Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN MODALITAS

(PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO


TERHADAP ACT (ASTHMA CONTROL TEST)

Disusun oleh :
Kelompok V
1. Vinna Indah Sari
2. Suci Desrianti
3. Nur Afni Oktaviana
4. Try Agustina
5. Ihwahyuni
6. Reza Fahlefi
7. Elvina Delviantari
8. Deswinta Hutabarat

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKes PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2018
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah Swt, yang


memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesehatan dan
kesempatan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Pengaruh
teknik pernafasan buteyko terhadap ACT (Asthma Control Test).Makalah ini
tidak tersusun dengan sempurna dan masih terdapat kekurangan-kekurangan
dalam penulisannya. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
agar dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar, bahkan bisa
tersusun dengan sempurna.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
pengetahuannya. Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini bisa dipahami
bagi siapapun yang membacanya, dengan pemahaman yang di dapatkan pembaca
dari makalah ini tentunya penulis akan memperbanyak ilmu pengetahuan agar
bisa menyelesaikan makalah berikutnya dengan sempurna tanpa ada
kesalahan,demi peningkatan mutu pendidikan kita bersama. Akhirnya penulis
mengucapkan terima kasih atas perhatian, kritik, serta saran yang akan pembaca
berikan kepada penulis nantinya.

Pekanbaru, 27 November 2018

` Kelompok V

i
Keperawatan Modalitas
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. I


DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 3
A. Latar Belakang ............................................................................... 3
B. Metode Penelitian........................................................................... 4
C. Hasil Penelitian .............................................................................. 5
D. Kesimpulan Dan Saran ................................................................... 5
E. Definisi Terapi Buteyko ................................................................. 5
F. Manfaat Terapi Buteyko ................................................................ 5
G. Cara Terapi Buteyko ...................................................................... 5
BAB III JURNAL TERKAIT ................................................................. 6
A. Kesimpulan .................................................................................... 6
B. Saran ............................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 7

ii
Keperawatan Modalitas
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran pernapasan, sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang. Gejala tersebut dapat berupa mengi,sesak napas, dada
terasa berat dan batuk-batuk (terutama pada malam dan menjelang dini hari).
Obstruksi jalan napas yang luas dan bervariasi merupakan faktor yang berhubungan
dengan gejala tersebut. Asma merupakan penyakit yang sering menyerang
masyarakat dan populasinya semakin meningkat. Menurut survey The Global
Initiative for Asthma (GINA) tahun 2004, kasus asma di seluruh dunia mencapai
300 juta jiwa dan pada tahun 2025 diprediksi akan bertambah menjadi 400 juta jiwa.
Di Indonesia, saat ini penyakit asma menduduki urutan sepuluh besarpenyebab
kesakitan dan kematian yang terjadi pada masyarakat. Hal initergambar dalam data
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 diberbagai provinsi yang
menunjukkan bahwa asma menduduki urutan kelima dari10 penyebab kesakitan
(mordibilitas) bersama dengan penyakit bronkhitis kronik dan emfisema.
Gejala yang sering terjadi pada asma adalah hiperventilasi atau napas dalam.
Hiperventilasi terjadi karena mengembangnya tingkat kedalaman pernapasan
melebihi batas normal sehingga memperburuk sistem pernapasan karena terjadi
kehilangan karbon dioksida secara progesif. Hal ini dapat menstimulasi terjadinya
penyempitan saluran napas dan peningkatan mucus. Sistem pernapasan yang buruk
ini dapat menyebabkan tubuh rentan terhadap penyakit.Semua hal tersebut
berhubungan dengan bagaimana cara bernapas yang efisiendan benar.

3
Keperawatan Modalitas
B. Rumusan masalah
Bagaimana teknik pernafasan buteyko pada pasien asma?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang apa itu teknik buteyko pada pasien asma
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang latar belakang jurnal
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Metode Penelitian
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Hasil Penelitian
d. Mahasiswa mampu menjelaskan Kesimpulan dan saran
e. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi terapi buteyko
f. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat terapi buteyko
g. Mahasiswa mampu menjelaskan cara terapi buteyko

4
Keperawatan Modalitas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Prevalensi penyakit asma terus meningkat di negara-negara maju. Penyakit
ini telah mengalami peningkatan yang drastic dalam 2-3 dekade terakhir. Pada
negara-negara berkembang, kejadian asma banyak ditemui karena factor ekonomi
(Eder, Ege, & Von Mutius, 2006). Prevalensi asma pada tahun 2002-2003 banyak
ditemui pada usia antara 1848 tahun (Global Asthma Network, 2014). Sedangkan
menurut Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 penyakit asma di Indonesia menempati
urutan tertinggi untuk kategori penyakit tidak menular sebesar 4,5% dan lebih
banyak dialami perempuan (Penelitian & Pengembangan, 2013).Dampak negatif
dari kontrol asma buruk dapat mengganggu pola tidur, aktivitas sehari-sehari,
kerusakan paru, dan berbagai komplikasi asma lainnya(Li et al., 2005).
Asma menyebabkan kecemasan dan depresi. Kecemasan tersebut muncul
karena konsumsi kortikosteroid dan meningkatnya jumlah hari rawat inap di rumah
sakit. Dampak kecemasan dan depresi salah satunya adalah penurunan kualitas
hidup (Kullowatz, Kanniess, Dahme, Magnussen, & Ritz, 2007). Selain
memberikan dampak fisik, psikologis, ataupun fungsional, Asma juga berpengaruh
terhadap kualitas hidup penderitanya bahkan meningkatkan angka morbiditas (To et
al., 2013). Penatalaksanaan asma dilakukan dengan tujuan untuk mengelola asma
jangka panjang dan eksaserbasi asma melalui empat komponen penting meliputi
penilaian atau pemantauan, pendidikan kesehatan, mengontrol faktor yang
berkontribusi terhadap tingkat keparahan asma untuk mencegah timbulnya
kekambuhan gejala asma yang dilakukan secara mandiri oleh pasien, dan
pengobatan farmakologis (Prevention, 2007).
Untuk mencapai tujuan tersebut Center Of Disease Control and Prevention
(CDC) melakukan dengan cara edukasi, perubahan perilaku, menghindari factor
pencetus, regimen pengobatan, danfollow upmedis yang teratur. Oleh karena itu,
program yang terintegrasidan dapat memfasilitasi semua upaya penalataksanaan
asma tersebut sangat diperlukan oleh pasien asma, sehingga outcome asma menjadi

5
Keperawatan Modalitas
lebih baik(Williams, Schmidt, Redd, & Storms, 2003). Menurut Bateman et al.,
(2008) penatalaksanaan asma bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan
control asma dengan pendekatan manajemen asma yang baik seperti kerjasama
antara pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien, manajemen diri, dan
menetapkan tujuan dalam pengobatan.Tetapi penatalaksanaan asma bronkial yang
saat ini digunakan dengan terapi farmakologi untuk membantu mengurangi atau
meredakan serangan asma bronchial seperti bronkodilator dan kortikosteroid.
Kombinasi kedua obat tersebut (Long acting ß2 agonist+inhaledkortikosteroid)
terbukti efektif karena kedua obat ini dapat menaikan regulasi ß2 adrenergik. Selain
itu kombinasi ICS/long acting ß2 agonis lebih banyak disukai orang dewasa(Fm, M,
Greenstone, & Tj, 2010).
Kelebihan dari teknik pernapasan buteyko dapat menurunkan frekuensi
serangan asma (kekambuhan), mencegah tingkat keparahan, dan menurunkan dosis
kortikorsteroid inhalasi serta memperbaiki PEFR. Selain itu teknik pernapasan
buteyko dapat menghentikan batuk, hidung tersumbat, sesak napas, wheezing, dan
memperbaiki kualitas hidup.Teknik pernapasan buteyko tidak memiliki efek
samping (Hassan, Riad, & Ahmed, 2012).
B. Metode Penelitian
Penelitian quasi eksperimental dengan pendekatan pretest and post test one
group design yang terdiri dari 14 pasien asma dengan consecutive sampling.
Penelitian dilakukan di Poli Paru Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dari tanggal
20 Juni sampai 24 Juli 2017. Instrumen ACT (Asthma Control Test) di lakukan
secara time series artinya diukur pada saat pretest, minggu pertama, kedua, ketiga,
dan keempat. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dan inferensial yaitu
dengan menggunakan uji Repeated ANOVA dan dilanjutkan dengan analisis uji
Post Hoc dengan skala signifikansi p<0,05.
C. Hasil Penelitian
Penelitian dengan desain time-series ini memberikan intervensi sebanyak
minimal dua kali dalam seminggu selama empat minggu. Pemeriksaan ACT
dilakukan sebanyak lima kali yaitu, pretest (awal) kemudian dilanjutkan

6
Keperawatan Modalitas
pemeriksaan pada minggu I, minggu II, Minggu III, dan post test pada minggu ke
IV. Berikut akan disajikan hasil analisis univariat karakteristik responden yaitu :
usia responden, jenis kelamin, riwayat alergi dan riwayat keluarga yang mengalami
asma (genetik).
D. Pembahasan
ACT (asthma control test) berguna untuk mengukur kontrol asma baik
terkontrol maupun tidak terkontrol (buruk). Menurut Black & Hawks (2014) bahwa
kontrol asma yang buruk disebabkan oleh kesalahan dalam teknik penggunaan
inhaler, kepatuhan (compliance), lingkungan (environment), dan pertimbangan
diagnosis alternatif. Kunjungan ulang ke pelayanan kesehatan setiap 1-6 bulan
disarankan untuk pengawasan. Indikator adanya satu atau lebih gejala dari kontrol
yang buruk (misal, terbangun malam hari dengan dipsnea atau batuk, meningkatnya
penggunaan agonis beta, inhalan kerja pendek, seringnya ke pelayanan kesehatan
akibat serangan) mengindikasikan peningkatan terapi. Ketika asma dibawah kontrol,
maka saluran bronkial menjadi lebih halus, tidak ada sumbatan, dan udara masuk
keluar mengalir dengan mudah (American College of Chest Physicians, 2004).
Responden dalam penelitian ini melakukan kontrol pengobatan secara teratur,
namun terus menerus mengalami kekambuhan karena faktor lingkungan, seperti
debu, alergi dingin.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa peneliti membuktikan teknik pernapasan
buteyko berpotensi untuk memberikan pengaruh positif secara subjektif yang di
ukur dengan ACT (asthma control test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan rerata skor ACT sebelum dan sesudah latihan teknik pernapasan
buteyko selama 4 minggu. ACT menunjukkan kontrol asma yang baik atau buruk
pada pasien. Hal ini dikarenakan teknik pernapasan buteyko merupakan teknik yang
menggabungkan pernapasan hidung, diafragma, dan control pause.
Secara biokimia, teknik pernapasan buteyko menghasilkan oksida nitrat
(NO) yang berfungsi sebagai bronkodilatasi, vasodilatasi, permeabilitas jaringan,
sistem imun, transportasi oksigen, respon insulin, memori, dan mood. Oksida nitrat
(NO) dihasilkan oleh sinus paranasal (Courtney, 2008). Pernapasan diafragma yang

7
Keperawatan Modalitas
dilakukan dapat mengubah tekanan dalam toraks yang menghasilkan gerakan udara.
Pada saat inspirasi, kubah diafragma mendatar dan sangkar rusuk terangkat.
Kontraksi diafragma dan otot interkostal eksterna menarik rusuk ke atas dan ke
depan sehingga meningkatkan diameter transversal dan anteroposterior. Seiring
dengan peningkatan volume dada dan paru, tekanan alveolar menurun dan udara
tertarik ke paru. Toraks yang tambah luas membuat tekanan intrapleural menjadi
negatif yang akan memperluas paru (Black & Hawks, 2014).
Teknik pernapasan buteyko dapat menurunkan penggunaan bronkodilator,
dan steroid inhalasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mchugh
et al (2003). Penggunaan bronkodilator merupakan domain dalam mengukur skor
ACT (asthma control test). Pada hasil ACT (asthma control test) tampak responden
yang mengalami perbaikan gejala di ikuti dengan pengurangan penggunaan
bronkodilator dari 3 kali per hari menjadi 1-2 kali dalam satu bulan.
E. Kesimpulan Dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dirumuskan simpulan secara
umum hasil penelitian ini menemukan ada pengaruh latihan teknik
pernapasan buteyko terhadap ACT (asthma control test) dengan rincian :
a. Skor ACT setelah diberikan teknik pernapasan buteyko lebih tinggi
daripada sebelum diberikan teknik pernapasan buteyko.
b. Perbedaan yang signifikan antara skor ACT setelah diberikan teknik
pernapasan buteyko dengan skor ACT pada minggu III, minggu II,
minggu I, dan pretest (p=0,00). Post hoc analisis menemukan skor
post test minggu ke empat signifikan lebih tinggi (p=0,00) daripada
posttest minggu III, minggu II, minggu I, dan pretest.
2. Saran
Hasil penelitian menemukan ada pengaruh latihan teknik pernapasan
buteyko terhadap kontrol asma bronkial. Diharapkan intervensi ini dijadikan
bahan telaah (evidence based) bagi perawat dalam pengelolaan asma dengan
menggunakan teknik pernapasan buteyko. Sebelum penelitian dimulai

8
Keperawatan Modalitas
diharapkan responden diberikan edukasi tentang cara penggunaan obat
inhaler sehingga kontrol asma dapat tercapai dan juga melakukan tes
kepatuhan pasien dalam melakukan latihan pernapasan buteyko dan perlu
dilakukan penelitian dengan waktu yang lebih panjang (2-6 bulan) untuk
mencapai kontrol asma yang normal.
Pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk melakukan
pengumpulan data tentang karakteristik dasar seperti kelompok responden
yang mengkonsumsi bronkodilator, kortikosteroid atau kedua obat-obatan
ini, sehingga akan terlihat jelas perbedaan pengaruh teknik pernapasan
buteyko terhadap kontrol asma. Selain itu, penelitian teknik pernapasan
buteyko diberikan pengawas latihan untuk memantau kepatuhan responden
dalam melakukan latihan teknik pernapasan buteyko.
F. Definisi Teknik Pernafasan Buteyko
Teknik Pernapasan Buteyko merupakan suatu metode
penatalaksanaan asma yang bertujuan untuk mengurangi konstriksi atau
penyempitan jalan napas dengan prinsip latihan bernapas dangkal. Terapi ini
digunakan untuk memperlambat atau mengurangi intake udara ke dalam
paru-paru sehingga dapat mengurangi gangguan pada saluran pernapasan
(Dupler, 2005).
G. Manfaat Terapi Buteyko
Teknik Pernapasan Buteyko menggunakan teknik pernapasan alami
secara dasardan berguna untuk mengurangi gejala dan memperbaiki tingkat
keseriusan pada penderita asma. Teknik Pernapasan Buteyko berguna untuk
mengurangi ketergantungan penderita asma terhadap obat/ medikasi asma.
Selain itu, teknik pernapasan ini juga dapat meningkatkan fungsi paru dalam
memperoleh oksigen dan mengurangi hiperventilasi paru (Dupler, 2005).
H. Teknik terapi buteyko
Teknik pernapasan Buteyko adalah satu set latihan pernapasan
sederhanauntuk membantu mengendalikan asma dan gangguan pernapasan
lainnya.Lamanya waktu untuk melakukan seluruh tahapan teknik pernapasan

9
Keperawatan Modalitas
iniadalah 25 menit. Adapun langkah-langkah secara umum dalam
melakukanlatihan teknik pernapasan ini adalah sebagai berikut :
a. Langkah 1 : Tes Bernapas Contol pause
Pada tahap awal, sebagai pemanasan sebaiknya ambil napas terlebih
dahulu sebanyak 2 kali , kemudian ditahan, lalu dihembuskan.
Setelah itu, lihat berapa lama waktu dapat menahan napas.Tujuannya
adalah untuk dapat menahan napas selama 40-60 detik.
b. Langkah 2 : Pernapasan Dangkal
Ambil napas dangkal selama 5 menit. Bernapas hanya melalui hidung,
sedangkan mulut ditutup. Kemudian lakukan tes bernapas control
pause.
c. Langkah 3: Teknik Gabungan Ulangi kembali "tes control pause
bernafas dangkal- tes control pause sebanyak 4 kali. Sedangkan untuk
setiap tingkat kesulitan latihan, maka langkah-langkah yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Tingkat kesulitan sangat mudah, tahapannya adalah :
a) Langkah 1
Duduk atau berbaring dalam ruangan yang tenang.
Mulai untuk mengatur pernapasan dan fokus pada
setiap napas yang diambil. Biarkan pernapasan menjadi
lebih lambat dan lebih dangkal secara perlahan dan
bertahap.
b) Langkah 2
Tarik napas melalui hidung secara perlahan-lahan.
Dengan bernapas melalui hidung, tubuh dapat
mempertahankan karbondioksida yang lebih tinggi dan
kadar nitrat oksida dalam paru-paru.
c) Langkah 3
Bernapas penuh melalui hidung. Pastikan bernapas
hanya melalui hidung,karena seperti yang telah

10
Keperawatan Modalitas
dipaparkan bahwa pernapasan melalui mulutdapat
mengeringkan saluran pernapasan.
d) Langkah 4
Setelah menghembuskan napas, tahan napas sesuai
dengan kemampuan hingga terasa dorongan untuk
menarik napas. Hal ini memang terlihat sulit pada
awalnya, tapi dengan latihan secara teratur maka akan
terbiasa.Jangan mencoba untuk menahan napas lebih
lama dari yang diperlukan.
e) Langkah 5
Ambil napas secara perlahan dan tahan selama mungkin
sesuai dengan kemampuan sampai terasa dorongan
untuk menghembuskan napas. Ulangi tahapan ini
beberapa kali sehari untuk berlatih bernapas melalui
hidung. Pastikan dalam menarik napas dan
menghembuskan secara perlahan untuk mencegah
hiperventilasi.
2. Tingkat kesulitan mudah, tahapannya :
a) Langkah 1
Cari tempat yang nyaman untuk duduk atau berbaring.
Semakin nyaman tempat dan posisi untuk latihan, akan
semakin efektif pengaruh yang dihasilkan.
b) Langkah 2
Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Mulai secara
perlahan, bernapas dalam melalui hidung. Lakukan hal
ini minimal selama 1 menit.
c) Langkah 3
Ambil napas dangkal. Hiruplah udara secukupnya
sehingga dapat bernapas dengan nyaman. Tahan napas
sesuai dengan kemampuan. Jangan memaksakan diri

11
Keperawatan Modalitas
dengan langkah ini. Jika merasa terengah-engah,
kembali ke langkah 2 dan mulai dari awal lagi.
d) Langkah 4
Tahan napas sedikit lebih lama dari pada sebelumnya.
Lakukan selama 10 menit per hari.
3. Tingkat kesulitan sedang, tahapannya adalah :
a) Langkah 1
Duduklah dalam posisi tegak dan bernapas dangkal
selama 3 menit.
b) Langkah 2
Hitung waktu control pause bernapas secara normal.
Tutup hidung dengancara mencubit cuping hidung.
Hitung berapa lama waktu untuk dapat menahan napas
sebelum merasakan sedikit dorongan untuk bernapas.
Tahapan ini mungkin hanya dapat dilakukan dalam
beberapa detik saja tetapi tujuan akhir dari tahapan ini
adalah 60 detik.
c) Langkah 3
Bernafas dangkal selama 3 menit
d) Langkah 4
Ambil napas normal dan hembuskan napas secara
perlahan. Tutup hidung dan tahan napas selama 20
detik. Setelah selesai, tahan keinginan untuk mengambil
napas dalam.
e) Langkah 5
Bernafas dangkal selama 3 menit
f) Langkah 6
Ambil napas normal dan hembuskan napas secara
perlahan. Tutup hidung dan tahan napas selama 30
detik. Kembali bernapas normal.

12
Keperawatan Modalitas
g) Langkah 7
Bernafas dangkal selama 3 menit lagi.
h) Langkah 8
Tutup hidung dan tahan napas selama 40 detik. Kembali
bernapas normal.
i) Langkah 9
Bernafas dangkal selama 3 menit.
j) Langkah 10
Hitung waktu control pause lagi. Selesai latihan secara
teratur, control pause harus lebih baik dibandingkan
saat awal latihan.

13
Keperawatan Modalitas
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma menyebabkan kecemasan dan depresi. Kecemasan tersebut muncul
karena konsumsi kortikosteroid dan meningkatnya jumlah hari rawat inap di rumah
sakit. Dampak kecemasan dan depresi salah satunya adalah penurunan kualitas
hidup (Kullowatz, Kanniess, Dahme, Magnussen, & Ritz, 2007). Selain
memberikan dampak fisik, psikologis, ataupun fungsional, Asma juga berpengaruh
terhadap kualitas hidup penderitanya bahkan meningkatkan angka morbiditas (To et
al., 2013). Penatalaksanaan asma dilakukan dengan tujuan untuk mengelola asma
jangka panjang dan eksaserbasi asma melalui empat komponen penting meliputi
penilaian atau pemantauan, pendidikan kesehatan, mengontrol faktor yang
berkontribusi terhadap tingkat keparahan asma untuk mencegah timbulnya
kekambuhan gejala asma yang dilakukan secara mandiri oleh pasien, dan
pengobatan farmakologis (Prevention, 2007).

14
Keperawatan Modalitas
DAFTAR PUSTAKA

American College of Chest Physicians. (2004). Controlling your asthma. Patient education
guide. National Asthma Education and Prevention Program; National
Heart, Lung, and Blood Institute; NIH Publication No. 97-4053.
Barnes, P. J., & Drazen, J. M. (2009). Pathophysiology of asthma. Asthma and COPD,
399–423. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-374001-4.00033-X.
Brunner dan Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8,Jakarta :
EGC.
.

15
Keperawatan Modalitas

Anda mungkin juga menyukai