Anda di halaman 1dari 8

Obstructive Sleep Apnea

Level skdi: 1

Sistem: sistem respirasi

Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah kondisi pernafasan yang terkait dengan tidur, yang
menyebabkan penghentian sementara pernapasan berulang karena penyempitan atau
penutupan jalan napas bagian atas selama tidur.1

Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) ditandai dengan episode berulang dari obstruksi
jalan nafas parsial atau komplit selama tidur. Hal Ini bermanifestasi sebagai pengurangan
(hypopnea) dalam atau penghentian total (apnea) aliran udara meskipun upaya inspirasi yang
sedang berlangsung menghasilkan desaturasi oksigen dan gairah. Gejala inti OSA termasuk
kantuk berlebihan di siang hari, mendengkur, dan menyaksikan apnoea atau hypopnoea
(penyumbatan atau penyumbatan parsial jalan napas yang menyebabkan penghentian
pernapasan).2

Perbandingan Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian dilaporkan 24% pria dan 9% wanita dewasa mempunyai angka kejadian
atau AHI lebih dari 5x/jam. Dilaporkan bahwa 4% pria, 2% wanita dan 1-3% pada anak
mempunyai gejala OSA, termasuk adanya gejala daytime hypersomnolence yang diakibatkan
oleh kejadian apnea-hipopnea.3

Empat penelitian prevalensi berskala besar menyatakan satu dari lima orang dewasa kulit putih
yang memiliki rata-rata indeks massa tubuh (IMT) 25–28 kg/m2 memiliki AHI ≥5x/jam.
Dilaporkan satu dari 15 pasien OSA memiliki AHI 15 atau lebih.4

Wanita pasca-menopause memiliki risiko OSA lebih tinggi yang dihubungkan dengan faktor
hormonal dan orang usia lanjut memiliki prevalensi OSA lebih tinggi dari dewasa muda. Gejala
daytime hypersomnolence lebih jarang muncul pada orang usia lanjut.3,4

Perbandingan Usia

Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi OSA yang tinggi pada usia tua. Penelitian yang
dilakukan Sleep Heart Health Study menunjukkan bahwa 25% laki-laki dan 11% wanita
memiliki AHI yang tinggi pada kelompok umur 40-98 tahun. Puncak usia pasien yang
terdiagnosis OSA pertama kali secara umum adalah pada usia 50 tahun. Namun demikian
hubungan antara usia dengan OSA masih kontroversial karena banyaknya faktor perancu dan
penyakit-penyakit lain yang ikut mendasari terjadinya OSA.5,6

Etiologi

Etiologi OSA adalah keadaan kompleks yang saling mempengaruhi berupa neural, hormonal,
muskular dan struktur anatomi, contohnya yaitu seperti berat badan berlebih atau obesitas
terutama pada tubuh bagian atas dipertimbangkan sebagai risiko utama untuk terjadinya OSA.
Angka prevalens OSA pada orang yang sangat gemuk adalah 42-48% pada laki-laki dan 8-
38% pada perempuan. Penambahan berat badan akan meningkatkan gejala-gejala OSA.7

Faktor Risiko

1) Obesitas

Obesitas diyakini menjadi predisposisi OSA karena pemuatan massa jalan nafas atas.
Resonansi magnetik volumetrik terbaru menunjukkan bahwa pasien dengan OSA memiliki
lumen kaliber saluran udara bagian atas kaliber yang lebih kecil daripada kontrol yang sehat,
terutama karena penyempitan lateral dinding faring. Terlepas dari hubungan antara OSA dan
obesitas, penting untuk diingat bahwa banyak orang langsing menderita sleep apnea.8-10

Sekitar 80 % pasien OSA memiliki obesitas. Obesitas merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya OSA. Terdapat hubungan yang erat antara indeks masa tubuh dengan kejadian OSA.
Peningkatan berat badan sebesar 10% akan meningkatkan AHI sebesar 32% dan meningkatkan
kejadian OSA sebesar 6 kali lipat. Sedangkan penurunan berat badan sebesar 10% dapat
menyebabkan penuruan AHI 26%. Obesitas menyebakan penyempitan saluran nafas bagian
atas karena terjadi akumulasi jaringan lemak yang berlebihan pada faring. Meskipun terdapat
hubungan yang erat antara obesitas dan OSA, penting untuk diketahui bahwa tidak semua
subyek yang memiliki obesitas mengalami OSA.11-13

2) Usia

Prevalensi dan derajat OSA meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Beberapa penelitian
menunjukkan prevalensi OSAS yang tinggi pada usia tua. Penelitian yang dilakukan Sleep
Heart Health Study menunjukkan bahwa 25% laki-laki dan 11% wanita memiliki AHI yang
tinggi pada kelompok umur 40-98 tahun. Puncak usia pasien yang terdiagnosis OSA pertama
kali secara umum adalah pada usia 50 tahun. Namun demikian hubungan antara usia dengan
OSA masih kontroversial karena banyaknya faktor perancu dan penyakit-penyakit lain yang
ikut mendasari terjadinya OSA.5.6

3) Jenis Kelamin

Beberapa penelitian epidemiologi melaporkan OSA lebih sering terjadi pada pria dibanding
wanita. Selain itu, terdapat beberapa hipotesis yang menjelaskan hubungan jenis kelamin
dengan timbulnya OSA antara lain karena efek hormonal yang dapat mempengaruhi
muskulatur saluran nafas bagian atas, perbedaan distribusi lemak dan perbedaan struktur dan
fungsi faring.12

4) Ukuran lingkar leher

Ukuran lingkar leher merupakan prediktor yang kuat dan merupakan salah satu karakteristik
pemeriksaan fisik pada pasien dengan OSA. Lingkar leher merupakan ukuran leher yang
melewati batas atas membran krikotiroid yang diukur pada posisi berdiri. Penelitian
melaporkan bahwa rata-rata ukuran lingkar leher pada pasien OSA adalah 43,7cm sedangkan
pada pasien non OSA adalah 39,6cm. Penelitian lain melaporkan bahwa ukuran lingkar leher
(>42,5 cm) berhubungan dengan peningkatan AHI.14,15

5) Kelainan struktur saluran nafas bagian atas

Beberapa penelitian menunjukan bahwa terdapat kelainan struktur anatomi pada kraniofasial
sehingga berdampak pada menyempitnya saluran nafas bagian atas. Secara umum, terdapat
kelainan pada mandibula, maksila, dan tulang hyoid. Mandibular yang kecil (micrognatia) dan
retrognatia merupakan faktor resiko timbulnya OSA. Micrognatia dan retrognatia akan
menyebabkan palatum mole, lidah dan jaringan lunak sekitar faring terdorong ke posterior
sehingga saluran nafas akan menyempit. Selain itu, posisi maksila yang terlalu posterior juga
dapat menjadi faktor resiko terjadinya OSA. Hal ini terjadi karena palatum durum dan jaringan
lunak di sekitar faring terdorong ke posterior sehingga ukuran lumen saluran nafas mengecil.
Kelainan pada tulang hyoid dapat menyebabkan terjadinya OSA. Hyoid yang terlalu inferior
akan menyebabkan lidah tertarik ke posterior karena hyoid menjadi salah satu insersio dari
otot-otot pembentuk lidah. Kelainan pada tonsil yang merupakan salah satu jaringan limfoid di
saluran nafas atas dapat menybabkan OSA. Hipertrofi tonsil dapat menyebabkan OSA terutama
pada anak.16,17

Gejala
Diagnosis OSA ditegakkan dengan melakukan anamnesis mengenai pola tidur, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan penunjang khusus. Gabungan data yang akurat
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dapat mengarahkan kepada indikasi untuk
melakukan pemeriksaan baku emas OSA. Kuisioner Epworth Sleepiness Scale dapat
digunakan untuk menanyakan keluhan yang berhubungan dengan gejala OSA. ESS digunakan
untuk menilai bagaimana kebiasan tidur dan rasa mengantuk pasien dalam kegiatan sehari-hari.
Pemeriksa juga harus menanyakan kepada pasien tentang pengalaman terbangun dari tidur
karena tersedak, mendengkur (dapat ditanyakan pada teman tidur) dan bangun dari tidur
dengan badan terasa tidak segar, serta gejala-gejala siang dan malam lainnya. Penting juga
untuk menanyakan usia, riwayat penyakit yang berhubungan dengan OSA seperti stroke,
hipertensi, penyakit jantung.18

Gejala OSA yang paling umum adalah kantuk berlebihan di siang hari. Sakit kepala, kesulitan
konsentrasi, depresi, kelelahan, diuresis nokturnal dan refluks gastroesofagus adalah gejala
umum lainnya. Biasanya, pasien mengantuk di pagi hari, lelah di siang hari dan cenderung
tertidur ketika duduk. Mereka memiliki latensi tidur pendek tetapi mereka sering terbangun 1-
4 kali selama tidur. Gejala umum lainnya adalah sakit kepala di pagi hari, kelelahan dan
nycturia. Kebanyakan pasien dengan mendengkur apnea tidur obstruktif. Mendengkur dan
kantuk di siang hari adalah alasan umum bahwa orang mencari perhatian medis untuk rekaman
apnea tidur.1

Tanda

1) Mendengkur

Secara klinis, kebanyakan pasien OSA memiliki gejala mendengkur saat tidur. Mendengkur
merupakan kunci diagnosis utama OSA yang didapatkan dari anamnesis. Gejala mendengkur
ini diikuti dengan episode tidak bernafas (apnea) dan paling sering muncul saat posisi tidur
terlentang. Mekanisme terjadinya mendengkur adalah karena resistensi di saluran nafas atas
disertai dengan peningkatan usaha nafas menyebabkan getaran pada daerah faring.19

2) Mengantuk berlebihan pada siang hari

Gejala paling sering kedua setelah mendengkur adalah rasa kantuk yang berlebihan pada siang
hari atau Excessive Daytime Sleepiness (EDS). EDS disebabkan oleh kualitas tidur pada malam
hari yang menurun karena terjadi tidur yang terputus-putus (fragmentasi tidur), berhubungan
dengan respons saraf pusat yang berulang karena adanya gangguan pernafasan saat tidur.
Gejala yang lebih parah dapat menyebabkan pasien tertidur saat melakukan aktivitas seperti
menonton televisi, makan, atau saat berkendara. Gejala ini tidak dapat dinilai secara kuantitatif
karena pasien sering sulit membedakan rasa mengantuk dengan kelelahan. Hampir 30% pria
dan 40% wanita dewasa dengan nilai AHI >5x/jam mengeluh tidak segar saat bangun.
Dilaporkan 25% pria dan 30% wanita dewasa mengeluh mengalami rasa mengantuk yang
berlebihan di siang hari. Epworth Sleepiness Scale (ESS) adalah kuisioner yang mudah dan
cepat untuk menilai gejala rasa mengantuk.20,21

3) Tanda dan gejala malam lainnya

Gejala lainnya yang dialami pasien OSA pada malam hari adalah gerakan motorik yang
abnormal, mimpi buruk, perasaan sesak nafas pada malam hari dan nokturia.22

4) Tanda dan gejala siang lainnya

Gejala lain yang dialami pasien OSA pada siang hari dapat berupa nyeri kepala, merasa tidak
segar saat bangun, perubahan perilaku, penurunan konsentrasi, depresi, cemas, impotensi dan
penurunan libido. Semua gejala ini dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien.20

Pemeriksaan fisik khusus

Hal-hal yang harus dinilai pada pemeriksaan fisik adalah IMT, ukuran lingkar leher dimana
lingkar leher yang besar - Lebih dari 43 cm (17 inch) pada pria dan 37 cm (15 inch) pada wanita.
Lingkar leher 40 cm atau lebih memiliki sensitivitas 61% dan spesifisitas 93% untuk OSA
terlepas dari jenis kelaminnya., keadaan rongga hidung (deviasi septum, hipertrofi konka, polip,
adenoid), perasat Mueller (untuk menilai penyempitan veloorofaring), penilaian Friedman
tounge position (modifikasi Mallampati), bentuk palatum mole, bentuk uvula, palatal flutter,
palatal floppy, ukuran tonsil dan penyempitan peritonsil lateral, retrognatik atau mikrognatik.
Populasi dewasa dengan IMT >30 kg/m2 memiliki prevalensi OSA >50%. Perlu diketahui
bahwa penilaian IMT dan lingkar leher tidak memiliki predictive abilities pada wanita.
Mendengkur memiliki positive predictive value (PPV) 63% dan negative predictive value
(NPV) 56% pada OSA. Pemeriksaan Oksimetri pada saat tidur malam hari sebagai skrining
OSA, memiliki sensitivitas sebesar 31%. Kombinasi dari semua faktor di atas dapat
meningkatkan predictive abilities antara 60-70%.15,18,21,23

Pemeriksaan penunjang
Diagnosis OSA ditegakkan dengan melakukan anamnesis mengenai pola tidur, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan penunjang khusus. Gabungan data yang akurat
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dapat mengarahkan kepada indikasi untuk
melakukan pemeriksaan baku emas OSA.15,18,21

Baku emas untuk diagnosis OSA adalah melalui pemeriksaan tidur semalam dengan alat
polysomnography (PSG). Parameter-parameter yang direkam pada PSG adalah
electroencephalography (EEG), electrooculography (pergerakan bola mata),
electrocardiography (EKG), electromyography (pergerakan rahang bawah dan kaki), posisi
tidur, aktivititas pernafasan dan saturasi oksigen. Karakteristik OSA pada saat dilakukan PSG
adalah penurunan saturasi oksigen berulang, sumbatan sebagian atau komplit dari jalan nafas
atas (kadang-kadang pada kasus yang berat terjadi beberapa ratus kali) yang disertai dengan ≥
50% penurunan amplitudo pernafasan, peningkatan usaha pernafasan sehingga terjadi
perubahan stadium tidur menjadi lebih dangkal dan terjadi desaturasi oksigen.24

Seseorang dikatakan menderita OSAS jika terdapat :

1. Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan karena sebab lain.
2. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun beberapa kali ketika tidur,
tidur yang tidak menyebabkan rasa segar, perasaan lelah sepanjang hari dan gangguan
konsentrasi.
3. Hasil PSG menunjukkan ≥ 5 jumlah total apnea ditambah terjadi hypopnea per-jam selama
tidur (AHI ≥ 5).
4. Hasil PSG negatif untuk gangguan tidur lainnya.25
Daftar referensi

1. Stradling J, Woods P. toolkit for commissioning and planning local NHS services in
the UK. Obstructive sleep apnoea (OSA). British lung foundation. UK 2015 p.4
2. Sullivan CE, Issa FG, Berthon-Jones M, Eves L. Reversal of obstructive sleep apnoea
by continuous positive airway pressure applied through the nares. Lancet 1981;1:862-
5.
3. Arter JL, Chi DS, Girish M, Fitzgerald SM, Guha B, Krishnaswamy G. Obstructive
sleep apnea, inflamation and cardiopulmonary disease. Frontiers in Bioscience 2004;
9:2892- 900.
4. Caples SM, Gami AS, Somers VK. Obstructive sleep apnea, physiology in medicine: a
series of articles linking with science. Ann Intern Med 2005; 142:187-97.
5. Young T, Shahar E, Nieto FJ, et al. Sleep Heart Health Study Research Group.
Predictors of sleep-disordered breathing in community-dwelling adults: the sleep Heart
Health Study.Arch Intern Med 2002;162(8):893–900.
6. Lavie P, Lavie L, Herer P. All-cause mortality in males with sleep apnoea syndrome:
declining mortality rates with age. Eur Respir J. 2005;25:514–20.
7. Dixon JB, Schachter LM, O’Brien PE. Sleep disturbance and obesity. Arch Intern Med
2001;161:102-6.
8. Carlsson-Nordlander B, Larsson H, Svanborg E. [Warning against silent apneas after
surgery for snoring]. Läkartidningen 1991;88:1063-5.
9. Larsson H, Carlsson-Nordlander B, Svanborg E. Long-time follow-up after UPPP for
obstructive sleep apnea syndrome. Results of sleep apnea recordings and subjective
evaluation 6 months and 2 years after surgery. Acta Otolaryngol 1991;111:582-90.
10. Patel SR, White DP, Malhotra A, Stanchina ML, Ayas NT. Continuous positive airway
pressure therapy for treating sleepiness in a diverse population with obstructive sleep
apnea: results of a meta-analysis. Arch Intern Med 2003;163:565-71.
11. Peppard PE, Young T, Palta M, Dempsey J, Skatrud J. Longitudinal study of moderate
weight change and sleep-disordered breathing. JAMA. 2000;284(23):3015–21.
12. Lindberg E. Epidemiology of OSA. Eur Respir Mon. 2010;50:51–68.
13. Lecube A, Sampol G, Lloberes P, et al. Asymptomatic sleep-disordered breathing in
premenopausal women awaiting bariatric surgery. Obes Surg. 2010;20:454–61.
14. Katz I, Stradling JR, Slutsky AS, et al. Do patients with obstructive sleep apnea have
thick necks? Am Rev Respir Dis 1990;141:1228–31.
15. Madani M. Snoring and obstructive sleepspnea. Arch of Iranian Med 2007; 10(2):215-
26
16. Johal A, Conaghan C. Maxillary morphology in obstructive sleep apnea: a
cephalometric and model study. Angle Orthod 2004; 74:648–56.
17. Schechter MS, Technical report: Diagnosis and management of childhood obstructive
sleep apnea syndrome.Pediatrics 2002;109:1-20.
18. Welch KC, Goldberg AN. Sleep disorders. In:Lalwani AK, editor. Current diagnosis
&Treatment, otolaryngology head and neck Surgery. 2nd ed. New York: McGraw-Hill
Companies LANGE; 2008.
19. Vgontzas AN, Zoumakis E, Lin HM, et al. Marked decrease in sleepiness in patients
with sleep apnea by etanercept, a tumor necrosis factor-alpha antagonist. J Clin
Endocrinol Metab.2004;89:4409–13.
20. Hirshkowitz M, Gast H. Sleep-related breathing disorders and sleepiness. Sleep Med
Clin.2006;1:491–8.
21. Antariksa B. Patogenesis, diagnostik dan skrining OSA (obstructive sleep
apnea).Available from http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan10/OSA% 20. Accessed
januari,5,2019.
22. Walters AS. Clinical identifi cation of the simple sleep-related movement disorders.
Chest. 2007;131:1260–6.
23. Patil SP, Scheneider H, Schwartz AR, Smith PL. Adult obstructive sleep apnea:
pathophysiology and diagnosis. Chest Journal 2007; 132:325-37.
24. Jordan AS, White DP, Fogel RB. Recent advances in understanding the pathogenesis
of obstructive sleep apnea. Current opinion pulmonary medicine, 2003;1-3.
25. Hiestand DM, Britz P, Goldman M, Phillips B. Prevalence of sleep apnea in the US
population. Chest 2006; 130:780-6.

Anda mungkin juga menyukai