Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA PENYULUHAN

BERMAIN PADA ANAK USIA SEKOLAH


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Keperawatan Anak

Disusun Oleh :

1. Rafika Nur Fitriyani (P1337420217057)


2. Riskiana Bela Puspa (P1337420217060)
3. Siti Wahiroh (P1337420217063)
4. Syarifatul Fadillah (P1337420217124)
5. Asih Rohmaniah (P1337420217018)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN PURWOKERTO
2018
STRATEGI PELAKSANAAN PROGRAM BERMAIN

1. Pembimbing : Ibu Nia


2. Leader : Rafika Nur fitriyani
3. Pemateri/Penyuluhan : a. Syarifatul Fadilah
b. Asih Rohmaniah
4. Fasilitator : Siti Wahiroh
5. Observer : Riskiana Bela Puspa
a. Jenis permainan : Mewarnai gambar
b. Jenis kelamin : Laki-laki & Perempuan
c. Usia : 6 – 12 tahun
d. Waktu permainan : ± 30 menit
e. Tempat permainan: Ruang Cempaka RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga
f. Alat yang digunakan : Kertas bergambar, pensil warna
g. Tujuan :

1) Meningkatkan hubungan perawat – klien.


2) Meningkatkan kreativitas pada anak.
3) Sosialisasi dengan teman sebaya / orang lain.
4) Melatih perkembangan motorik kasar pada anak.
h. Strategi permainan :

KEGIATAN BERMAIN

Kegiatan
No Tahapan Waktu
Perawat Klien
1. Fase Pra-Interaksi 5 menit a. Mempersiapkan diri
b. Mempersiapkan
media & alat yang akan
digunakan
c. Mempersiapkan
tempat untuk bermain
d. Mempersiapkan klien

2. Fase Orientasi 5 menit a. Mengucapkan salam a. Menjawab


b. Memperkenalkan diri salam
c. Kontrak waktu b. Menyimak
d. Menyampaikan tujuan c. Menyepakati
bermain d. Menyimak
e. Meyampaikan e. Menyimak
permainan yang akan
dilakukan f. Menjawab
pertanyaan
3. Fase Kerja 15 me a. Menyampaikan cara a. Menyimak
nit permainan yaitu
mewarnai gambar
b. Membimbing klien
dalam mewarnai gambar
4. Fase Terminasi 5 menit a. Menyimpulkan a. Menyimak
manfaat dari aktivitas
bermain anak
b. Memberi evaluasi b. Menjawab
secara lisan
c. Memberi rencana c. Menyimak
tindak lanjut
d. Memberi reward d. Klien merasa
kepeda klien jika dapat senang
membuat sebuah karya
dari kertas origami

1) Sebelum bermain berikan contoh dahulu kepada anak.


2) Buat anak duduk membentuk sebuah lingkaran.
3) Fasilitator memberikan kertas bergambar yang telah disediakan
pada masing-masing anak, kemudian leader membimbing anak
untuk mewarnainya.
4) Selama jalannya permainan semua fasilitator wajib
membimbing masing-masing anak untuk mewarnai gambar
5) Setelah leader selesai membimbing anak mewarnai gambar,
semua fasilitator mengecek semua kertas gambar yang telah
diwarnai anak.
6) Berikan reward positif pada semua anak yang telah
menyelesaikan tugas untuk mewarnai gambarnya.

i. Evaluasi
1) Kaji respon anak secara verbal maupun non verbal dalam kemampuan
anak mengikuti permainan selama permainan berlangsung
2) Pantau keadaan anak selama bermain
3) Kaji tercapainya tujuan bermain

Denah Permainan
Keterangan:
Leader fasilitator

Anak Observer

Denah :

Materi Satuan Acara Penyuluhan


A. Pengertian Bermain

Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan


atau mempraktikan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap
pemikiran, menjadi kreatif, memersiapkan diri untuk berperan dan menjadi
dewasa.(Aziz Alimul Hidayat,2008).

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan


sendiri untuk memperoleh kesenangan.Bermain adalah cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain
merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain , anak
akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dengan lingkungan,
melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta
suara .  (Wong, 2000).

Gibon dan Boren mendeskripsikan 3 tipe permainan yang


bermanfaat untuk mengurangi rasa stress anak, yaitu:
1. Bermain rekreasi atau bermain dengan tujuan bersenang-
senang yaitu bermain bemain spontan yang tidak
terstruktur.
2. Bermain terapetik yaitu bila orang dewasa menstruktur
aktifitas untuk tujuan tertentu, biasanya sebelum atau
sesudah pengobatan
B. Sasaran Usia Sekolah ( 6-12 tahun )

Dalam usia sekolah tuntutan yang dihadapi oleh anak semakin


banyak. Tekanan sekolah, lingkungan sebaya (peer group), serta tuntutan
belajar yang semakin tinggi membuat anak harus lebih mampu menghadapi
tuntutan sosial masyarakat. Bahkan tidak jarang orang tua menuntut anak
untuk berprestasi tinggi, dan adakalanya harapan orang tua melebihi kapasitas
anak untuk dapat mencapainya. Berbagai kondisi sosial yang penuh tuntutan
baik dari sekolah, teman sebaya maupun orang tua dapat menimbulkan
berbagai permasalahan bagi anak salah satunya dalam proses belajar anak
sulit berkonsentrasi, perstasi anak menurun bahkan motivasi anak untuk
belajar menurun. Berbagai keluhan tersebut merupakan sebagian kecil
keluhan rutin yang kerap disampaikan oleh para orang tua pada konselor.
Tidak jarang bahakan orang tua justru menekankan keluhan bahwa anak-anak
mereka terlalu senang bermain, sehingga kurang belajar. Padahal justru
melalui bermain, mereka bisa belajar lebih banyak lagi. Usia sekolah adalah
usia 6 sampai 12 tahun.

C. Metode Bermain

Permainan untuk anak-anak tidak perlu memakai alat yang sulit


dijangkau tempatnya apalagi harganya. Cukup dengan barang-barang atau
alat-alat di sekitar kita bisa kita gunakan untuk memperkaya permainan anak.
Misal ; bola, lompat tali, kertas origami, dan lain-lain. Yang terpenting kita
bisa meramu dan menggunakan alat sesuai dengan keinginan anak.
Pelatihan anak dengan metode bermain, menoton film dan diskusi
dapat membuat anak lebih berani tampil di depan umum, percaya diri, dapat
menghargai orang lain, dan dapat melihat kekurangan diri.
Acara pementasan juga dapat menjadi salah satu pilihan yang sangat
efektif untuk membentuk kerja sama anak, mengekspresikan diri, dan anak
dapat memberikan apresiasi terhadap karya orang lain. Nilai-nilai yang
diajarkan dalam model pendidikan ini dapat diterapkan oleh anak dalam
kegiatan sehari-hari.

D. Tahapan Perkembangan Bermain


1. Tahap eksplorasi
Hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, permaianan mereka terutama terdiri
atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk
menggapai benda yang diasungkan dihadapannya. Selanjutnya mereka
akan mengendalikan tangan sehingga cukup memungkinkan bagi mereka
untuk mengambil, memegang dan memperlajari benda kecil. Setelah
mereka dapat merangkak atau berjalan, mulai memperhatikan apa saja
yang berada dalam jarak jangkauannya
2. Tahap permainan
Bermain barang mainan dimuali pada tahun pertama dan mencapai
puncaknya pada usia antar 5 dan 6 tahun. Pada mulanya anak hanya
mengeksplorasi mainannya. Antara 2 dan 3 tahun mereka membayangkan
bahwa mainannya mempunyai sifat hidup, dapat bergerak, berbicara dan
merasakan. Dengan semakin berkembangnya kecerdasan anak, mereka
tidak lagi mengangap benda mati sebagai sesuatu yang hidup dan hal ini
mengurangi minatnya pada barang mainan. Faktor lain yang mendorong
penyusutan minat dengan barang mainan ini adalah bahwa permaianan itu
sifatnya menyendiri sedangkan mereka menginginkan teman. Setelah
masuk sekolah, kebanyakan anak mengangap bermaian barang sebagai
“permaianan bayi”.
3. Tahap bermain
Setelah masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam. Semula
mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila
sendirian, selain itu mereka merasa tertarik dengan permainan, olahraga,
hobi dan bentuk permaianan matang lainnya.
4. Tahap melamun
Semakin mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat pada
peramainan yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan
waktu dengan melamun. Melamun yang merupakan ciri khas anak
remaja adalah saat berkorban, saat mereka mengangap dirinya tidak
diperlakukan dengan baik dan tidak dimengerti oleh siapapun.

E. Fungsi Bermain terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan,
sehingga tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu
tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cinta
kasih. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-
motorik, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan
kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi
(Soetjiningsih, 1995).

F. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pola Bermain pada Anak


1. Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan psikomotorik/
kognitif terganggu. Sehingga ada saat-saat anak sangat ambisius pada
permainannya dan ada saat-saatanak sama sekali tidak punya keinginan
untuk bermaian.
2. Jenis kelamin, pada saat usia sekolah biasanya anka laki-laki engan
bermain dengan anak perempuan, mereka sudah bisa membentuk
komunikasi sendiri, dimana anak wanita bermain sesama wanita dan
anak laki-laki bermain sesama laki-laki. Tipe dan alat permainanpun akan
berbeda, misalnya anak laki-laki suka bermain bola, pada anak permpuan
suka main boneka.
3. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola
permainan anak. Dikota-kota besar anak jarang sekali yang bermain
layang-layangan. Paling mereka bermain game karena memang tidak
ada/jarang ada tanah lapang/lapangan untuk bermain, berbeda dengan
yang masih terdapat tanah-tanah kosong.
4. Alat permainan yang cocok, disesuaikan dengan
tahap perkembangan sehingga anak menjadi senang untuk
menggunakannya.
G. Karakteristik dan Klasifikasi dari Bermain

1. Menurut karakteristik sosial

a) Solitary play

Bermaian sendiri walaupun disekitarnya orang lain. Misalnya pada


bayi dan toddler, dia akan asyik dengan mainnya sendiri tanpa
menghiraukan orang-orang yang ada disekitarnya.

b) Pararel play

Bermain sejenis, anak bermain dengan kelompoknya, pada masing-


masing anak mempunyai mainan yang sama tetapi tidak ada interaksi
di antara mereka. Mereka tidak ketergantungan antara satu dengan
yang lainnya. Misalnya, masing-masing anak punya bola, maka dia
akan bermain dengan bolanya sendiri tanpa menghiraukan bola
temannya. Biasanya terjadi pada usia toddler dan pre school.

c) Associative play

Bermain dalam kelompok , dalam suatu aktivitas yang sama tetapi


masih belum terorganisir, tidak ada pembagian tugas, mereka bermain
sesuai keinginannya. Misalnya, anak bermain hujan-hujanan di teras
rumah, berlari-lari dan sebagainya. Hal ini banyak dialami pada anak
pre school.

d) Cooperative play

Anak bermain secara bersama-sama, permaianan sudah terorganisir


dan terencana, didalamnya sudah ada aturan main. Misalnya, anak
bermain kartu, petak umpet, terjadi pada usia sekolad dan adolescent.

2. Menurut isi

a) Sosial afektive play


Anak mulai belajar memberikan respon melalui orang dewasa dengan
cara merajuk/berbicara sehingga anak menjadi senang dan tertawa.

b) Sense of pleasure play

Anak mendapatkan kesenagan dari suatu objek disekelilingnya.


Misalnya, anak bermain pasir atau air sehingga anak tertawa bahagia.

c) Skill play

Memperoleh keterampilan sehingga anak akan melaksanakannya


secara berulang-ulang. Misalnya, anak bermain sepeda-sepedaan dan
sedikit mulai merasa bisa, maka dia akan berusaha untuk mencobanya
lagi

d) Dramatic play

Melakukan peran sesuai keinginannya atau dengan apa yang dia lihat
dan dia dengar, sehingga anak akan membuat fantasi dari permaianan
itu. Misalnya, anak pernah berkunjung kerumah sakit waktu salah satu
tetangganya sakit, dia melihat perawat dan dokter . sesampainya
dirumah dia berusaha untuk memerankan dirinya sebagai seorang
perawat maupun dokter, sesuai dengan apa yang dia lihat dan diterima
tentang peran tersebut.

H. Pedoman untuk Keamanan Bermain

Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan


maksimal, maka diperlukan hal-hal seperti:
1. Ekstra energi
Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil
kemungkinan untuk melakukan permainan.
2. Waktu
Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga
stimulus yang diberikan dapat optimal.
3. Alat permainan
Untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan
tahap perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak.
4. Ruang untuk bermain
Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman,
bahkan di tempat tidur.
5. Pengetahuan cara bermain
Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan
pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam menggunakan alat
permainan tersebut.
6. Teman bermain
Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan
membantu anak dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan
dilakukan bersama dengan orangtua, maka hubungan orangtua dan
anak menjadi lebih akrab.

Ada juga yang disebut dengan Alat Permainan Edukatif (APE).


APE merupakan alat permainan yang dapat memberikan fungsi permainan
secara optimal dan perkembangan anak,dimana melalui alat permainan ini
anak akan selalu dapat mengembangkan kemampuan
fisiknya,bahasa,kemampuan kognitifnya,dan adaptasi sosialnya. Dalam
mencapai fungsi perkembangan secara optimal,maka alat permainan ini
harus aman,ukurannya sesuai dengan usia anak,modelnya
jelas,menarik,sederhana,dan tidak mudah rusak.
Dalam penggunaan alat permainan edukatif ini banyak dijumpai
pada masyarakat kurang memahami jenis permainan karena banyak orang
tua membeli permainan tanpa memperdulikan jenis kegunaan yang mampu
mengembangkan aspek tersebut,sehingga terkadang harganya mahal,tidak
sesuai dengan umur anak dan tipe permainannya sama.
Untuk mengetahui alat permainan edukatif, ada beberapa contoh
jenis permainan yang dapat mengembangkan secara edukatif seperti :
permainan sepeda roda tiga atau dua, bola, mainan yang ditarik dan
didorong jenis ini mempunyai pendidikan dalam pertumbuhan fisik atau
motorik kasar,kemudian alat permainan gunting,pensil,bola,balok,lilin
jenis alat ini dapat digunakan dalam mengembangkan motorik halus, alat
permainan buku bergambar, buku cerita, puzzle, boneka , pensil warna,
radio dan lain-lain, ini dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan kognitif atau kecerdasan anak, alat permainan seperti buku
gambar, buku cerita, majalah, radio, tape dan televise tersebut dapat
digunakan dalam mengembangkan kemampuan bahasa, alat permainan
seperti gelas plastic, sendok, baju, sepatu, kaos kaki semuanya dapat
digunakan dalam mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri dan
alat permainan seperti kotak, bola dan tali, dapat digunakan secara
bersama dapat dilakukan untuk mengembangkan tingkah laku social.
Selain menggunakan alat permainan secara edukatif, harus ada
peran orang tua atau pembimbing dalam bermain yang memiliki
kemampuan tentang jenis alat permainan dan kegunaannya, sabar dalam
bermain, tidak memaksakan, mampu mengkaji kebutuhan bermain seperti
kapan harus berhenti dan kapan harus dimulai, memberikan kesempatan
untuk mandiri.
I. Terapi Bermain pada Anak yang Dihospitalisasi

Setiap anak meskipun sedang dalam perawatan tetap membutuhkan


aktivitas bermain. Bermain dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk
menyelesaikan tugas perkembangan secara normal dan membangun koping
terhadap stres, ketakutan, kecemasan, frustasi dan marah terhadap penyakit dari
hospitalisasi (Mott, 1999).
Bermain juga menyediakan kebebasan untuk mengekspresikan emosi
dan memberikan perlindungan anak terhadap stres, sebab bermain membantu
anak menanggulangi pengalaman yang tidak menyenangkan, pengobatan dan
prosedur invasif. Dengan demikian diharapkan respon anak terhadap
hospitalisasi berupa perilaku agresif, regresi dapat berkurang sehingga anak
lebih kooperatif dalam menjalani perawatan di rumah sakit.
Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain
dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain:
1. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar
2. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan control
3. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan
4. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian
tubuh
5. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan
peralatan dan prosedur medis
6. Memberi peralihan dan relaksasi
7. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing
8. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk
mengekspresikan perasaan
9. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap
yang positif terhadap orang lain
10. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
11. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik (Wong ,1996).

Prinsip Bermain di Rumah Sakit

1. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat dan sederhana.


2. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.
3. Kelompok umur yang sama.
4. Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan
5. Semua alat permainan dapat dicuci
6. Melibatkan orang tua.

Dukungan dari orang tuapun merupakan faktor penting yang harus


diberikan untuk memotivasi anak. Hal-hal yang perlu diberikan sebagai orang
tua antara lain:
a. Memberikan dukungan
Dukungan positif dapat berupa menjaga anak saat dirawat di rumah
sakit, mendampingi anak saat diperiksa petugas medis, atau
memberikan beberapa treatment pengobatan. Yang tak kalah penting,
memberi sentuhann lembut, seperti pelukan atau mengelus saat anak
mengalami kesakitan.
b. Bersikap optimis dan tidak menampakkan kecemasan didepan
anak.
Orang tua yang menampakkan wajah ceria, meski beban yang
ditanggungnya cukup berat, akan membuat anak bersikap tabah dan
ceria dalam menghadapi kondisi sakitnya.
c. Menanamkan pengertian bahwa proses pengobatan dan perawatan
dirumah sakit adalah proses menuju kesembuhan.

Perlu diingat, beri pengertian kepada anak bahwa dokter atau petugas
medis lainnya adalah orang-orang yang menolongnya untuk sembuh
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A.Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta :


Salemba Medika

Soetjiningsih 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta.

Wong,D.L. 2000. Nursing Care of Instants and Children,St. Louis Mosby

Anda mungkin juga menyukai