Pembimbing:
dr. M. Indrawan Yachya, Sp.OG
dr. Vonny, Sp.OG
Oleh:
dr. Nida Choerunnisa
Penentuan usia kehamilan menjadi salah satu pokok penting dalam penegakan
diagnosa kehamilan postterm. Informasi yang tepat mengenai lamanya kehamilan
marupakan hal yang penting karena semakin lama janin berada di dalam uterus
maka semakin besar pula resiko bagi janin ataupun neonatus untuk mengalami
(Cunningham, et al., 2010)
gangguan yang berat. Diagnosa kehamilan postterm berdasarkan
hari pertama haid terakhir (HPHT) hanya memiliki tingkat akurasi ±30 persen.
(Mochtar, et al., 2004)
Kini, dengan adanya pelayanan USG maka usia kehamilan dapat
ditentukan lebih tepat, terutama bila dilakukan pemeriksaan pada usia kehamilan
6-11 minggu. (Cunningham, et al., 2010)
Sampai saat ini, masih belum ada ketentuan dan kesepakatan yang pasti mengenai
penatalaksanaan kehamilan postterm. Masalah yang sering dihadapi pada
pengelolaan kehamilan postterm adalah perkiraan usia kehamilan yang tidak
selalu dapat ditentukan dengan tepat sehingga janin bisa saja belum matur
sebagaimana yang diperkirakan. Ketidakakuratan penentuan usia kehamilan akan
menyulitkan kita untuk menentukan apakah janin akan terus hidup atau sebaliknya
mengalami morbiditas bahkan mortilitas bila tetap berada dalam rahim. (Mochtar, et al.,
2004)
A. IDENTITAS
Istri Suami
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan tanggal 16 Juni 2016 pukul 19.00 WIB
I. Keluhan Utama :
Mau melahirkan dengan usia kehamilan lewat waktu
V. Riwayat Menstruasi :
a. Menarche : 13 tahun
b. Siklus : 30 hari (Juni 2015), 28 hari (Juli
2015), 31
hari (Agustus 2015)
c. Lama haid : 7 hari
d. Banyak : 2-3x ganti pembalut
e. Dismenorrhea : (-)
f. HPHT : 15 / 08 / 2015
g. TP : 22 / 05 / 2016
X. Riwayat ANC :
Kontrol ke puskesmas 4x selama kehamilan, tidak rutin: pada
bulan September, Januari, Maret, Juni. Pasien mengaku tes
kehamilan menggunakan PP test (+) pada pertengahan bulan
september. Pasien pertama kali merasakan gerakan janin pada
bulan desember. Hamil saat ini mual (-), muntah (-), perdarahan (-),
riwayat trauma (-), riwayat infeksi (-).
XII. Kebiasaan Hidup : Merokok (-), Alkohol (-), minum obat – obatan
& jamu (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
I. STATUS PRESENT
THT : Sekret telinga -/-, sekret hidung -/-, tonsil tidak hiperemis,
T1 – T1
Thorax :
Palpasi :
Pemeriksaan Genitalia
Vaginal Toucher :
Portio : Tebal
Pendataran : 0%
Pembukaan :-
Ketuban : belum bisa dinilai
Bagian terendah : Kepala
Penurunan :-
Penunjuk : belum bisa dinilai
Posisi : Posterior
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
Hematologi
D. DIAGNOSIS
G3P2A0 hamil 43-44 minggu belum inpartu Janin Tunggal Hidup
Presentasi Kepala + oligohidramnion
E. PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad bonam
Janin : Dubia ad bonam
F. PENATALAKSANAAN
a. Observasi TVI, DJJ
b. Rencana Terminasi (SC)
Follow up
Tanggal S O A P
17/6/2016 Mules (-) Ku / Kes : TSS / G3P2A0 hamil - Observasi
7.00 Keluar darah CM 43-44 minggu TVI, DJJ
lendir (-) air-air St. Generalis : belum inpartu - IVFD RL 20
(-) T : 110 / 80 Janin Tunggal gtt/mnt
mmHg Hidup Presentasi - R/ Terminasi
N : 72 Kepala + (SC)
x/mnt oligohidramnion
S : 36,7
P : 20
x/mnt
St. Obstetri :
Perut
tampak
buncit,
TFU 30
cm,
preskep.
DJJ :
142x/m
His : -
Bayi lahir secara SC langsung menangis pada tanggal 17 Juni 2016 pada pukul
13.35 WIB. Tidak ditemukan tanda-tanda postmaturitas pada bayi.
BB 3300 gram, PB 47 cm, A/S 8/9. Plasenta lahir lengkap. Anus (+)
Tanggal S O A P
18/6/2016 Nyeri luka Ku / kes : TSS / Post SC (hari 1) - IVFD RL 20
07.00 operasi (+) CM a/i postterm + gtt/mnt
St. Generalis : oligohidramnion - cefadroxil
T : 120/80 2x500 mg
N : 80 - metronidazole
x/mnt 3x500 mg
S : 36,2 °C - ketorolac 1
P : 20 x/mnt amp/8 jam
St. Puerperalis : - domperidone
Abdo: 2x10mg
Perut tampak datar, -SF 1x1
TFU 2 JBP, NT
(-) Tympani, BU
(+) 3x/menit
Genital:
PPV (+) 2x ganti
pembalut
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Riwayat haid
a. Sitologi cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel
lemak dalam cairan amnion. Apabila jumlah sel yang mengandung lemak
melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan sudah berusia 36 minggu dan
apabila jumlahnya mencapai 50% atau lebih, maka usia kehamilan 39
minggu atau lebih. (Mochtar, et al., 2004)
b. Amnioskopi. Melalui amnioskop yang dimasukkan ke kanalis yang sudah
membuka dapat dinilai keadaan air ketuban didalamnya. (Mochtar, et al., 2004)
c. Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA). Hasil penelitian terdahulu
berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan
darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada
usia kehamilan 41-42 minggu, ACTA berkisar antara 45-65 detik sedangkan
pada usia kehamilan >42 minggu, didapatkan ACTA <45 detik. Bila
didapatkan ACTA antara 42-46 detik, ini menunjukkan bahwa kehaminan
sudah postterm. (Mochtar, et al., 2004)
d. Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S). Perbandingan kadar L/S pada
usia kehamilan sekitar 22-28 minggu adalah sama (1:1). Pada usia kehamilan
±32 minggu, perbandingannya menjadi 1,2:1 dan pada kehamilan genap
bulan menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan
kehamilan postterm tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakan janin
cukup usia/matang untuk dilahirkan. (Mochtar, et al., 2004)
1. Disfungsi plasenta
2. Oligohidramnion
Sampai saat ini pengelolaanya masih belum memuaskan dan masih banyak
perbedaan pendapat. Masalah yang sering dihadapi pada pengelolaan
kehamilan postterm antara lain karena pada beberapa penderita, usia kehamilan
tidak selalu dapat ditentukan dengan tepat sehingga janin bisa saja belum matur
sebagaimana yang diperkirakan. Selain itu, saat usia kehamilan mencapai 42
minggu, pada ±70% penderita didapatkan serviks belum matang/unfavourable
dengan skor Bishop rendah sehingga tingkat keberhasilan induksi menjadi
rendah. Oleh karena itu, setelah diagnosis kehamilan postterm ditegakkan,
permasalahan yang harus dipecahkan selanjutnya adalah apakah dilakukan
pengelolaan secara aktif dengan induksi ataukah sebaliknya dilakukan
pengelolaan secara ekspektatif dengan pemantauan terhadap kesejahteraan
janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung
dengan spontan atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan. (Mochtar, et al., 2004)
Pasien wanita usia 32 tahun masuk ke IGD RSUD Demang Sepulau Raya pada
tanggal 16-06-2016 pukul 15.12 WIB dengan diagnosa G3P2A0 hamil 43-44
minggu belum inpartu JTH Preskep + oligohidramnion. Berdasarkan anamnesa,
HPHT pasien adalah tanggal 15-08-2016 dengan siklus haid teratur tiap 30 hari.
Penentuan tanggal taksiran persalinan pasien ini berdasarkan rumus Neagle jatuh
pada tanggal 22-05-2016 (usia kehamilan 43-44 minggu).
Seperti telah dibahas dalam bab sebelumnya, pada kehamilan postterm terjadi
berbagai perubahan baik plasenta, air ketuban, maupun janin yang akan
mempengaruhi kesejahteraan janin intrauterin. Disfungsi plasenta merupakan
faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan postterm dan
meningkatnya risiko pada janin. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada
kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu.
Selain itu, terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion sehingga menjadi
lebih kental dan keruh akibat pelepasan vernik kaseosa dan komposisi fosfolipid
yang dikenal dengan sebutan perwarnaan mekonium (mekonium staining).
(Cunningham, et al., 2010)
Pada kasus ini tidak ditemukan tanda-tanda postmaturitas pada bayi yang
dilahirkan. Menurut Mochtar, et al (2004), tidak seluruh bayi yang dilahirkan dari
kehamilan postterm menunjukkan tanda-tanda postmaturitas sebab hal tersebut
tergantung pada fungsi plasenta. Pada kehamilan postterm, umumnya hanya
didapatkan sekitar 12-20% neonatus dengan tanda postmaturitas. (Mochtar, et al.,
2004) Alasan kedua yang bisa menerangkan penyebab tidak ditemukannya tanda-
tanda postmaturitas pada bayi dalam kasus ini adalah karena terjadi kesalahan
dalam penentuan usia kehamilan. Menurut (Cunningham, et al., 2010), meskipun
diagnosis kehamilan postterm berhasil ditegakkan pada 4-19% dari seluruh
kehamilan, sebagian diantaranya kenyataannya tidak terbukti oleh karena
kekeliruan dalam menentukan usia kehamilan. Oleh sebab itu, pada penegakkan
diagnosis kehamilan postterm, informasi yang tepat mengenai lamanya kehamilan
menjadi sangat penting. Kesalahan dalam perkiraan usia kehamilan biasanya
diakibatkan karena ibu lupa/tidak yakin dengan HPHT-nya, siklus haid yang tidak
(Savitz, et al., 2002)
teratur, atau akibat ovulasi yang terlambat. Pada kasus ini, pasien
mengatakan tidak yakin dengan HPHT-nya. Hasil penelitian Savitz, et al (2002)
menunjukkan bahwa usia kehamilan yang ditentukan berdasarkan HPHT
cenderung lebih sering salah didiagnosa sebagai kehamilan postterm dibanding
dengan pemeriksaan USG, terutama akibat ovulasi yang terlambat.
Pada kasus ini, selain dari HPHT, informasi mengenai usia kehamilan sebenarnya
juga bisa didapatkan dari hasil pemeriksaan USG. Namun demikian, sayangnya
pasien baru melakukan pemeriksaan USG untuk pertama kali setelah kehamilan
memasuki usia trimester III sehingga akurasi usia kehamilan yang didapatkan
tidak setinggi apabila seandainya USG dilakukan pada trimester I atau II.
Pemeriksaan usia kehamilan berdasarkan USG pada trimester III menurut hasil
penelitian Cohn, et al (2010) memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah
dibanding metode HPHT maupun USG trimester I dan II. Ukuran-ukuran biometri
janin pada trimester III memiliki tingkat variabilitas yang tinggi sehingga tingkat
kesalahan estimasi usia kehamilan pada trimester ini juga menjadi tinggi. Tingkat
kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan
USG trimester III bahkan bisa mencapai ± 3,6 minggu. Keakuratan penghitungan
usia kehamilan pada trimester III saat ini sebenarnya dapat ditingkatkan dengan
melakukan pemeriksaan MRI terhadap profil air ketuban. (Cohn, et al., 2010)
Namun pemeriksaan ini tidak pernah dilakukan.
Penanganan kehamilan postterm sampai saat ini masih menjadi kontroversi antara
sikap ekspektatif atau aktif. Penanganan secara ekspektatif biasanya dilakukan
dengan pengawasan ketat terhadap kesejahteraan janin intrauterin menggunakan
penentuan profil biofisik. Menurut Cunningham, et al (2010), skor profil biofisik
10 memiliki interpretasi bahwa janin dalam keadaan normal tanpa asfiksia.
(Cunningham, et al., 2010)
KESIMPULAN
Bennett, KA, Crane, JMG dan O’Shea, P. 2004. First trimester ultrasound
screening is effective in reducing postterm labor induction rates: A
randomized controlled trial. Am J Obstet Gynecol. 2004, Vol. 190, hal.
1077-81.
Cohn, BR, et al. 2010. Calculation of gestational age in late second and third
trimesters by ex vivo magnetic resonance spectroscopy of amniotic fluid.
Am J Obstet Gynecol. July 2010, Vol. 203, hal. 76.e1-10.
Kistka, ZA, et al. 2007. Risk for postterm delivery after previous postterm
delivery. Am J Obstet Gynecol. March 2007, Vol. 196, hal. 241.e1-241.e6.
Magann, EF, et al. 2004. How well do the amniotic fluid index and single
deepest pocket indices predict oligohydramnios and hydramnios? Am J
Obstet Gynecol. 2004, Vol. 190, hal. 164-9.
Oz, AU, et al. 2002. Renal Artery Doppler Investigation of the Etiology of
Oligohydramnios in Postterm Pregnancy. Am J Obstet Gynecol. October
2002, Vol. 100, hal. 715-8.