Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang
melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar
dengan maksud dan tujuan menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Keinginan dari KH. Akhmad Dahlan untuk
mendirikan organisasi yang dapat dijadikan sebagai
alat perjuangnan dan da’wah untuk nenegakan amar
ma’ruf nahyi munkar yang bersumber pada Al-
Qur’an, surat Al-Imron:104 dan surat Al-ma’un sebagai sumber dari gerakan sosial
praktis untuk mewujudkan gerakan tauhid. 104 : hendaklah ada diantara kamu umat yang
menyeru kepada kebaikan, menyuruh dengan ma’ruf (yang baik baik) dan melarang dari
yang mungkar dan mereka itulah yang menang.
KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan
cita-cita pembaharuan Islam di nusantara. Ia ingin mengadakan suatu pembaharuan
dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak
ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits.
Ia mendirikan Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik tetapi sebagai organisasi
sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan.
1
dibidang pendidikan dan pengajaran dakwah amar ma’ruf nahi munkar, lewat surat
nomor : E-6/098/1963 tertanggal 22 Jumadil Akhir 1394 H/12 Juli 1963 M. Kemudian
akte pendiriannya dibuat oleh notaries R. Sinojo Wongsowidjojo berdasarkan akta
notaries Nomor : 71 tanggal 19 Juni 1963. Universitas Muhammadiyah Makassar
dinyatakan sebagai Perguruan Tinggi Swasta terdaftar sejak 1 Oktober 1965.
Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh Makassar) sebagai Perguruan
Tinggi Muhammadiyah (PTM) mengemban tugas dan peran yang sangat besar bagi
agama, bangsa dan negara, baik di masa sekarang maupun di masa depan. Selain
posisinya sebagai salah satu PTM/PTS di Kawasan Timur Indonesia yang tergolong
besar, juga padanya tertanam kultur pendidikan yang diwariskan sebagai amal usaha
Muhammadiyah. Nama Muhammadiyah yang terintegrasi dengan nama makassar
memberikan harapan terpadunya budaya, keilmuan dan nafas keagamaan.
Pada awal berdirinya, Universitas Muhammadiyah Makassar membina dua
fakultas yakni fakultas keguruan dan seni jurusan bahasa Indonesia, dan fakultas
keguruan dan ilmu pendidikan jurusan pendidikan umum (PU), dan pendidikan sosial
(PS) yang dipimpin oleh rektor Dr. H. Sudan. Pada tahun yang sama (1963) Universitas
Muhammadiyah Makassar telah berdiri sendiri dan dipimpin oleh rektor Drs. H. Abdul
Watif Masri.
Perkembangan berikutnya Universitas Muhammadiyah Makassar pada tahun
1965 membuka fakultas baru yaitu: fakultas ilmu agama dan dakwah (FIAD), fakultas
ekonomi (Fekon), fakultas sosial politik, fakultas kesejahteraan sosial, dan akademi
pertanian. Selanjutnya tahun 1987 membuka fakultas teknik, tahun 1994 fakultas
pertanian, tahun 2002 membuka program pascasarjana, dan tahun 2008 membuka
fakultas kedokteran, dan sampai saat ini, Universitas Muhammadiyah Makassar telah
memiliki 7 Fakultas 34 Program Studi dan Program Pascasarjana yang telah terkareditasi
BAN-PT.
Universitas Muhammadiyah Makassar pada Tahun 2003 mengalami tahapan
transisi sejarah perkembangan, berupa perubahan formasi kepemimpinan dengan
bergabungnya generasi muda dan generasi tua. Pimpinan dan seluruh civitas akademika
Universitas Muhammadiyah Makassar bertekad untuk memelihara hasil capaian para
pendahulu dan mengembangkannya kepada capaian yang lebih baik, serta berkomitmen:
2
(1) memelihara kepercayaan masyarakat, (2) mencapai keunggulan dalam kompetisi yang
semakin ketat, dan (3) mewujudkan kemandirian dalam pengelolaan dan pengembangan
diri. Dari ke tiga komitmen tersebut diharapkan dapat mengantar Universitas
Muhammadiyah Makassar untuk menjadi Perguruan Tinggi Islam Terkemuka.
3
D. Hukum Belajar Kedokteran
Belajar kedokteran hukumnya wajib kifayah. Artinya, apabila sebagian orang
telah melakukannya maka gugurlah kewajiban yang lain. Berkata Abu Hamid al-Ghazali
(wafat tahun 505 H) di awal-awal kitab beliau Ihya’ Ulumuddin, ketika beliau berbicara
tentang ilmu yang hukumnya fardu kifayah; Ketahuilah, sesungguhnya sesuatu yang
wajib tidaklah diistimewakan dari yang lain kecuali dengan menyebutkan pembagian
ilmu. Ilmu dikaitkan dengan tujuan yang hendak kita tuju terbagi menjadi ilmu syar’i dan
selain ilmu syar’i.
Adapun ilmu selain ilmu syar’i dikelompokkan menjadi ilmu yang terpuji, ilmu
yang tercela, dan ilmu yang mubah. Ilmu yang terpuji adalah ilmu yang mendatangkan
kebaikan dalam urusan dunia seperti ilmu kedokteran dan ilmu hitung. Ilmu ini dibagi
lagi menjadi ilmu yang hukumnya fardu kifayah dan ilmu fadhilah
(disunnahkan/dianjurkan) dan hukumnya tidak wajib.
Adapun ilmu yang hukumnya fardu kifayah adalah ilmu yang tidak bisa
dihilangkan demi terlaksanannya urusan-urusan keduniaan. Seperti ilmu kedokteran, ilmu
ini sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan badan. Dan juga ilmu hitung, ilmu ini
sangat dibutuhkan dalam muamalah sehari-hari, dalam pembagian wasiat dan warisan,
dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini merupakan ilmu yang seandainya di suatu negeri tidak ada
orang menekuninya maka berdosalah seluruh penduduk negeri itu. Dan seandainya ada
satu orang yang menekuninya, maka sudah mencukupi dan gugurlah kewajiban yang lain.
Adapun yang termasuk ilmu yang disunnahkan namun tidak diwajibkan adalah
seperti mendalami detail ilmu hitung, atau mendalami seluk beluk ilmu kedokteran, atau
selainnya melebihi kadar yang secukupnya, namun dapat memberi manfaat tambahan
bagi yang bersangkutan. Adapun ilmu yang tercela adalah seperti ilmu sihir, mantra-
mantra, dan ilmu sulap. Adapun ilmu yang mubah seperti ilmu tentang sya’ir-sya’ir yang
tidak melemahkan akal, atau sejarah-sejarah terkenal, atau yang sejalan dengannya. Dalil
atas semua itu adalah firman Allah Ta’ala,
4
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Alloh dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedang Alloh mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada
jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan)” (Al-anfal:60)
E. Dokter Muslim
Ilmu kedokteran yang dewasa ini berkembang, umumnya bersifat universal atau
digunakans ecara umum. Karena itu, bagi kaum Muslimin perlu menyeleksinya, dipilih
hanya yang sesuai dengan norma dan kaidah Islam. Sejak dulu kaum Muslimin, dengan
disemangati oleh gerakan islamisasi maka seluruh sendi kehidupan Muslim dijadikan
sebagai bagian pengamalan agama,untuk itu maka dicarilah pijakan-pijakan islamis, juga
dalam praktek pengobatan, atau lebihs pesifik dokter.Meski dalam prakteknya dan
dikaitkan dengan asal sistem atau metode pengobatan bersifatuniversal, namun dalam
Islam terdapat nilai-nilai yang mesti dijunjung tinggi, khususnya dikaitkan dengan
praktek kedokteran, sehingga dikenal dengan kedokteran Islami.Jika merujuk pada karya
klasik, seperti yang terdapat dalam buku al-Qanun fi al- Thibb karya Ibnu Sina, sama
sekali tidak menyinggung soal kedokteran Islam ini.
Menurut analisis 'Abdul Hamid, karena pada masa lalu etika kedokteran tidak
mungkin terpisah dari ajaran umum al-Quran dan Sunnah Nabi. Dengan kata lain, kedua
sumber itu senantiasa berlaku sebagai pembimbing dalam segala aspek kehidupan umat
Islam termasuk bagi dokter dan pasiennya.Konsep tentang dokter muslim ini terkait pula
dengan etika kedokteran, menurut Dr AhmadElkandi, salah seorang pendiri Himpunan
5
Kedokteran Islam Amerika Serikat dan Kanada, bahwa etika dianggap sebagai
persyaratan penting untuk menjadi dokter. Sumpah Hippocrates yang terkenal telah
menekankan fakta ini dan sumpah ini masih berlaku sebagai basis bagiundang-undang
yang dibuat untuk kode etik professional.
6
Seorang dokter muslim harus menyadari dan menginsyafi bahwa mengobati orang
sakit karena Allah, adalah suatu amal yang amat tinggi nilainya. Dengan demikian, ia
telah melaksanakan dakwah Islam, bahwa Allah-lah yang menurunkan penyakit dan Dia
pula yang menurunkan obatnya. Dokter hanya dapat mengenali jenis penyakit dan
menuliskan resep, namun hanya Allah jualah yang menyembuhkan. Seorang dokter
muslim menghilangkan anggapan bahwa dialah yang menyembuhkan pasiennya.
7
12. Menasehati pasiennya, dengan menyuruh kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran.
“Demi masa, Sesungguhnya manusia selalu dalam kerugian, Selain mereka yang
beriman, Dan berbuat amal shaleh, Dan nasehat-nasehati dengan kebenaran,Dan
naseha-nasehati dengan kesabaran” (QS. Al-ashr: 1-3)
8
Menjaga akhlak mulia dalam perilaku dan tindakan-tindakannya sebagai dokter
Seorang dokter diberi amanah untuk menjaga kesehatan yang merupakan karunia
Tuhan yang paling berharga bagi manusia, sebagaimana dinyatakan dalam hadist
Nabi yang berarti:
”Mohonlah kepada Allah kesehatan, sebab tidak ada sesuatupun yang dianugerahkan
kepada hamba-Nya yang lebih utama daripada kesehatan (HR Ahmad al- Turmudzi ,
dan Ibn Majah)
9
“Sesungguhnya Allah menyukai bila seseorang diantara kalian mengerjakan
pekerjaannya dengan teliti”. (HR . Al-Baihaqi)
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi , silih bergantinya malam dan
siang , bahtera yang berlayar dilaut membawa apa yang berguna bagi manusia ,dan apa
yang Allah turunkan dari langit berupa air ,lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi
sesudah mati ( kering ) nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan , dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi ; Sungguh (
terdapat ) tanda tanda ( keesaan dan kebesaran Allah ) bagi kaum yang memikirkan .
( QS. Al – Baqarah : 164 )
5. Mawas Diri
Meningat tugas dokter melayani masyarakat dan tanggung jawab menyangkut
nyawa dan keselamatan seseorang. Mereka sering menjadi sasaran tuduhan, itu
disebabkan adanya anggapan masyarakat yang menganggap mereka adalah orang yang
paling mengetahui rahasia kehidupan dan kematian. Dengan senantiasa mawas diri,
10
seorang dokter muslim akan sadar atas segala kekurangannya sehingga di masa
mendatang akan memperbaikinya, juga akan terhindar dari berbagai sifat tercela lain
seperti sombong, riya, angkuh, dan lainnya.
Di samping sifat-sifat di atas, sesuai dengan tuntunan dalam akhlak islami,
khususnya yang berhubungan dengan profesi kedokteran, dokter muslim harus tulus
ikhlas karena Allah SWT, penyantun, peramah, sabar, teliti, tegas, patuh pada peraturan,
penyimpan rahasia, dan bertanggung jawab, dan lain-lain.
Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah SWT dengan
memurnikan keta’atan kepada Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus
(QS. Al Bayyinat ; 5)
Dokter muslim juga di tuntut penyantun, ikut merasakan penderitaan orang lain
sehingga berkeinginan menolongnya. Dokter muslim juga di tuntut ramah, bergaul
dengan luwes dan menyenangkan. Juga di tuntut bersikap sabar, tidak emosional dan
lekas marah, tenang, penyantun, ramah, sebagaiaman dianjurkan dalam ayat Al-Qur’an :
11
Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah SWT lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. (QS.Ali ‘Imran : 159)
Dokter muslim di tuntut memiliki kesabaran dalam menghadapi segala masalah,
tidak emosional dan tidak cepat marah. Sikap sabar sangat dituntut dalam Islam, antara
lain disebutkan dalam Al-Qur’an :
Artinya : Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. (QS. Al- Syura : 43)
Dokter muslim juga dituntut bersikap tenang, tidak gugup dalam menghadapi
segawat apapun. Nabi barsabda : Bersikap tenang kamu sekalian (HR al-Thabrani da
al-Baihaqi).
Dalam menjalankan profesinya, dokter muslim juga dituntut melakukannya
dengan teliti, bersifat hati-hati, cermat dan rapi.
Nabi bersabda : Sesungguhnya Allah SWT menyukai bila seseorang di antara kalian
mengerjakan pekerjannya dengan teliti (HR. al-Baihaqi)
Sikap tegas, tidak ragu-ragu dalam menentukan sikap juga dituntut kepada dokter
muslim. Nabi bersabda : Nabi bersabda : Jika ada keraguan dalam hatimu,
tinggalkanlah itu.”(HR.Ahmad).
Banyak peraturan yang mesti ditegakkan oleh dokter muslim, baik yang
berhubungan dengan profesi kedokteran, berbangsa dan bernegara, lebih-lebih dalam
beragama. Tunduk patuh pada peraturan sangat dianjurkan dalam islam, sebagaimana
anjuran Nabi : Dari Anas bin Malik, dari Nabi SAW bersabda : Dengarkanlah dan
patuhilah walaupun dijadikan kepala atasmu seorang Habasyi…(HR. Bukhari)
Dalam menjalankan pekerjaannya, jika seorang dokter muslim mendapatkan
sesuatu yang tidak baik pada pasiennya maka dituntut agar merahasiakannya. Nabi
12
bersabda : barang siapa menutupi aurat seorang muslim di dunia maka Allah SWT akan
menutupi auratnya di dunia dan akhirat (HR. Ahmad).
Dokter muslim juga mesti bertanggung jawab atas segala resiko dan konsekwensi
dari profesinya. Allah SWT berfirman :
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, smuanya itu akan diminta
pertanggung jawabnya. (QS. al –Isra : 36)
Nabi juga bersabda : Setiap kalian adalah penggembla, dan setiap kalian bertanggung
jawab atas gembalanya itu (HR Bukhari dan Ahmad).
13
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah SWT, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar. (QS. AL-Taubat : 119)
Orang yang tidak amanah dan tidak menepati janji sangat dikecam dalam hadist Nabi :
Tidak ada iman bagi orang yang tidak memelihara amanah, dan tidak ada agama bagi
orang yang tidak menunaikan janjinya. (HR. Ahmad)
3. Berendah hati (Tawadlu)
Setiap orang, terutama orang yang melayani kepentingan umum termasuk dolter dituntut
bersifat rendah hati. Sifat yang sering menyebabkan seseorang dijauhi dalam pergaulan
biasanya karena kesombongan dan keangkuhan. Kesombongan dan keangkuhan biasanya
lahir karena ada perasaan, ilmu, atau pengaruhnya. Ajaran Islam sangan mengecam
perbuatan angkuh dan sombong. Allah SWT berfirman :
Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong. “(QS. Al-Nahl :
23 )
Di sisi lain dijelaskan Allah SWT akan mengangkat derajat orang yang merendahkan diri
(tawadlu). Nabi bersabda : Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa merendahkan diri
karena Allah SWT satu derajat maka Allah SWT mengangkatnya satu derajat sehingga
menjadikannya dalam kelompok ‘iliyyin (surga yang tinggi), dan barang siapa takabur
atas Allah SWT satu derajat, menjadikannya dalam kelompok kaum yang rendah
(neraka) (HR Ahmad).
4. Keadilan dan keseimbangan
Dokter termasuk orang yang paling banyak berurusan dengan masalah manusia dan
kemanusiaan. Kehidupan seseorang, termasuk dokter sangat ditentukan oleh kualitas
hubungan dengan masyarakat itu. Ajaran Islam sangat menekankan berlaku adil dan
berkeseimbangan dalam berbagai urusan, tidak berlebihan atau over acting, dalam gaya
hidup, khususnya dalam masalah tarip praktek dan bayaran sehingga mengurangi dan
menodai prinsip-prinsip yang mesti dijunjung tinggi sebagai pelayan masyarakat
14
Allah SWT berfirman :
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan
pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS. Al –Baqarah : 142)
15
16