Anda di halaman 1dari 4

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS


1.2 Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer,
2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system
kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu
dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T). (Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan
imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal
secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis
dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn,
M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan
kekebalan yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri,
jamur, parasit dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 :
354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara
bertahap yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah
terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus.
1.2 Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan
memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+
dan sel-sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+
secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan oleh
masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke
dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).
1.3 Klasifikasi
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara
klinis dan imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara
klinis tidak tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun
penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik.
Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko
CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran
yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada
beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan obat ini beresiko dan bahkan
pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat membingungkan fungsi dan
jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting untuk merujuk pada standar
yang ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila mungkin menggunakan
parameter yang ditegakkan dari observasi bayi tak terinfeksi yang lahir dari
ibu yang terinfeksi.
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi
jarang diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For
Diseasen Control sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan
berkembang, hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati generalisata
(didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area
tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare. Diantara semua anak
yang terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan memunculkan gejala
ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh studi the
European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka
menemukan bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda
dan gejala yang tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih
rendah diantara bayi yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang
didiskriminasi paling baik antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah
kandidiasis kronik, parotitis, limfadenopati persistem, hepatosplenomegali.
Otitis media, tinitis, deman yang tidak jelas, dan diare kronik secara tidak
nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi daripada bayi yang tidak
terinfeksi.
1.3 Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan
CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup
limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun,
juga meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan
penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan
CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup
linfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun,
juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan
penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini
tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri;
induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen;
penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan
kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan
kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi
HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan
kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus
laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama
otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat
viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan
astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari
otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun
sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi
virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut,
sering simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun
pada replikasi viral, selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir
gangguan imun sitomatik progresif, dengan peningkatan replikasi viral. Selama
fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif, kelainan fungsi imun tampak
pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan
gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait
HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan
perubahan pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi
aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode
inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih
singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama
fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan
dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody
nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada
dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk
berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis
mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi
dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi
limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi
dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering
memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik
mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang
berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda
dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan
frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.

Anda mungkin juga menyukai