Abstrak
Fibrilasi atrium adalah aritmia supraventrikular yang khas, dengan aktivasi atrium
yang tidak terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium. Pada
elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah tiadanya konsistensi gelombang P, yang
digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya.
Fibrilasi atrium terjadi pada 10-25% pasien dengan hipertiroid terutama pada laki-laki dan
orang tua.Pengobatan terutama ditujukan untuk mengembalikan ke status eutiroid, sehingga
memudahkan konversi spontan ke irama sinus. Hipertiroid merupakan bentuk tirotoksikosis
yang paling sering dijumpai, terjadi akibat kelebihan sekresi tiroksin (T4) atau triiodo-tironin
(T3). Penyakit Graves merupakan penyebab paling umum; sekitar 60% dari hipertiroid
disebabkan oleh penyakit Graves. Hipertiroid pada penyakit Graves biasanya disebabkan
karena adanya antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid secara berlebihan.
Kata Kunci: Fibrilasi Atrium, Penyakit jantung tiroid, Grave,s disease
Abstrac
Atrial fibrillation is a typical supraventricular arrhythmia, with uncoordinated atrial
activation resulting in deterioration of atrial mechanical function. On an electrocardiogram
(ECG), the hallmark of the FA is the absence of P wave consistency, which is replaced by a
fibrillation wave that varies in amplitude, shape and duration. Atrial fibrillation occurs in
10-25% of patients with hyperthyroidism, especially in men and the elderly. Treatment is
primarily aimed at returning to euthyroid status, thus facilitating spontaneous conversion to
sinus rhythm. Hyperthyroidism is the most common form of thyrotoxicosis, resulting from
excess secretion of thyroxine (T4) or triiodo-tironine (T3). Graves' disease is the most
common cause; about 60% of hyperthyroidism is caused by Graves' disease.
Hyperthyroidism in Graves' disease is usually caused by the presence of TSH receptor
antibodies that stimulate excessive thyroid activity.
Keywords: Atrial fibrillation, thyroid heart disease, Grave, s disease
1
Pendahuluan
Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering ditemui dalam praktik
sehari-hari. Prevalensi FA mencapai 1-2% dan akan terus meningkat dalam 50 tahun
mendatang.1,2 Framingham Heart Study yang merupakan suatu studi kohor pada tahun 1948
dengan melibatkan 5209 subjek penelitian sehat (tidak menderita penyakit kardiovaskular)
menunjukkan bahwa dalam periode 20 tahun, angka kejadian FA adalah 2,1% pada laki-laki
dan 1,7% pada perempuan.1 Sementara itu data dari studi observasional
(MONICAmultinational MONItoring of trend and determinant in CArdiovascular disease)
pada populasi urban di Jakarta menemukan angka kejadian FA sebesar 0,2% dengan rasio
laki-laki dan perempuan 3:2.1 Selain itu, karena terjadi peningkatan signifikan persentase
populasi usia lanjut di Indonesia yaitu 7,74% (pada tahun 2000-2005) menjadi 28,68%
(estimasi WHO tahun 2045-2050),3 maka angka kejadian FA juga akan meningkat secara
signifikan. Dalam skala yang lebih kecil, hal ini juga tercermin pada data di Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang menunjukkan bahwa persentase kejadian
FA pada pasien rawat selalu meningkat setiap tahunnya, yaitu 7,1% pada tahun 2010,
meningkat menjadi 9,0% (2011), 9,3% (2012) dan 9,8% (2013).
Fibrilasi atrium juga berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskular lain seperti
hipertensi, gagal jantung, penyakit jantung koroner, hipertiroid, diabetes melitus, obesitas,
penyakit jantung bawaan seperti defek septum atrium, kardiomiopati, penyakit ginjal kronis
maupun penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).4
Pada dasarnya etiologi yang terkait dengan atrial fibrilasi terbagi menjadi beberapa faktor-
faktor, diantaranya yaitu:
2
c. Proses Infeksi, Demam dan segala macam infeksi
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya FA masih belum sepenuhnya dipahami dan
dipercaya bersifat multifaktorial. Dua konsep yang banyak dianut tentang mekanisme FA
adalah adanya faktor pemicu (trigger); dan 2) faktor-faktor yang melanggengkan. Pada pasien
dengan FA yang sering kambuh tetapi masih dapat konversi secara spontan, mekanisme
utama yang mendasari biasanya karena adanya faktor pemicu (trigger) FA, sedangkan pada
pasien FA yang tidak dapat konversi secara spontan biasanya didominasi adanya faktor-
faktor yang melanggengkan.4
Definisi FA
Fibrilasi atrium adalah aritmia supraventrikular yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak
terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium. Pada elektrokardiogram
(EKG), ciri dari FA adalah tiadanya konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh
gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada fungsi
NAV yang normal, FA biasanya disusul oleh respons ventrikel yang juga ireguler, dan
seringkali cepat.1
3
Klasifikasi
Hipertiroid
Gejala klinis penyakit Graves meliputi dua kelompok utama, yaitu tiroidal dan ekstratiroidal.
Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroid akibat sekresi
hormon tiroid berlebihan. Gejala-gejala hipertiroid berupa manifestasi.hipermetabolisme dan
aktivitas simpatis berlebihan, seperti cepat lelah, gemetar, tidak tahan panas, berat badan
turun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi
otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya
terbatas di tungkai bawah. Untuk diagnosis tepat dan terpercaya, Crooks (1959) membuat
indeks diagnostik, yaitu Indeks Wayne5 (Tabel 1).6
4
Fibrilasi atrium terjadi pada 10-25% pasien dengan hipertiroid terutama pada laki-laki
dan orang tua.Pengobatan terutama ditujukan untuk mengembalikan ke status eutiroid,
sehingga memudahkan konversi spontan ke irama sinus. Jika strategi kendali irama yang
dipilih, untuk mengurangi risiko kekambuhan kembali fungsi tiroid harus dinormalkan
sebelum kardioversi. Obat antiaritmia dan kardioversi elektrik umumnya hanya berhasil
sesaat jika masih dalam status tirotoksikosis.1
Penyakit jantung tiroid adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh pengaruh hormon
tiroid. Pengaruh biokimiawi hormon tiroid pada jantung terjadi terutama pada hipertirodisme.
Hipertiroidisme adalah hiperfungsi tiroid, yaitu peningkatan biosintesis dan sekresi hormon
oleh kelenjar tiroid.
Gejala dan tanda gagal jantung meliputi sesak nafas terutama pada malam hari, batuk
malam hari, sesak saat beraktivitas, distensi vena leher, ronki kardiomegali, edema paru akut,
suara jantung ketiga, refluks hepatojugular, edema ekstremitas, hepatomegali, efusi pleura,
penurunan kapasitas vital sepertiga normal, dan takikar.
5
Definisi Gagal Jantung
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien
harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat
atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru
atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi
jantung saat istrahat (Tabel 1 dan 2).7
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure 2008.7
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure 2012.7
6
Klasifikasi
Tabel 3. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau berdasarkan
gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.
Etiologi
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.7
2) Aterosklerosis koroner
7
miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.7
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung.7
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.7
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.7
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal
jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.7
Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi gagal jantung meningkat sesuai dangan peningkatan umur. Studi
framingham menunjukkan peningkatan prefalensi gagal jantung, mulai 0,8% untuk orang
berusia 50-59 hingga 2,3% untuk orang dangan usia 60-69 tahun. Gagal jantung dilaporkan
sebagai diagnosis utama pada pasien di rumah sakit untuk kelompok usia lebih dari 65 tahun
pada tahun 1993. Beberapa studi di inggris juga menunjukkan adanya penigkatan prevalensi
gagal jantung pada orang dengan usia lebih tua.7
8
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem
tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak
mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Mekanisme yang mendasari
gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan
curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik
dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi
jantung X volume sekuncup. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.7
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga
faktor yaitu:
1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut
jantung.
2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.
1) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep
venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF
berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan perburukan
dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker
dan pemberian warfarin).
3) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis
ditinggikan.
9
4) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death
(25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan
vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.7
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa
toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana
struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan
medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau
lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan
dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic
goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-
bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan
reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Anamnesis
Spektrum presentasi klinis FA sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik hingga syok
kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat. Hampir >50% episode FA tidak
menyebabkan gejala (silent atrial fibrillation). Beberapa gejala ringan yang mungkin
dikeluhkan pasien antara lain:
Selain mencari gejala-gejala tersebut diatas, anamnesis dari setiap pasien yang dicurigai
mengalami FA harus meliputi pertanyaanpertanyaan yang relevan, seperti: 9
10
• Penilaian klasifikasi FA berdasarkan waktu presentasi, durasi, dan frekuensi gejala.
Pertanyaan yang relevan untuk ditanyakan pada pasien yang dicurigai atau diketahui FA. 1
Daftar pertanyaan
Apakah irama jantung saat episode serangan terasa teratur atau tidak teratur ? Apakah
terdapat faktor pencetus seperti aktivitas fisik, emosi atau asupan alkohol ? Apakah gejala
selama episode terasa sedang atau berat – derajat keparahan dapat diekspresikan dengan
menggunakan skor EHRA Apakah episode yang dirasakan sering atau jarang, dan apakah singkat atau
cukup lama ? Apakah terdapat riwayat penyakit penyerta seperti: hipertensi, penyakit jantung
koroner, gagal jantung, penyakit vaskular perifer, penyakit serebrovaskular, stroke, diabetes atau
penyakit paru kronik ? Apakah ada riwayat penyalahgunaan alkohol ? Apakah ada riwayat keluarga
dengan FA ?
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis selalu dimulai dengan pemeriksaan jalan nafas (Airway), pernafasan
(Breathing) dan sirkulasi (Circulation) dan tanda-tanda vital, untuk mengarahkan tindak
lanjut terhadap FA. Pemeriksaan fisis juga dapat memberikan informasi tentang dasar
penyebab dan gejala sisa dari FA.9
Tanda Vital
Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan nafas dan saturasi oksigen sangat penting
dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan kendali laju yang adekuat pada FA. Pada
11
pemeriksaan fisis, denyut nadi umumnya ireguler dan cepat, sekitar 110-140x/menit, tetapi
jarang melebihi 160-170x/menit. Pasien dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat
jantung (digitalis) dapat mengalami bradikadia.
Paru
Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal jantung (misalnya ronki, efusi
pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi mengindikasikan adanya penyakit paru kronik
yang mungkin mendasari terjadinya FA (misalnya PPOK, asma)
Jantung
Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisis pada pasien FA. Palpasi dan
auskultasi yang menyeluruh sangat penting untuk mengevaluasi penyakit jantung katup atau
kardiomiopati. Pergeseran dari punctum maximum atau adanya bunyi jantung tambahan (S3)
mengindikasikan pembesaran ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel kiri. Bunyi II (P2)
yang mengeras dapat menandakan adanya hipertensi pulmonal. Pulsus defisit, dimana
terdapat selisih jumlah nadi yang teraba dengan auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada
pasien FA.
Abdomen
Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba mengencang dapat
mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik. Nyeri kuadran kiri atas,
mungkin disebabkan infark limpa akibat embolisasi perifer.
Ekstremitas bawah
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari tabuh atau edema.
Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin mengindikasikan embolisasi perifer.
12
Melemahnya nadi perifer dapat mengindikasikan penyakit arterial perifer atau curah jantung
yang menurun.
Neurologis
Pemeriksaan Laboratorium
Elektrokardiogram (EKG)
Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis FA dan biasanya mencakup laju
ventrikel bersifat ireguler dan tidak terdapat gelombang P yang jelas, digantikan oleh
gelombang F yang ireguler dan acak, diikuti oleh kompleks QRS yang ireguler pula.9
13
Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-
170x/menit.
Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar)setelah siklus
interval R-R panjang-pendek (fenomena Ashman)
Preeksitasi
Hipertrofi ventrikel kiri
Blok berkas cabang
Tanda infark akut/lama
Elektrokardiogram juga diperlukan untuk memonitor interval QT dan QRS dari pasien
yang mendapatkan terapi antiaritmia untuk FA.
Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks biasanya normal, tetapi kadangkadang dapat ditemukan bukti
gagal jantung atau tanda-tanda patologi parenkim atau vaskular paru (misalnya emboli paru,
pneumonia).
Uji latih atau uji berjalan enam-menit dapat membantu menilai apakah strategi kendali
laju sudah adekuat atau belum (target nadi <110x/menit setelah berjalan 6-menit). Uji latih
dapat menyingkirkan iskemia sebelum memberikan obat antiaritmia kelas 1C dan dapat
digunakan juga untuk mereproduksi FA yang dicetuskan oleh aktivitas fisik.1
Ekokardiografi
14
Evaluasi penyakit perikardial Ekokardiografi transesofageal (ETE) terutama
bermanfaat untuk :
Trombus atrium kiri (terutama di AAK)
Memandu kardioversi (bila terlihat trombus, kardioversi harus ditunda)
Pada pasien dengan hasil D-dimer positif, CT angiografi mungkin diperlukan untuk
menyingkirkan emboli paru. Teknologi 3 dimensi seperti CT scan atau MRI seringkali
berguna untuk mengevaluasi anatomi atrium bila direncanakan ablasi FA. Data pencitraan
dapat diproses untuk menciptakan peta anatomis dari atrium kiri dan VP.
Monitor Holter dan event recording dapat berguna untuk menegakkan diagnosis FA
paroksismal, dimana pada saat presentasi, FA tidak terekam pada EKG. Selain itu, alat ini
juga dapat digunakan untuk mengevaluasi dosis obat dalam kendali laju atau kendali
irama.38
Studi Elektrofisiologi
15
Tatalaksana Farmakologi
Pada pasien dengan hipertiroidisme dan AF, terapi awal harus difokuskan pada
kontrol irama jantung dengan menggunakan penyekat beta (propanolol, atenolol, bisoprolol),
tetapi konversi ke irama sinus sering terjadi secara spontan bersamaan dengan pengobatan
hipertiroidisme. Pemberian penyekat beta pada kasus hipertiroidisme terkait dengan gagal
jantung, harus diberikan sedini mungkin. Golongan obat penyekat beta dapat mengontrol
takikardia, palpitasi, tremor, kecemasan, dan mengurangi aliran darah ke kelenjar tiroid.
Tujuan terapi dengan penyekat beta ialah menurunkan denyut jantung ke tingkat mendekati
normal dan kemudian meningkatkan perbaikan komponen disfungsi ventrikel kiri (LV).
Penggunaan bisoprolol memiliki efek menguntungkan pada kasus gagal jantung dengan AF
karena berhubungan dengan remodeling dari ventrikel kiri dan terdapat peningkatan
signifikan left ventricle ejection fraction (LVEF). Jika AF berlanjut, pertimbangan harus
diberikan untuk antikoagulasi, terutama pada pasien yang berisiko tinggi terhadap emboli.
Terapi antikoagulan pada pasien hipertiroidisme dengan AF masih kontroversial. Frekuensi
rata-rata insiden tromboemboli pada pasien hipertiroidisme sekitar 19%. Beberapa peneliti
tidak merekomendasikan pemberian obat antikoagulan pada pasien pasien usia muda
dengan durasi AF yang pendek (kurang dari 3 bulan) dan tanpa kelainan jantung oleh karena
konversi ke irama sinus akan terjadi setelah diterapi dengan obat antitiroid. Pasien dengan AF
kronik dan mempunyai kelainan jantung organik, berisiko tinggi terjadinya emboli sehingga
merupakan indikasi pemberian antikoagulan. Jika AF belum teratasi, perlu dilakukan
kardioversi setelah 16 minggu telah menjadi eutiroidisme. Perlindungan antikoagulan terus
diberikan sampai 4 minggu setelah konversi 10-12
Obat Anti-Tiroid
Obat anti-tiroid yang lazim digunakan adalah PTU yang dimulai dengan dosis 3x100-200
mg/hari dan metimazol/ tiamazol yang dimulai dengan dosis 20- 40 mg/hari dalam dosis
terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons
klinis.
Penghambat Beta
Penghambat beta, khususnya propranolol, karena sifatnya non-selektif sehingga dapat
diberikan untuk mengendalikan laju jantung dan mengurangi gejala tirotoksikosis. Dosis
propranolol yang diberikan adalah 20-80 mg per oral tiap 6 jam. Obat golongan ini tidak
boleh diberikan pada pasien dengan riwayat asma atau PPOK. Sebagai alternatif, dapat
diberikan golongan antagonis kalsium non-dihidropiridin (diltiazem dan verapamil).6
16
Digitalis
Digitalis (digoksin) dapat memperlambat laju ventrikel,6 tetapi dibutuhkan dosis yang
lebih tinggi (0,25 - 0,5 mg). Resistensi relatif terhadap digitalis disebabkan oleh
bertambahnya klirens renal dan peningkatan jumlah Na+K+ATPase pada otot jantung
menurunkan sensitivitas otot jantung terhadap digitalis; toksisitas bisa timbul pada dosis
terapeutik.
Kardioversi
Kardioversi elektrik diindikasikan pada pasien AF dengan gangguan hemodinamik yang
disertai tanda iskemik, hipotensi, atau sinkop. Kardioversi elektrik dilakukan dengan dosis
200 J, jika tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 J.
Antikoagulan
Penggunaan antikoagulan masih diperdebatkan. Meskipun bukti masih kurang, bila ada
faktor risiko stroke, terapi antioagulan oral dianjurkan untuk mencegah emboli sistemik.7
American Heart Association (AHA) merekomendasikan aspirin 325 mg/hari untuk pasien AF
risiko rendah dan warfarin bagi pasien risiko tinggi yang dapat menerima antikoagulan
dengan aman.
Ablasi Radioiodine
Pada semua pasien dengan komplikasi kardiak, hipertiroid harus ditangani dengan
pemberian obat anti-tiroid, dilanjutkan dengan ablasi radioiodine.12-14 Ablasi diindikasikan
karena risiko rekurensi kelainan kardiak bila gejala tirotoksikosis kambuh, dapat
memperbaiki gejala kardiovaskular termasuk AF pada lebih dari 90% pasien tirotoksikosis
dengan keterlibatan kardiak. Pada pasien tertentu dengan struma noduler toksik besar,
mungkin diperlukan tiroidektomi.
Penatalaksanaan hipertiroidisme dengan komplikasi kardiovaskular
memerlukan pendekatan yang berbeda, yaitu dengan mempertimbangkan faktor
kardiovaskular tersebut. Tujuan pengobatan ialah secepatnya menurunkan keadaan
hipermetabolik dan kadar hormon tiroid yang berada dalam sirkulasi. Keadaan sirkulasi
hiperdinamik dan aritma atrial akan memberikan respon baik dengan pemberian obat
penyekat beta. Dalam hal ini, propanolol merupakan obat pilihan karena bekerja cepat dan
mempunyai keampuhan yang sangat besar dalam menurunkan frekuensi denyut jantung.
Selain itu, penghambat beta dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. Pada
pasien dengan gagal jantung berat, penggunaan obat penyekat beta harus dengan sangat hati-
hati karena dapat memperburuk fungsi miokard, meskipun beberapa penulis mendapat hasil
baik pada pengobatan pasien gagal jantung akibat tirotoksikosis. Bahaya lain dari obat
17
penyekat beta ialah dapat menimbulkan spasme bronkial, terutama pada pasien dengan asma
bronkial. Dosis yang diberikan berkisar antara 40-160 mg per hari dibagi 3-4 kali pemberian
Obat antitiroid yang banyak digunakan ialah PTU dan imidazol (metimazol, tiamazol, dan
karbimazol). Kedua obat ini termasuk dalam golongan tionamid yang kerjanya menghambat
sintesis hormon tiroid, tetapi tidak memengaruhi sekresi hormon tiroid yang sudah terbentuk.
Propiltiourasil mempunyai keunggulan mencegah konversi T4 menjadi T3 di perifer. Dosis
awal PTU yang digunakan ialah 300-600 mg/hari dengan dosis maksimal 1200-2000 mg/hari
atau metimazol 30-60 mg sehari. Perbaikan gejala hipertiroidisme biasanya terjadi dalam 3
minggu dan eutiroidisme dapat tercapai dalam 6-8 minggu
Makroskopik Jantung
Sisi kanan jantung (jantung kanan) menerima darah (pembuluh darah) yang tidak
teroksigenasi dengan baik dari tubuh melalui SVC dan IVC dan memompanya melalui batang
pulmonal dan arteri ke paru-paru untuk oksigenasi. Sisi kiri jantung (jantung kiri) menerima
darah (arteri) yang beroksigen tinggi dari paru-paru melalui vena pulmonal dan
memompanya ke aorta untuk didistribusikan ke tubuh. Jantung memiliki empat ruang: atrium
kanan dan kiri dan ventrikel kanan dan kiri.13
Atrium kanan membentuk batas kanan jantung dan menerima darah vena dari SVC,
IVC, dan sinus coroner. Bagian dalam atrium kanan memiliki: Bagian kanan AV melalui
atrium kanan mengeluarkan darah beroksigen buruk yang telah diterimanya ke ventrikel
kanan.13
Vena pulmonal kiri dan kanan akan menuju ke atrium kiri, atrium kiri membentuk
sebagian besar dasar jantung, setelah itu atrium kiri mengeluarkan darah beroksigen yang
diterima dari vena pulmonal ke ventrikel kiri.13
Ventrikel kiri memiliki dinding yang dua atau tiga kali lebih tebal dari ventrikel
kanan. Katup mitral ada dua yaitu anterior dan posterior. Katup mitral terletak posterior ke
18
sternum pada tingkat kartilago kosta ke-4. Katup mitral, memungkinkan katup untuk
menahan tekanan yang dikembangkan selama kontraksi (pemompaan) dari ventrikel kiri.13
Mikroskopis Jantung
Dinding keempat bilik iantung terdiri atas tiga lapisan utama atau tunika:
endokardium di dalam, miokardium di tengah; dan epikardium di luar.16
Endokardium terdiri atas selapis sel endotel gepeng yang berada di atas selapis tipis
subendotel jaringan ikat longgar yang mengandung serat elastin dan kolagen selain sel otot
polos. Yang menghubungkan miokardium pada lapisan subendotel adalah selapis jaringan
ikat (yang sering disebut lapisan subendokardium yang mengandung vena, saraf, dan cabang
sistem penghantar-impuls janfung.16
Miokardium adalah tunika yang paling tebal di jantung dan terdiri atas sel-sel otot
jantung yang tersusun berlapis-lapis yang mengelilingi bilik-bilik jantung dalam bentuk
pilinan yang rumit. Miokardium jauh lebih tebal di ventrikel ketimbang di atrium. Susunan
sel-sel otot ini sangat bervariasi sehingga pada potongan jaringan, sel-sel tampak tersusun
daiam berbagai arah.16
Bagian luar jantung dilapisi oleh epitel selapis gepeng (mesotel) yang ditopang oleh
selapis tipis jaringan ikat yang membentuk epikardium. Lapisan jaringan ikat longgar
subepikardium mengandung vena, saraf, dan banyak adiposit. Epikardium dapat disetarakan
dengan lapisan viseral perikardium, yaitu membran serosa tempat jantung berada. Di antara
lapisan viseral (epikardium) dan lapisan parietal, terdapat sejumlah kecil cairan pelumas yang
memudahkan pergerakan jantung.16
19
Katup jantung terdiri atas jaringan ikat fibrosa padat di pusat (yang mengandung serat
kolagen maupun elastin), yang kedua sisinya dilapisi oleh lapisan endotel. Dasar katup
melekat pada annulus fibrosus yang merupakan bagian dari skeleton fibrosa. Regio fibrosa
yang padat ini di sekitar katup jantung menambatkan dasar katup dan merupakan tempat
origo dan insersio serabut otot jantung.16
Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh potensial aksi
yang menyapu ke seluruh membran sel otot. Jantung berkontraksi atau berdenyut secara
ritmis akibat potensial aksi yang dihasilkannya sendiri, suatu sifat yang dinamai otoritmisitas
(oto artinya "sendiri"). Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung.18
Sel kontraktil, yang membentuk 99% sel-sel otot jantung, melakukan kerja mekanis
memompa darah. Sel-sel dalam keadaan normal tidak membentuk sendiri potensial aksi
mereka. Sebaliknya, sel-sel jantung sisanya yang sedikit tetapi sangat penting, sel otoritmik,
tidak berkontraksi tetapi khusus memulai dan menghantarkan potensial aksi yang
menyebabkan kontraksi sel-sel jantung kontraktil.18
Sel otoritmik jantung memperlihatkan aktivitas pemacu. Berbeda dengan sel saraf dan
sel otot rangka, yaitu membrannya berada pada potensial istirahat yang konstan kecuali sel
dirangsang, sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial istirahat. SeI-sel ini justru
memperlihatkan aktivitas pemacu; yaitu, potensial membran mereka secara perlahan
terdepolarisasi, atau bergeser, antara dua potensial aksi hingga ambang tercapai, saat ketika
membran mengalami potensial aksi. Pergeseran lambat potensial membran sel otoritmik ke
20
ambang disebut potensial pemacu. Melalui siklus berulang tersebut, sel-sel otoritmik tersebut
memicu potensial aksi, yang kemudian menyebar ke seluruh jantung untuk memicu denyut
berirama tanpa rangsangan saraf apapun.18
Fase awal depolarisasi lambat ke ambang disebabkan oleh masuknya Na+ ke dalam
melalui kanal berpintu listrik yang hanya ditemukan pada sel pemacu jantung. Pada
umumnya kanal berpintu listrik terbuka ketika membran menjadi kurang negatif
(terdepolarisasi), tetapi kanal khusus ini terbuka ketika membran menjadi lebih negatif
(hiperpolarisasi) pada akhir repolarisasi dari potensial aksi sebelumnya. Karena sifatnya yang
tidak biasa, saluran ini disebut kanal funny atau If. Ketika satu potensial aksi berakhir dan
kanal If terbuka, masuknya arus Na+ pendepolarisasi yang terjadi melalui kanal yang terbuka
ini mulai menggerakkan potensial membran sel pemacu dengan segera menuju ambangnya
sekali lagi.18
Mekanisme ion kedua yang berperan serta terhadap potensial pemacu ini adalah
pengurangan progresif fluks pasif K+ keluar. Di dalam sel autoritmis jantung, permeabilitas
terhadap K+ tidak konstan di antara potensial aksi seperti halnya pada sel saraf dan sel otot
rangka. Kanal K+ yang terbuka selama fase menurunnya potensial aksi sebelumnya
perlahanlahan menutup pada potensial negatif. Penutupan yang lambat ini secara bertahap
mengurangi aliran keluar 1C+ positif menuruni gradien konsentrasinya. Akibatnya, terjadi
kebocoran Na+ ke dalam secara perlahan bersama dengan penurunan perlahan kecepatan
efluks K+ melalui kanal If yang terbuka, semakin menggeser membran menuju ambang.
Peran ion ketiga terhadap potensial pemacu adalah meningkatnya masukan Ca2+. Pada paruh
kedua potensial pemacu, kanal IF menutup dan kanal Ca2+ transien (kanal Ca2+ tipe T), satu
dari dua jenis kanal Ca2+ berpintu listrik, terbuka sebelum membran mencapai ambang. ("T"
merupakan kepanjangan dari transien.) Influks Ca2+segera yang terjadi semakin
mendopolrisasi membra, membawanya ke ambang, saat ketika kanal Ca2+ tertutup.18
Jika ambang telah tercapai, terbentuk fase naik potensial aksi sebagai respons
terhadap pengaktifan kanal Ca2+ berpintu listrik yang bertahan lama (kanal Ca2+ tipe L; "L"
merupakan kepanjangan long-lasting, atau bertahan lama) dan diikuti oleh influ Ca2+ dalam
21
jumlah besar. Fase naik yang diinduksi Ca2+ pada sel pemacu jantung berbeda dengan yang
terjadi di sel saraf dan sel otot rangka, yaitu ketika yang mengubah potensial ke arah positif
adalah influks Na+ dan bukan influks Ca2+.18
Fase turun disebabkan, seperti biasanya, oleh efluks K+ yang terjadi ketika
permeabilitas K+ meningkat akibat pengaktifan kanal K+ berpintu listrik, bersama dengan
penutupan kanal Ca2+ tipe L. Setelah potensial aksi selesai, terjadi depolarisasi lambat
berikutnya menuju ambang akibat penutupan kanal K+ secara perlahan.18
SIMPULAN
Hipertiroid merupakan suatu kondisi gangguan kelenjar tiroid dengan manifestasi
pada beberapa sistem organ, salah satunya sistem kardiovaskular. Fibrilasi atrium (AF)
adalah aritmia yang tersering pada hipertiroid, melalui beberapa patofisiologi yang belum
sepenuhnya diketahui. Aritmia ini meningkatkan mortalitas dan morbiditas, khususnya terkait
dengan kejadian stroke. Beberapa gejala klinis dirangkum dalam indeks Wayne untuk
penegakan diagnosis secara objektif. Beberapa pemeriksaan penunjang untuk penegakan
diagnosis hipertiroid antara lain pemeriksaan TSH, fT4, dan T3; interval RR ireguler dan
gelombang P yang ireguler pada EKG merupakan ciri utama AF. Prinsip penatalaksanaan
hipertiroid adalah terlebih dahulu mengendalikan kondisi hipertiroid ke status eutiroid, lalu
mengatasi masalah fibrilasi atrium dan gagal jantung.
Daftar Pustaka
22
6. FKP Bagus, Fibrilasi Atrium pada Hipertiroid. CDK-256/ vol. 44 no. 9 th. 2017.
7. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung, Himpunan Dokter Spesialis Krdiovaskular
Indonesia 2015.
8. Atrial Fibrillation (A Fib) Awareness. 2013. at
http://www.hrsonline.org/News/AtrialFibrillation-AFib-Awareness#axzz2gHliCTk0.).
9. Atrial Fibrillation Clinical Presentation. 2013. (Accessed Sep 27, 2013, at
http://emedicine. medscape.com/article/151066-clinical.).
10. Eldar M, Canetti M, Rotstein Z, Boyko V, Gottlieb S, Kaplinsky E, et al. Significance
of paroxysmal atrial fibrillation complicating acute myocardial infarction in the
thrombolytic era. Circulation 2008; 97:965-70.
http://circ.ahajournals.org/content/97/10/965.
11. Woeber KA. Thyrotoxicosis and the heart. NEJM. 2002;327:94-8.
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM199207093270206.
12. Choudhury RP, MacDermot J. Heart failure in thyrotoxicosis, an approach to
management. Br J Clin Pharmacol. 2008; 46:421-4
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC1873689/.
13. Moore KL, Dalley AF, Argur AMR. Clinically oriented anatomy. Ed 7. Philadelphia:
Wolters Kluwer;2018
14. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s basic anatomy. Canada: Elsevier;2012
15. Paulsen F, Waschke J. Sobotta atlas anatomi manusia. Ed 23. Munchen: EGC;2010
16. Mescher AL. Histologi dasar junquera: teks dan atlas. Ed 12. Jakarta: EGC; 2012
17. Eroschenko VP. Atlas histologi difiore dengan korelasi fungsional. Ed 11. Jakarta:
EGC; 2010
18. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 8. Jakarta: EGC;2014
23