Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KASUS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

DALAM ASUHAN KEPERAWATAN YANG TERJADI DI RUMAH SAKIT

NAMA KELOMPOK

1. TRI LESTARININGSIH
2. AGUS TRI
3. GIL FIX
4. AJENG

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

FAKULTAS KEPERAWATAN

TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Keselamatan menjadi isu global dan terangkum dalam lima isu penting yang terkait di
rumah sakit yaitu keselamatan pasien, keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit, keselamatan lingkungan dan
keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit.
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani
segera maka diperlukan standar keselamatan pasien fasilitas pelayanan kesehatan
yang merupakan acuan untuk melaksanakan kegiatannya. Berdasarkan Permenkes RI
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien bahwa setiap fasilitas pelayanan
kesehatan harus menyelenggarakan keselamatan pasien.
Keselamatan menjadi isu global dan terangkum dalam lima isu penting yang
terkait di rumah sakit yaitu keselamatan pasien, keselamatan pekerja atau petugas
kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak
terhadap keselamatan pasien dan petugas. Keselamatan lingkungan yang berdampak
terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait
dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Keselamatan pasien merupakan prioritas
utama untuk dilaksanakan terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan. Gerakan
(Patient Safety) keselamatan pasien telah menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit
seluruh dunia tidak hanya rumah sakit di negara maju yang menerapkan keselamatan
pasien untuk menjamin mutu pelayanan, tetapi juga rumah sakit di negara
berkembang seperti di Indonesia (Depkes, 2006).
Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RS (K3RS) perlu ditetapkan
untuk mencegah dan mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
RS.Demi terciptanya jaminan keselamatan kerja maka diperlukan pelayanan strategis
yang profesional serta prosedur kerja yang tetap, tidak hanya tergantung pada
peraturan-peraturan yang mengayominya dan finansial yang diberikan, melainkan
banyak faktor yang harus ikut terlibat, diantaranya adalah pelaksanaan
organisasi.Suatu organisasi yang berhasil dapat diukur dengan melihat pada sejauh
mana organisasi tersebut dapat mencapai tujuannya.Pelaksanaan K3 di RS dapat
dinilai dari kefektivitasan organisasi K3 tersebut (Kun dwi apriliawati,2017).
Keselamatan pasien merupakan dasar dari pelayanan kesehatan yang baik.
Pengetahuan tenaga kesehatan dalam sasaran keselamatan pasien terdiri dari
ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan
keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi, prosedur, dan tepat
pasien operasi, pengurangan risiko infeksi, pengurangan risiko pasien jatuh.
Keselamatan pasien merupakan dasar dari pelayanan kesehatan yang baik.
Pengetahuan tenaga kesehatan dalam sasaran keselamatan pasien terdiri dari
ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan
keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi, prosedur, dan tepat
pasien operasi, pengurangan risiko infeksi, pengurangan risiko pasien jatuh dan
insedin lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa bahaya masalah K3 petugas yang tertusuk jarum suntik (NSI) ?
2. Apa bahaya masalah K3 apabila ada pasien atau petugas yang terkena runtuhan
bangunan rumah sakit yang tidak di maintenance?
3. Bagaimana perencanaa K3 dalam rumah sakit?
C. Tujuan penulisan
untuk lebih memahami kasus-kasus keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) di rumah sakit
dan dan dapat meganalisa terhadap kasus yang terjadi di rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. bahaya masalah K3 petugas yang tertusuk jarum suntik (NSI)


Sebagai petugas kesehatan yang bekerja lingkungan rumah sakit penting untuk
mengetahui apa itu Needle Stick Injury. Needle Stick Injury atau NSI merupakan istilah
untuk kecelakaan kerja yang dialami oleh petugas kesehatan yang disebabkan karena
tertusuk jarum atau tertusuk benda medis tajam yang sudah terkontaminasi cairan
infeksius dari pasien. Sepintas, NSI tampak seperti kecelakaan kerja yang ringan karena
hanya sekedar tertusuk jarum atau tersayat benda medis tajam. Namun ternyata ada
potensi penularan infeksi penyakit yang besar yang dapat ditularkan dari jarum /benda
medis tajam yang bekas digunakan untuk pasien yang kemudian melukai pada petugas
terpajan. Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan kewaspadaan diri supaya kita jangan
sampai mengalami kejadian NSI tersebut. Adapun penyakit yang dapat ditularkan pada
petugas dari kejadian NSI ini adalah penyakit penyakit yang merupakan golongan Blood
Borne Disease. Blood Borne Disease merupakan penyakit yang ditularkan oleh
mikroorganisme yang dibawa melalui darah, yaitu Hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.
Penyakit tersebut merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang dapat
menimbulkan komplikasi yang berat dikemudian hari.
Kejadian NSI dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adanya perilaku kurang
berhati-hati, kurang patuh terhadap penggunaan alat pelindung diri (APD), adanya
tindakan para petugas yang masih belum sesuai prosedur, adanya tindakan / prosedur
yang tidak aman serta belum adanya standar prosedur operasional yang mencakup
mengenai keamanan petugas dalam suatu tindakan medis. Namun demikian, NSI dapat
kita cegah dengan meningkatkan kewaspadaan diri pada saat menggunakan alat medis
tajam baik sebelum, selama dan sesudah penggunaan, meningkatkan kepatuhan dalam
penggunaan APD secara rasional, senantiasa berhati-hati saat menggunakan jarum
suntik atau alat medis tajam dan menjalankan prosedur yang telah ada berkaitan
penggunaan, peletakan, serta pembuangan benda medis tajam tersebut.
Jika kita mengalami kejadian NSI, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah
menyiram luka pada area tusukan di air mengalir dalam jumlah yang banyak
menggunakan sabun antiseptik sampai darah tidak keluar lagi. Jangan sekali-kali dihisap
ataupun ditekan-tekan. Selanjutnya, gunakan disinfeksi kulit di sekitar luka
menggunakan Povidone Iodine 2,5% selama 5 menit atau menggunakan Alkohol 70%
selama 3 menit. Langkah selanjutnya yang dilakukan petugas terpapar adalah wajib
melaporkan kepada penanggung jawab ruang atau penanggung jawab pengawasan
perawatan agar dibuatkan kronologi kejadian yang meliputi kedalaman tusukan, jumlah
darah yang keluar, bagian tubuh yang tertusuk, serta status sumber pajanan untuk
kemudian dikaji ulang status sumber pajanan dari Rekam Medis Pasien dengan mengisi
Formulir Paska Pajanan 1 (PP 1). Apabila kejadian terjadi pada jam kerja, maka
pelaporan ke Unit K3 dilakukan saat itu juga. Jika kejadian terjadi di luar jam kerja, maka
pelaporan ke Unit K3 dilakukan segera keesokan harinya. Penanganan terhadap NSI ini
selanjutnya akan diperiksa oleh dokter triage di IGD dan dirujuk kepada KSM Penyakit
Dalam di IGD untuk pemeriksaan dan penanganan berikutnya. Semakin lengkap
informasi yang ada, membuat penanganan terhadap petugas terpajan menjadi lebih
cepat dan terarah.
Sebelum memberikan post exposure prophylaxis (PEP), tentukan dulu jenis
paparannya. Hal ini penting karena tidak semua paparan pada needlestick injury
membutuhkan PEP.
Paparan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Paparan ringan: Pada membran mukosa atau kulit yang tidak intak tetapi
jumlah kecil. Misalnya, luka superfisial yang terpapar melalui jarum kaliber
kecil.
2. Paparan sedang: Pada membran mukosa atau kulit yang tidak intak tetapi
jumlah besat ATAU paparan perkutan superfisial dengan jarum solid.
Misalnya, needlestick injury yang menembus sarung tangan.
3. Paparan berat: Paparan perkutan dengan volume besar. Misalnya, paparan
melalui jarum besar (>18 G) yang jelas terlihat ada kontaminasi darah.

B. masalah K3 apabila ada pasien atau petugas yang terkena runtuhan bangunan
rumah sakit yang tidak di maintenance
Masalah keselamatan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan dan
perawatan bangunan gedung menjadi prioritas untuk selalu diperhatikan oleh para
petugasnya yaitu para pekerja pekerjaan sipil dan arsitektural juga para mekanik dan
para pekerja instalasi listrik. Hampir semua kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh
ketidaktaatan dalam melaksanakan peraturan yang mendasar dari keselamatan kerja
dalam pekerjaan pemeliharaan dan perawatan gedung. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan, sebaiknya para pekerja pekerjaan sipil dan arsitektural juga para mekanik
dan para pekerja instalasi listrik memahami dan melaksanakan segala ketentuan
keselamatan kerja dan mengikuti petunjuk yang terdapat pada buku petunjuk
pemeliharaan dan pengoperasian (Operation and Maintenance Manual) dan juga tanda
peringatan yang terpasang pada lokasi yang ditentukan sebelum melakukan
pemeliharaan dan perawatan gedung yang dimaksud.
Untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan kerja dari bahaya pada pelaksanaan
kegiatan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung, telah diberikan ramburambu
petunjuk dan peringatan, dan tanda-tanda peringatan tersebut telah terpasang pada
beberapa lokasi yang terkait dengan kondisi yang membahayakan sesuai dengan isi
rambu-rambunya. Sebagai contoh ramburambu seperti gambar-gambar di bawah ini,
baik rambu-rambu untuk pekerjaan sipil, pekerjaan arsitektural, pekerjaan mekanikal,
maupun pekerjaan elektrikal
Berdasarkan peraturan K3 a) Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja Tujuan dan sasaran dari pada Undang-undang Keselamatan seperti pada pokok-
pokok pertimbangan dikeluarkannya Undang-undang Nomor. 1 tahun 1970, maka dapat
diketahui antara lain:
(1) Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja
selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
(2) Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
(3) Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan apapun.
Kondisi tersebut dapat dicapai antara lain apabila kecelakaan termasuk kebakaran,
peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi. Oleh karena itu
setiap usaha keselamatan dan kesehatan kerja tidak lain adalah pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan di tempat kerja untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional. Dalam Undang undang tersebut
dicantumkan antara lain kewajiban dan hak tenaga kerja:
(1) Memberikan keterangan apabila diminta oleh Pegawai Pengawas/Ahli K3
(2) Memakai alat-alat pelindung diri
(3) Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
(4) Meminta pengurus untuk melaksanakan syarat-syarat K3 yang diwajibkan
(5) Menyatakan keberatan terhadap pekerjaan di mana syarat-syarat K3 dan alat-
alat pelindung diri tidak menjamin keselamatannya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja - Lingkungan 13 b) Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor.09/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen K3 Konstruksi
Pekerjaan Umum
(1) Tujuan diberlakukannya pedoman ini agar semua pemangku kepentingan
mengetahui dan memahami tugas dan kewajibannya dalam penyelenggaraan SMK3
Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan
kerja konstruksi dan penyakit akibat kerja konstruksi serta menciptakan lingkungan kerja
yang aman dan nyaman, yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja.
(2) Dalam pelaksanaan konstruksi para pekerja pekerjaan sipil dan arsitektural juga
para mekanik dan para pekerja instalasi listrik termasuk operator mesin melalui P2K3
(Panitia Pembina K3) yaitu badan pembantu di institusi dan tempat kerja yang
merupakan wadah kerja sama antara pengusaha dan pekerja, memiliki peran dalam
mengembangkan kerja sama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja. (3)
Tingkat risiko kegiatan yang akan dilaksanakan yang telah disusun dan dituangkan
dalam daftar simak menjadi kewajiban para pekerja pekerjaan sipil dan arsitektural juga
para mekanik dan para pekerja instalasi listrik untuk melaksanakan penerapannya

C. Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan
penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.
Perencanaan K3 di RS dapat mengacu pada standar sistem manajemen K3 RS
diantaranya self assesment akreditasi K3RS dan SMK3.
Perencanaan meliputi :
1. Identifikasi sumber bahaya penilaian dan pengendalian faktor risiko
2. Membuat peraturan
3. Tujuan dan sasaran
4. Indikator kerja
5. Program kerja

1. Advokasi sosialisasi program K3 RS


2. Menetapkan tujuan yang jelas
3. Organisasi dan penugasan yang jelas
4. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di
lingkungan RSSumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
5. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif
6. Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan
dan pencegahan
7. Monitoring dan evaluasi secara berkala
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432/menkes/sk/iv/2007.


Tentang Pedoman manajemen kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah
Sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1087/menkes/sk/viii/2010.
Tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-journal), Volume 2, Nomor 1, Januari 2014. Analisa
Komitmen Manajemen Rumah Sakit terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada RS Prima Medika Pemalang. Azza Ivana, Baju Widjasena, Siswi Jayanti.
Mahasiswa Peminatan K3 Universitas Undip.

Anda mungkin juga menyukai