Anda di halaman 1dari 11

PERAN PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN

LAHAN DI PROVINSI RIAU

I. Latar Belakang masalah

Menurut Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017,Hutan merupakan ekosistem yang


merupakan hamparan lahan yang didalamnya terdapat sumber daya alam hayati yang
didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya
dan tidak dapat dipisahkan. Hutan sangat berperan penting dalam kehidupan manusia terbukti
bahwa hutan telah dijuluki sebagai paru-paru dunia. Hutan dapat dikatakan sebagai paru-paru
dunia karena hutan dapat menyerap adanya karbondioksida yang terdapat dari udara dan
kemudian diganti dengan adanya oksigen. Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat
memberi banyak manfaat terhadap kesejahteraan masyarakat baik secara langsung atau tidak
langsung. Manfaat langsung yang diberikan yaitu hutan sebagai penyedia kayu,satwa serta
hasil tambang. Dan manfaat tidak langsung meliputi adanya pemanfaatan hutan sebagai tempat
rekreasi, pengaturan tata air atau penyedia air, serta dengan adanya hutan dapat mencegah
erosi. Selain sebagai paru-paru dunia, hutan juga berperan sebagai penghubung antara manusia
dan makhluk hidup yang lain melalui faktor alam yang terdiri dari proses ekologi(Rahmawaty,
2004) .

Kebakaran hutan merupakan suatu peristiwa yang masih sering terjadi di Indonesia.Telah
terbukti bahwa pada tahun 2015 Indonesia menduduki peringkat ke-8 se dunia dalam masalah
polusi udara yang mematikan dan memiliki rata-rata kematian 50.000 jiwa. Kebakaran hutan
tidak hanya dapat terjadi pada lahan yang kering saja tetapi juga dapat terjadi pada lahan basah
seperti pada lahan gambut yang terjadi di Provinsi Riau.Terjadinya kebakaran yang terdapat
pada lahan gambut bisa disebabkan oleh faktor El-Nino. El-Nino merupakan proses
meningkatnya suhu pada permukaan suhu di laut pada kawasan pasifik yang terjadi pada 2-7
tahun dan bertahan hingga 12-15 bulan yang dapat menyebabkan kekeringan pada sejumlah
wilayah di Indonesia. jIka Indonesia sedang mengalami kemarau panjang atau
kekeringan,hutan yang merupakan lahan gambut dapat terbakar. Kebakaran hutan yang terjadi
pada lahan gambut pada umumnya sangat sulit untuk dipadamkan karena api tidak hanya
menyebar di atas lapisan tanah tetapi juga menyebar di dalam lapisan tanah. Ditambah dengan
dibuatnya saluran atau parit yang dapat membuat tanah menjadi kekeringan karena kekurangan
air terutama pada saat musim kemarau.

Faktor terjadinya kebakaran hutan tidak hanya karena El-Nino tetapi masih terdapat beberapa
faktor diantaranya adalah faktor manusia itu sendiri. Banyak kegiatan atau perlikau manusia
yang dapat memberikan dampak negatif terhadap keadaan lingkungan. Seperti membuang
punting di sekitar hutan,tidak memadamkan bara setelah melakukan kegiatan api
unggun,membakar hutan secara legal atau sengaja untuk kepentingan pribadi dan masih banyak
lagi (Rasyid, 2014).

Sesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, rumusan masalahnya adalah
bagaimana peran pemerintah dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang terdapat
di Provinsi Riau.

II. Pembahasan

Di lansir dari Harian Kompas, bahwa pada awal Januari 2018 di Provinsi Riau mengalami
kebakaran hutan dan lahan kembali. Luas lahan yang terbakar mencapai angka 549 hektar
yang terdapat di 9 Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau. Dan terdapat 59 titik panas (hotspot)
yang terpantau oleh BMKG. Sedangkan pada tahun 2016 titik panas yang terdapat di Provinsi
Riau hanya terdapat 13 titik panas dan pada tahun 2017 terdapat 27 titik panas. Dapat
disimpulkan bahwa pada setiap tahun titik panas yang terdapat di Provinsi Riau Semakin
meningkat. Terdapat konversi dalam mengembangkan lahan perkebunan sawit menjadi
penyebab yang paling dominan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau.

 Penyebab terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan

Akibat terjadinya kebakaran hutan di Riau tahun 2015 menyebabkan lahan terbakar seluas
2.643 ha.Besar kerugian yang ditaksir mencapai lebih dari Rp 20 Triliun. Dampak lainnya yang
ditimbulkan yaitu adanya kabut asap. Asap yang ditimbulkan akibat kebakaran tersebut
mengakibatkan jarak pandang hanya sekitar 200-500 meter. Kabut asap juga menyebabkan
terganggunya transportasi darat, udara, dan laut serta kestabilan politik dengan negara tetangga.

Banyaknya ekosistem lahan gambut yang terdapat di Provinsi Riau juga merupakan sebuah
penyebab yang utama dalam kebakaran hutan dan lahan yang terjadi. Lahan gambut
merupakan hasil dari dekomposisi yang tidak sempurna yang bersumber dari vegetasi
pepohonan dengan air mengganang sehingga memiliki kondisi yag anaerobik dan material
tersebut semakin lama semakin menumpuk sehingga akan menjadi sebuah lapisan-lapisan
dengan memiliki ketebalan yang lebih dari 50 cm. Kedalaman yang dimiliki oleh lahan gambut
dapat mencapai 10 meter.

Walaupun pada umumnya tanah gambut memiliki fungsi yang penting yaitu memiliki peran
dalam mengatur aliran air dan menyimpan cadangan air. Tetapi jika sedang terjadi kemarau,
tanah gambut akan sangat membahayakan hutan yaitu dapat terjadi nya kebakaran hutan dan
lahan. Perlu dilakukannya pengendalian banjir saat musim hujan dan mengeluarkan cadangan
air pada saat musim kemarau. Kering nya lahan gambut dapat terjadi karena kering secara alami
(iklim) dan dapat dikeringkan melalui pemmbuatan kanal yang mengalirkan air yang
bersumber dari rawa gambut menuju ke sungai.

Terdapat 3 tipe kebakaran hutan dan lahan yang pertama yaitu kebakaran bawah (ground fire)
merupakan kebakaran yang terletak pada bawah permukaan atau pada lapisan organik. Yang
kedua, kebakaran permukaan ( surface fire) kebakaran yang terjadi pada permukaan semak
belukar. Dan yang ketiga adalah kebakaran tajuk (crown fire) merupakan kebakaran yang
terjadi pada pucuk pohon. Dan kebakaran yang sering terjadi di Riau adalah Kebakaran bawah
atau ground fire.Untuk mengatasi adanya kebakaran hutan dan lahan tidak hanya
membutuhkan peran pemerintah dalam menanggulanginya tetapi adanya dukungan dari
masyarakat hingga perusahaan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang dapat
mengatasi terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan(Nurkholis et al., 2016).

Kebakaran yang terjadi pada lahan gambut lebih mendominasi kepada proses smoldering yang
nantinya akan memiliki hasil seperti emisi partikel tinggi dan karbon monoksida. Pelepasan
karbon dalam bentuk karbon dioksida, karbon monoksida dan hidrokarbon yang terjadi saat
bahan bakar hutan terbakar. Pada umumnya munculnya CO diakibatkan karena adanya
pembakaran yang tidak sempurna yoleh bahan bakar basah. Karbon dioksida merupakan
partikel dengan memiliki skala besar yang dilepaskan ke atmosfer sebagai hasil pembakaran.
terjadinya kebakaran tidak hanya menyebabkan tingkat karbon dioksida menjadi tinggi tetapi
juga terdapat methane yang pada kelamaan nanti nya akan dapat menyebabkan adanya
pemanasan global (Nurhayati, Aryanti, & Saharjo, 2010) .

Dalam kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi terus-menerus di Provinsi Riau,
pemerintah memiliki andil dalam menangani kasus tersebut. hal ini pemerintah harus dapat
menemukan solusi yang baik untuk menangani atau mengurangi penyebab yang dapat
menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Karena dengan adanya kebakaran hutan dan lahan
yang berkepanjangan dapat menyebabkan kabut asap yang membahayakan kesehatan manusia
terutama ibu hamil serta dapat berpengaruh terhadap ekologi,sosial,ekonomi masyarakat yang
terdapat di Indonesia dan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Tetapi dampak yang
sangat berpengaruh terhadap manusia yaitu terdapat kerugian ekonomis dan kerugian ekologis
karena dengan semakin berkurangnya hutan,ketersediaan udara bersih akan semakin berkurang
(Rasyid, 2014). Jika hal ini terus dibiarkan maka akan berdampak terhadap keberlanjutan
ekosistem yang terdapat di Provinsi Riau dan pemerintah di nyatakan tidak mampu dalam
menangani atau mengandalikan adanya kebakaran hutan dan lahan.

Tetapi pada kenyataannya, Pemerintah Provinsi Riau telah memiliki suatu upaya dalam
menangani atau mengendalikan kebakaran hutan dan lahan tersebut. Upaya tersebut yaitu
dengan membuat sebuah posko gabungan. Posko gabungan yang di maksud disini adalah
pemerintah memberikan fasilitas dalam uoaya pengendalian seperti diantaranya menyediakan
tim kesehatan,tim penegak hukum serta pemadam kebakaran. Walaupun nyata nya upaya
tersebut belum dapat berjalan dengan baik karena masih banyak terdapat hambatan serta
tantangan dalam menangani kebakaran tersebut. Dengan adanya kapabilitas dapat menjadikan
tolak ukur pemahaman oleh Pemerintah Provinsi Riau untuk melakukan pengendalian sesuai
dengan keadaan dan tantangan berkembang di Provinsi Riau. Pengertian dari Kapabilitas yaitu
suatu ketramprilan yang dimiliki oleh sebuah organisasi dalam pengembangan prasyarat
penting dengan cepat demi pertahanan keunggulan kompetitif. (Nurhayati et al., 2010).

 Faktor Hambatan dan Tantangan

Berikut ini merupakan beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam penanggulangan
kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau diantaranya adalah kurang efektifnya dalam
pembagian wewenang mengenai hutan, tedapat keterbatasan alat, dan yang terakhir faktor dari
masyarakat yang melakukan pembakaran hutan dengan tujuan untuk membuka lahan.
Sedangkan terdapat 2 faktor yang menjadi tantangan dalam penanggulangan kebakaran hutan
dan lahan diantaranya yang pertama adalah jenis tanah yang terdapat di Sumatera 50%
merupakan tanah gambut dan perubahan iklim. Lahan gambung terbagi menjadi 3 kelompok
yaitu lahan gambut asli (yang tidak tergenang),lahan gambut yang tidak tergenang secara
permanen dan non-gambut atau tanah mineral. Lahan yang terdapat di Provinsi Riau lebih
mendominasi oleh lahan gambut asli yang digunakan untuk Hutan Tanaman Industri,
perkebunan serta lahan pertanian. Tantangan yang kedua adalah, pertumbuhan ekonomi yang
tidak stabil dan adanya perubahan iklim sangat berpengaruh dalam laju pertumbuhan ekonomi.
Strategi pembangunan yang terdapat di Indonesia juga lebih mengarah kepada pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Tantangan yang terakhir adalah faktor geografis karena jauhnya jarak
antar Kabupaten yang terdapat di Provinsi Riau.

 Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan

Provinsi Riau merupakan wilayah yang strategis dimana wilayah tersebut berdekatan dengan
Singapura dan Malaysia sehingga pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Proinsi Riau
mengalami pertumbuhan yang begitu pesat ditambah dengan kepemilikan sumber daya alam
yang melimpah. Tetapi pemerintah harus mempertahankan kekayaan alam yang diterdapat di
Provinsi Riau yaitu dengan memperkuat lembaga serta peraturan yang terdapat di Provinsi
Riau. Karena dengan adanya kebakaran hutan dan lahan akan memberikan kerugian yang
sangat besar seperti kematian pohon sebab jika hutan sudah terbakar maka akan sangat sulit
sekali untuk memulihkannya karena struktur tanah yang dimiiliki sudah rusak. Berkurangnya
ekosistem tumbuhan juga dapat menyebabkan terjaidnya erosi dan tidak ada lagi yang dapat
menahan banjir karena ada nya tanaman berfungsi untuk penyerapan air yang bisa mencegah
datangnya banjir.

Berikut ini merupakan beberapa dampak dari terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi
Riau diantaranya adalah mengakibatkan adanya pemanasan global, berkurangnya satwa liat
yang dapat mengakibatkan ekosistem tidak seimbang, tidak terdapat pohon yang mampu
menghasilkan oksigen serta penyerapan air hujan, minimnya sumber bahan baku yang dapat
berpengaruh terhadap perekonomian, semakin panasnya cuaca,terdapat polusi asap yang dapat
menganggu aktivitas serta kesehatan masyarakat, angka kunjungan wisawatan menurun dan
dampak terjadinya kebakaran hutan dan lahan dapat mengakibatkan buruknya kualitas udara
yang terdapat di Riau. Telah terdata 3000 warga terjangkit infeksi daluran pernapasan akut
(ISPA) pada tahun 2014 yang disebabkan karena telalu banyak menghirup kabut asap yang
berasal dari kebakaran hutan dan lahan (Rasyid, 2014).

 Peran dan Upaya Pemerintah dalam melakukan penanggulangan terhadap Kebakaran


Hutan dan Lahan

Jika membahas mengenai pengendalian dapat dijabarkan bahwa dalam mengendalikan


kebakaran hutan dan lahan dengan melalui tiga tahap diantaranya adalah pencegahan,
penanggulangan, dan pemulihan. Dalam hal ini pemerintah harus melakukan 3 tahapan tersebut
demi kenyamanan masyarakat khususnya masyarakat Riau. Sistem yang dibentuk oleh
Pemerintah Provinsi Riau dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi telah
tersusun dengan baik sesuai dengan badan dan peran masing-masing aktor. Dengan adanya
pengaturan kelembagaan dapat menentukan kebijakan yang akan dilakukan oleh pejabat publik
.Terdapat Pengaturan yang dijadikan arahan oleh kelembagaan dalam pengendalian kebakaran
hutan dan lahan di Riau lebih menuju kepada pengendalian bencana kabut asap dan bukan pada
kebakaran yang terjadi, sehingga pekerjaan atau penanggulangan yang dilakukan berjalan pada
penanggulangan (pemadaman) saja.

Upaya pemerintah dalam melakukan pencegahan adanya kebakaran hutan dan lahan yang
terjadi di Riau yaitu dengan adanya pembentukan Pusat Pengendalian Pengendalian Hutan dan
Lahan atau PUSDALKARHUTLA yang kini telah berganti menjadi BPBD. Dalam hal ini
BPBD membentuk sebuah komunitas masyarakat yang disebut dengan Masyarakat Peduli Api.
Tujuan BPBD membentuk komunitas tersebut yaitu bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memberikan informasi mengenai dampak yang terjadi akibat pembakaran
hutan. Pada komunitas tersebut masyarakat peduli api diberi bimbingan dengan menggunakan
peraga mengenai pertolongan pertama yang harus dilakukan jika terjadi adanya kebakaran
hutan dan lahan. Fungsi dan tugas utama PUSDALKARHUTNAS diantaranya memberi
rumusan serta arahan dalam kebijakan operasional yang bertujuan untuk mencegah dan
memadamkan kebakaran hutan dan lahan, mengatur serta memberikan arahan mengenai upaya
pencegahan serta memadamkan kebakaran hutan dan lahan pada tingkat nasional,memberi
pengawasan dalam melaksanakan program dan menetapkan alat yang akan digunakan dalam
mengendalikan kebakaran hutan dan lahan.PUSDALKARHUTLA merupakan pihak yang
memiliki tanggung jawan dalam penanganan masalah kebakaran hutan dan lahan pada tingkay
Provinsi. POSKOLAKDALKARHUTLA bertanggung jawab pada tingkat kabupaten dan
SATLAKDALKARHUTLA bertanggung jawab pada tingkat kecamatan. Dengan ini Gubernur
yang terpilih menjadi penanggung jawab atau ditetapkan sebagai ketua umum dan wakilnya
adalah Kepala Dinas Kehutanan. Walaupun secara tidak langsung PUSDALKARHUTLA,
POSKOLAKDALKARHUTLA,dan SATLAKDALKARHUTLA memiliki tugas yang sama
tetapi ternyata masing-masing pihak memiliki tugasnya masing-masing yaitu dimana
PUSDALKARHUTLA lebih bertanggung jawab untuk mengkoordinasi serta memilih
kebijakan yang akan digunakan dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Sedangkan
POSKOLAKDALKARHUTLA bertugas sebagai penyusun rencana kegiatan,penyelenggara
koordinasi serta menjadi komando pada operasi lapangan serta membuat laporan pelaksanaan
operasi. Dan yang terakhir adalah SATLAKDALKARHUTLA sebagai pelaksana operasi
dalam mengendalikan kebakaran hutan dengan disertai laporan operasi dan sebagai penggerak
tenaga bantuan masyarakat (Adinugroho,2005).
Salah satu upaya lainnya yang dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut
yaitu dengan mengembangkan ilmu dan tekonologi dimana pada setiap tahunnya teknologi
sudah semakin canggih. Pemerintah membuat sebuah sistem agar dapat mengetahui area yang
terjadi kebakaran hutan dan lahan dengan memberitahu posisi koordinat dan sistem tersebut
adalah LBS (Location based servive). Dan sistem yang memberi koordinat mengenai korban
yang mengalami saluran infeksi pernafasan atau ISPA,korban meninggal dan korban yang
terdapat di pengungsian yang disesuaikan dengan wilayah yang terdapat korban akan
ditampilkan pada sebuah sistem yang biasa disebut GIS atau Geographic Information System
Geographic Information System(GIS). Dan pelaporan data dilakukan dalam bentuk SMS.
Sistem tersebut dilakukan dengan menggunakan SMS karena untuk mengantisipasi jika
terdapat wilayah yang tidak memiliki koneksi jaringan internet. Sistem pelaksanaannya yaitu
dengan pengiriman data yang dilakukan oleh operator kepada server(Fitriansyah, 2017).

Seperti lebih mengedepankan pendidikan,kemudahan dalam bertukar infornasi, tersedia


pelatihan serta lokakarya, melakukan pembaharuan dalam pengelolaan dengan keterlibatan
komunitas yang terdapat di wilayah tersebut, melakukan sebuah penelitian , pemantauan serta
melakukan evaluasi agar dapat mengetahui tingkat keberhasilan yang telah dicapai dalam
penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Banyak upaya yang telah dilakukan dalam upaya
pencegahan kebakaran hutan dan lahan seperti meningkatkan efektifitas perangkat hukum
tetapi belum memberikan hasil yang baik. Maka dari itu dalam hal ini pemerintah harus
membuat langkah yang serius dalam melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan agar
tidak melakukan kesalahan yang sama (Qodriyatun, 2014).

Walaupun beberapa upaya sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau tetapi masih
terdapat kebakaran hutan dan lahan. Di akibatkan karena dasar manajemen yang dilakukan
hanya untuk penanggulangan saja dan kesuksesan dalam pengendaliandapat didukung oleh
pemerataan Sumber Daya Manusia atau SDM tetapi dalam hal ini belum terdapat standar antar
Provinsi dan Kabupaten. Contohnya di Pekanbaru sudah memiliki peralatan yang lengkap
dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan sedangkan kebakaran hutan dan lahan sering
terjadi pada daerah Kabupaten.

Upaya jangka panjang yang harus dilakukan oleh Pemerintah adalah dengan memperbaiki atau
mempertegas Peraturan yang dibuat oleh Pemerintah dalam mengatasi kebakaran hutan dan
lahan di Provinsi Riau. Dalam melakukan upaya untuk mengatasi adanya kebakaran hutan dan
lahan, masyarakat juga merupakan peran yang penting karena salah satu akibat kebakaran
hutan sendiri tidak semua karena faktor alam tetapi juga adanya ulah manusia. Pemerintah
harus melakukan penyuluhan secara rutin agar masyarakat dapat memiliki kesadaran akan
pentingnya melestarikan alam. Serta membuat organisasi masyarakat yang di pegang oleh
kepala desa atau LSM atau dinas yang bersangkutan.

Terdapat 3 aspek dalam memperkuat lembaga, yang pertama adalah mengembangkan sumber
daya manusia dengan meningkatkan pendidikan dan dengan melakukan pelatihan. Yang kedua,
memperkuat institusi dengan melakukan penyempurnaan prosedur. Dan yang terakhir,
meningkatkan kesadaran, memiliki peraturan yang baik, mengelola sistem lingkungan. Dengan
begitu, manusia, sistem dan prosedur akan menjadi acuan dalam memperkuat lembaga yang
ada. Lembaga yang di maksud disini adalah seperti sektor kehutanan, sektor pertanian,sektor
lingkungan,manajemen bencana, dan sektor lainnya yang mencakup Departmen Dalam Negeri,
BMG,BPBD,BNPB, dan lain-lain (Suhendri & Purnomo, 2017) .
KESIMPULAN

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau masih sering terjadi pada setiap
tahunnya. Hal ini bisa terjadi karena adanya 2 faktor yaitu faktor alam dan non alam. Faktor
alam meliputi jenis tanah yang terdapat di Riau rata-rata merupakan jenis tanah gambut. Tanah
gambut dapat menyebabkan terjadinya kebakarn hutan dan lahan jika iklim yang terdapat di
Indonesia khususnya di Riaus sedang mengalami kemarau. Dan faktor non alam dapat
disebabkan karena ulah manusia. Contohnya dengan membuang punting rokok yang masih
menyala sembarangan diarea lahan gambut.

Mengingat banyak dampak yang ditimbulkan dengan terjadinya kebakaran hutan dan lahan
tersebut membuat pemerintah harus bertindak cepat dan tepat. Dampak kebakaran hutan dan
lahan seperti terjangkitnya penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA),dan
berkurangnya sumber daya alam yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Riau khususnya di Indonesia. Dalam hal ini peran pemerintah atau dinas terkait sangat
dibutuhkan. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah lebih kepada pengendalian mengenai
kebakaran dan hutan di Provinsi Riau. Untuk menangani kasus kebakaran hutan dan lahan yang
sering terjadi, Pemerintah provinsi Riau lebih fokus kepada upaya represif. Yaitu dengan
melakukan perbaikan terhadap kebijakan dalam mengelola hutan dan lahan. Tetapi penanganan
tersebut belum bisa dikatakan efektif karena masih sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan
yang terjadi di Provinsi Riau. Dengan ini pemerintah harus memperkuat lembaga yang ada.
Serta memberikan pelatihan atau informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga
kelestarian hutan yang dimiliki. Dengan ini pemerintah juga membuat sebuah posko dimana
PUSDALKARHUTLA merupakan pihak yang memiliki tanggung jawan dalam penanganan
masalah kebakaran hutan dan lahan pada tingkay Provinsi. POSKOLAKDALKARHUTLA
bertanggung jawab pada tingkat kabupaten dan SATLAKDALKARHUTLA bertanggung
jawab pada tingkat kecamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Meiwanda, G. (2016). Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: Hambatan dan Tantangan
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Jurnal ilmu sosial dan ilmu politik, 19(3), 251-263.

Azwir, A., Jalaluddin, J., & Ibrahim, I. (2017). PERANAN MASYARAKAT DALAM MENJAGA
KELESTARIAN HUTAN SEBAGAI SUMBER KEHIDUPAN. Jurnal Ekonomi Manajemen dan Akuntansi
(JEMSI), 3(1).

Rasyid, F. (2014). Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan. Widyaiswara Network Journal, 1(4),
47-59.

Suhendri, S., & Purnomo, E. P. (2017). Penguatan Kelembagaan Dalam Pencegahan dan
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi. Journal of
Governance and Public Policy, 4(1), 174-204.

Nurkholis, A., Rahma, A. D., Widyaningsih, Y., Maretya, D. A., Wangge, G. A., Widiastuti, A. S., ... &
Abdillah, A. (2018). Analisis Temporal Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia Tahun 1997 dan 2015
(Studi Kasus Provinsi Riau).

Rahmawaty,S.,&Pertanian,M.F. (2004). Hutan: Fungsi dan Peranannya bagi Masyarakat. Program Ilmu
Kehutanan. Universitas Sumatera Utara.

Qodriyatun, S. N. (2014). Kebijakan Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan. Pusat Pengkajian,
Pengolahan Data, dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI.

Adinugroho, W. C., Suryadiputra, I.N.N.,&Saharjo,B.H.(2005). Panduan Pengendalian Kebakaran


hutan dan lahan gambut. Watue Catur adinugroho.

Nurhayati, A. D., Aryanti, E., & Saharjo, B. H. (2013). Kandungan emisi gas rumah kaca pada
kebakaran hutan rawa gambut di pelalawan Riau. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 15(2), 78-
82.

Fitriansyah, A. (2017). Sistem Informasi Pusat Data Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Berbasis
Mobile Web Di Propinsi Riau. Jurnal Teknologi dan Sistem Informasi, 3(1), 35-42.

Anda mungkin juga menyukai