringan granulasi dan proses fibrosis juga

sedikit. Proses penyembuhannya sebagai berikut : (1) saat kulit diiris, beberapa sel

epitel, dermis dan jaringan kulit akan mati., dalam waktu 24 jam pertama akan

timbul reaksi radang (2) 2-3 hari kemudian eksudat akan berlipat ganda dan mulai

terjadi fibroblast (3) hari ke 3-5 gumpalan darah akan mengalami organisasi yaitu

proses pergantian jaringan nekrotik, eksudat dan thrombus (4) timbul kekuatan untuk

mencegah kembali terbukanya luka (tensile strength) pada hari ke-5 (5) hari ke 7-8,

epitelisasi terjadi dan luka akan mulai sembuh (6) hari ke 14-15, tensile strength 1/5

dari maksimum dan dalam 6 minggu akan mencapai maksimum (Hudaya, 2003).
Secara fisiologis tulang mempunyai kemampuan menyambung setelah terjadi

perpatahan dan setelah pemasangan internal fiksasi, proses penyambungan tulang

dibagi menjadi 5 fase yaitu:

a. Fase hematoma

Pembuluh darah di sekitar fraktur akan mengalami kerobekan sehingga dapat

terbentuk hematoma (kumpulan darah). Hematoma banyak mengandung fibroblast

yang membentuk serat kolagen, kemudian sel-sel endotel akan membentuk kapiler

darah. Pada daerah fraktur yang tidak mendapat suplai darah akan mati sepanjang

satu sampai dua milimeter (Apley et all, 2010). Fase ini dapat berlangsung selama 1-

3 hari.

b. Fase proliferasi

Fase dimana jaringan seluler yang berisi cartilago keluar dari ujung-ujung

fragmen, terjadi pembentukan granulasi yang banyak mengandung pembuluh darah.

Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan yang akan menghubungkan antar fragmen

fraktur. Hematoma akan membeku dan diabsorbsi secara perlahan, kapiler juga akan

berkembang pada daerah fraktur (Apley et all, 2010). Fase ini terjadi antara 3 hari

sampai 2 minggu.

c. Fase kalsifikasi

Fase kalsifikasi terjadi setelah jaringan granulasi matang. Sel yang

berkembang berpotensi menjadi chondrogenic dan osteogenic, kemudian sel itu akan

membentuk tulang, cartilago dan osteoclast. Masa tulang menjadi lebih tebal dengan

adanya tulang cartilago dan osteoclast yang disebut dengan callus yang terbentuk di

permukaan periosteum dan endosteum (Apley et all, 1995). Tulang yang dirangkai

(woven bone) muncul pada callus. Pembentukan callus biasanya terjadi dalam waktu

2-6 minggu.
d. Fase konsolidasi

Callus yang belum masak akan membentuk callus utama yang secara

bertahap akan berubah dengan adanya aktifitas osteoblast yang menjadi tulang yang

lebih kuat dan masa strukturalnya berlapis (lamellar bone). Fase ini terjadi selama 3

minggu sampai 6 bulan.

e. Fase remodeling

Pada fase ini tulang yang patah telah dihubungkan kembali dengan tulang

yang padat yang akan direabsorbsi, lamela yang semakin tebal, dinding-dinding yang

tidak dikehendaki akan dibuang, dibentuk rongga sumsum, sehingga memperoleh

bentuk tulang seperti normal (Apley et all, 2010).

8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi setelah dilakukan tindakan operasi

pada fraktur colles antara lain: (1) infeksi luka karena incisi, (2) atrofi otot, (3)

kekakuan sendi, (4) ruptur tendon, (5) proses penyambungan tulang yang tidak

sempurna, seperti delay union, non union dan mal union (Apley et all, 2010).

9. Prognosis
Prognosis pada fraktur colles tergantung pada usia penderita, jenis kelamin,

jenis dan lokasi fraktur, banyaknya perpatahan, peredaran darah pada daerah

perpatahan serta ada tidaknya faktor penyulit (Apley et all, 2010). Fraktur colles

mempunyai prognosis yang baik bila penderita memperoleh penanganan yang tepat

berupa operasi untuk mereduksi fragmen perpatahan dan pemberian fiksasi internal.

Kemudian setelah internal fiksasi sudah dilepas, latihan dapat segera dilakukan,

walaupun sebelum internal fiksasi dilepas latihan juga sudah mulai dilakukan

(Solomon et all, 2002).


B. Problematik Fisioterapi

Menurut klasifikasi dari WHO yang dikenal sebagai international

classification of functioning, disability and health (ICF) diagnosis fisioterapi di

bidang fissioterapi dapat dibagi menjadi 3 yaitu impairment, functional limitation,

participation of restriction.

1) Impairment

Pada tingkat impairment, persoalan yang muncul antara lain: (1) terdapat

nyeri pada bekas incisi; (2) terdapat oedem pada daerah extremitas yang tejadi

fraktur; (3) terdapat penurunan lingkup gerak sendi (LGS) karena nyeri sehingga

pasien enggan untuk menggerakkan; (4) terdapat penurunan kekuatan otot karena

nyeri kemudian pasien enggan menggerakkan tangan.

2) Functional Limitation

Karena nyeri yang ditimbulkan dari luka bekas incisi mengakibatkan pasien

enggan menggerakkan tangan, sehingga berdampak pada penurunan lingkup gerak

sendi (LGS) dan penurunan kekuatan otot, oleh karena itu pasien mengalami

gangguan dalam aktivitas fungsional berupa memasak, menyapu, mencuci,

mengancingkan baju, dll.

3) Participation Restriction

Bentuk gangguan yang dialami oleh pasien yang berkaitan dengan pekerjaan

dan perannya dalam masyarakat sehingga pasien belum bisa melakukan aktivitas

seperti pasien sebelum mengalami fraktur misalnya ikut bekerja bakti di lingkungan

masyarakat.

C. Teknologi Interfensi Fisioterapi


Berdasarkan problematika fisioterapi yang telah dipaparkan di atas

menyebabkan beberapa masalah yang di timbulkan oleh pasca operasi fraktur colles

maka modalitas terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang

ditimbulkan dapat berupa terapi latihan dan infrared. Terapi latihan merupakan suatu

modalitas fisioterapi yang digunakan untuk memperbaiki dan menyembuhkan

kemampuan musculoskeletal, neuromuscular, respiratory sistem dan sistem

cardiopulmonary yang pelaksanaannya menggunakan gerakan pasif dan aktif

(Kisner, 2007). Sinar Infrared adalah pancaran gelombang elektromagnetic dengan

panjang gelombang 7.700 – 4 juta Å. (Sujatno dkk, 2002).

1) Penggunaan modalitas Infrared

Infrared (IR) merupakan pancaran gelombang elektromagnetik dengan

panjang 7.700-4.000.000 Å. Mempunyai efek fisiologis membantu proses

metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah, pigmentasi pengaruh terhadap syaraf

sensoris dengan pemanasan jaringan sehingga membentuk efek sedatif berpengaruh

terhadap jaringan otot untuk relaksasi serta mengaktifkan kelenjar keringat. Selain

itu juga memiliki efek terapeutik yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan rasa

sakit, meningkatkan suplai darah, relaksasi otot dan menghilangkan sisa

metabolisme. Indikasi pasien yang boleh diberikan infrared yaitu kondisi peradangan

setelah subakut, arthritis, gangguan sirkulasi darah, penyakit kulit, persiapan

exercise dan massage. Dan adapun kontraindikasinya yaitu daerah yang infusiensi

pada darah, gangguan sensibilitas kulit, adanya kecenderungan terjadinya

pendarahan (Sujatno dkk, 2002).

2) Hold relax
Suatu teknik yang menggunakan kontraksi isometris yang optimal dari

kelompok otot antagonis yang memendek, dilanjutkan dengan rileksasi otot tersebut

(prinsip reciproke inhibition). Bertujuan sebagai perbaikan rileksasi pola antagonis,

perbaikan mobilisasi, penurunanan nyeri. Indikasi bila pasien merasakan nyeri lebih

kuat. Dan kontraindikasinya ketika ada kelainan sendi atau tulang (Wahyono, 2011).

3) Active exercise

Active exercise merupakan suatu gerakan dengan perubahan lingkup gerak

sendi terjadi karena kontraksi aktif dari otot. Tujuan active exercise merupakan untuk

mengurangi oedema, memelihara lingkup gerak sendi dan memelihara gerak

fungsional.

4) Resisted active exercise

Merupakan bentuk latihan dimana kontraksi otot dinamis atau statis di tahan

dari kekuatan otot bagian luar. Tekanan dari luar dapat berupa manualmaupun

mekanikal. Tahanan manual dapat berupa dari terapi, sedangkan tahanan mekanikal

dapat berupa dari alat ataupun berupa beban. Latihan ini diharapkan mampu

meningkatkan kekuatan otot. Gerakan resisted active exercise tidak diperbolehkan

untuk jaringan yang mengalami inflamasi dan nyeri. Dosis latihan 5-10 kali setiap

sesi, 3-5 kali setiap terapi, dan istirahat 60 detik antara sesi (Kisner, 2007).

Anda mungkin juga menyukai