Anda di halaman 1dari 291

TXT

BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Tiga Permintaan… dua Bocah…Satu Petualangan…

Akhenate firaun dinasti ke-18—dikabarkan memiliki 70 Jin yang tiirui


dikuburkan bersamanya. Hingga kini letak makamnya masih menjadi misteri.

London si kembar John dan philippa tibatiba menyadari bahwa mereka memiliki
kekuatan tak terduga: kemampuan untuk mengabulkan permintaan orang lain.
berubah wujud dan menghilang.

**

Saat belajar mengendalikan kekuatan itu bersama paman Nimrod John dan
Philippa mengetahui bahwa bangsa Jin jahat sedang mengincar makam
Akhenaten.

Di Mesir, mereka berpacu»dengan waktu untuk menemukan makam tersebut.


Jika lebih dulu ditemukan oleh bangsa Jin jahat, bisa dipastikan kemalangan
akan lebih banyak menimpa manusia….

fiksi

wwwehildren ol the lamp.wehid

design by Roshad Husoin

The Akhenaten Adventure

P.B. KERR

Buku ini ditulis untuk, dan dengan bantuan William Falcon Fin/ay Kerr, Charles
Foster Kerr, dan Naomi Rose Kerr, semua warga London S W19. Semoga kalian
mengenal kebahagiaan

Copyright© 2004 by PB Kerr All rights reserved Hak terjemahan ada pada
Penerbit Matahati

Diterbitkan oleh Penerbit Matahati email: info@penerbitmatahati.com website:


www .penerbitmatahati .com
Penerjemah: Utti Setiawati Penyunting: Akmal N.Basral & Fahmi

Cetakan pertama: Maret 2008 Cetakan kedua: April 2008

Distributor Tunggal:

Yasmin Agency Telp: 021-7514452 email: yasmin.agency@gmail.com

Daftar Isi

Prolog

Tempat Terpanas Di Bumi … 7

1. Pemberian Nama Pada Anjing … 13

2. Perjalanan Ke Dokter Gigi … 23

3. Kita Hanya Hidup Dua Kali … 37

4. Perubahan … SI

5. Jeritan … 67

6. Menghilangnya Pasangan Barstool … 79

7. Nimrod … 89

8. Mister Rakshasas … 109

9. Jin …. 121

10. Kairo … 143

11. Hampir Berbentuk Unta … 155

12. Menjadi Jin … 169

13. Piknik Di Batu Vang Menghilang … 187

14. Bocah Berkaki Biru … 205


15. Akhenaten … 221

16. Permintaan Ketiga … 237

17. Kalajengking … 267

18. Tamu-tamu Muda … 283

19. Ular Dan Tangga … 301

20. Semua Dimasukkan Ke Botol … 313

21. Tongkat Lambang Kekuasaan Sekhem … 327

22. Ruang 65 … 341

23. Kembalinya Akhenaten … 361

24. Dalam Vas Portland … 377

25. Tempat Terdingin Di Bumi … 387

26. Epilog Di Quogue … 407 Penutup … 415

PROLOG TEMPAT TERPANAS DI BUMI

TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Saat itu baru lewat tengah hari di musim panas yang menyengat di Mesir.
Hussein Hussaout, Baksheesh - putranya yang berusia dua belas tahun - serta
Effendi - anjing mereka - berkemah di gurun sekitar tiga puluh dua kilometer di
selatan Kairo. Seperti biasa, secara ilegal mereka menggali untuk mencari
artefak bersejarah yang bisa dijual di toko mereka. Tak ada yang bergerak di
gurun itu selain seekor ular, kumbang tahi, dan kalajengking kecil. Di kejauhan,
seekor keledai sedang menarik gerobak kayu yang penuh dimuati daun palem.
Selain itu semua, hanya kesunyian dan keheningan yang membakar. Wisatawan
biasa takkan membayangkan bahwa tempat yang tandus ini adalah bagian dari
situs arkeologi terbesar di Mesir. Monumen serta harta karun yang tak terhitung
jumlahnya masih tersembunyi di bawah gurun ini.

Baksheesh senang membantu ayahnya mencari bendabenda di gurun. Tapi


pekerjaan itu berat, dan setiap beberapa menit, Baksheesh atau ayahnya akan
melempar sekop, lalu kembali ke mobil Land Rover untuk minum dan
menyejukkan diri selama beberapa menit dalam The Akhenaten Adventure
mobil yang ber-AC. Pekerjaan itu juga berbahaya karena ada banyak parit yang
dalam dan

tersembunyi, yang dapat membuat orang atau unta yang tidak waspada
terperosok. Pekerjaan di pagi itu menyenangkan karena mereka telah
menemukan beberapa patung shabti* kecil, beberapa gerabah yang pecah, dan
sebuah anting-anting emas kecil. Baksheesh sangat senang karena dialah yang
menemukan benda yang menurut ayahnya sangat berharga itu.

“Pergilah makan siang, Nak,” perintah Hussein, “kau pantas mendapatkannya.”


Tapi dia sendiri terus menggali dengan harapan menemukan lebih banyak lagi
artefak yang terkubur.

“Ya, Ayah.” Baksheesh pergi ke belakang Land Rover, diikuti Effendi yang
berharap mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Baksheesh membuka pintu
belakang dan hendak mengambil kotak pendingin saat Land Rover itu bergerak.
Mengira rem tangan belum ditarik dengan benar, dia cepatcepat berlari ke pintu
pengemudi, berniat melompat ke dalam dan menarik rem lebih kuat lagi. Namun
saat dia meraih, mobil mendadak bergerak menjauh. Satu atau dua detik
kemudian Baksheesh merasakan guncangan dahsyat di bawah kakinya, seolah
raksasa di bawah tanah telah meninju langit-langit tanah berbatu di atasnya. Saat
menunduk, Baksheesh melihat tanah tampak bergu lung seperti gelombang.
Kehilangan Prolog keseimbangan, dia pun terjatuh menimpa mobil sehingga
sikunya lecet. Dia berteriak saat

* Shabti (bahasa Mesii: Ushabti atauShawabti)adalahfi gur magis di jaman Mesir


kuno yang ditempatkan di makam Fir aun dengan tujuan membantu mumi di
alam baka.

terjadi guncangan kedua, guncangan yang lebih dahsyat.

Baksheesh berusaha berdiri dan mempertahankan pijakan, yang jadi lebih mudah
bila dia berhenti memerhatikan tanah. Sekitar empat ratus meter dari tempatnya
berdiri ada tebing terjal, tempat Baksheesh dan ayahnya sering menggali. Ketika
dia melihat ke sana, satu tebing utuh terlepas dan jatuh ke lantai gurun yang
menyilaukan dalam lengkungan besar debu, kerikil, batu besar, dan pasir.
Baksheesh buru-buru duduk agar tidak terjatuh lagi. Dia belum pernah
mengalami gempa, namun dia yakin kalau gerakan bumi yang dahsyat itu pasti
gempa. Sebaliknya, ayahnya justru tampak gembira, bukannya ketakutan. Dia
malah tertawa histeris saat berusaha tanpa hasil mendapatkan kembali
pijakannya.

“Akhirnya, akhirnya,” dia berseru, seakan yakin kalau gempa itu terjadi demi
keuntungan dirinya.

Saat guncangan semakin keras dan Baksheesh kaget setengah mati, ayahnya
justru tampak semakin gembira.

“Sepuluh tahun,” teriak Hussein lantang menga lahkan gemuruh keras tanah.
“Sepuluh tahun aku menunggu ini.”

Baksheesh semakin heran karena selera humor dan kegembiraan ayahnya tidak
menunjukkan tanda-tanda akan berkurang. Bahkan, saat tanah terangkat hingga
menimbulkan ledakan, yang juga mengangkat Land Rover hampir setinggi dua
meter

dan jatuh dalam posisi terbalik, ayahnya tetap saja gembira.

“Ayah, hentikan,” teriak Baksheesh sambil mencengkeram Effendi yang


melolong dan gemetar ketakutan, “Ayah, kumohon hentikan. Ayah bisa mati.”

Sebenarnya Hussein Hussaout, yang berusaha berdiri di tanah yang berguncang,


tidak dalam posisi berbahaya ketimbang putra dan anjingnya yang men
cengkeram tanah; tapi bocah itu merasa ada yang tidak beres pada tingkah
ayahnya. Seolah roh bumi melihat ada orang yang justru bergembira, dia lalu
menambah kekuatan gempa agar orang itu dapat dihancurkan.

Kemudian, sama mendadak dengan terjadinya, gemuruh tanah menghilang.


Gerakan dahsyat itu berakhir. Debu dan pasir mengendap, dan suasana pun
hening, seolah alam menahan napas untuk menunggu apa yang akan terjadi
selanjutnya.

“Asyik, kan?” teriak Hussein Hussaout yang kini terjatuh berlutut setelah gempa
berakhir. Dia masih menyeringai seperti orang gila, menangkupkan tangan
seolah berdoa.
Baksheesh menoleh untuk melihat Land Rover mereka yang terbalik. Dia
menggeleng-gelengkan kepala. “Kelihatannya kita harus berjalan kaki ke jalan
raya dan mencari bantuan,” katanya, “aku tak mengerti bagaimana hal ini
dianggap menyenangkan?”

“Ini menyenangkan,” ayahnya bersikeras, lalu mengangkat sebongkah batu


seukuran CD, “lihat!

Ayah tadi melihatnya ketika tanah bergerak. Selama ribuan tahun angin dan pasir
menjadi penjaga harta karun Firaun, tapi terkadang saat tanah bergerak, benda
yang terkubur bisa terlihat.”

Bagi Baksheesh, kepingan batu itu tidak mirip harta karun. Sebenarnya, orang
pasti akan mengabaikan bongkahan batu basal halus segi empat yang berwarna
abu-abu dan bergurat-gurat itu. Hussein mengangkat benda itu, dan dia segera
tahu kalau itu adalah stela* Mesir.

“Lempengan batu ini berisi naskah kuno dalam huruf hieroglyphic** yang
berasal dari Dinasti ke-18,” jelas Hussein Hussaout. “Bila benar dugaan Ayah,
berarti kita telah menemukan kunci untuk membuka misteri yang telah tersimpan
ribuan tahun. Ini mungkin akan menjadi hari terpenting dalam hidup kita. Orang
seperti Ayah menunggu seumur hidup untuk mendapatkan kesempatan seperti
ini. Itulah yang ayah maksudkan dengan menyenangkan, Anakku. Itulah yang
membuat Ayah senang.”

Tulisan yang dipahat di dinding atau batu. * Huruf Mesir kuno.

TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Mr dan Mrs Edward Gaunt tinggal di New York di Jalan East 77th no. 7 di
sebuah town house tua berlantai tujuh. Mereka mempunyai dua anak kembar
berusia dua belas tahun: John dan Philippa. Meskipun kembar, mereka sangat
berbeda sesuatu yang membuat kedua anak itu sangat lega dan puas. Orang sulit
memercayai kalau mereka kembar. John, yang lebih tua sepuluh menit, berpostur
tinggi dan kurus dengan rambut cokelat lurus. Dia suka memakai baju serba
hitam. Sementara Philippa bertubuh lebih kecil. Rambutnya merah
bergelombang, dan mengenakan kacamata berbingkai tanduk. Dia terlihat lebih
cerdas dibanding kakaknya. Philippa gemar memakai baju serba merah muda.

Mereka berdua merasa agak kasihan pada orang yang kembar identik. Mereka
kesal bila ada yang berkomentar betapa tidak miripnya mereka - seolah tak ada
yang memerhatikan hal itu sebelumnya.

Tapi, dalam kepala mereka, ceritanya lain lagi. John dan Philippa sering
memikirkan hal yang sama. Terkadang saat guru mengajukan pertanyaan, me
reka akan mengacungkan tangan bersamaan untuk menjawab. Bila menonton
acara kuis di televisi, mereka akan mengutarakan jawabannya berbare-
PEMBERIAN NAMA PADA ANJING

ngan. Dan mereka tidak mungkin kalah bila menjadi satu tim dalam permainan
Pictionary*.

Ayah mereka, Mister Gaunt, adalah seorang banker investasi, cara lain untuk
mengatakan bahwa dia kaya-raya. Mrs Gaunt adalah wanita yang sangat cantik
dan sering melakukan acara penggalangan dana. Itulah sebabnya dia banyak
dicari, karena semua yang disentuhnya pasti sukses. Dia lebih dikenal
masyarakat New York dengan nama Layla. Bicaranya berkilau seperti lampu
gantung kristal, dan dia orang yang glamor. Jadi bisa dibilang dia cerdas dan
cantik.

Tapi, tidak dapat disangkal bahwa Mr dan Mrs Edward Gaunt adalah pasangan
yang kontras. Sama kontrasnya dengan gagasan yang mengatakan bahwa kedua
anak mereka kembar. Layla, yang berambut gelap dengan fi sik laksana atlet
dengan tinggi seratus delapan puluh tiga sentimeter bila tanpa alas kaki.
Sementara tinggi Edward hanya seratus lima puluh dua sentimeter dalam sepatu
merek Berluti-nya, dan dengan rambut agak panjang berwarna abu-abu. Dia
mengenakan kacamata berwarna pucat. Bila Layla memasuki ruangan, banyak
orang yang memerhatikan, sedangkan jarang ada yang memerhatikan Edward.
Untungnya dia lebih suka diperlakukan seperti itu karena dia pemalu, dan cukup
puas membiarkan istri dan rumahnya yang menjadi sorotan.

* Pictionary adalah permainan tebak kata yang dimainkan secara berpasangan


Seorang pemain akan berusaha menebak apa yang digambar rekannya.

Kediaman keluarga Gaunt, di Upper East Side, New York, tampak lebih mirip
kastil ketimbang sebuah rumah yang sering muncul dalam majalah mahal. Pintu
depannya dilindungi gerbang raksasa berbentuk melengkung dari besi tempa,
dan semua dinding rumahnya dilapisi kayu mahoni pilihan. Di dalam rumah itu
ada banyak lukisan Prancis terbaik, perabot Inggris kuno, karpet Persia langka,
dan vas Cina yang mahal. Terkadang Philippa merasa kalau orangtuanya lebih
peduli pada perabotan ketimbang pada anak mereka; tapi dia tahu ini tidak benar.
Saat John dan Philippa mengatakan bahwa nomor 7 terasa lebih mirip galeri seni
ketimbang rumah, Mister Gaunt akan menjawab, jika nomor 7 adalah galeri seni,
pasti takkan ada izin memelihara anjing, termasuk dua anjing kesayangan
keluarga Gaunt.

Alan dan Neil adalah dua anjing Rottweiler besar. Mereka adalah binatang hebat,
setidaknya karena kedua anjing itu dapat memahami semua perintah. Suatu
ketika, John, yang terlalu malas untuk bangkit dan mencari remote control,
memerintahkan Alan untuk mengganti saluran televisi. Hebatnya, Alan bisa
melakukannya. Neil tidak kalah cerdas; kedua anjing itu tahu perbedaan antara
saluran Fox Kids, The Disney Channel, Nickelodeon, dan CNN. Kedua anjing
itu sering menemani si kembar berkeliling New York. John dan Philippa
mungkin merupakan dua anak di kota itu yang merasa cukup aman berjalan di
malam hari di Central Park yang terletak tidak jauh dari rumah. Tapi John
jengkel karena kedua anjing cerdas itu

hanya memiliki nama yang biasabiasa saja.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Rottweiler adalah jenis anjing pertama yang dikembangbiakkan orang


Romawi,” keluh John kepada orangtuanya di suatu pagi saat sarapan menjelang
awal liburan musim panas, “sebagai anjing penjaga. Hanya merekalah hewan
peliharaan keluarga yang disertai peringatan kesehatan dari pemerintah. Tekanan
gigitan mereka lebih besar dibanding anjing lain, dengan pengecualian anjing
berkepala tiga yang menjaga Hades.”

“Cerberus,” gumam Mister Gaunt lalu mengambil koran New York Times dan
mulai membaca tentang gempa di Kairo yang disertai foto besar yang dramatis
di halaman depan.

“Aku tahu, Ayah,” sahut John. “Rottweiler menjadi jenis anjing favorit tentara
dan polisi. Jadi, menurutku, nama Alan dan Neil terasa agak konyol.”

“Kenapa?” tanya Mister Gaunt, “memang begitulah nama mereka selama ini.”

“Aku tahu. Tapi Ayah, seandainya aku harus menamai dua Rottweiler, aku pasti
akan memberi nama yang lebih cocok. Seperti Nero dan Tiberius. Nama dua
kaisar Romawi.”
“Nero dan Tiberius bukanlah orang yang menyenangkan, Nak,” celetuk ibunya.

“Benar,” ayahnya menyetujui, “Tiberius kurang kesopanan-civile ingenium. Dan


dia manusia yang menjijikkan. Sedangkan Nero benarbenar sinting. Selain
membunuh ibunya, Agrippina, dan istrinya, Octavia, dia juga
membumihanguskan Roma. Odisse coepi, postquam parricida maths e t uxoris,
auriga

e t his trio e t incendiaries extitisti,” Ayahnya tertawa keras, “coba Ayah tanya,
teladan macam apakah itu untuk seekor anjing?”

John menggigit bibir; dia selalu sulit berdebat bila ayahnya mulai bicara bahasa
Latin. Ada sesuatu pada diri orang yang berbahasa Latin - seperti hakim dan
Paus - yang membuat mereka sangat sulit diajak berdebat.

“Baiklah, mungkin bukan kaisar Romawi mana pun,” John menerima dengan
enggan, “mungkin nama lain. Sesuatu yang lebih berbau anjing. Seperti Elvis,
mungkin.”

“Mungkin kau belum sadar,” tegur Mister Gaunt kaku, “tak satu pun dari kedua
anjing kita yang benarbenar berbau anjing, seperti istilahmu. Rottweiler, seperti
katamu tadi, disukai oleh penegak hukum. Mereka bukan jenis anjing yang suka
mengibaskan ekor. Mungkin ada anjing lain yang bisa mengambilkan koran dari
kotak surat. Tapi anjing kita bisa pergi ke toko kue dan mengambilkan sekantong
bagei tanpa memakannya satu pun. Bahkan Elvis Presley pun tak bisa
melakukan itu, sungguh. Dan anjing mana yang pergi sendiri ke dokter hewan
kalau merasa kurang sehat? Atau mengisi meteran parkir? Ayah ingin lihat
Kaisar Nero mencoba mengisi meteran parkir.”

“Lagi pula,” tambah Mister Gaunt sambil melipat lalu menyingkirkan korannya,
“ini semua sudah ter lambat. Mereka anjing dewasa. Dari dulu kita telah
memanggil mereka Alan dan Neil. Apakah mereka bisa menjawab bila dipanggil
dengan nama baru?

Anjing tidak seperti musisi dan aktor bodoh. Orangorang itu mungkin terbiasa
memakai nama baru yang tolol. Seperti Pink, Dido, atau Sting. Anjing tua akan
sulit menerima nama baru.” Mister Gaunt menoleh sekilas pada putrinya. “Kau
setuju, Philippa?”

Philippa mengangguk sambil merenung. “Mereka memang bukan anjing yang


berbau anjing. Jadi, begini saja: kita jelaskan bahwa mereka dapat nama baru,
lalu kita lihat reaksi mereka. Anjing yang cukup pintar untuk mengetahui
perbedaan antara saluran CNN dan Fox Kids mungkin cukup pintar untuk
menerima nama baru.”

“Tapi Ayah masih tidak melihat ada yang salah dengan nama mereka. Alan dan
Neil adalah nama Celtic. Alan berarti tampan; dan Neil berarti juara. Ayah tidak
mengerti apa yang salah pada anjing yang namanya berarti tampan dan juara.
Ayah benarbenar tidak mengerti.”

“Kurasa itu ide yang bagus, Sayang,” respons Mrs Gaunt, “bagaimanapun, Alan
tidaklah tampan. Dan Neil belum pernah juara.” Wanita itu tersenyum seolah
masalah itu sudah beres, “jadi, kita akan panggil apa mereka? Ibu lebih suka
nama Elvis. Alan yang lebih besar dan lebih rakus. Dia memang mirip Elvis.”

Mister Gaunt menatap istrinya, seolah sangat tidak sependapat. “Layla,” katanya
pelan, “itu tidak lucu.”

“Dan kita coba ganti nama Neil dengan Winston,” usul Philippa, “seperti nama
Winston Churchill. Dia

lebih garang, dan dengan dagu dobel serta geramannya, dia memang mirip
Winston Churchill.”

“Dia juga suka cerutu,” ucap John, “kalau ada tamu yang mengisap cerutu, Neil
pasti langsung menghampiri dan mulai mengendus, seolah dia me nikmatinya.”

“Benar,” sahut Philippa, “dia memang menikmati, kan?“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Jadi tinggal satu pertanyaan, siapa yang akan memberitahu mereka?” tanya
John.

“Ibu,” usul Philippa, “mereka selalu menurut pada Ibu. Semua orang menurut
pada Ibu. Bahkan Ayah.”

Benar; Alan dan Neil selalu patuh pada Mrs Gaunt tanpa keraguan sedikit pun.

“Ayah tetap tidak setuju,” tandas Mister Gaunt.


“Baiklah, kalau begitu kita lakukan pemungutan suara,” usul John, “mereka
yang setuju nama baru untuk anjing-anjing ini, angkat tangan.”

Saat tiga tangan teracung ke atas, Mister Gaunt mengembuskan napas panjang
menerima kekalahan nya. “Ya sudah. Tapi Alan dan Neil pasti takkan mengerti.”

“Kita lihat saja,” kata Mrs Gaunt, “kau tahu, seharusnya itu sudah terpikir
sebelumnya, Sayang. Anakanak ada benarnya juga.” Dia memasukkan jari ke
mulut dan membunyikan siulan memekakkan telinga yang pasti akan bikin iri
semua koboi.

Beberapa detik kemudian kedua anjing itu muncul dan menempatkan diri di
depan Mrs Gaunt, seolah menunggu perintah.

“Dengar,” katanya, “sudah diputuskan bahwa kalian akan mendapat nama baru
yang berbau anjing.”

Neil menatap Alan, lalu menggeram pelan. Alan hanya menguap dengan gaya
angkuh dan duduk.

“Aku tidak ingin dibantah,” desak Mrs Gaunt. “Neil? Setelah ini namamu adalah
Winston. Dan Alan? Namamu adalah Elvis. Mengerti?”

Anjing-anjing itu tetap diam, jadi Mrs Gaunt mengulangi, dan kali ini kedua
anjing menggonggong keras.

“Cool,” komentar John.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Ayah akan tetap memakai nama lama mereka,” ucap Mister Gaunt, “anjing-
anjing itu mungkin akan terbiasa dengan nama barunya, tapi Ayah tidak.”

“Winston? Berbaring,” perintah Mrs Gaunt, dan anjing yang semula bernama
Neil berbaring di lantai dapur. “Elvis? Berdiri.” Dan anjing yang awalnya
bernama Alan, berdiri.

“Hebat,” kata John, “siapa bilang kita tidak bisa mengajari anjing tua dengan
trik-trik baru?”

“Anjing-anjing itu seharusnya masuk televisi,” komentar Philippa.


Mister Gaunt melempar koran ke pinggir dan berdiri dari meja dapur
cherrywood yang besar. “Jangan pernah memikirkan hal itu,” katanya, lalu
berjalan keluar. Dia tampak sangat marah.

Tak lama kemudian si kembar berangkat ke sekolah seperti biasa, dan tidak
banyak yang terjadi, juga seperti biasa. John dan Philippa hampir selalu
mendapat nilai tertinggi dalam semua mata pelajaran, kecuali matematika.
Mereka sangat unggul dalam pelajaran Pendidikan Jasmani, jadi

pastilah mereka sangat-sangat bugar, jauh lebih bugar dibanding teman sekolah
mereka yang rata-rata pemalas serta kelebihan berat badan. Si kembar begitu
bugar karena keduanya pengidap claustrophobia, artinya mereka tidak suka
berada di tempat tertutup. Mereka membenci lift, dan itu akan menjadi masalah
bagi orang yang tinggal di kota seperti New York dimana begitu banyak gedung
bertingkat. Bila sebagian besar orang naik lift, John dan Philippa justru naik
tangga, terkadang mereka berlari naik sebanyak lima puluh atau enam puluh
anak tangga untuk sampai ke tujuan. Ini membuat si kembar sebugar sepasang
kutu. Bahkan, kutu terpaksa harus ber latih di pusat kebugaran agar bisa sebugar
John dan Philippa. Tapi anak sebugar John dan Philippa takkan bisa bergerak
secepat lift, dan akibatnya, mereka sering terlambat. Itu bisa membuat orangtua
sangat marah, tapi kenyataannya Edward dan Layla Gaunt lebih penuh
pengertian ketimbang yang diduga John dan Philippa.
2
Sebagian besar anak menunggu liburan musim panas dengan tidak sabar. Namun
bagi si kembar, hari pertama liburan musim panas selalu dikaitkan dengan
sejumlah ketakutan dan kebencian karena itulah hari-hari yang dipilih Mrs Gaunt
untuk membawa mereka ke dokter gigi.

John dan Philippa memiliki gigi seputih peppermint dan serapih deretan mobil
yang diparkir. Tak seorang pun dari mereka pernah ditambal giginya.
Sebenarnya hanya sedikit yang perlu mereka cemaskan, tapi entah mengapa
mereka selalu merasa bahwa suatu saat Mister Larr pasti akan menemukan
sesuatu, kemudian bor baja, jarum, cungkil, dan peralatan bedah akan disiapkan.
Si kembar sudah nonton cukup banyak fi Im untuk mengetahui bahwa rasa sakit
akan muncul begitu dokter gigi mulai menggunakan alat-alat itu.

Mungkin itu sebabnya di pagi yang telah dijad walkan untuk menemui Mister
Larr, John terjaga dari mimpi yang benarbenar tampak nyata. Dia merasakan
sakit gigi yang menyiksa: jenis sakit yang bisa membuat orang dewasa bertubuh
kekar jadi cengeng. Jenis sakit gigi yang, dalam mimpi John, berakhir dengan
pencabutan atas semua giginya.

PERJALANAN KE DOKTER GIGI

Dengan napas tersengal-sengal, badan bermandikan keringat serta gemetar


ketakutan, John terjatuh dari ranjang sambil memegangi wajah. Dia lega karena
sakit gigi parah itu hanyalah mimpi. Namun ada sisi aneh dari mimpi itu karena
cermin di dinding sebelah ranjangnya retak dari ujung ke ujung; dan bukan
hanya cerminnya tapi juga papan di ujung ranjang di atas kepalanya retak begitu
rupa sehingga retakan cermin itu tersambung rapi dengan kayu. Di sisi lainnya,
terdapat tanda hangus kecil dan cabikan pada sarung bantal tempat kepalanya
direbahkan. Seolah rasa sakit dalam mimpinya telah mewujudkan diri menjadi
semacam kekuatan atas benda perabot di kamarnya.

Setidaknya, itulah pikiran pertama John.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Philippa, mengamati kerusakan itu dari ambang
pintu, “Semalam kau lapar lalu mulai mengunyah dinding?”
“Memangnya aku hamster?” kata John gusar, tapi dia tak berani mengatakan apa
yang ada dalam pikirannya. Dia takut akan ditertawakan.

“Tidak,” sahut Philippa, “tapi terkadang baumu seperti hamster.” Dia berjalan ke
cermin dan meraba retakan itu dengan hati-hati. “Setahuku, ini memang akibat
gempa. Hanya saja, gempa besar terakhir di New York berskala 5,1 terjadi pada
tahun 1983.”

“Kau sepertinya tahu banyak soal gempa,” kata John terkesan.

“Aku nonton fi Im televisi tentang itu dua minggu lalu,” sahutnya, dan kemudian
mengerutkan kening,

“aneh.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Tentu saja aneh,” timpal John, tapi Philippa sudah keluar kamar. Tak lama
kemudian adiknya muncul sambil membawa koran New York Times.

“Coba lihat ini,” seru Philippa, menyodorkan Koran itu ke tangan kakaknya.

“Koran kemarin? Memangnya kenapa?”

“Ada gempa bumi di Mesir.”

“Lalu apa hubungannya dengan retakan di cerminku?”

“Perhatikan,” jawab Philippa sambil merebut koran tersebut, lalu


memperlihatkan gambar halaman depan yang memuat retakan di dinding
Museum Barang Antik di Kairo. John merasakan mulutnya menganga. Dia tidak
mungkin dapat lari dari fakta bahwa dua retakan zigzag acak itu memiliki
kesamaan.

“Wow,” desah John, “keren.”

Philippa mengerutkan kening lagi. “Kau membuat retakan ini agar aku takut,
ya?”

“Tidak,” bantah John, “sungguh. Aku terbangun dan itu sudah ada di sana,
sumpah.”
“Memangnya apa yang telah terjadi?“TXT BY OTOY
http://ottoys.wordpress.com

“Ini akan terdengar bodoh, tapi aku bermimpi terserang sakit gigi yang parah.
Dan anehnya, retakan itu sepertinya bermula dari tempat pipiku menempel di
bantal.”

Bukan untuk mengolok-olok, Philippa pun memeriksa bantal itu. “Lalu kenapa
aku tidak bermimpi?” tuntutnya, “maksudku, kita sering memimpikan hal-hal
yang sama, kan?”

“Aku juga bingung,” John mengakui, “sampaisampai aku menyimpulkan bahwa


ini semua lantaran aku lebih takut pada dokter gigi ketimbang kamu.”

Philippa mengangguk membenarkan. “Tapi itu masih tidak menjelaskan


kesamaan antara retakan di dindingmu dan retakan di dinding Cairo Museum.”

Mereka masih mendiskusikan retakan di dinding kamar John saat, beberapa jam
kemudian, mereka tengah menaiki dua puluh empat deret anak tangga ke tempat
praktek Dokter Gigi Maurice Larr di Third Avenue.

Si kembar mendapati ibu mereka, yang memilih menggunakan lift, sedang


berbincang dengan Mister Larr di ruang tunggu. Mereka bukan berbincang soal
perawatan gigi, tapi tenis, permainan kegemaran Mrs Gaunt maupun Mister Larr.

Mister Larr melihat dari bagian atas kacamatanya dan berkedip kepada anakanak
itu. “Dia mengalahkanku dengan angka telak,” kata Mister Larr,
menggambarkan pertandingan terakhir yang telah mereka mainkan. “Ibu kalian
bisa menjadi petenis profesional. Ada petenis wanita profesional yang berharap
memiliki pukulan servis seperti ibu kalian. Dan dia cantik, kalian tahu? Itu
langka. Berapa banyak juara tenis wanita yang lebih mirip petenis pria? Tapi ibu
kalian tidak. Seharusnya kalian bangga padanya.”

Si kembar mengangguk sopan. Mereka sudah biasa mendengar ibu mereka


dipuji setinggi langit karena kehebatan di bidang ini dan itu. Si kembar kadang
berpikir bahwa ibu mereka seperti memiliki

kekuatan aneh. Segala sesuatu pada dirinya jadi sedikit lebih dari normal. Penata
rambut memuji rambutnya yang hitam berkilau dan berkata dia seharusnya
tampil dalam iklan sampo. Desainer pakaian memuji bentuk tubuhnya yang
sempurna dan berkata dia seharusnya menjadi model. Ahli kosmetik memuji
kulitnya yang kencang juga sehalus sutra dan berkata dia seharusnya
meluncurkan lini kosmetik sendiri. Penulis memuji kecerdasannya dan
mengatakan dia seharusnya menjadi penulis. Tamu-tamu pesta makan malam
memuji masakannya dan berkata dia seharusnya membuka restoran. Organisasi
penggalangan dana memuji kemam puannya mengumpulkan uang demi tujuan
mulia dan berkata seharusnya dia menjadi diplomat. Bagi John dan Philippa, tak
ada yang mengejutkan dalam pujian tinggi Mister Larr atas permainan tenis ibu
mereka.

“Hentikan, Mo,” tawa Mrs Gaunt, “kau membuatku malu.”

Tapi si kembar tahu kalau ibu mereka sebenarnya senang. Bila ibu mereka
memiliki kelemahan, itu adalah karena pujian, dan dia menelan bulat-bulat
semua pujian seperti orang rakus melahap kue.

Mister Larr menatap anakanak itu dengan senyum paling ramah, dan
menggosok-gosok tangan nya. “Oke, siapa yang akan duduk lebih dulu di kursi
Paman Mo?”

“John,” jawab Mrs Gaunt, dan hanya itu yang perlu diucapkan. Mrs Gaunt biasa
dipatuhi - seperti hakim atau petugas polisi - tanpa keraguan.

John mengambil tempatnya di kursi, sementara Mister Larr mengenakan sarung


tangan karet sehingga tangannya terlihat seperti telah dicelupkan ke dalam
ember susu. Lalu dia berdiri di sebelah John dan menekan tombol di lantai
dengan ujung sepatu kulit berjumbainya sehingga kursi itu, yang lebih mirip sofa
kulit, terangkat, membuat John merasa seperti penonton yang menjadi
sukarelawan untuk seorang pesulap.

“Buka lebar-lebar,” perintah Mister Larr, dan menyalakan lampu yang


menimbulkan rasa hangat pada hidung John. John membuka mulut.

“Lebih lebar, John, terima kasih.” Dan setelah mempersenjatai diri dengan
cermin yang mirip tong kat golf mini, dan pengait mini yang tajam, Mister Larr
mengintip ke dalam mulut John. Dokter gigi itu mencondongkan tubuh cukup
dekat sehingga John bisa menghirup aroma pasta gigi pada napasnya dan krim
pencukur Acqua di Parma, sama seperti yang digunakan ayah John.

“Mmm-hrnm,” komentar Mister Larr dengan gaya seorang pria yang


mengatakan “Mmm-hrnm” seribu kalisehari. Dan kemudian, “Astaga. Astaga.
Apa yang kita temukan ini?”

Cengkeraman John ke lengan kursi semakin erat karena cemas.

“Oh, astaga. Apa ini? Dan itu? Va ampun.”

Setelah mengangkat kacamata pengaman dan menarik turun masker wajahnya,


Mister Larr menoleh pada Mrs Gaunt. “Ingatkan aku lagi, Layla.

Berapa umur John?”

“Dua belas tahun, Mo.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Kupikir juga begitu. Kupikir juga begitu.” Dia menggeleng-gelengkan kepala


dan menyeringai. “Belum pernah aku melihat yang seperti ini pada anak seumur
John. Anak muda, kau punya geraham bungsu. Orang termuda dengan geraham
bungsu yang pernah ada.”

“Geraham bungsu?” Mrs Gaunt menghempaskan badan ke kursi dan mengerang,


“gigi itu akan merobekrobeknya.”

“Geraham bungsu?” tanya John, mendorong badannya untuk bertumpu di satu


siku. Punya geraham bungsu tidak terdengar seburuk punya lubang yang harus
ditambal. “Apa itu geraham bungsu?”

“Gigigigi itu dinamai geraham bungsu karena normalnya kau akan memilikinya
saat kau sudah lebih dewasa. Itu berarti kau semakin dewasa sehingga kau akan
semakin bijaksana, meskipun tidak semua orang dewasa bertingkah bijaksana.”

“Masalahnya, Layla,” lanjut Mister Larr, “rahang anak ini belum cukup lebar
untuk menampung empat gigi baru. Ya, benar, John. Ada empat gigi. Bila
rahangmu kurang besar, hal itu akan menimbulkan masalah untuk gigi yang lain.
Geraham bungsu ini akan menekan gigi lain sehingga senyum memikatmu akan
terlihat miring dan tidak rata. Dan itu tidak kita inginkan, kan?”

“Apa maksudnya?” tanya John, meskipun dia merasa sudah tahu jawabannya.

“Geraham bungsu itu harus dikeluarkan, John. Gigimu akan dicabut. Empat
buah gigi yang akan dicabut. Kau perlu dirawat di rumah sakit. Kau akan dibius
total. Kau takkan sadar selama kami mencabutnya.”

“Apa?” John benarbenar tampak pucat.

“Hei, hei, hei,” ucap Mister Larr ramah, “Tak ada yang perlu dicemaskan, Anak
Muda. Aku yang akan mengerjakannya. Kau takkan menyadarinya. Soal kecil,
sungguh. Layla? Bagaimana kalau kita jadwalkan pencabutan inilusa?”

“Apa harus secepat itu, Mo?” tanya Mrs Gaunt,

“apa tidak bisa dibiarkan dulu? Maksudku, ini sangat merepotkan.”

“Dalam mulut semuda mulut John,” jawab Mister Larr, “sebaiknya dicabut
secepat mungkin. Terlepas dari aspek kecantikan, giginya yang lain mungkin
akan menjadi miring. Juga ada risiko abses dan infeksi.”

“Baiklah, Mo,” desah Mrs Gaunt, “terserahlah. Bila harus dicabut, cabut saja.
Ketahuilah, aku hanya tidak siap mendengar kabar ini begitu cepat.”

“Siapa yang siap menghadapi sesuatu yang secepat ini? Baiklah. Giliranmu
sudah selesai, Anak Muda. Mari kita periksa adikmu, Philippa. Phil! Kemari dan
buka mulutmu seperti penyanyi opera!”

Philippa mengambil tempat di kursi dan membuka mulut lebar-lebar. Dia yakin
Mister Larr takkan menemukan sesuatu yang menarik dalam mulutnya. Dia
cukup bahagia karena dibilang bahwa giginya adalah gigi yang paling tidak
menarik di dunia oleh

Mister Larr. Sepertinya sudah menjadi ciri khas John untuk menjadi orang
termuda dengan geraham bungsu yang pernah Mister Larr temui. John memang
suka pamer, pikir Philippa sambil berusaha rileks dengan memikirkan fi Im yang
akan dia pilih bila pemeriksaan selesai: Mrs Gaunt selalu mengajak si kembar ke
bioskop setelah ke dokter gigi.

“Wow, aku tidak percaya,” seru Mister Larr, “siapa sangka? Aku tahu kalian
kembar, tapi wow!”

Mrs Gaunt menggerutu lagi.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Apa, dokter?” tanya Philippa, tapi karena mulutnya penuh dengan jari dan
peralatan gigi sehingga yang terdengar jadi mirip “A-ha, o-kher-ahr?”

Mister Larr, yang paham jenis bahasa ini dengan sangat baik, mengeluarkan
peralatan dan jarinya lalu menampilkan senyuman lebar. “Kuberitahu apa itu,
Nona Muda. Itu sejarah dalam ilmu perawatan gigi, itulah namanya. Geraham
bungsumu juga tumbuh, seperti saudara kembarmu.”

“Bagus, bagus sekali,” gumam Mrs Gaunt dengan cara yang membuat John
berpikir bahwa ibunya tidak bersungguh-sungguh.

“Nah,” ucap Philippa, menatap John dengan penuh kemenangan, “karena aku
sepuluh menit lebih muda dari John, berarti akulah orang termuda dengan
geraham bungsu yang pernah ada, bukan si cowok jerawatan itu.” Philippa selalu
menyebut itu bila ingin kakaknya marah.

“Kurasa juga begitu,” timpal Mister Larr, tersenyum lebar pada Mrs Gaunt,
“mereka luar

biasa.”

“Ya,” sahut Mrs Gaunt lemah, “luar biasa.”

“Aku tidak tahu kenapa aku harus terkejut,” lanjut Mister Larr, meraih tangan
Mrs Gaunt dan menepuknepuknya dengan lembut, “sungguh aku tidak tahu. Itu
bisa saja terjadi karena ibunya sangat hebat.”

Kening Philippa berkerut mendengar ketidakadilan komentar itu. Di sinilah dia,


orang termuda dengan geraham bungsu, dan Mister Larr mengatakan bahwa itu
semua karena ibunya. Seolah itu sesuatu yang ibunya lakukan, seperti kehebatan
ibunya bermain tenis atau memiliki kulit yang bagus.

“Jadi apa artinya?” tanya Philippa.

“Masalah,” jawab Mrs Gaunt, “itulah artinya.”

“Maksudku, apakah geraham bungsuku juga harus dicabut?”

“Ya, Philippa. Sebaiknya dilakukan bersamaan dengan kakakmu. Ranjang kalian


akan kami letakkan berseberangan agar kau tidak kesepian,” lalu menoleh
kepada Layla, Mister Larr menggeleng, “dan sungguh, Layla, ini bukan masalah
sama sekali.”

Dengan kesal Mrs Gaunt mengatur jadwal dengan Mister Larr lalu menggiring
anaknya pulang ke rumah di 77th Street. “Dalam situasi ini,” katanya, “mungkin
sebaiknya acara ke bioskop ditunda dulu. Ibu harus menyampaikan berita ini
kepada ayah kalian. Ada beberapa hal yang harus diatur.”

“Maksud Ibu, seperti menelepon rumah duka,” cetus John, berharap bisa
membalas dengan membuat Philippa gusar gara-gara komentar tentang cowok
jerawatan tadi.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Jangan konyol, Sayang. Mister Larr benar. Tidak perlu khawatir.” Mrs Gaunt
tersenyum lemah seolah berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

“Sebaiknya ibu juga menyampaikan ini kepada kalian,” lanjut Mrs Gaunt, “Ibu
tak ingin mengatakannya di depan dokter Larr. Dia begitu bersemangat. Tapi
geraham bungsu dini bukanlah sesuatu yang tidak biasa dalam keluarga Ibu.
Bahkan, Ibu hanya dua tahun lebih tua dari kalian saat geraham bungsu Ibu
tumbuh. Dan lihatlah Ibu sekarang.” Dia melayangkan senyum sempurna gaya
iklan-pasta-gigi namun penuh dengan kesedihan dan keprihatinan, “gigi Ibu
sempurna.”

“Ya, tapi rumah sakit itu,” erang John.

“Anggap saja seperti ini,” sahut ibunya, “Itu merupakan tahap untuk menjadi
orang dewasa. Mak sudku, tumbuh dewasa. Jadi dobel dalam kasus kalian,”
tambahnya, “maksud Ibu, karena kalian kembar.”

Mrs Gaunt mendesah lalu menyalakan rokok yang diikuti dengan kernyitan dari
si kembar: Mereka tidak suka ibunya merokok. Sepertinya itu selalu menjadi
bagian yang paling tidak glamor dari Layla Gaunt, terutama di New York City
tempat orang tidak menyukai hal-hal seperti merokok ketimbang senjata api.

“Apa Ibu harus merokok?” kernyit John.

“Begini,” ucap Mrs Gaunt, mengabaikan kritik anaknya, “bila kalian bersikap
berani, bila kalian ke rumah sakit dan membiarkan geraham bungsu itu

dicabut tanpa keributan, kalian boleh ke perkemahan musim panas.


Bagaimana?” “Ibu bersungguh-sungguh?”
“Tentu saja,” jawab Mrs Gaunt, “yang Ibu minta hanyalah agar kalian bersikap
berani menghadapi ini. Dan Ibu yang akan menyimpan geraham bungsu itu.”

“Ibu menginginkan gigi itu?” tanya Philippa, “Ugh, menjijikkan. Ambil saja
semua.”

“Kenapa Ibu menginginkan gigi itu?” tanya John.

“Sebut saja itu suvenir, bila kalian suka. Ibu pikir ibu bisa menyuruh orang
mencelupkannya ke dalam emas dan membuatnya jadi gelang.”

“Keren,” komentar John, “seperti kanibal. Bisa aku pahami.”

“Kalian akan bersenang-senang,” kata Mrs Gaunt, “ada perkemahan musim


panas yang bagus di Salem, Massachusetts, tempat kalian bisa…”

“Ibu,” protes Philippa, “aku tidak mau ke per kemahan musim panas bersama
John.”

“Dan jelas aku tidak mau ke perkemahan di Massachusetts bersamanya,” ucap


John, “aku ingin belajar keahlian bertahan hidup.”

“Ibu berani jamin kalau Alembic House adalah perkemahan residensial terbaik
di Amerika Utara,” kata Mrs Gaunt, “enam ratus hektar padang, perbukitan,
sungai, dan hutan dengan sekitar tiga meter garis pantai. Kalian akan bersenang-
senang. Tapi, bila tidak ingin pergi, kalian bisa menghabiskan musim panas
bersama ayah dan ibu di Long Island, seperti yang selalu kita lakukan.”

John memandang Philippa dan mengangkat bahu. Alembic House terdengar jauh
lebih menarik daripada tak ada perkemahan sama sekali; dan apa pun akan jauh
lebih menarik dibanding pergi Long Island. Philippa membalas anggukan
kakaknya, dia tampak paham.

“Alembic House sajalah,” sahut Philippa.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Ya, tentu,” John mengiyakan, “kapan kami bisa berangkat?”

“Mungkin kalian akan butuh waktu beberapa hari untuk memulihkan diri dari
operasi itu sebelum melakukan perjalanan,” kata Mrs Gaunt, “dan sudah pasti
Ibu harus menjelaskannya kepada ayah kalian. Ibu tahu dia sudah
menunggununggu saat untuk menghabiskan waktu bersama kalian di musim
panas ini. Oh ya, bagaimana kalau minggu depan?”
3
Pagi itu John dan Philippa akan menjalani operasi di Rumah Sakit AnakAnak
W.C. Fields Memorial -gedung modern indah yang di depannya ada patung
perunggu besar berwujud pria berwajah ceria yang sedang memegang botol obat.

Operasi mereka dijadwalkan pada jam Sembilan pagi, yang berarti si kembar
tidak boleh sarapan; dan saat Mister Larr singgah di ruang mereka sesaat
sebelum jam delapan untuk memperkenalkan Mister Moody, ahli anaestesi, rasa
lapar dan kegelisahan John muncul lantaran ketidakhadiran ibunya yang pergi
minum kopi di Starbucks.

“Jadi,” kata John kepada Mister Moody, “obat bius apa yang Anda usulkan?”

Mister Moody, pria tinggi dengan tampang lelah, yang tak terbiasa membahas
pilihan obat biusnya -apalagi kepada bocah berusia dua belas tahun -tersenyum
tidak nyaman. “Karena kau tanya, aku akan memakai Ketamine, yang selalu
memberi hasil terbaik.”

John, yang sudah membaca semua artikel tentang anaestesi di Internet dan
merasa tahu soal subjek itu mengerutkan kening. “Bukankah itu yang diberikan
dokter hewan kalau ingin membius pasiennya?”

“Anakanak sekarang,” kata Mister Larr sambil

KITA HANYA HIDUP DUA KALI

nyengir, “kita tidak bisa memaksa mereka percaya, kau tahu?”

“Aku tidak memaksa siapa pun percaya,” bantah Mister Moody, berusaha
menahan kejengkelannya, “kau takut aku menggunakan Ketamine, Anak
Muda?”

“Tidak, Pak, aku tidak takut,” jawab John datar, “bahkan, aku agak berharap
akan diberi Ketamine.”

“Oh? Kenapa begitu?”

“Konon itu yang terbaik untuk memberi pasien NDE. Atau setidaknya fi tur
utama NDE.”

“NDE? Rasanya aku belum pernah dengar kata itu,” Mister Moody mengakui
lewat giginya yang dikertakkertakkan.

“NDE, Near Death Experience,” sahut John tegas, “Anda tahulah. Bila kita
sedang dioperasi dan ham pir mati lalu kita melakukan perjalanan melewati
terowongan gelap menuju cahaya lalu dirampok oleh malaikat di ujung lainnya.”

Wajah Mister Moody jadi keruh akibat marah. Mister Larr melihat ini dan
memutuskan untuk menyela. “John, John,” katanya bersemangat, “rileks. Semua
akan baik-baik saja. Ini operasi kecil. Dokter Moody adalah ahli anaestesi yang
sangat handal. Yang terbaik di New York.”

“Oh, tentu,” sahut John, “aku tidak meragukannya sedikit pun. Hanya saja aku
pikir akan senang bila bisa bertemu malaikat. Meskipun itu cuma halusinasi.”

“Satu hal yang bisa kupastikan,” ucap Mister Moody, “tak satu pun pasienku
yang sadar dari pembiusan dan berkata mereka telah bertemu

malaikat.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Mengapa menurutku itu mudah dipercaya, ya?” gumam John.

Pintu terbuka dan Mrs Gaunt masuk sambil membawa cangkir kopi Starbucks
ukuran besar di tangannya yang terawat baik.

“Bicara soal malaikat,” ucap Mister Larr, “inilah dia.”

Philippa mengerang lalu membuang muka dengan kesal. “Bisa kita mulai?”
katanya, “aku belum sarapan. Jangan sampai aku tidak makan siang juga.”

Di dinding koridor di luar ruang operasi, ada pameran seni yang diadakan
anakanak dengan cara memajang gambar, poster, dan cerita tentang seperti apa
rasanya dioperasi. Tapi tak satu pun cerita dan gambar itu memberi Philippa
bayangan seperti apa sesungguhnya rasanya dioperasi. Dia terpaksa mengakui
bahwa itu mungkin sesuatu yang sulit ditulis. Satu menit dia memegang tangan
ibunya dan merasakan sesuatu yang dingin menyebar naik ke lengannya, dan
menit berikutnya, tak ada apa-apa. Seolah seseorang telah mengklik tombol di
dalam kepalanya dan memu tuskan hubungan dengan semua indranya.
Atau hampir semuanya.

Dari percakapan ibunya dengan Mister Moody, Philippa mendapat kesan bahwa
begitu obat bius bereaksi, dia takkan merasakan apa-apa; tapi begitu Ketamine
itu bekerja, dia merasa sedang berjalan di tepi sungai berkelok-kelok yang
membelah gua besar nyaris tanpa batas menuju lautan. Dia merasa ngeri, tapi
untunglah di sana juga ada John.

“Apa ini?” dia bertanya kepada kakaknya. “Mimpi, atau salah satu NDE yang
kau bilang tadi?”

John memandang berkeliling. “Entahlah. Tapi ini tidak mirip terowongan, dan
tidak ada cahaya putih kecil atau malaikat yang kulihat.”

Sesampainya di tepi pantai dari laut, mereka melihat sesuatu mengapung di


udara - sekitar lima belas meter di atas gelombang. Mereka yakin itu paviliun
kerajaan Timur Tengah dengan menara-menara kecil, dan atap berkubah dengan
jendela kecil berbentuk wajik yang memantulkan cahaya matahari.

Memerhatikan ekspresi adiknya, John melihat bahwa adiknya itu merasa tidak
nyaman. “Jangan cemas,” katanya, “kau akan baik-baik saja.”

“Aku pasti sedang bermimpi,” ucap Philippa.

John mengerutkan kening. “Kenapa kau bilang begitu?”

“Karena kau bersikap baik padaku,” jelasnya.

“Dengar, tak mungkin kita berdua mendapat mimpi yang sama.”

“Kata siapa? Kau telah memaksa aku masuk ke dalam mimpimu, itu saja.”

“Jadi sangat masuk akal kalau diungkapkan seperti itu,” timpal John, “tapi
bagaimana kau yakin kalau kau tidak berada dalam mimpiku.”

“Entahlah. Aku tidak tahu pasti sampai kita ter bebas dari obat bius ini.”

Setelah beberapa saat, salah satu jendela di kubah itu membuka. Seorang pria
berbadan agak besar dengan mata berkilau dan rambut berkibar-kibar
mencondongkan badan ke luar dan melambai pada mereka.
“Hei, Phil, kau tahu apa yang tadi kukatakan tentang keinginan untuk bertemu
malaikat? Itu hanya omong kosong. Ini menakutkan.”

“Aku juga takut.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

John meraih tangan adiknya dan menggenggam erat hingga si adik merasa lebih
tenang. John menarik Philippa ke belakangnya, seperti hendak melindungi. Ada
kalanya John tampak seperti kakak terbaik di dunia.

“Jangan hanya berdiri di sana seperti dua jeruk sitrun,” ujar pria di jendela
kubah, “cepat kemari.”

“Bagaimana?” teriak John, “tidak ada tangga.” “Begitukah?” Pria itu makin
mencondongkan badan keluar jendela dan menunduk melihat laut di bawahnya,
“kau benar. Sepertinya kita terbang, bukannya mengapung. Salahku. Itu akan
segera diper baiki.”

Dan dengan perlahan, seperti kapal luar angkasa raksasa yang mendarat di planet
terlarang, pavilion kerajaan yang dihuni makhluk asing misterius mulai turun
dari langit sampai mendarat dengan mantap di pantai.

“Sudah beres,” teriak pria itu, “sekarang cepatlah. Waktu kita tidak banyak.”

Masih berpegangan tangan, si kembar memasuki bangunan yang penuh cermin


sehingga menyerupai

gua es. Di suatu tempat ada wanita yang bernyanyi diiringi instrumen musik
yang tidak bisa mereka kenali.

“Mungkin itu memang malaikat,” ujar Philippa ketakutan, “ini halusinasi, kan?”

“Kalau bukan halusinasi, berarti kau dalam kesu litan besar.”

“Aku?”

“Katamu ini mimpimu, bukan mimpiku, ingat?” Langkah kaki menggema dalam
ruangan di depan mereka. Tak lama kemudian muncul orang tinggi dan gelap,
mengenakan setelan merah serta kemeja dan dasi merah. Orang itu tersenyum
lebar. “Well, apakah kalian tidak mengenalku?” tanya pria itu dengan suara
menggelegar yang menggema di ruangan besar merah dan emas itu seperti peluit
kabut.

“Kurasa malaikat tidak berpakaian serba merah,” gumam Philippa.

“Mungkinkah dia setan?” tanya John.

“Setan, katamu?” sembur pria itu, “kenapa kalian berpikir begitu? Aku Paman
Nimrod. Dari London.” Dia berhenti sejenak seolah menunggu tanda-tanda
mengenali. “Kita bertemu saat kalian lahir,” katanya.

“Maaf kalau kami tidak ingat,” ucap John.

“Masa?” Paman Nimrod terdengar heran.

“Tapi kami pernah dengar tentang dirimu,” tambah Philippa ramah. “Hanya saja
kami agak ketakutan menemukanmu di sini, dalam mimpi. Saat kami dioperasi.”

“Ya, maaf soal selubung ini,” kata Nimrod, “tapi

sepertinya itu tak bisa dielakkan.” Paman Nimrod merentangkan tangan. “Well,
apakah aku tidak men dapat pelukan?”

Karena itu hanya mimpi, dan karena dia adalah paman yang samar-samar
mereka kenali dari foto di meja ruang kerja ibu mereka, keduanya tersenyum
gagah dan memeluk Nimrod dengan sopan.

“Tempat apa ini?” tanya Philippa dengan dahi berkerut.

“Kalian tidak suka? Ini Paviliun Kerajaan Brighton,” jawab Nimrod. “Dari
pesisir selatan Inggris. Kupikir akan cocok dengan mimpi kalian. Kalian tahulah.
Pria dari Porlock?”

Si kembar memandangnya dengan tatapan ko song.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Dan siapa yang menyanyi itu?”

“Itu perawan Abyssinia, dengan alat musik mandolin,” jawabnya sambil


menggelengkan kepala dengan malu-malu. “Sudah termasuk dalam kesepakatan.
Oh ya, abaikan saja dia. Seperti kataku tadi, waktu kita tidak banyak, obat bius
modern memang seperti itu.” Dia menunjuk ke perabot antik yang diatur
mengelilingi meja kartu. “Mari kita duduk dan bicara.”

Mereka duduk dan Nimrod mengeluarkan cangkir kayu besar dan menjatuhkan
lima buah dadu ke dalam nya. “Kita bisa bermain sambil

berbincang,” ujarnya ramah.

“Main apa?” tanya John.

“Tesserae,” jawab Nimrod. “Dadu, Nak, ini dadu. Kita lempar dadu sambil
mengatur rencana, seperti

orang Romawi. Aku duluan.” Nimrod melempar dadu, dan meraupnya lagi ke
dalam telapak tangan bahkan sebelum John dan Philippa sempat melihat angka
yang muncul.

“Lalu bagaimana?” tanya John.

“Coba aku lihat,” kata Nimrod sambil melirik arloji emasnya, “apa pun yang
kalian suka.” Pria itu menjatuhkan dadu ke dalam cangkir dan menye rahkannya
pada John. “Giliranmu!”

“Kuharap aku tahu aturan permainan ini,” ujar John.

“Hanya ada satu aturan,” sahut Nimrod saat John mendapatkan tiga angka enam,
“aturan sangatlah penting dalam setiap permainan. Dan itu adalah
keberuntungan.” Philippa meraup dadu itu. “Semua yang bisa dia lakukan,”
katanya sambil menjatuhkan dadu ke dalam cangkir, “bisa kulakukan dengan
lebih baik.” Dan dia melontarkan pekik senang lirih saat melihat hasil
lemparannya ada empat angka enam.

“Hebat,” ucap Nimrod sambil mengambil dadu, “Sekarang kita lihat apa yang
bisa kalian lakukan bersama.” Dia menyerahkan cangkir itu pada John lalu dia
meletakkan tangan Philippa di atas tangan saudara kembarnya. “Lemparlah. Aku
tak punya banyak waktu.”

Si kembar berpandangan, mengangkat bahu, dan kemudian melempar… lima


angka enam.
“Seperti yang kuduga,” kata Paman Nimrod.

“Bagaimana pendapatmu?” ucap John riang.

“Akan lebih beruntung bila kalian bersama-sama.

Bagus. Bagus sekali. Itu bisa kita manfaatkan.” “Bagaimana?” tanya John.

“Kemarikan,” ujar Philippa, “coba kulihat dadu-dadu itu.”

“Dadu-dadu ini tidak diotak-atik,” kata Nimrod.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Tidak ada yang namanya keberuntungan,” dengus Philippa, “itu pendapat


Ayah.”

“Oh, Anakku, jangan bilang begitu,” tegur Paman Nimrod, “peluang


menghasilkan lima angka enam seperti itu adalah 6-5, atau 0,0001286. Menurut
hitunganku sebagian besar orang harus melempar dadu sebanyak 3.888 kali agar
memiliki peluang lima puluh persen untuk mendapatkan lima angka enam. Inilah
cara matematis untuk mengatakan bahwa kalian memang beruntung.”

“Aku belum pernah melihat keberuntungan itu,” ucap John.

“Mungkin belum. Tapi kau akan melihatnya. Pasti. Ayo bermain Astaragali.”
“Apa itu?”

“Permainan yang dimainkan dengan tujuh dadu heksagonal,” jelas Nimrod.


“Permainan yang ditemukan ribuan tahun lalu untuk menghindari
keberuntungan. Bisa kuberitahukan aturannya kalau kalian mau.”

“Aku benarbenar tidak yakin,” sela Philippa, “kalau ini memang mimpi.”

“Omong kosong. Orang Aborigin di Australia, misalnya, mengetahui bahwa


mimpi sama pentingnya dengan kehidupan nyata. Cukup sering, di sanalah hal-
hal yang sangat penting terjadi.”

“Ya, dan lihat apa yang terjadi pada mereka,” timpal John.

“Aku ingin tahu kebudayaan manusia yang sesukses suku Aborigin,” kata
Nimrod, “semua yang mereka miliki bertahan selama 80.000 tahun. Aku berani
bertaruh kau tidak bisa memberitahuku hadiah ulang tahun apa yang kau terima
dua tahun lalu.” Nimrod mengangguk tegas seolah menutup diskusi itu,
tersenyum, mengantongi dadu-dadunya, dan melirik arlojinya lagi. “Sekarang,
setelah yakin kalian memang beruntung, mari kita bahas masa depan kalian.
Dengar. Kebetulan sekali aku butuh bantuan kalian, jadi aku ingin kalian
lakukan ini. Bila pulih dari operasi, jangan ceritakan bahwa kalian bertemu
denganku. Aku ada masalah dengan ibumu saat kalian lahir, karena alasan yang
tidak akan kita bahas sekarang. Tapi aku berjanji akan memberitahukan
semuanya bila kalian sampai di London.”

“London? Kapan kami akan ke London?”

“Secepat yang kalian suka. Kalian memang ingin ke London, kan?”

“Tentu saja,” jawab si kembar.

“Berarti kalian harus mengatakan pada orangtua kalian, dengan sopan, bahwa
kalian ingin sekali berkunjung ke tempatku. Di London. Hanya kalian berdua.
Itulah yang hendak kusampaikan.” Nimrod melihat arlojinya lagi. “Oh, sial, kita
kehabisan waktu. Beberapa menit lagi kalian akan sadar.”

John tertawa. “Kau bercanda, kan? Mereka takkan setuju. Tidak mungkin.”

“Justru sebaliknya,” tukas Paman Nimrod, “kurasa

mereka akan setuju. Kecuali kalian memang ingin ke perkemahan musim panas
di Salem itu. Meskipun dalam kenyataannya, tempat itu lebih mirip sekolah.”
“Sekolah?” John berang.

“Ya,” jawab Nimrod, “sekolah musim panas untuk anakanak berbakat.”

“Sekolah musim panas,” John mengulang katakata itu dengan nada yang nyaris
jijik.

“Jadi, saranku adalah datang ke London. Tapi harus kalian ingat untuk tidak
mengatakan bahwa aku yang mengusulkan. Itu sangat penting, sungguh. Ibumu
dan aku tidak sependapat dalam sejumlah persoalan.”

“Misalnya?” tanya John.


“Well, misalnya, cara yang tepat bagi dua remaja untuk menghabiskan libur
musim panas mereka. Gagasan tentang sekolah yang menyenangkan, yang aku
usulkan. Dan gagasan tentang sekolah yang tidak menyenangkan, seperti di
Salem, yang ibu kalian usulkan.”

“Tidak ada perdebatan,” ujar Philippa, dan John mengangguk setuju.

Nimrod berdiri. “Baiklah. Pembicaraan kita selesai. Kalian mulai sadar.”

“Tunggu dulu,” ucap John.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Sudah selesai,” sahut Paman Nimrod.

“Bagaimana kalau mereka menolak?” tanya John. “Sudah selesai,” ujar Mister
Larr.

John bangkit duduk terhuyung-huyung di ranjang rumah sakit dan secara


naluriah memegang rahangnya, mencari celah-celah baru di gusinya dengan

ujung lidah.

“Mulutmu akan terasa agak lembek selama bebe rapa hari,” jelas Mister Moody,
si ahli anaestesi, “tapi memang harus begitu. Dan aku akan memberi kalian
sesuatu untuk rasa sakit itu.” Dia tersenyum lalu meninggalkan ruang operasi.

“Dia sudah pergi?” tanya Philippa sambil bangkit duduk.

“Ya, giginya sudah pergi,” sahut Mister Larr, mengira pertanyaan Philippa
ditujukan padanya, “Kau ingin melihat geraham bungsumu?” tanya Mister Larr,
“ini dia,” lanjutnya, mengulurkan pada gadis itu piring baja berbentuk ginjal
yang di atasnya tergeletak empat geraham bungsu, berlumuran darah.

Philippa melihat gigigigi itu mirip bidak catur. “Ugh,” komentarnya. “Bawa
sajalah.”

“Kau bertemu dengannya?” tanya John pada adiknya. “Nimrod.” “Ya. Kau?”

“Ada di sini,” ujar Mister Larr, masih menganggap bahwa si kembar sedang
membicarakan gigi mereka yang dicabut, dan menyerahkan pada John baki
berisi geraham bungsunya sendiri. “Lihatlah, John.”
John melihat dan merasa agak mual. Dia merasa kalau giginya mirip sesuatu
yang para pemburu Afrika potong dari gajah kecil tapi langka. Pada saat yang
sama dia tahu bahwa bukan hanya profesi bankir dan akuntan yang akan dia
hindari; dia juga tidak mau jadi dokter gigi.

“Ya,” jawab John pada Philippa, “aku bertemu

dengannya.”

“Jadi,” sahut Philippa, “Apa itu karena Ketamine? Mimpi? Dan hal-hal karena
kita kembar?”

“Mungkin.”

“Menurutku, itu bukan persoalan yang harus kita sampaikan pada Ibu dan Ayah.
Setidaknya selama beberapa waktu.”
4
Saat kepulangan mereka dari rumah sakit di sore hari, pipi si kembar terlihat
seperti dijelali makanan, seperti sepasang hamster rakus. Mereka sedang berdiri
di tangga saat mendengar ayah dan ibunya berbincang.

“Welf,” ucap ayah mereka, “mereka baik-baik saja, kan? Maksudku sejauh ini
tak ada kejadian aneh.”

“Begitukah?” timpal Mrs Gaunt.

“Ya, sejauh yang kulihat,” Mister Gaunt berhenti sejenak, “apa? Apa? Katakan,
apakah sesuatu telah terjadi?”

“Tidak, Sayang. Aku hanya merasa John berubah.” Mrs Gaunt mendesah, “apa
kau tidak lihat? Sejak kembali dari rumah sakit, jerawatnya lenyap.”

Philippa menatap wajah John lekat-lekat. “Hei, cowok jerawatan, siapa sangka?
Ibu benar. Jerawatmu lenyap. Tak ada satu jerawat pun di wajahmu.”

John melesat menaiki tangga, menuju ruang berpakaian ibunya lalu berdiri di
cermin seukuran badan di seberang lemari. Setahun lalu dia telah diserang
wabah jerawat merah menyala, mengingatkan kita pada gunung yang siap
meletus dengan sangat dahsyat.

Dia meregangkan kulit wajahnya ke satu arah

PERUBAHAN

dan ke arah sebaliknya, tapi John tidak menemukan satu jerawat atau komedo
pun di kulitnya yang kini tanpa noda. Biasanya, dia berusaha menjauhi cermin
agar tidak merasa tertekan karena berjerawat. Dia merasa tak ada alasan bagi
orangtuanya untuk menganggap ketidakhadiran jerawat di wajahnya adalah
masalah.

Philippa muncul di ambang pintu kamar mandi dan sepertinya merasakan


kejengkelan kakaknya pada keluarganya. “Sumpah,” katanya, “saat kita kembali
dari rumah sakit, wajahmu masih kelihatan seperti peta bulan.”
“Luar biasa,” ujar John, “kelihatannya dokter-dokter itu memang benar. Jerawat
ini hilang sendiri.”

“Yeah,” sahut Philippa, sama sekali tidak yakin pada kakaknya yang sudah
kembali pada ilmu kedokteran, “benar, kalau itu yang ingin kau pikirkan, silakan
saja.”

“Apa maksudmu?“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Apa menurutmu tak ada yang aneh terjadi?”

“Mungkin,” jawab John. Dia masih terlalu ter kesan pada wajahnya sendiri
sehingga tidak terlalu memerhatikan ucapan adiknya, “entahlah.” Menge luarkan
suara decak keras, dia mendesah gusar dan menambahkan, “percayalah, kalau
sesuatu yang seperti ini terjadi padamu, Phil, kau pasti akan menyukai dirimu.”

“Jadi, apa yang tadi mereka bicarakan?”

“Entahlah. Mungkin masa puber. Kudengar banyak orangtua cemas bila itu
terjadi. Hormon anakanak mereka mati dan si orangtua mulai mengirim mereka
ke psikiater. Felix Grabel dibawa ke ahli trichology* saat kumisnya mulai
tumbuh.”

“Orangtua Felix Grabel lebih aneh daripada anaknya,” tukas Philippa, “tapi
kalau yang kau ingin keanehan, ayo ikut aku. Akan kutunjukkan sesuatu yang
benarbenar aneh.”

Philippa mendahului John naik satu lantai ke kamarnya, tempat yang jarang
didatangi cowok itu, karena menurutnya kecintaan adiknya pada mainan lembut,
binatang berbulu, dan poster boy band yang kelihatan seperti cewek sangatlah
menjijikkan. Pada dinding di belakang pintu terdapat alat pengukur tinggi Orang
Pendek di Hollywood (“lihat berapa sentimeter kau lebih tinggi dari bintang fi
Im favoritmu”, tertulis di alat ukur tinggi itu). Philippa menunjuk ke entri
terakhir yang dibuat sehari sebelum geraham bungsu nya dicabut.

“Dua hari lalu tinggiku tepat seratus dua puluh empat sentimeter,” katanya
sambil menyerahkan penggaris dan pensil pada John, “sekarang lihat.” Philippa
menyentakkan sepatunya, kemudian berdiri di antara Tom Cruise dan Robert De
Niro.
John meletakkan penggaris datar di atas kepala adiknya dan kemudian menandai
tingginya dengan pensil.

“Aku sangat yakin kalau sudah bertambah tinggi,” ujar Philippa.

“Oke, Phil,” ucap John, “selesai.”

Philippa menjauh dari alat pengukur itu dan mereka berdua memekik terperanjat.
Tak ada kera-

* Ahli mengenai seluk-beluk tambut dan penyakitnya.

guan lagi soal itu. Philippa sudah bertambah tinggi cukup banyak. John
memeriksa berapa banyak adiknya ber tambah tinggi.

“Dua setengah senti?” tanyanya heran, “itu tidak mungkin. Kau pasti salah
mengukur saat terakhir kali.”

“Tidak,” bantah Philippa, “Mrs Trump yang mengukurku.”

Mrs Trump adalah wanita yang dipekerjakan orangtua mereka sebagai juru
masak dan pengurus rumah tangga.

“Berarti dia telah membuat kesalahan. Tak seorang pun yang tumbuh dua
setengah senti dalam dua hari.”

“Ya sudah, kapan terakhir kau ukur tinggimu?”

“Minggu lalu. Ayah yang mengukurku. Dia bilang begitu tinggiku mencapai
seratus enam puluh delapan senti, aku akan mendapat sepatu ski baru. Dia tidak
mungkin membuat kesalahan. Dia selalu cermat.”

“Kalau begitu, ayo kita lihat.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Mereka ke kamar John di mana dia berdiri dengan punggung menempel pada
alat pengukur tinggi James Bond miliknya (“Lihat setinggi apa kau
dibandingkan DD7) antara Sean Connery dan Pierce Brosnan, dan me nunggu
Philippa melakukan pengukuran.

“Tak ada keraguan sama sekali,” ujar si adik, “kau juga bertambah tinggi. Coba
kita lihat, sebanyak empat senti.”

“Benarkah? Wah, hebat sekali.”

“Seperti yang selalu aku bilang,” ujar Philippa, “sesuatu yang sangat aneh
sedang terjadi di sini. Mulamula, kita punya geraham bungsu bertahun-tahun
lebih cepat daripada yang seharusnya, lalu, saat cabut gigi, kita mendapat mimpi
yang sama di mana paman kita muncul. Bukan hanya itu, pertumbuhan kita
melejit luar biasa dalam semalam.”

“Jangan lupa dengan jerawatku.”

“Tanpa melupakan jerawatmu.”

“Dan retakan di dinding kamar tidurku. Bentuknya kelihatan sama seperti


retakan pada dinding museum Mesir.”

Philippa berhenti sejenak, lalu berkata, “Kau ingin tahu hal lain yang aneh? Apa
cuma aku atau kau juga merasa kalau AC rumah ini terasa agak dingin?”

“Sejak kembali dari rumah sakit,” John mengangkat bahu, “mungkin Mrs Trump
menaikkan suhu AC. Bila sedang mengisap debu karpet, dia jadi kepanasan.”

“Ayo kita tanyakan kepadanya.”

Si kembar berderap menuruni lima deret anak tangga menuju dapur bawah tanah
di mana Mrs Trump sedang mengosongkan mesin pencuci piring. Sulit dipercaya
tapi dulu, di galaksi yang jauh, Mrs Trump adalah seorang ratu kecantikan;
anakanak itu sudah melihat foto dan guntingan koran untuk membuktikannya.
Tapi, waktu tidak bersikap baik pada Mrs Trump, dan sekarang dia adalah wanita
bertampang menyedihkan yang biasabiasa saja dengan sebuah gigi ompong di
rahang atas dan dua

putri yang tinggal di Eropa dan tidak pernah ditengoknya.

“Mrs Trump?” tanya Philippa, “Anda menaikkan suhu AC?”

“Tidak, aku tidak menaikkan suhu AC. Apa untungnya menaikkan suhu AC?
Aku suka bekerja dalam oven. Ada orang yang harus membayar banyak untuk
pergi ke pusat kebugaran lalu duduk mandi uap dan berkeringat. Tapi aku? Aku
cukup beruntung bisa datang ke sini dan mendapat perawatan yang sama secara
gratis.” Mrs Trump tertawa mendengar lelucon kecilnya dan, setelah
membanting laci perlengkapan makan, menutup dan mencondongkan tubuh ke
depan dari balik meja dapur, dia tersenyum, menutupi mulut dengan tangan agar
anakanak itu tidak melihat gigi ompongnya, padahal mereka selalu dapat
melihat.

“Kami merasa agak kedinginan sejak kembali dari rumah sakit,” ucap John.

Mrs Trump meraba kening John dengan tangannya yang dingin. “Rasanya
badanmu tidak panas,” katanya, “tapi mungkin kau akan terserang fl u.”

“Begitukah,” sahut John, “kami merasa sehat. Kami hanya merasa agak
kedinginan, itu saja.”

“Kedinginan, katanya,” kekeh Mrs Trump, “suhu di luar tiga puluh dua derajat
dengan kelembaban tujuh puluh lima persen,” dia menggeleng-gelengkan
kepala, “jadi jangan salahkan aku, salahkan ibumu. Benarkah yang selama ini
aku dengar tentang kalian berdua?”

Philippa menegang dan dia menatap Mrs Trump

dengan curiga. “Memangnya apa yang kau dengar?“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Kalian memang anakanak yang beruntung,” ujar Mrs Trump, “saat kecil, aku
belum pernah pergi ke perkemahan musim panas. Aku belum pernah ke mana
pun.”

“Ke mana kau ingin pergi, Mrs Trump?” Tanya Philippa, menggodanya sedikit
setelah wanita itu rileks lagi, “kuharap kau dapat pergi ke mana pun.”

“Kalau punya uang? Aku akan ke Roma dan menengok kedua putriku. Mereka
berdua menikah dengan pria Italia.”

“Apa perlu biaya banyak untuk pergi ke Roma?” tanya John.

“Bagi orang seperti aku, biayanya cukup besar, sungguh. Tapi mungkin kelak
aku akan pergi, kalau aku memenangkan lotere.”
“Pasti ada yang menang lotere,” ujar Philippa, yang menyukai Mrs Trump dan
merasa kasihan padanya, “kenapa bukan kau?”

“Mungkin saja, suatu hari,” Mrs Trump mengangkat tatapannya dan satu tangan
ke atas “kuharap.”

Philippa mengerang dan tibatiba terduduk di kursi dapur.

“Kau baik-baik saja, Nak?” tanya Mrs Trump.

Philippa mengangguk. “Aku tidak apa-apa. Hanya saja tadi aku merasa aneh.
Sepertinya aku kehilangan semua tenagaku.” Dia menggeleng-gelengkan kepala.

Mrs Trump mengambilkan Philippa segelas air yang diminumnya sebelum


teringat bahwa dia sangat membenci rasa air New York.

Satu atau dua menit kemudian, ketika merasa dirinya sudah cukup segar,
Philippa mengembuskan napas dan tersenyum. “Aneh. Sekarang aku sudah
merasa sehat lagi.”

“Seperti yang tadi kukatakan. Setelah operasi, kalian seharusnya tidak langsung
bangun dan berkeliaran. Kalian berdua seharusnya berbaring di ranjang. Mau
tambah air?”

“Ugh. Tidak, terima kasih,” jawab Philippa. Mata nya terpaku pada tas Mrs
Trump yang tergeletak membuka di meja dapur dan kotak rokok yang bisa dia
lihat berada hampir di bagian atas. “Tapi kau tahu, yang paling aneh, tibatiba aku
punya keinginan besar untuk…” Philippa ragu untuk melanjutkan ucapannya,
seolah kata itu terlalu buruk untuk diucapkan, dan memang demikian. Dia jijik
pada dirinya sendiri.

Mrs Trump tertawa melengking lalu dengan malu menutupi mulutnya dengan
tangan, terutama giginya yang ompong, karena bisa menebak apa yang Philippa
maksud.

“Kalian selalu mengatakan hal-hal lucu,” katanya.

“Aku tidak bisa menjelaskannya,” ujar Philippa, “maksudku aku benci gagasan
tentang rokok. Kurasa rokok sangat buruk untuk kita. Dan kuharap ibuku tidak
merokok. Hanya saja aku merasakan ketertarikan untuk menyalakan sebatang
saja. Kumohon, Mrs Trump. Boleh kunyalakan sebatang rokokmu?”

Mrs Trump menatap John. “Dia bercanda ya?”

John mengangkat bahu dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Diam-diam dia
berharap Mrs Trump akan mengizinkan, karena dia juga mengalami perasaan
aneh yang sama seperti saudara kembarnya. Gagasan tentang rokok dan - yang
lebih penting - asap serta bara panas kecil yang menyala di ujungnya, sepertinya
begitu menarik dan menguasai dirinya tanpa ada sedikit pun rasa jijik yang
biasanya dirasakan bila melihat ada yang merokok. Dia sepertinya memerlukan
asap dan panas, seolah tubuhnya berpikir bahwa menyalakan rokok akan
memberinya semacam kehangatan sebagai reaksi dari rasa dingin yang terus
dirasakannya.

“Kumohon, Mrs Trump,” desak Philippa, “kumo hon dengan amat-amat sangat.”

“Kau ingin aku dipecat?” Mrs Trump tertawa gugup, “ya Tuhan, aku tidak
pernah mendengar hal-hal sepertiitu. Kau pernah merokok?”

“Tidak,” jawab Philippa, “kurasa aku hanya ter tarik saja.”

“Aku juga,” John mengakui, “dan aku sama sekali tidak tahu alasannya.”

“Itu karena kalian kembar,” sahut Mrs Trump.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

John mengangguk. “Masalahnya,” ujarnya, “sejujur nya, kami hanya main-


main.” Dia menatap penuh arti pada adiknya, ingin membuatnya mengerti, “jadi
silakan saja kau merokok di halaman, seperti yang selalu kau lakukan. Kami
pikir kalau kami bilang ingin merokok, kau akan sangat terkejut dan langsung
berhenti merokok. Benar kan, Phil?”

“Ya,” jawab si adik, mulai paham ke mana pembicaraan ini diarahkan oleh
kakaknya. Karena suatu alas an dia mulai memikirkan cara Winston, anjing
Rottweiler yang semula bernama Neil, menghampiri bila ayah mereka mengisap
cerutu dan mulai meng endus-endusudara. “Itu hanya lelucon jelek. Silakan saja
merokok. Kami tidak ingin merusak kesena-nganmu.”

Mrs Trump mengangguk. Kenyataannya, saat si kembar masuk ke dapur, wanita


itu baru saja akan pergi kehalaman belakang dan merokok, kegiatan yang telah
dia nantikan selama berjam-jam. Dia mengambil kotak rokok Salem-nya dan
pergi ke halaman.

Rencana mereka terbentuk nyaris secara telepati, sikembar mengikuti Mrs


Trump ke halaman dan duduk di sebelah wanita itu di kursi kebun. Mereka
memerhatikandengan intens saat pengurus rumah itu menyalakan rokok lalu
mengembuskan gumpalan asap biru.

“Ke perkemahan musim panas itulah kami harus pergi,” ucap Philippa, “di
Salem*.”

Mrs Trump tampak terkejut. “Tempat yang aneh untuk perkemahan musim
panas,” sahutnya, “maksudku dengan semua sejarahnya itu.”

“Itulah yang kami pikirkan,” timpal John, “kami memainkan drama Arthur
Miller, The Crucible** di sekolah. Dan…,” dia mengendus-endus udara yang
penuh asap, “dan kau benar. Itu bukan tempat

* Kota di inggris ini adalah lokasi persidangan orangorang yang terlibat dalam
ilmu sihir dan eksekusinya pada tahun 1693.

yang ingin kita datangi untuk menikmati perkemahan musim panas.”

“Memang tidak,” kata Mrs Trump, “tetap saja, aku harap akan sangat
menyenangkan bila kalian sudah sampai di sana.”

“Ya,” sahut Philippa, menghirup asap rokok Mrs Trump dalam-dalam lewat
hidungnya yang mengem bang, “hanya saja kami lebih suka pergi ke Eropa.”

Perlahan tatapan Mrs Trump jatuh pada Philippa, seperti kucing mengawasi
seseorang yang makan sepotong ikan lezat.

“Sore yang menyenangkan,” cetus John polos sementara adiknya mengendus


udara dengan menim bulkan suara keras.

“Ya, memang,” sahut Philippa, sementara kakaknya melakukan hal yang sama.

Mrs Trump mengerutkan kening. “Apakah kalian?” Dengan marah dia berdiri,
melempar rokoknya ke jalanan, dan meremukkannya di bawah sepatu ketsnya,
“sejujurnya,” katanya sambil kembali ke dapur, “aku tidak pernah melihat
kejadian seperti itu. Harus kulaporkan kepada Ibu kalian, itulah yang harus aku
lakukan. Untungnya aku bukan jenis orang yang suka berbicara di belakang.
Bahkan tentang dua orang yang pantatnya pantas dipukul.”

Merasa lebih dari sekadar malu, si kembar tetapduduk di halaman, menatap


langit oranye.

“Apakah sejelas itu yang kita lakukan tadi?” Tanya John.

** Drama tentang persidangan penyihir di Massachusetts

“Kurasa begitu. Kalau tidak, dia pasti tidak melihat.”

“Tadi waktu di dapur, beberapa menit lalu, saat kau duduk dan mengerang, kau
kenapa?”

“Entahlah, John,” Philippa berhenti karena berusaha menemukan penggambaran


yang akan memuaskan kakaknya, “seolah-olah sesuatu menarik-narik otakku.
Sesuatu yang sudah lama kulupakan. Yang kuketahui hanyalah tibatiba kupikir
akan sangat menyenangkan jadinya kalau Mrs Trump memenangkan lotere agar
dia bisa pergi menengok putrinya. Tapi tak lama setelah aku mendapat pikiran
itu, tibatiba aku merasa lelah. Sama seperti yang kau rasakan bila habis berlomba
lari.” Dia mengangkat bahu, “kurasa itu hanya berlangsung sesaat. Seakan aku
mau pingsan. Aku rasa.”

“Dan sekarang?”

“Aku merasa baik-baik saja.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Hormon,” sahut John.

“Kenapa bisa begitu?”

“Aku memikirkan ucapanmu tadi, dan aku yakin itulah penyebab semua yang
terjadi pada kita.”

“Mungkin. Entahlah,” Philippa berdiri, mendekap tubuhnya, “ayo. Kita kembali


ke dalam. Aku kedinginan.”

Orangtua mereka masih berbincang di ruang tamu, dan si kembar duduk di


tangga seperti sebelumnya untuk menguping lagi. Menguping dari anak tangga
me rupakan cara yang umum dilakukan seorang anak untuk mengetahui hal-hal
penting

yang memengaruhi hidup mereka. Dan dengan cepat menjadi jelas bagi John dan
Philippa bahwa Mr dan Mrs Gaunt menganggap gigi dan perjalanan mereka ke
perkemahan musim panas di Salem sangatlah penting.

“Ya ampun. Semuanya baik-baik saja,” ujar ayah mereka, “dan kemudian hal ini
harus terjadi.”

“Bukan seolah kau tidak tahu ini akan terjadi,” sahut Mrs Gaunt, “aku sudah
berusaha menjadikan rumah ini normal. Melakukan pengorbanan yang cukup
banyak sebagai wanita. Melepas apa yang kulakukan saat aku bertemu
denganmu.”

Hal ini berita baru bagi si kembar yang tidak pernah berpikir bahwa ibu mereka
pernah melakukan sesuatu kecuali menjadi ibu rumah tangga.

“Aku tahu, aku tahu, jangan kaupikir aku tidak menghargainya, Layla sayang.”

“Tapi aku selalu, selalu, jujur padamu tentang anakanak kita, Edward.”

“Tentu, tentu, hanya saja aku tidak menduga ini terjadi begitu cepat. Maksudku,
demi Tuhan, Layla, apa yang seorang ayah harapkan pada anakanaknya saat
mereka kehilangan gigi bungsunya bahkan sebelum remaja? Usiaku dua puluh
empat tahun saat geraham bungsuku tumbuh. Dua puluh empat tahun.”

“Aku sudah memberitahumu. Proses penuaan dari pihak keluargaku berbeda.”

“Bukankah aku sudah tahu?” seloroh Mister Gaunt, “Lihatlah dirimu, Layla.
Kau tampak hebat. Dan aku, aku kelihatan seperti…, entahlah. Seolah

aku ayahmu, atau apalah.”

“Lebih tua dan sukses,” sahut Mrs Gaunt, “itu yang kusukai dari seorang pria.”

“Oh, sudahlah. Aku kebal pada pujian. Aku punya cermin bercukur yang
memberitahuku keadaan yang sebenarnya setiap pagi. Jadi, apa yang akan terjadi
sekarang?”
“Mereka akan ke Alembic House selama musim panas, seperti yang kita
sepakati. Sebelum mulai terjadi sesuatu.”

“Astaga, Layla, kau membuatnya terdengar seolah hal itu bisa…” Mister Gaunt
membisikkan kata berikutnya sehingga si kembar tak bisa mendengarnya. “…
bila mereka ada di rumah.”

“Tapi masa kau tidak lihat? Itulah kenyataannya. Mungkin mereka belum tahu,
tapi mereka sedang di ambang kebangkitan. Inilah yang kucemaskan. Kita mengi
rim mereka ke Dr. Griggs atau kau harus belajar memerhatikan ucapanmu.
Semua orang juga.”

“Layla, katakan bahwa kau tidak serius,” kata Mister Gaunt, “mereka anakku,
demi Tuhan. Kenapa aku harus menjaga ucapanku?”

“Karena mereka tidak bisa mencegah diri mereka sendiri. Misalnya salah satu
dari mereka marah kepadamu. Lalu apa?”

“Hanya saja yang kau usulkan itu terdengar sangat drastis,” ujar Mister Gaunt,
“Perkemahan ini, Alembic House, maksudku apa itu tempat yang bagus? Seperti
apa si Griggs itu?”

“Edward sayang, tak ada yang perlu dicemaskan, bisa kupastikan itu. Semua ini
demi kebaikan mereka. Tujuan mengirim mereka ke Alembic adalah agar
mereka bisa menentukan parameter tentang apa yang boleh dan tidak boleh
mereka lakukan. William Griggs sangat berpengalaman dalam hal seperti ini,
jauh lebih berpengalaman daripada aku. Kau ingin mereka hidup normal dan
bahagia, kan?” “Tentu saja. Kau tahu itu.”

“Ini sudah cukup,” bisik John, “Kurasa sudah waktunya kita mencari tahu
tentang Alembic House dan si Dr. Griggs ini, kan?”

Philippa mengikuti sang kakak naik ke kamarnya. Setelah duduk di depan


komputer, John mulai menge tik di mesin pencari Internet. Setelah kurang dari
semenit, dia mendapatkan apa yang dia cari.

“Dr. William Griggs, M.D., Psikiater Anak dan Ahli Pediatri. Spesialis dalam
transfi gurasi, transformasi, transmutasi, dan sosialisasi umum anakanak
berbakat. Pemilik Alembic House, Salem, Massachusetts, Klinik dan Sekolah
Musim Panas untuk cendekiawan muda, anak ajaib, dan genii yunior. Apa arti
genii?”

“Bentuk jamak bahasa Latin untuk jenius, bo doh.“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Jadi seperti yang Paman Nimrod katakan dalam mimpi kita. Bukan perkemahan
musim panas, tapi sekolah musim panas. Bagi para jenius.”

“Genii,” Philippa mengerutkan kening, “yang betul genii. Kau memang jenius.”

“Tunggu dulu,” ujar John, “tunggu dulu.”

“Apa?”

“Apa kau tidak melihat kalau ini membuktikan

sesuatu? Kita tidak mungkin tahu kalau itu bukan perkemahan musim panas
sungguhan. Bagaimana kita bisa memimpikan kenyataan itu?” John mengge-
lenggelengkan kepala, “Tidak, itu bukan mimpi.”

Philippa mengangguk. “Ya, aku paham maksudmu. Berarti itu benarbenar


Nimrod yang muncul di hadapan kita.”

“Jadi, begini saja,” ucap John, “ayo kita beritahu mereka. Seperti yang Nimrod
katakan. Bahwa kita ingin ke London. Kalau dia benar tentang sekolah di Salem
itu, ada alasan untuk percaya bahwa dia mungkin benar tentang kita akan
diizinkan ke London.”

Philippa mengernyit. Sebenarnya dia agak khawatir membayangkan mereka


melakukan perjalanan ke London berdua saja, tapi dia tidak ingin John tahu.

“Mungkin kita harus pikirkan lagi. Kita lihat situasi besok pagi.”

John mengangguk. “Ide bagus.” Dia mendorong Philippa dengan lembut ke arah
pintu kamar tidurnya. “Aku akan duduk di sini dan memikirkan kemungkinan
yang sesungguhnya bahwa aku seorang jenius. Aku memang ingin
memenangkan hadiah Nobel.”
5
JERITAN

Keesokan harinya diawali dengan jeritan nyaring.

John melompat turun dari ranjang dan berjingkat-jingkat masuk ke kamar


Philippa. Adiknya sedang duduk di ranjang sambil mengucek-ngucek mata dan
menguap.

“Ada apa?” tanya Philippa, “rasanya aku mendengar jeritan.”

“Kurasa juga begitu,” jawab John. Dia berkaca, hanya untuk memeriksa bahwa
di malam hari jerawatnya tidak kembali dengan penuh dendam; tapi wajahnya
masih halus dan bebas jerawat. “Sungguh melegakan,” ucapnya, “Aku kira aku
hanya bermimpi.”

“Apa? Maksudmu jeritan itu?”

“Bukan. Jerawatku lenyap.”

Mereka turun ke lantai bawah lalu mendapati Ayah dan Ibu mereka sedang
berbisik-bisik di koridor.

“Mungkin itu cuma kebetulan,” ujar Mister Gaunt.

“Kau tahu berapa kemungkinan dari kebetulan macam itu?” tanya Mrs Gaunt,
“sekitar sepuluh juta berbanding satu. Tidak, ini baru awal.”

“Kau terlalu banyak baca buku tentang hal ini.”

“Begitukah? Kurasa tidak.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Lagi pula, bagaimana bisa? Mereka ‘kan belum tahu,” Mister Gaunt berhenti,
“atau mereka sudah

tahu? Tapi, kalau dipikir-pikir, mungkin kau benar. Kurasa agak mencurigakan,
ini terjadi tak lama setelah…” ucapannya terhenti ketika melihat kehadiran si
kembar, “ehm… selamat pagi, anakanak,” katanya gugup.
“Kami mendengar jeritan,” ujar Philippa, “ada apa?”

Mister Gaunt menatap istrinya lalu tersenyum lemah, “Ibu kalian yang akan
menceritakannya. Betul, Sayang? Ayah harus berangkat kerja. Ayah sudah
terlambat. Nah… ehm… jangan nakal, dan usahakan untuk tidak… ehm…
berbuat onar.”

“Apa maksudnya?” tuntut John.

“Tidak ada,” jawab Mister Gaunt, pura-pura polos, “Tak ada maksud apa-apa. Itu
hanyalah ungkapan. Seperti ‘jaga diri kalian’, atau ‘semoga hari kalian
menyenangkan’. Tidak perlu tersinggung. Ayah tidak marah.”

“Welf, tapi kedengarannya sebaliknya,” tukas John, “kurasa agak tidak adil kalau
Ayah mengatakan agar kami berusaha untuk tidak membuat onar. Seolah kami
sering bikin onar.”

Begitu selesai bicara, John berpikir dia mungkin sudah keterlaluan, bicara pada
ayahnya seperti itu. John berharap ayahnya akan melepas kacamata berwarna
pucat lalu memandangnya dengan tatapan paling tajam dan menusuk. Tapi apa
yang terjadi berikutnya jauh lebih mengejutkan.

Mister Gaunt meminta maaf.

“Maaf, John. Maaf, Philippa. Kalian benar. Betapa Ayah tidak berpikir panjang.
Ayah tidak bisa

meminta anak yang bersikap lebih baik dibanding kalian.” Bahkan saat bicara
dia menjejalkan tangan ke saku belakang, menarik keluar dompet uang kertas
seukuran sandwich besar, lalu menarik uang dua ratus dolar. “Ini,” katanya
sambil menyodorkan uang itu pada John, “masing-masing selembar. Belilah
sesuatu yang menyenangkan. Untuk perkemahan musim panas.”

“Edward, kau tidak perlu melakukan itu,” protes Mrs Gaunt, “kau bersikap
paranoid.”

John - yang menganggap bersikap paranoid ter dengar seperti sesuatu yang
sangat menyenangkan jika membuat mereka menerima uang - mengulurkan
tangan untuk mengambil uang itu sebelum ayahnya berubah pikiran. John
terguncang ketika melihat ayahnya bergidik saat mereka bersentuhan, dan keba
hagiaan yang dia rasakan karena mendapat uang tibatiba menguap saat sadar
bahwa ayahnya seperti takut padanya. Saat menangkap tatapan adiknya, John
tahu bahwa Philippa juga melihat ini; dan saat ibu mereka mengikuti Mister
Gaunt menuruni tangga di depan rumah menuju ke pintu limousin yang sudah
menunggu. John mencengkeram lengan Philippa lalu berbisik di telinganya:

“Kau lihat itu?” ujarnya, “kau lihat ayah? Cara dia menatap kita? Kita takkan
pernah punya kesempatan yang lebih baik daripada ini.”

“Untuk apa?”

“Untuk melakukan usulan Nimrod yaitu memberitahu mereka bahwa kita ingin
ke Eropa.” “Entahlah.”

“Kau ingin menghabiskan seluruh musim panas di sekolah bagi para jenius
muda?”

“Genii,” koreksi Philippa, “bentuk jamaknya adalah genii. Kalau memang


jenius, kau pasti ingat itu,” Philippa mengangguk, “baiklah. Ayo kita coba.”

Si kembar mengikuti Ayah mereka ke mobil.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Kami sudah pikir-pikir,” ujar John, “kami tidak ingin ke perkemahan musim
panas itu. Kami sudah memeriksanya di Internet, dan sepertinya tempat di Salem
ini lebih mirip sekolah ketimbang perkemahan musim panas.”

“Apalagi si Griggs seorang psikiater,” tambah Philippa, seolah hal itu membuat
keadaan lebih buruk.

“Yeah. Dia akan memaksa kami minum Ritalin sebelum ayah menyadarinya.”

“Oh, John, itu omong kosong,” ucap Mrs Gaunt, “Dr. Griggs orang baik.
Alembic House tempat yang menyenangkan, untuk anakanak berbakat,”
imbuhnya sambil membelai rambut Philippa, “tempat di mana kau bisa belajar
bersikap positif.”

“Tapi aku tak ingin menjadi anak berbakat,” tukas John, “aku ingin menjadi anak
normal.”
“Lalu apa yang kau inginkan?” tanya Mister Gaunt. John menoleh sekilas pada
adiknya, menghela napas panjang, dan berkata, “Kami ingin ke Eropa.”

“Benar,” ucap Philippa, “kami ingin mengunjungi Paman Nimrod, di London.”

“Berdua saja,” timpal John, “Kami ingin pergi sendiri.”

Mister Gaunt mengerutkan kening dan meng gelenggelengkan kepala. “Sudah


pasti…”

John merasa yakin bahwa kata “tidak boleh” akan terlontar begitu kata “sudah
pasti”, tapi pada detik terakhir Mister Gaunt menangkap tatapan istrinya, dan si
kembar melihat sang ibu menggelengkan kepala, seolah menasihatinya agar
tidak menolak.

Mister Gaunt berhenti dan, bukannya member jawaban negatif, dia malah
tersenyum. Lalu, yang membuat kedua anaknya terkejut, dia mengangguk.
“Sudah pasti,” katanya. “Sudah pasti. Bila itu yang kalian inginkan. Bila mereka
ingin pergi ke London, maka itulah yang harus mereka lakukan. Kau sependapat
kan, Layla?”

“Tentu,” jawab sang istri dengan sabar, seolah si kembar telah menyampaikan
alasan yang paling masuk akal di dunia, “aku tidak melihat ada alasan untuk
menolak. Kalian cukup bertanggung jawab untuk melakukan perjalanan sendiri.
Aku akan menelepon Nimrod dan memberitahukan bahwa kalian ingin ke sana
dan tinggal bersamanya, serta mencari tahu kapan waktu yang luang.”

“Dan akan Ayah suruh sekretaris Ayah pesankan tiket pesawat,” ujar Mister
Gaunt, “kalian mau British Airways kelas menengah?”

John merasakan mulutnya menganga. Dia dan Philippa tak pernah naik pesawat
kecuali di kelas ekonomi. “Kelas menengah?” ujarnya, heran mem bayangkan
kemungkinan itu.

“Baiklah, baiklah. Kelas utama,” ucap Mister

Gaunt, “tidak masalah.”

Melihat wajah ayahnya, John merasa pria itu tak akan menolak jika diberitahu
bahwa ia ingin bergabung dengan sirkus.
“Kelas menengah sudah cukup,” ujar Philippa, “dan terima kasih.”

“Terima kasih banyak, Ayah,” senyum John.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

Mister Gaunt tersenyum ramah, menutup pintu limousin, dan bernapas lega
begitu dia jauh dari anakanaknya, lalu memerintahkan supirnya agar melaju.

Si kembar kembali menaiki anak tangga ke pintu depan, masih melambaikan


tangan ke arah limousin yang menghilang.

Ibu mereka tersenyum sopan. “Apa yang membuat ini terjadi?” tanyanya,
“kalian tidak banyak menyebut Nimrod sebelumnya.”

“Itu bukan salah kami,” sahut Philippa, “Ibu yang jarang menyebut tentang
Paman Nimrod,” dia menggeleng-gelengkan kepala, “aku tidak mengerti. Tapi
dia saudara Ibu.”

“Dulu kami sangat dekat, seperti kalian berdua,” Mrs Gaunt mengangkat bahu,
“tapi kami tumbuh terpisah, itu saja.”

John dan Philippa mengikuti ibu mereka ke dapur di mana Philippa merangkul
pinggang ibunya. “Ibu baik sekali sudah mengizinkan kami ke London.”

Mrs Gaunt tersenyum tegar tapi tampak jelas di mata si kembar kalau ada
sesuatu yang membuatnya sedih.

“Jangan sedih,” ucap Philippa.

“Ibu mana pun akan merasa sedih bila melihat anakanaknya tumbuh besar,” Mrs
Gaunt mengakui, “terjadinya lebih cepat daripada yang Ibu duga, itu saja.
Seperti geraham bungsu itu. Mungkin karena kalian kembar. Tak lama lagi
kalian akan kuliah, dan kemudian meninggalkan rumah,” dia mengangkat bahu,
“itulah kehidupan, Ibu rasa.”

Di dapur, Winston dan Elvis menjauh dari John saat dia berusaha memberi
belaian selamat pagi di telinga mereka.

“Ada apa dengan kalian?” tanya John sambil mengejar anjing-anjing itu
mengelilingi meja dengan tangan terulur ke depan untuk menunjukkan bahwa
dia tidak bermaksud jahat.

Mrs Gaunt menatap kedua Rottweiler itu dengan marah.

“Mulamula Edward, dan sekarang kalian berdua,” katanya. “Ini benarbenar yang
terakhir. Winston? Elvis? Sini.”

Dengan enggan kedua anjing itu menampakkan diri dengan malu-malu di depan
sepatu Jimmy Choo Mrs Gaunt. Wanita itu mengacungkan telunjuknya ke
moncong besar mereka.

“Kalian bersikap sangat konyol,” ujarnya, “tak ada alasan sama sekali bagi
kalian untuk takut pada orang di rumah ini, apalagi pada anakanak ini. Kalau
kalian bersikap nakal lagi, takkan ada makanan dan televise sehari ini. Paham?”

Anjing-anjing itu menyalak berbarengan.

“Sekarang, minta maaf pada John karena sudah bersikap tidak sopan.”

Dengan kepala menunduk malu, kedua anjing itu menghampiri John lalu
menjilat tangannya untuk menunjukkan penyesalan.

“Tidak apa-apa, tidak ada sakit hati,” ujar John. Sebetulnya dia lebih tertarik
pada sesuatu yang ibu nya katakan. Kenapa dia tidak memahaminya sampai
sekarang? Winston dan Elvis benarbenar suka me nonton televisi.

“Di mana Mrs Trump?” tanya Philippa. Bukannya menyiapkan sarapan


anakanak seperti yang biasa dilakukannya, Mrs Trump tidak tampak di mana-
mana.

“Dia di halaman belakang, menghirup udara segar,” jawab Mrs Gaunt.

“Apakah Mrs Trump yang tadi menjerit?” Tanya John.

“Yang pasti Ibu tidak tahu banyak. Tapi sepertinya dia memenangkan New York
Lotto.”

“Apa?” pekik Philippa, “Fantastis. Berapa banyak?”

“Seperti kata Ibu tadi, Ibu tidak yakin. Menurut Ibu masalah ini lebih mirip
misteri. Tapi menurutnya, dia memiliki lotere enam nomor dan percaya dia
mungkin sudah memenangkan jackpot itu.”

John melihat koran tabloid yang biasa Mrs Trump baca tergeletak di meja dapur,
lalu mengambilnya dan mendapatinya sudah terbuka di halaman berisi
nomornomor Mega Million dan perkiraan jumlah jackpot. “Wow,” komentarnya.
“Di sini dikatakan bahwa ada satu pemenang untuk jackpot sebesar 33 juta
dolar.” John memandang

berkeliling dapur dan di sana, di sebelah tas jinjing Mrs Trump, tampaklah
kupon loterenya. Dia ambil lalu memeriksa angkanya. “Luar biasa,” desahnya,
“dia benarbenar memiliki lotere dengan keenam nomor itu.”

“Bukankah itu menyenangkan?” cetus Philippa, “sekarang Mrs Trump bisa ke


Roma untuk mengun jungi putri-putrinya.”

“Itukah yang dia katakan tentang keinginannya?” tanya Mrs Gaunt.

“Ya. Dia bilang dia harap dapat memenangkan lotere karena kelihatannya itu
adalah satusatunya cara yang membuatnya bisa pergi.”

“Ibu mulai memahami apa yang terjadi,” ujar Mrs Gaunt.

“Apa maksud ibu?” tanya Philippa.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Ibu mulai mengerti kenapa ayahmu gusar pagi ini,” jawab Mrs Gaunt dengan
yakin. Melihat kening putrinya berkerut mendengar hal itu, dia menam bahkan,
“maksud Ibu, ayah kalian pasti sedih bila Mrs Trump harus pergi. Karena dia
sudah seperti bagian dari keluarga kita. Maksud Ibu, bisakah kalian
membayangkan seseorang yang memiliki uang 33 juta dolar ingin menjadi
pengurus rumah tangga? Dia mungkin ingin punya pengurus rumah tangga
sendiri karena kini dia kaya-raya.”

Mereka pergi ke kebun dan menemukan Mrs Trump yang sedang mengipas
tubuhnya dengan seko tak benih lupin. Wajahnya bersimbah air mata dan
rahangnya gemetar saat bicara. “Apa yang akan aku lakukan?” gumamnya.
“Uang itu banyak

sekali. Apa yang akan kulakukan?”


“Lakukan?” tanya John seolah tak percaya, “lakukan? Kurasa kau akan
bersenang-senang membelanjakannya. Itulah yang akan kulakukan.”

Aku tak ingin meninggalkan tempat ini, kau tahu,” ucap Mrs Trump sambil
menangis.

“Oh, Mrs Trump, kau pasti tak ingin terus bekerja. Tidak sekarang, setelah kau
punya semua uang itu. Dengan uang sebanyak itu, keadaan menjadi sedikit lebih
mudah bagimu.”

“Tidak, sejak tadi aku duduk di sini memikirkan nya,” isak Mrs Trump, “aku
akan merindukan kalian semua bila melepas pekerjaan ini. Aku tidak punya
banyak teman, kalian tahu. Dan apa yang akan aku lakukan? Pergi berbelanja
sepanjang waktu? Bukan begitu cara orang hidup. Tidak, kalau Anda berkenan,
Mrs Gaunt, aku hanya akan mengambil libur dua minggu. Pergi mengunjungi
anakku. Memberikan sebagian uang itu pada mereka, kurasa. Lalu kembali ke
sini. Kalau boleh.”

“Berliburlah selama yang kau suka, Mrs Trump. Dan jangan memutuskan apa-
apa dulu. Itu saranku. Kau mungkin merasa sangat berbeda dalam satu dua hari
ini. Orang biasanya begitu setelah harapan mereka tibatiba terkabul.”

Sore hari, Mrs Gaunt membujuk Mrs Trump agar mengambil libur beberapa hari
untuk memulihkan diri dari guncangan karena secara mendadak menjadi nyaris
sekaya majikannya.

“Selamat bersenang-senang di perkemahan musim panas,” ujar Mrs Trump pada


John dan Philippa

saat dia hendak pulang ke apartemennya di Jalan Aqueduct di Bronx, “aku tahu
kalian pasti akan menikmati suasana di sana.”

“Kami tidak pergi ke perkemahan musim panas, Mrs Trump,” sahut John.

“Kami akan ke London,” tambah Philippa penuh kemenangan.

“Itu menyenangkan,” ucap Mrs Trump, “kirimi aku kartu pos bila sempat.”

“Pasti,” jawab Philippa, dan berusaha tidak meneteskan air mata saat dia
bertanya-tanya apakah mereka akan bertemu lagi.
MENGHILANGNYA PASANGAN BARSTOOL

Beberapa hari kemudian Mrs Gaunt mengantar John dan Philippa ke Bandara
John F. Kennedy, New York, untuk mengejar penerbangan pada pukul sem bilan
malam ke London. Dia membantu si kembar memeriksa barang bawaan mereka,
dan kemudian mengawal hingga ke ruang tunggu keberangkatan maskapai
British Airways.

“Siapa tahu kalian merasakan akan ada serangan claustrophobia,” ujar Mrs
Gaunt, “ini obat yang akan membuat kalian merasa lebih tenang, Anakanak.”
Dia memberi Philippa botol kecil ungu dengan tutup ulir emas, “Minumlah
sebutir setiap empat jam.”

“Terima kasih, Bu,” ucap Philippa sambil mengembuskan napas lega. Dia sudah
yakin kalau ibunya akan memberi pil itu sebagaimana beberapa perjalanan
sebelumnya. Obat anW-ciaustrophobia itu telah dilarutkan dalam minuman, atau
dihaluskan bersama sesendok the selai. Tapi karena ini adalah kali pertamanya
mereka berpergian tanpa orangtua, maka ini juga menjadi kali pertama mereka
dipercayakan menangani obat-obatan mereka sendiri.

“Kalian akan sampai di London sekitar jam sete ngah delapan pagi,” kata Mrs
Gaunt sambil menye

rahkan kedua tiket kepada John, “Nimrod akan men jemput kalian.”

Mrs Gaunt membungkuk untuk memeluk anakanaknya, “Selamat jalan,


Anakanak,” katanya sambil terisak, “Ibu akan sangat merindukan kalian. London
dan Nimrod mungkin akan kelihatan agak aneh pada mulanya. Tapi apa pun
yang terjadi, cobalah mengingat bahwa Ayah dan Ibu sangat menyayangi kalian.
Dan semua yang kami lakukan adalah demi kebaikan kalian.” Dia mengambil
saputangan dari tas kulit buaya Kelly Hermes, lalu mengusap sudut matanya
yang tampak berkaca-kaca, “Selamat jalan.”

Kemudian Mrs Gaunt pergi.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Setelah menunggu, yang terasa seperti sudah bertahun-tahun, akhirnya seorang


pramugari datang untuk mengantar si kembar ke pesawat. Itu adalah isyarat bagi
mereka untuk meminum pil anti claustro phobia. John mengamati pil perak itu di
telapak tangannya dengan tatapan ingin tahu, “Apakah aku harus menelan atau
membuang lapisan luarnya.”
“Pil ini memang kelihatan indah, ya?” ujar Philippa. Dia pun menelannya, “kau
tidak minum, John?”

“Aku akan tunggu sampai kita sudah di pesawat. Siapa tahu kau mati akibat obat
itu.”

Sesampainya di pesawat, John berkeringat dingin. Hal itu karena anggapannya


sendiri bahwa naik pesawat sama seperti menghabiskan waktu tujuh atau
delapan jam di dalam pipa metal besar.

“Kelihatannya kecil sekali di dalam sini,” ucapnya

saat menemukan nomor tempat duduk mereka. “Sepertiberada di dalam mesin


pengisap debu. Kau tidak keberatan kalau aku duduk di dekat jendela, Phil? Aku
merasa seperti terkurung. Aduh, sesak. Bagaimana kau bisa mendapatkan lebih
banyak udara di dalam benda ini? Apakah orang itu harus menutup pintunya
sekarang?”

“Minum pilnya,” perintah Philippa kalem.

Tanpa membantah, John menelan pil perak itu. Efeknya nyaris seperti keajaiban.
Seketika itu juga sinar hangat mulai menyebar dari tenggorokan dan dada hingga
dalam perutnya. Juga kepala dan bagian tubuh lainnya. Seakan sesuatu telah
memutar saklar, membuatnya merasa lebih rileks dan tenang meng hadapi
keadaan sekelilingnya. John berpikir bahwa seseorang boleh-boleh saja
mengurung diri di dalam botol, tapi dia sudah tidak merasa berkeberatan sama
sekali.

Dua puluh menit kemudian mereka sudah di udara.

Minuman disajikan bersamaan dengan hadirnya hiburan in-fl ight. Kedua anak
kembar itu sudah menunggununggu untuk menonton semua fi Im yang tidak
boleh ditonton kalau bepergian bersama orangtua mereka. John tidak tidur
semalaman. Dia menonton dua setengah fi Im yang tidak sepatutnya ditonton
berturut-turut tanpa jeda. Tapi Philippa lain lagi, setelah fi Im pertama, dia
langsung tertidur.

Gadis itu terjaga karena pesawat berguncang keras. Seolah mereka berada di
dalam bus yang
melaju di jalan berlubang. Pesawat itu bergetar mengerikan seperti menunggang
kuda-kudaan di arena pekan raya murahan. Sementara di luar jendela, sayap-
sayap pesawat berguncang naik turun seperti papan lompat di atas kolam renang.
Merasa kembali gelisah karena terkurung suasana pesawat itu. Philippa pun
menelan satu pilnya lagi, yang terasa seperti mencicipi daging pesta barbekyu.
Sambil mencuri dengar, dia juga coba melihat ke arah pasangan suami-istri di
seberang lorong. Mereka terlihat bergandengan tangan dan benarbenar gemetar.
Jelas sekali bahwa pasangan itu tidak menikmati penerbangan ke London ini.

“Oh, Tuhanku,” seru si wanita dari pasangan itu. Dia berbadan besar,
mengenakan topi bisbol dan poncoberwarna cerah, “ini mengerikan. Oh, Tuhan.
Apakah pesawat memang harus berguncang seperti ini? Rasanya seperti mau
terbelah. Otis? Kalau kita berhasil melewati malam ini, berjanjilah padaku kalau
kita tidak akan terbang lagi. Kecuali untuk pulang kembali ke Amerika Serikat.”

Otis adalah lelaki bertubuh lebih besar dari wanita itu. Dia memandang Philippa
dan tersenyum lemah, seolah - bahkan dalam ketakutannya - dia berharap bisa
menghibur orang lain. Ini sudah cukup untuk membuat Philippa merasa bahwa
dia menyukai dan merasa sangat kasihan pada Otis. Pria itu terceguk sedikit,
menelan ludah dengan rasa tidak nyaman, seolah berusaha mengendalikan
keinginan untuk muntah, menutup mulut dengan satu tangannya yang gemuk.
Dia pun berkata,

“Apakah kau baik-baik saja, Gadis kecil?”

Philippa mengangguk. “Baik,” jawabnya.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Aku kagum pada keberanianmu, Nona muda. Sungguh. Aku berharap bisa
kembali ke Poughkeepsie. Aku tak malu memberitahumu. Kuharap aku pulang
ke rumah.” Poughkeepsie, sebagaimana yang diketahui semua orang, adalah
sebuah kota kecil, dengan populasi 30.000, di dekat New York dan terkenal
karena pabrik bohlamnya.

Philippa membalas senyum Otis dengan cara yang simpatik. Jelaslah kalau pria
malang itu sedang ketakutan.

“Kami akan pergi ke London,” ucap Otis.

Philippa menahan keinginannya untuk berkata bahwa semua orang di pesawat


itu akan pergi ke London. “Dunia memang sempit,” begitulah yang pada
akhirnya dikatakan Philippa, “kami juga akan ke sana.”

“Tapi sekarang? Kami harap kami kembali ke Poughkeepsie,” balas Otis.

“Perjalanan ini memang kurang mulus,” Philippa mengakui.

“Yah, senang berbicara denganmu, Gadis kecil. Aku juga punya seorang putri
yang sudah dewasa. Tapi jangan takut berteriak kalau kau butuh sesuatu. Akan
kulihat apa yang bisa kulakukan untuk membantu.”

“Terima kasih banyak.” Philippa beranggapan Otis mungkin pria tersopan yang
pernah dia temui.

Tak lama setelah itu Philippa tertidur.

Philippa tak tahu berapa lama ia tertidur tapi

saat dibangunkan - dengan kasar pikirnya - oleh seorang pramugari, John sedang
menonton fi Im tentang kera yang bisa bicara. Pramugari itu tampak khawatir.

“Kau melihat pasangan di seberang lorong?” Wanita itu menunjuk ke arah dua
tempat duduk di mana pasangan dari Poughkeepsie tadi duduk sebelumnya.

“Maksud Anda Otis dan istrinya?”

“Benar. Otis Barstool dan istrinya, Melody.”

“Ya, aku melihat mereka. Aku berbicara dengan Otis. Dia baik. Agak ketakutan
pada turbulensi udara, tapi menyenangkan.

“Kau tahu di mana mereka sekarang? Apakah mungkin mereka sedang


bersembunyi?”

“Bersembunyi?” Kalau Philippa heran, itu karena dia yakin hanya ada sedikit
tempat di mana seorang anak seperti dirinya bisa bersembunyi di pesawat
Boeing 747, apalagi dua orang sebesar Otis dan Melody Barstool. Philippa
mungkin bisa memanjat ke dalam loker di atas kepala, tapi Otis tidak, begitu
juga Melody. Selain toilet dan lemari mantel, Philippa tak tahu harus member
saran apa kepada pramugari untuk mencari pasangan yang menghilang itu. Lagi
pula, menurut Philippa, Otis bukanlah tipe orang yang merepotkan seperti
bersembunyi di pesawat transatlantik karena bukankah lelaki itu sudah memiliki
tiket penumpang pesawat. “Kenapa mereka harus bersembunyi?”

Pilot pesawat muncul di belakang si pramugari.

“Kami berharap kau mungkin bisa memberitahu

alasannya,” ujar si pramugari, “Karena sepertinya kau orang terakhir yang


bercakap-cakap dengannya. Begini, Philippa, mereka tidak ada di tempat duduk
mereka, dan kapten sudah memasang tanda untuk mengenakan sabuk pengaman.
Tak lama lagi kita akan mendarat di London, dan pada kenyataannya, kami
sudah memeriksa seluruh ruang pesawat, tapi mereka tak ditemukan. Kami
bahkan memeriksa ruang bagasi.”

Pilot pesawat itu duduk berjongkok di sebelah tempat duduk Philippa, tersenyum
ramah, “Kami memiliki catatan tentang siapa yang naik pesawat ini dan di mana
mereka duduk, jadi tidak ada yang bisa pergi begitu saja. Mereka pasti
bersembunyi di suatu tempat. Satusatunya pertanyaan adalah di mana dan
kenapa? Mungkin kau tahu alasannya, agar kami tahu di mana mereka.” Dia
mengangkat bahu. “Ini persoalan serius, kehilangan penumpang pada saat
penerbangan. Sangat serius. Ada bermacammacam peraturan yang dimaksudkan
untuk mencegah hal-hal seperti ini terjadi. Kalau ada sesuatu yang terpikir
olehmu, sesuatu yang mungkin bisa membantu kami menemukan mereka, apa
saja, kami akan sangat berterima kasih.”

Philippa menggeleng-gelengkan kepala. Dia terlalu bingung untuk menjawab.


“Maaf. Aku tidak bisa memikirkan apa pun. Hanya saja sepertinya dia sangat
tidak suka terbang.”

“Anda sudah menghitung semua penumpang?” Tanya John.

“Tentu saja,” jawab pilot itu dengan sabar,

“empat ratus sembilan puluh orang naik pesawat ini di bandara JFK. Sekarang
hanya ada 488 orang menurut perhitungan kami.” “Ups.” John menyeringai.

Pilot pesawat dan si pramugari itu mengangguk lelah dan berjalan menjauh
dengan tampang lebih cemas daripada sebelumnya.
“Menurutmu apa yang mungkin terjadi pada mereka?” tanya Philippa.

“Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa terjun keluar memakai parasut dan
menutup pintu di bela kang mereka,” ucap John. “Takkan bisa kecuali mereka
punya kaki tangan di pesawat. Tapi kalau begitu si pilot akan tahu bahwa pintu
pesawat telah dibuka. Kita semua akan tahu. Jadi kurasa hanya ada satu
kemungkinan.”

“Apa itu?“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Well, kau membaca tentang orangorang yang menghilang dari kapal. Seperti
kapal Marie Celeste. Segitiga Bermuda, hal semacam itu. Mungkin kejadian ini
serupa. Mungkin mereka dibawa naik ke pesawat ruang angkasa.”

“Aku senang sekali kau tidak mengatakan itu pada pilot tadi,” ujar Philippa.

Si kembar menatap ke tempat duduk kosong yang sebelumnya ditumpangi Otis


dan Melody, seolah kedua penumpang yang hilang itu mungkin bisa saja
kembali setiap saat.

“Kuharap mereka akan muncul,” desah Philippa. “Otis pria baik. Kuharap
kejadian ini tidak merusak liburan mereka.”

“Dengar,” ujar John, “bila mereka benarbenar muncul, berarti aku benar. Mereka
akan menegaskan perkataanku, catat itu. Bahwa makhluk luar angkasa telah men
culik mereka.”

“Makhluk luar angkasa?” dengus Philippa, “ber henti bicara soal makhluk luar
angkasa. Teori itu benarbenar sulit dipercaya sampaisampai aku heran
bagaimana kau bisa menjadi saudara kembarku.”

“Pernah baca buku Sherlock Holmes?” Philippa menggeleng.

“Mungkin kau ingat sesuatu yang pernah dia katakan.”

“Yang mana?”

“Bila kita sudah menyingkirkan hal-hal yang tidak mungkin, apa pun yang
tersisa, meskipun sangat sulit dipercaya, pastilah itu kebenaran.” John
mengangguk. “Mereka sudah menggeledah pesawat ini dari atas ke bawah.
Berarti pasangan itu tak ada di pesawat. Begitu itu kau akui, maka menurutku
kau dihadapkan pada hal yang tidak mungkin, entah kau suka atau tidak.”
7
NIMROD

Setelah melewati gerbang kedatangan di Bandara Heathrow, London, si kembar


khawatir tidak bisa mengenali paman mereka yang tengah berada dalam
kerumunan para penjemput. Untunglah Paman Nim rod mengenakan setelan dan
dasi merah dengan bintang-bintang emas sebagaimana yang dikenakannya di
dalam mimpi mereka. Dengan pakaian seperti itu, dia terlihat mencolok
bagaikan sebuah strowberi merah di atas sponge cake biasa. Sekarang, setelah
bertemu lagi, mereka melihat bahwa Nimrod terlihat lebih mengerikan
ketimbang sebelumnya. Seolaholah pamannya itu benarbenar menjadi bagian
dari pertunjukan drama Inggris karya William Shakespeare yang bercerita
tentang seorang Raja lalim yang ahli berpidato. Saat Nimrod melihat kedua
keponakannya, suaranya yang berat menggema hingga terdengar ke seluruh
terminal, seakan dia menggunakan mikrofon - bukannya cerutu seukuran
teleskop kecil yang berada di mulutnya.

“Oh, pelita hatiku, akhirnya kalian datang juga,” ujarnya, nyaris tidak peduli
kalau semua orang mendengar teriakannya. Bahkan, di sebuah toko buku di sisi
lain terminal yang berjarak sekitar lima belas meter jauhnya, dua orang gadis
menoleh karena mengira sedang diajak bicara. “Astaga,

kalian sudah bertambah besar. Kalian tampak lebih tinggi dibanding saat kita
terakhir bertemu.”

“Tiga koma delapan-satu senti sejak geraham bungsu kami dicabut,” ungkap
John bangga.

“Tiga koma delapan-satu senti, ya? Well, aku tidak heran. Di New York segala
sesuatunya mengesankan, bukan? Gedung, mobil, sandwich, orang-orangnya,
dan semuanya. Lalu mengapa kalian harus jadi penge cualian?” Setelah
memasukkan cerutu besarnya ke mulut, jari Nimrod pun -yang banyak
mengenakan cincin emas - mencengkeram kereta dorong yang mengangkut tas si
kembar.

“Hanya ini barang kalian? Kalau kalian anak dari adik perempuanku, pastinya
kalian akan datang dengan sedikitnya setengah lusin tas setiap orangnya.”
“Memang cuma itu,” sahut John.

“Ini saja? Kalau begitu, ayo kita cari Groanin dan mobilnya.”

Kedua anak itu mengikuti Nimrod mendorong kereta barang bawaan itu keluar.
Saat menghirup udara segar Bandara Heathrow, mereka menguap lebar bagaikan
seekor kucing. Waktu itu pukul tujuh tiga puluh pagi, dan mereka agak
menggigil saat pagi musim panas Inggris membekukan tulang.

“Tadi kau bilang sejak terakhir kita bertemu?” selidik Philippa, “yang kau
maksud saat kami masih bayi, atau dalam mimpi yang kami dapat minggu lalu di
mana kau muncul di hadapan kami?”

“Begitukah?” Nimrod tersenyum.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Kau memakai setelan itu,” timpal John, “dan kau

bilang kau membutuhkan bantuan kami.”

“Semua ada saatnya,” ujar Nimrod, “semua ada saatnya. Sayangnya kita sangat
jarang bertemu selama sepuluh tahun terakhir ini.”

“Ibu tidak bilang alasannya,” kata Philippa menyelidiki.

“Apa? Tidak sama sekali?”

“Tidak sedikit pun,” jawab Philippa.

Wajah Nimrod berkerut. “Begitukah? Kurasa memang begitulah ibu kalian,” ujar
Nimrod, “dia tidak pernah senang membicarakan keadaan kita ini.”

“Keadaan apa?” tanya John.

“Kita cari dulu mobilnya, OK? Oh, kita bertiga akan mendapat petualangan yang
sangat seru. Ini akan menjadi musim panas yang hebat. Sejak kalian lahir, aku
sangat berharap semua ini akan terjadi.” Meskipun masih pagi sekali, Nimrod
tampak sangat bersemangat bagaikan sebotol soda yang menyemburkan busa
setelah dikocok, “walau mungkin saja pada akhirnya hubungan kita memiliki sisi
yang berbahaya. Tapi petualangan sejati memang seharusnya ada unsur risiko,
lagi pula, satusatunya cara agar kita menjadi lebih tegar, tentunya lewat kesulitan
dan penderitaan, benar kan? Nah, mana Groanin dan mobilnya?”

Nimrod memicingkan mata saat melihat deretan mobil-mobil. Hal itu menjadi
kesempatan bagi John dan Philippa untuk bertukar tatapan keheranan. Apa
maksud Paman Nimrod dengan kata “berbahaya”?

“Masalahnya, aku pergi dengan memakai kacamata yang salah,” keluh Nimrod.

John melihat sebuah Rolls-Royce besar warna merah hati dan perak, yang
diparkir sekitar 46 meter jauhnya. Di sebelah mobil itu ada seorang pria tengah
melambailambaikan tangan dengan bersemangat ke arah mereka.

“Mobil yang di sana itu?” tanya John, mengarahkan tatapan Nimrod pada Rolls-
Royce tersebut.

“Aha, itu dia,” gelegar Nimrod, lalu mulai berjalan ke arah mobil, “tentunya ini
tepat pada waktunya.”

Saat sudah dekat, mereka melihat bahwa sopirnya yaitu pria tinggi dan gempal
seperti mayat yang berpakaian abu-abu dan topi berujung lancip di kepalanya
yang botak. Orang itu ternyata hanya memiliki satu lengan. Si kembar
menganggap hal itulah yang paling menarik, bukankah mengemudikan mobil
apa saja, apalagi Roll-Royce, memerlukan dua buah tangan?

“Ini Mister Groanin,” Nimrod memperkenalkan.

Mister Groanin menggeramkan sapaan dan mulai memasukkan tas-tas ke bagasi


mobil besar itu.

“Seorang polisi lalu-lintas memaksa saya parkir di sini, Sir,” jelas Groanin
dengan suara yang lebih cocok menjadi milik seorang pengusaha. “Saya katakan,
saya dipaksa melaju, Sir. Itu membuat saya memutuskan untuk berkeliling saja
sampai saya melihat Anda semua di sini. Maaf atas ketidaknyamanan ini.”

“Kau selalu punya alasan yang bagus, Groanin,” sindir Nimrod seraya menunjuk
ke kursi belakang pada si kembar.

“Terima kasih, Sir.”

“Seperti yang kalian lihat, Anakanak,” ujar Nim rod, “Mister Groanin bukannya
tidak menunjukkan sikap respek, dia memang hanya punya satu tangan. Kalian
mungkin berpikir itu mungkin adalah nasib buruk, tapi bagi Mister Groanin itu
bukan penghalang untuk menjadi pengemudi yang hebat. Dan bisa aku yakinkan
bahwa kita akan sangat aman bila dia yang mengemudi.”

“Terima kasih, Sir. Anda memang baik sekali.” “Sesuatu, yang juga mungkin
kalian lihat,” tambah Nimrod sambil menunjuk gagang kemudi yang dipasangi
tombol besar, “mobil ini telah dimo-difi kasi secara khusus agar memudahkan
orang bertangan satu mengemudikannya.”

Akhirnya mereka melaju ke rumah Nimrod di London. Nimrod membakar


kembali cerutu lalu mengembuskan gumpalan asap biru raksasa yang membuat
si kembar nyaris mengira knalpot bocor dan asapnya bercampur dengan asap
cerutu. Semakin banyak asap yang mengalir dari cuping hidung Nimrod yang
mengembang. Tibatiba Nimrod menyadari kalau si kembar mulai menaruh minat
pada cerutunya. Mulamula Nimrod memandang sekilas ke cerutunya, lalu
kepada si kembar dengan gaya orang yang berpikir mungkin dia telah membuat
kesalahan konyol.

“Ya ampun, aku lupa,” ucapnya, “kalian orang Amerika, ya? Maaf, ya. Tidak
terpikir olehku kalau kalian mungkin tidak menyukai cerutuku.”

“Kami tak berkeberatan mencium aroma cerutu,” ujar Philippa.

“Kurasa kau dapatkan hal itu dari ibumu. Dulu dia sangat suka pada cerutu
bagus.”

“Ibu? Paman pasti bercanda.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Oh tidak. Ibu kalian memang penggemar berat cerutu.”

Sementara Nimrod berbicara dengan fasih tentang tema yang disukainya, Rolls-
Royce itu meluncur mulus membelah jalan-jalan kota London seperti karpet
ajaib beratap. Philippa memandang keluar lewat jendela untuk mendapatkan
pemandangan pertamanya atas kota itu. London sepertinya jauh lebih luas
ketimbang New York. Pikiran pertamanya saat melihat gedung-gedung kota itu
adalah rasa lega, karena dia tidak perlu menaiki deretan tangga yang berjumlah
banyak. Dia menyukai semua taman-taman kecil yang terlihat, aneka pohon, dan
hampir bersorak saat kali pertama dia melihat bus berwarna merah dan taksi
berwarna hitam.
John lebih tertarik pada mobil itu ketimbang kota London. Dia belum pernah
naik Rolls-Royce dan -dengan jok kulit warna merah, karpet tebal, serta meja
walnut - mobil itu mengingatkannya pada ruang kerja ayahnya: Begitu tenang,
bahkan saat bergerak.

“Aku suka mobilmu, Paman,” ucap John.

“Kau baik sekali, Anakku,” kata Nimrod, “kualitasnya bertahan bahkan setelah
harga dan perusahaan yang memproduksinya telah dilupakan. Aku beli mobil ini
dari seorang sutradara. Dia menjualnya lantaran istrinya sembuh dari buta warna

dan mengamuk saat melihat ternyata mobil ini berwarna merah. Malang bagi si
suami, dia harus menjualnya kepadaku.”

“Apa semua orang Inggris bicara seperti Paman?” tanya John.

“Jelas tidak. Bahasa Inggris terbaik diucapkan oleh orang Belanda dan Jerman.
Orang Inggris sendiri berbicara dalam susunan bahasa seperti bubur-kentang
yang sangat halus, tidak memiliki awal dan akhir yang jelas. Hanya seperti
kotoran tebal yang mereka tuang di atas piringmu lalu mereka berharap kau
mengerti. Terutama di utara Inggris. Bahasa di sana sangat tidak berbentuk.”

Mister Groanin menggerutu lirih, seolah-olah dia tahu bahwa kalimat itu
ditujukan untuk memprovokasi dirinya.

Paman Nimrod bertempat tinggal di Stanhope Terrace nomor 7, setelah


Bayswater Road dan sangat dekat ke Kensington Gardens, lokasi yang dia tunjuk
melalui jendela mobil.

“Ada patung Peter Pan di dalam sana,” imbuhnya dengan nada sangat menghina,
“Bocah yang Tak Mau Tumbuh Besar. Jangan pernah percaya pada bocah yang
senang menjadi bocah. Itu sama anehnya dengan orang tidak suka daging,
cokelat, kebun binatang, sirkus, taman hiburan, mobil balap, atau hari ulang
tahun. Kalian tahu apa sebutan bagi anakanak yang tidak menyukai hal-hal
seperti itu?”

Philippa berpikir sejenak. “Bodoh?”

“Hampir benar, tapi belum tepat. Bayi. Itulah sebutannya. Bayi.” Wajah Nimrod
mengernyit jijik,
“Susu, susu, dan susu, cuma itu yang mereka pikirkan. Aku tidak tahan pada
makhluk seperti itu. Aku bisa mual hanya karena memikirkan makhluk kecil
botak itu. Serakah, egois, ketakutan yang luar biasa.”

“Tapi paman kan pernah menjadi bayi,” tegur Philippa yang memang menyukai
bayi, “benar, kan?”

“Jangan ingatkan aku,” Nimrod tampak bergidik, “seluruh pengalaman itu terus
menghantui setiap lamunan kosongku, seperti hantu Banquo yang tak diundang.”

“Maksud Paman, kau ingat saat menjadi bayi?” “Ya. Setiap piring bubur bayi.
Setiap popok basah.”

“Bagaimana mungkin?“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Itulah kejanggalan keluarga kita. Saat bertambah tua, kita mulai ingat semua
yang mengerikan di masa kecil kita. Pada hari kematiannya, kakekku
memberitahu bahwa dia baru saja ingat pada momen kelahiran dirinya. Bahkan,
menurutku, kenangan itulah yang membunuh kakek.” “Menjijikkan.”

“Kurasa begitu,” Nimrod menyetujui, “menjijik kan, sangat menjijikkan.”

Philippa tersenyum ramah pada pamannya, tapi di saat yang sama dia bertanya-
tanya apakah ketidaksuka an pada anakanak yang menjadi alasan mengapa ia
dan John tidak pernah bertemu dengan Pamannya semasa mereka kecil?

Rolls-Royce itu menepi di luar gedung putih yang tinggi dan besar dengan
bagian luar atap dibatasi

dinding rendah dan banyak menara membuatnya mirip benteng kecil yang baru
dicat. Nimrod mempersilakan mereka masuk ke tempat tinggalnya yang hebat.

“Selamat datang di rumahku,” ujarnya, “masuklah dengan bebas dan pastikan


kalian tinggalkan sedikit keriangan yang kalian bawa ke dalamnya.”

John dan Philippa, yang tidak terbiasa dengan formalitas seperti itu, berjanji
akan memenuhi per mintaan itu.

Rumah itu tampak jauh lebih besar di bagian dalam dan sangat sepi, mengingat
jalanan yang sibuk hanya beberapa meter jauhnya. Rumah itu merupakan
campuran gaya yang aneh. Bagian tertua dari rumah itu tampak sangat kuno
dengan dinding berlapis kayu, permadani gantung usang, papan lantai kayu
hitam, dan perapian batu Prancis yang berhiaskan ukiran kepala-kepala yang
disebut Nimrod sebagai dewa-dewi Romawi. Sementara dalam menara yang
setengah lagi terbuat dari kayu.

Di sebagian besar ruangan ada beberapa artefak Mesir, berbagai patung binatang
dari perunggu, trofi - trofi berburu, dan telur burung unta. Semua kursi dan sofa
dilapisi kain warna merah, yang sepertinya adalah warna favorit Nimrod. Api
dinyalakan di hampir setiap perapian. Kaki-kaki lilin fantastis dan tempat lilin
perak raksasa - yang beberapa di antaranya dipasangi lusinan lilin lebah -
membuat suasana di rumah itu terasa seperti petang bahkan pada pertengahan
pagi. Hampir semua lukisan adalah lukisan orang telanjang, tapi Philippa
berpikir

bahwa hanya beberapa yang tampak menarik, karena banyak dari model itu
seharusnya mengurangi berat badan sebelum dilukis. Di tempat lain, gudang
tembakau dengan dekorasi berlebihan, yang dipenuhi cerutu pilihan, berdesakan
dengan barang pecah-belah yang bagus, pemantik rokok antik, dan lampu
minyak Romawi atau Etruria kuno.

Perpustakaan dengan beberapa ratus koleksi buku di dalamnya adalah tempat


favorit Nimrod, dia tampak betah di sana. Meja kayu-hitam besar dengan kaki
singa dan kursi berlapis emas, terlihat menonjol untuk memenuhi ruangan. Kata
Nimrod, itu milik Raja Sulaiman.

“Apakah itu, hmm, sangat berharga?” tanya John.

“Berharga? Maksudmu dalam nilai uang?”

“Iya. Maksudku Raja Sulaiman kaya-raya, kan?”

“Kesalahpahaman yang umum,” sindir Nimrod.

“Tapi bukankah dia mempunyai tambang berlian sendiri?” tanya Philippa.

“Ya,” John mengiyakan, “tambang Raja Sulaiman. Pasti… kau pernah


mendengar tentang itu.”

Nimrod membuka laci meja, mengambil lalu meletakkan sebuah buku besar di
meja. “Bacalah!” perintahnya pada John dengan gaya mengesankan.

“Aku tidak bisa. Buku itu menggunakan tulisan kuno yang aneh.”

“Benar. Aku lupa kalau kalian belum mendapat banyak pendidikan. Begini, Raja
Sulaiman punya semua jenis masalah dengan rakyatnya. Dia mencatat semua
kekesalannya pada rakyatnya. Dan, karena memiliki selera humor yang tinggi,
Raja itu

memberi judul bukunya Big Book of Moans [Buku Keluhan Besar]. Kau
mengerti? Itu mungkin akibat dari salah terjemah, atau seseorang salah paham
atas suatu hal, sehingga sebenarnya tidak ada Big Book of Maine [Buku
Tambang Emas Besar], yang ada adalah Buku Keluhan [moans]. Keluhan Raja
Sulaiman.”

Nimrod menggerak-gerakkan jari telunjuknya yang besar ke arah si kembar.


“Kalian akan belajar banyak hal menarik selama bersamaku. Juga hal-hal
berguna, bukan segala yang diajarkan di sekolah. Itulah masalahnya dengan
sekolah sekarang. Yang mereka pedulikan hanya uang dan hasil ujian.
Menghasilkan lebih banyak bankir investasi dan akuntan, seakan dunia butuh
lebih banyak orang seperti itu. Turuti nasihatku. Beri dirimu pendidikan.”

“Oh ya, aku jadi ingat,” ujarnya, “aku ada hadiah untuk kalian.” Nimrod berjalan
menuju rak bukunya, memilih dua buku yang dijilid dengan indah, lalu
menyerahkan masing-masing satu pada kedua anak itu. “Ini salah satu buku
terhebat yang pernah ditulis. Kisah Seribu Satu Maiam. Dongeng yang
digunakan Putri Scheherazade untuk menghibur seorang Sultan jahat yang
mengancam akan membunuhnya dan istri-istri lainnya jika jadi bosan pada
kisah-kisah si Putri. Bacalah dengan cepat dan katakan pendapat kalian.”

“Baca dengan cepat?” tanya John sambil membolak-balik halaman buku itu,
“tapi buku ini lebih dari seribu halaman. Seribu satu tepatnya. Butuh waktu
setahun untuk membaca buku ini. Mungkin

sepanjang tahun berikutnya juga.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Philippa menaruh buku bersampul kulit yang berat itu di telapak salah satu
tangannya. Dia sedang berusaha menebak beratnya. Dia lebih suka membaca
daripadaJohn, tapi dia, yang sudah pernah membaca buku Oliver Twist karangan
Charles Dickens, juga ketakutan ketika melihat buku tebal itu diberikan
kepadanya.

“Beratnya mungkin sekitar 2,27 kilogram,” kata nya, “kalau tertidur saat baca
buku ini, kau berisiko mendapat luka serius.”

“Tapi, aku harap kalian membacanya,” tandas Nimrod, “dan sekarang mari
kutunjukkan kamar kalian.”

Si kembar mendapati bahwa mereka telah ditempatkan di menara tua, di dalam


dua ruangan besar persegi tujuh yang dipisahkan oleh kamar mandi Art Deco
yang

dipenuh dengan batu akik dan perunggu Rusia.

“Kalian akan sangat nyaman di kamar-kamar ini,” ujar Paman Nimrod, “aku
yakin itu. Tapi kalau kalian memutuskan untuk menjelajah, ingat bahwa rumah
ini sudah sangat tua. Terutama bagian ini. Ingat bahwa kita berada di Inggris,
dan Inggris bukanlah Amerika. Cara kami tidak sama dengan cara kalian, dan
kalian mungkin mendapati hal-hal yang tampak sedikit aneh.” Dia menggeleng-
gelengkan kepala, “kalau sesuatu yang tidak lazim benarbenar terjadi, usahakan
agar tidak menjadi ketakutan. Rumah ini cukup ramah.”

John dan Philippa tersenyum gagah dan berusaha agar tidak terlihat takut,
walaupun perkataan pamannya terdengar agak menakutkan.

“Agar kalian betah,” dia melanjutkan seraya menggiring mereka ke ruang duduk
kecil berisi sofa dan televisi. Setelah mengambil remote control dan
menghidupkan tel evisi ukuran kecil, dia menambah kan, “aku telah menyiapkan
televisi agar kalian bisa bersantai sendirian.

Aku sendiri tidak butuh televisi. Tapi aku percaya anakanak sekarang nyaris
mustahil hidup tanpa benda yang satu ini.”

“Hei, lihat!” John menunjuk ke arah televisi, karena di layar ada foto Otis dan
Melody Barstool, keduanya dari Poughkeepsie di New York, “cepat,” teriak John
kepada pamannya, “kencangkan lagi suaranya. Kami benarbenar harus
menontonnya.”

“Oh, ampun,” seru Nimrod. “Aku tidak sangka kalau kecanduan kalian sudah
sangat kronis.”
“Ini pasti tentang pasangan penumpang yang duduk di sebelah kami saat di
pesawat. Mereka lenyap saat penerbangan.”

“Benarkah, astaga!” seru Nimrod. Dia tersenyum kecil aneh lalu duduk di
sebelah si kembar di sofa. “Menarik sekali. Aku suka misteri yang seru.”

“Pencarian ekstensif pada pesawat di udara dan di London tak memberi petunjuk
sedikit pun tentang keberadaan pasangan ini,” ujar pembaca berita stasiun
televise BBC. “Polisi disiagakan di London dan New York karena kekhawatiran
yang bertambah atas kesela matan pasangan yang berumur tujuh puluhan itu.
Lalu, tadi pagi, pasangan itu muncul dalam keadaan selamat dan sehat di
kampung halaman mereka di Poughkeepsie, tampaknya mereka sendiri tidak
bisa menjelaskan menghilangnya diri mereka. Banyak saksi mengklaim telah
melihat pasangan Barstool di pesawat Boeing 747 British Airways, dan sudah
bicara pada mereka saat penerbangan.”

“Dan,” ucap Nimrod, “mereka duduk di sebelah mu, katamu?”

“Ya,” jawab Philippa.

“Kami baru selesai melahap hidangan di pesawat,” kata Otis Barstool pada
seorang reporter. “Aku makan bistik, dan Melody menyantap ayam. Tak seorang
pun dari kami yang minum alkohol. Aku baru bersandar untuk membaca buku
saat kami merasakan guncangan pesawat yang sangat buruk ini. Sebelumnya
kami memang jarang terbang dan aku jujur saja, kami berdua menjadi sangat
gelisah.”

Nimrod tertawa. “Benarbenar gelisah,” ulangnya, meniru aksen Otis Barstool


dengan sempurna.

“Kami berdua mulai berharap, berdoa bahwa kami pulang ke rumah. Selanjutnya
yang aku tahu, kami telah duduk di sofa di ruang duduk kami seolah-olah kami
tidak pernah pergi. Selama beberapa saat kami hanya duduk di sana, berusaha
berpikir apa yang mungkin telah terjadi. Akhirnya kami menyimpulkan bahwa
kami telah mengalami semacam gangguan jiwa, atau bahkan memimpikan
semua itu. Tapi kemudian sheriff membunyikan bel pintu kami, dan kurasa
kalian semuatahu sisa ceritanya. Aku pernah mendengar tentang maskapai

penerbangan yang kehilangan tas, tapi ini pertama kalinya aku mendengar
maskapai penerbangan kehilangan dua penumpang. Bahkan, British Airways
tidak kehilangan tas-tas kami. Tas-tas itu ada di London sekarang, terjadi begitu
saja.”

“Menurut Anda, ada kemungkinan doa Anda dikabulkan?” tanya si reporter.TXT


BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Aku rasa inilah satusatunya penjelasan yang tepat,” Melody Barstool mengakui.

“Kalian punya rencana untuk mengambil tindakan hukum terhadap British


Airways?” tanya si reporter.

“Kami sudah bicara pada seorang pengacara. Tapi dia memberitahu kami bahwa
kenyataan tentang kami berdua percaya kekuatan doalah yang membuat kami
terlempar keluar dari pesawat bisa memengaruhi setiap tuntutan yang kami
ajukan pada maskapai itu. Tampaknya, maskapai penerbangan tidak bertanggung
jawab secara hukum bila sesuatu seperti itu terjadi. ‘Perbuatan Tuhan’, begitu
mereka menyebutnya.”

Nimrod mencondongkan tubuh ke arah John, matanya bersinar-sinar dengan


sorot curiga. “Katakan padaku, Anak muda, apakah adikmu selalu begitu
impulsif? Kurang ahli dan ad hoc?”

“Dia memang aneh,” tawa John, yang tidak tahu sama sekali apa arti ad
hoc.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Otis Barstool pasti telah mengatakan sesuatu padamu, Philippa,” tawa Nimrod,
“sehingga kau mem buat pria malang itu menghilang seperti itu.” Dia tertawa
terbahakbahak yang menggema ke seluruh

ruangan. “Aku jadi tahu kalau aku harus berhati-hati sekali dengan apa yang
kukatakan pada kalian, Nak, karena kalau tidak, aku bisa berakhir seperti
pasangan Barstool.”

Philippa tersenyum sambil berusaha memahami lelucon itu. “Tertawalah


sesukamu,” sahutnya. “Tapi mereka benarbenar pasangan tua yang sangat baik,
dan aku senang sekali mereka baik-baik saja.”

“Kusalahkan kejadian itu pada ayamnya,” celetuk John. “Hidangan di pesawat


itu. Terasa tidak enak di lidahku.”
“Itu hanya karena kau juga makan bistik,” tukas Philippa.

“Omongomong soal makanan,” celetuk Nimrod, “apakah ada di antara kalian


yang merasa lapar?”

“Kelaparan,” John mengakui.

“Bagus. Kalau begitu aku akan buatkan sarapan Inggris yang lezat. Ini sangat
mirip sarapan Amerika, dengan tiga variasi lokal ini: Telur mata sapi diletakkan
di sisi timur piring sebagai kebalikan dari barat, bacon harus terasa seperti
daging dan bukannya lapisan kulit kering, dan tomatnya harus disajikan
serampangan, karena kalau tidak seluruhnya dibatalkan.”

Seusai sarapan, yang selezat janji Nim-rod, Philippa kembali pada subjek
tentang pasangan Barstool.

“Bagaimana bisa dua orang tua menghilang dari dalam pesawat yang sedang ada
di udara?” dia bertanya. “Maksudku, pasti ada kekeliruan. Hal seperti itu tidak
terjadi begitu saja.”

“Tapi hal itu terjadi,” timpal Nimrod. “Kalau laporan berita televisi itu yang kita
percayai.” Dia terkekeh dan menyalakan sebatang cerutu. “Ya, benar, mulai
sekarang, kita semua harus berhati-hati pada apa yang kita harapkan.”

“Apa maksudnya?” tanya Philippa.

Nimrod berdiri. “Aku bilang, ‘kita harus mencuci piring’. Mister Groanin sudah
punya cukup banyak tugas untuk dilakukan di rumah ini tanpa kita bertiga
ditambahkan untuk menjadi bebannya. Dan kalau kita meninggalkan piring-
piring ini untuknya, dia akanmengeluh seharian. Menjadi pelayan bertangan satu
tidak membuat Groanin merasa sepadan dengan tugas manapun yang wajib dia
lakukan. Groanin sesuai dengan namanya dan tukang mengeluh sesuai dengan
sifatnya, itulah yang selalu kukatakan.”

Setelah selesai mencuci piring, mereka kembali ke perpustakaan untuk


menghangatkan diri di depan perapian. Nimrod menyalakan sebatang cerutu
lagi, dan Philippa melihatlihat sebagian dari banyak buku di rak dan melihat ada
beberapa lusin buku tentang permainan dengan kartu dan bentuk lain judi yang
ditulis oleh seorang pria bernama Hoyle, dan satu set berisi lima puluh volume
buku bersampul kulit dari sesuatu yang berjudul The Baghdad Rules.
“Apa The Baghdad Rules ini?” tanya Philippa.

“Itu aturan protokol,” jawab Nimrod samar. “Di susun di Baghdad, pada zaman
dulu. Begini, kalau kalian tidak ada kegiatan yang lebih seru siang ini, cobalah
membaca satu atau dua bab buku Kisah

Seribu Satu Malam yang kuberikan. Lalu kita akan punya sesuatu untuk dibahas
saat makan malam nanti, setuju? Dan setelah kalian membacanya, akan
kujelaskan pada kalian kenyataankenyataan hidup. Tentang bagaimana kalian
bisa sampai ke sini.”

John dan Philippa langsung ngeri.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Ehm… begini,” ucap John, “kami sudah tahu semua hal tentang bagaimana
bayi dibuat. Tidak usah repotrepot.”

“Bukan, bukan kenyataan hidup yang itu,” dengus Nimrod. “Yang aku bicarakan
adalah sesuatu yang jauh lebih menarik daripada bagaimana seorang bayi
mengerikan dibuat.”

“Apa yang bisa lebih menarik daripada itu?” goda Philippa, komentar yang
menimbulkan tatapan mencela dan sedih dari pamannya.

“Aku bicara tentang bagaimana kalian bisa berada di London sini. Tentang
bagaimana orangtua kalian tidak sanggup melaksanakan tugas yang bertentangan
dengan keinginan kalian untuk menghabiskan musim panas bersamaku dan
bukannya pergi ke Alembic House. Tentang bagaimana aku masuk ke mimpi
kalian saat kalian berada di bawah pengaruh obat bius. Tentang siapa dan apa
kalian. Tentang keberuntungan dan bagaimana cara kerjanya. Dan tentang misi
penting yang mengharuskan kalian berada di sini sekarang. Kenyataankenyataan
hidup yang seperti itu.”

Nimrod akan mengatakan hal lain lagi tapi dia justru menguap. “Ya ampun,”
katanya. “Maaf. Aku

tidak terbiasa memulai kegiatan seawal ini pada pagi hari. Kurasa aku perlu tidur
siang. Dan kusarankan kalian melakukan hal yang sama.” Dia mengangkat satu
tangan saat berjalan ke arah pintu perpustakaan. “Kita akan bertemu saat makan
malam, saat semuanya akan dijelaskan pada kalian.”
MISTER RAKSHASAS

Saat John bangun awal sore itu, sejenak dia menatap langit-langit yang dilukisi
awan dan petir. Saat melihat itu, John dikuasai perasaan bahwa hujan akan turun
atau gempa akan segera terjadi. Setengah jam berlalu seperti itu. Setelah merasa
bosan, John duduk di ranjang, lalu mulai membaca buku yang di berikan
pamannya. Ternyata di dalamnya ada kejutan, padahal dia hanya bermaksud
untuk melihatnya sekilas.

Kisah Seribu Satu Malam bukanlah kisah tunggal tapi kumpulan kaleidoskop.
Kisah itu diceritakan oleh Putri Scheherazade, seorang wanita muda pemberani.
Dia beranggapan bahwa seni bercerita adalah alat untuk bertahan hidup. Kisah
itu menceritakan tentang para Raja dan Putri, Jin yang berpengaruh, keajaiban
semu, penipu cerdas, saudagar rakus, dan pencuri cerdik. Beberapa dari cerita itu
- seperti Sinbad, Ali Baba dan Empat Puluh Orang Penyamun, dan Aladdin -
tentunya tak asing bagi John. Tapi yang paling menarik adalah bagaimana
sebuah cerita mun cul dari dalam cerita lain, seperti teka-teki Cina. Sesaat
kemudian buku itu pun memikatnya dengan cara yang tidak pernah dilakukan
oleh buku mana saja sebelumnya. Mustahil bagi John untuk berhenti membaca
sampai dia berhasil menamatkannya. Dia menyadari betapa

menakjubkan buku ini. Selama sisa hidupnya, dia tidak melupakan hari di mana
dia untuk pertama kali membuka buku yang menakjubkan tersebut.

Hal menarik dari Kisah Seribu Satu Malam yang diberikan Paman Nimrod
adalah keanehan fi sik bukunya. Misalnya, John sadar bahwa mustahil menandai
batas bacanya dengan melipat sudutnya. Sekali atau dua kali, tanda lipatan itu
entah bagaimana, ketika dia melihatnya lagi, menjadi lurus dengan sendirinya.
Alasan lainnya, buku itu sepertinya bisa menerangi dirinya sendiri, karena saat
hari berlalu menjadi petang, John mendapati kalau dia bisa membacanya tanpa
cahaya lampu. Bahkan, dia bisa membacanya dalam keadaan yang hampir
gelapgulita di dalam selimut yang menutupi kepala tanpa bantuan senter.

Bagaimanapun, bagi John, hal itu sama luar biasanya dengan dirinya yang
seumur hidupnya tak pernah membaca buku dengan cara seperti itu. Rasa senang
yang luar biasa lainnya adalah kecepatan membaca yang dia dapati saat dirinya
membalik halaman-halaman buku yang sehalus-sutra. Matanya bagaikan terbang
melintasi tiap-tiap kata. Sebelumnya, dia mungkin butuh waktu dua atau tiga
menit untuk membaca satu halaman, sekarang dia hanya membutuhkan waktu
seper-sepuluhnya. Sehingga buku dengan ketebalan 1001 halaman itu hanya
diselesaikan dalam waktu kurang dari enam jam. Begitu membalik halaman
terakhir, John merasa sangat bangga pada dirinya sendiri. Dia pun berlari ke
kamar Philippa untuk menyom-bongkan diri tentang prestasinya. Namun
ternyata Philippa juga sudah menamatkan buku itu sedikitnya satu jam lebih
cepat.

“Ada hal aneh yang terjadi sini,” John berkata, menahan kejengkelannya pada
Philippa.

Philippa - yang memang gemar membaca - pun tertawa.

“Kapan kau pernah menghabiskan waktu sepanjang sore dengan membaca


buku?” tanya Philippa, “eh, tunggu dulu, kau memang pernah melakukannya
sewaktu ayah menjanjikan lima puluh dolar bila kau membaca The Call of the
Wild karya Jack London.”

“Memang aku pantas bila mendapatkan setiap sen dari lima puluh dolar itu,”
kata John, “itu adalah buku paling membosankan yang pernah kubaca. Lagi pula,
kau tahu apa yang sebetulnya aku bicarakan.”

Philippa tersenyum. “Oh ya, John,” katanya, “aku sudah menunggumu agar bisa
mengadakan eksperimen di hadapan seorang saksi.”

“Eksperimen apa?“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Seperti ini,” jawab Philippa. Dia meraih buku Kisah Seribu Satu Malamnya,
lalu melemparnya ke perapian.

“Hei,” seru John, “kau sudah gila?”

“Kurasa begitu,” sahut Philippa penuh kemenangan seraya menunjuk buku itu
yang tetap berada di atas bara panas tanpa terbakar, “buku aneh yang tidak
terbakar, benar kan?”

Mereka menunggu selama beberapa menit, memerhatikan saat buku itu secara
nyata kebal dari lahapan api. John pun mengambil penjepit arang, memindahkan
buku itu dari api, dan menaruhnya di lantai sebelum menyentuhnya dengan
sangat hati-hati.
“Tidak ada tanda hangus terbakar sedikit pun,” katanya sambil membuka buku
itu dan membalik-balik halamannya, “coba kau pegang! Bahkan tidak terasa
panas.”

Philippa menyentuh buku yang terasa sejuk di ujung jarinya. “Terbuat dari apa
buku ini?” tanyanya. “Kenapa tidak kita tanya pada Paman Nim rod?”

Di sebuah tangga, mereka agak kaget saat bertemu seorang pria sedang naik ke
atas. Orang itu tinggi, kurus, bertampang seram dengan janggut putih, me
ngenakan sorban putih dan mantel panjang putih. Ketika melihat si kembar, pria
itu menangkupkan tangan lalu membungkuk saat berpapasan. Orang itu lalu
melanjutkan perjalanannya sebelum membuka pintu tipuan di dinding yang
berwarna perak, dan menutupnya kembali.

John mengembuskan napas gugup. “Menurutmu siapa itu?” tanyanya.

“Tenang,” kata Philippa, “mungkin dia teman Nimrod. Dia tersenyum, kan?”

“Apakah kau tidak menganggap aneh kalau orang pertama yang kita temui
setelah membaca Kisah Seribu Satu Malam adalah pria yang kelihatan persis
seperti seorang tokoh dalam buku itu? Sepertinya dia adalah Jin.”

“Jin? Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu?” Philippa tertawa, dia tidak
mengambang keluar dari botol. Dia berjalan naik tangga.”

“Dia memakai sorban.”

“Sekarang ini, tidak setiap orang yang memakai sorban punya kekuatan sihir,”
Philippa mengangkat bahu, “tapi, tetap saja, mungkin kau harus berhati-hati dan
meminta tiga permohonan padanya.”

“Kalau pun dia bukan Jin,” sahut John, “kurasa Nimrod harus menjelaskan
semua ini.”

Mereka menemukan Nimrod di ruang makan, di mana meja telah diatur dengan
selusin hidangan beraneka ragam. Ada angsa panggang, separuh daging rusa,
kaki domba, sayur-sayuran, keju, buah-buahan, anggur, dan Coca Cola. Nimrod
juga sepertinya menunggu kedatangan mereka karena hanya ada tiga kursi. Dia
pun sudah mengiris-iris daging angsa tadi.
“Ah, datang juga kalian,” ucap Nimrod hangat, “kalian datang tepat waktu untuk
makan malam. Silakan ambil sendiri.”

Dia membungkam rentetan pertanyaan pertama kedua anak itu dengan telapak
tangannya. Setidaknya selama beberapa menit, semua pikiran untuk
menginterogasi Nimrod tentang berbagai kejadian aneh atau pria tak dikenal
tadi, telah terlupakan. Setidaknya si kembar menyadari betapa laparnya mereka.
Mereka segera duduk

dan menumpuk makanan pada piring masing-masing.

“Kami baru saja melihat pria bertampang aneh yang berpakaian serba putih,”
ujar Philippa seraya

menjejalkan ham ke mulut, “dia juga memakai sor ban.”

“Apakah dia hantu?” tanya John.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Hantu? Oh bukan, tidak ada hantu di rumah ini. Makhluk jelek itu tidak akan
berani. Tidak, itu bukan hantu. Itu Mister Rakshasas. Dia berasal dari India. Dan
dia akan segera bergabung dengan kita. Aku yakin kalian sudah membuatnya
sangat ketakutan.”

“Kami membuatnya takut?” John mengerutkan kening, “bagaimana dengan


kami? Dialah yang mem buat kami ketakutan setengah mati.”

“Mister Rakshasas akan sangat gusar mendengar kau bilang begitu, John. Dia
sebetulnya tipe orang yang sangat pemalu. Tak akan tega menakut-nakuti
walaupun itu hanyalah angsa,” Nimrod ragu-ragu sejenak lalu memasukkan
seluruh dada angsa ke dalam mulutnya, “bukan karena ada gunanya menakut-
nakuti angsa ini, karena toh sudah mati. Tapi kurasa kalian paham.”

“John terlalu membesar-besarkan,” kata Philippa, “Mister Rakshasas tidak


terlalu menakutkan. Tapi dia memang kelihatan agak misterius.”

“Sabar, sabar,” bujuk Nimrod, “sudah kubilang aku akan beritahu, dan itu akan
kulakukan.”

Mister Groanin masuk ke ruangan itu sambil membawa cake yang sangat besar
di tangannya.
“Tapi, astaga,” ujar Nimrod, “aku sudah bersusahpayah menyiapkan hidangan
ini…,”

Mister Groanin mendengus penuh penghina-an dan meletakkan kue itu di atas
meja. “Bersusahpayah, katanya,” dia bergumam, “itu menggelikan.”

“- jadi kupikir setidaknya yang bisa kau lakukan adalah menyibukkan diri
sampai pesta ini selesai. Hai, Groanin! Apa yang kau katakan tadi tentang
bersusahpayah?”

“Tidak ada, Sir. Hanya itu?”

“Ya, ya,” Nimrod menusuk seiiris besar daging dan meletakkan di piringnya
yang sudah penuh, “nah, sekarang kalian jangan bicara sampai kita benarbenar
kenyang.”

Tiga puluh menit kemudian, Nimrod membuka kancing jas merahnya, melihat
waktu di arloji emasnya, lalu menuang lagi segelas besar anggur Burgundy,
menyalakan cerutu yang sangat besar, dan kemudian bersandar di kursi
berlengan yang berderit. “Oh, pesta yang meriah.”

“Luar biasa,” John sependapat.

Ada ketukan di pintu. Mister Rakshasas memasuki ruang makan dan


membungkuk sopan.

“Seratus ribu salam untuk saudara lampu ini,” ucapnya, “semoga semua
permintaan kalian, kecuali satu, dikabulkan sehingga kalian masih punya sesuatu
untuk diperjuangkan. Dan semoga hari terburuk pada masa depan kalian tidak
lebih buruk daripada hari paling bahagia pada masa lalu kalian.”

Yang membuat John dan Philippa heran, Mister Rakshasas berbicara dengan
aksen Irlandia. Melihat alis si kembar terangkat, Nimrod merasa berkewajiban
untuk memberi penjelasan kilat. “Selama bertahun-tahun, Mister Rakshasas
hidup sendiri, dan mempela jari semua bahasa Inggrisnya dari televisi Irlandia.”

Mister Rakshasas mengangguk serius. “Semoga musuh Irlandia tidak makan roti
atau minum wiski, tapi tetap terserang rasa gatal tanpa bisa menggaruk.”

Setelah melihatnya lagi, dan dalam cahaya yang lebih terang, Si kembar
menyadari bahwa Mister Rakshasas tidak terlihat menyeramkan sama sekali.
Pria itu mengenakan jubah putih panjang yang dikan cingkan sampai ke leher,
pantalon putih, sepatu kets putih, dan sorban putih dengan sebutir kecil mutiara
putih yang menggantung tepat di atas dahinya. Janggut panjang yang kasar dan
kumis yang seputih sorbannya, melengkapi glamor penampilannya yang tidak
lazim. Mata cokelatnya ramah, dan tersenyum, tapi tetap saja Philippa
merasakan bahwa mata itu menyembunyikan tragedi besar yang pernah dialami
Mister Rakshasas. Dia duduk di rangka penutup perapian yang berlapis kulit,
begitu dekat sehingga dalam pandangan si kembar, dia bisa saja terjilati api.
Mister Rakshasas menghangatkan tangannya yang panjang dan kurus di atas api
selama beberapa menit sebelum akhirnya menyalakan pipa.

“Seperti biasa, kedatanganmu tepat waktu, Mister Rakshasas,” ujar Nimrod,


“aku baru saja akan member hadiah kepada keponakanku ini atas bakat mereka.”

Jantung John melompat-lompat di dalam dadanya seperti seekor ikan salmon


liar. Hadiah, padahal bukanulang tahunnya. Tapi Philippa punya gagasan yang
lebih bagus tentang bentuk hadiah yang

dimaksudkan pamannya itu, dan segera mulai khawatir lagi, karena ini berarti
dia ditakdirkan untuk menjadi semacam orang eksentrik yang kutu buku.

Sebuah jam besar yang berdetak dengan irama selayaknya pisau yang mengetuk-
ngetuk dawai piano, tibatiba berhenti. Keheningan pun tercipta. Hal itu
sepertinya menimbulkan kesadaran bagi si kembar bahwa entah mengapa
kehidupan lama mereka telah berakhir, kehidupan baru pun segera dimulai.

“Sekarang,” kata Nimrod, “aku yang akan bicara dan kalian hanya boleh
mendengarkan. Ada banyak hal yang perlu kalian pahami. Mungkin sebaiknya
aku mulai dari awal, bukankah begitu, Mister Rakshasas?”

“Ya,” pria itu menjawab lambat-lambat di antara kepulan pipanya, “mungkin


diceritakan seluruhnya saja. Seperti fakta bahwa seorang wanita Tyrone tidak
akan membeli kelinci tanpa kepala lantaran takut kalau itu adalah kucing.”

“Semua yang akan kuceritakan ini adalah benar,” ujar Nimrod, “bukankah ada
banyak hal yang akan kalian anggap menakjubkan, sulit dipercaya? Aku minta
kalian memercayai dan menyingkirkan sejenak nonton fi Im fantasi yang terlalu
berlebihan.” Nimrod mengembuskan cerutunya sambil merenung. Sebuah
gumpalan asap besar keluar dari mulutnya, “nah, sebagaimana yang akan
dikatakan oleh orang bijak atau penyihir mana pun, ada tiga jenis makhluk
dengan kecerdasan yang lebih tinggi

di alam semesta. Ada malaikat, yang terbuat dari cahaya lalu ada manusia, yang
terbuat dari tanah. Aku yakin kalian semua sudah melihat acara pemakaman di
televise ketika si pendeta berkhotbah, ‘Tanah menjadi tanah; abu menjadi abu;
debu menjadi debu,’ dan seterusnya dan seterusnya. Itulah manusia yang
sebenarnya. Tanah, atau karbon kalau kalian ingin bersikap ilmiah. Tanah dan air
kalau kalian ingin benarbenar bersikap ilmiah. Tapi, untuk tujuan perbincangan
ini, kita tidak melibatkan manusia. Tidak, kita tertarik pada makhluk dengan
kecerdasan lebih tinggi yang terakhir. Makhluk ini adalah Jin. Jin adalah cara
yang tepat untuk menggambarkan apa yang dikenal secara kasar sebagai genie.
Kuharap tak seorang pun anggota keluargaku akan menggunakan kata seperti
genie. Itu adalah kata untuk pantomim dan film-film animasi, bukan untuk
orangorang seperti kita. Kata yang benar adalah Jin, dan Jin terbuat dari api. Va,
api.” Nimrod mengembuskan asap cerutu lagi seolah untuk membuktikan
maksudnya.

“Apakah ini lelucon?” tanya Philippa.

“Bisa kuyakinkan kalau aku benarbenar serius,” ujar Nimrod, “nah, Jin memiliki
banyak suku. Kita bisa menghabiskan waktu semalaman untuk menjelaskan hal
ini, bukankah begitu, Mister Rakshasas?”

“Oh, benar.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Tapi kalian, aku, ibumu, dan Mister Rakshasas ini cukup beruntung menjadi Jin
dari suku yang paling terkenal. Suku Marid. Jumlah kita paling sedikit, tapi
kitalah Jin yang terkuat.

“Nah, sekarang,” tawa Nimrod, “aku sudah bilang. Bisa dibilang Jin telah keluar
dari botol. Tak perlu diragukan lagi kalau kalian pernah mendengar tentang
ungkapan tadi. Aku yakin kalian menyangka itu bisa berlaku pada diri kalian
yang masih muda. Nah, aku di sini untuk meyakinkan kalian bahwa itulah yang
terjadi. Karena kalian adalah anakanak lampu.”

JIN

“Maksud paman, kami adalah Jin, seperti dalam Kisah Seribu Satu Malam?”
tanya John, “seperti seorang pria dalam kisah itu yang menemukan lampu atau
botol dan membebaskan Jinnya?”

Nimrod mengangguk.

“Kau pasti bercanda,” komentar Philippa.

“Aku tahu, memang agak sulit dipercaya,” sahut Nimrod.

“Benar,” kata John.

“Tapi kalau kalian memikirkan beberapa hal aneh yang kalian alami pastinya
sejak geraham bungsu kalian dicabut. Mau tidak mau kalian terpaksa mengakui
kemungkinan penjelasannya juga.”

Nimrod mengamati cerutunya sebelum mengembalikan ke mulut, menghisapnya


lalu mengembuskan asap yang membentuk lingkaran cincin ukuran besar. Sesaat
cincin asap itu mengambil bentuk seperti paviliun yang mengapung persis apa
yang pernah dilihat si kembar dalam mimpi mereka di ruang pencabutan
geraham bungsu.

“Contohnya,” lanjut Nimrod, “apakah tidak aneh kalau aku tahu tentang mimpi
kalian sewaktu dalam pengaruh obat bius? Tentang bagaimana kita bertemu di
Paviliun Kerajaan Brighton. Bahwa ada seorang wanita yang memainkan
dulcimer. Bahwa kita bermain dadu? Bahwa John menghasilkan

lemparan tiga angka enam, Philippa empat, dan bersama-sama, kalian pun
menghasilkan lemparan lima angka enam. Kalau itu adalah mimpi, lalu
bagaimana aku tahu semua itu?”

“Jadi apa itu kalau bukan mimpi?” tanya John.

“Cukup mudah, aku pergi ke New York, meninggalkan tubuhku di Hotel Carlyle
di Madison Avenue, dan rohku yang ke rumah sakit tempat kalian mencabut
gigi, dan masuk ke tubuh kalian. Yang dimaksudkan dengan roh adalah
bayangan di dalam jasmaniku.”

“Wow.”

“Selama kalian dalam pengaruh obat bius, aku mengambil alih pikiran kalian.
Menanamkan beberapa pengalaman yang kalian ingat dengan sangat jelas. Dan
mengusulkan agar kalian harus memberitahu orangtua kalau kalian harus ke
London.”

“Dan kenapa begitu, mengapa mereka langsung setuju?”

“Manusia dan Jin bertambah tua dalam kecepatan yang berbeda,” jelas Nimrod,
“menjadi Jin bermula dari geraham bungsunya tumbuh dan dicabut. Pada
manusia, geraham bungsu atau gigi naga yaitu sebutan yang lebih disukai Jin,
tidak mempunyai tujuan nyata. Tapi bagi kita para Jin, gigigigi itu ada karena
alasan yang baik. Gigi itu adalah pertanda kalau kekuatan kita siap digunakan.
Begitu gigi naga kita dicabut, kehidupan kita yang sesungguhnya sebagai Jin
telah bisa dimulai.” Asap cerutu Nimrod yang berikutnya mengambil bentuk
gedung-gedung New York. “Begitu

gigi naga itu diambil, orangtua kalian tak berani mencegah kalian.”

“Sikap bijaksana bagi para Jin dimulai di sini,” celetuk Mister Rakshasas.

Tapi Philippa masih menggelengkan kepala.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

Paman Nimrod menatap Mister Rakshasas lalu menggeleng-gelengkan kepala.


Kelihatannya dia agak jengkel. “Ini lebih sulit dari yang kuduga,” ujarnya,
“tunggu, baru terpikir olehku.” Dia menjentikkan jari pada John dan Philippa,
“kalian pernah terserang claustrophobia?”

Mereka berpandangan dan kemudian mengangguk bersamaan.

“Aha,” ujarnya, dan mengembuskan gulungan asap berbentuk seperti lampu


minyak, “itu akibat sebagian besar dari kita mendapati diri kita terjebak dalam
lampu dan botol oleh orangorang pandai yang untungnya jumlah mereka makin
sedikit. Karena itulah kita harus meminum pil arang untuk menjaga agar bagian
dalam tubuh kita tetap hangat, dan mencegah agar kita tidak panik pada saat
terkurung di suatu tempat. Bila merasa hangat, Jin akan menjadi tenang dan
rileks. Bukankah begitu, Mister Rakshasas?”

“Penasihat terbaik bagi kucing adalah dirinya sendiri, cukup benar,” jawab
Mister Rakshasas.

“Itu pil yang ibu berikan pada kami, ya?” tanya John, yang lebih siap diyakinkan
kalau dia adalah Jin disbanding saudara kembarnya.

“Kurasa begitu. Seperti yang kukatakan tadi, Jin terbuat dari api, jadi kalian akan
menemukan kalau

semua sumber panas akan membantu membuat kalian tetap tenang.”

Philippa melirik gelisah pada Mister Rakshasas yang duduk di lantai perapian.
Dia menghisap pipa nya, dan itu cukup mencerminkan betapa mudah
menganggap pria itu sebagai sesuatu yang terbuat dari api; kalau berada lebih
dekat dengan api itu, dia pasti akan terbakar.

“Hal pertama yang Jin lakukan setelah dia dilepaskan dari lampu atau botol,
dengan bantuan oksigen di atmosfer bumi, adalah berubah menjadi asap,” lanjut
Nimrod, “api unggun, panggangan, lilin, pil arang, bahkan rokok aneh itu,
semuanya membantu.”

“Tapi bukankah merokok tidak baik untuk kita?” John mengajukan keberatan.

“Memang sangat buruk buat manusia. Ya, tapi tidak semuanya juga buruk untuk
Jin. Kau akan mendapati kalau manusia berusaha melakukan banyak hal yang
bisa kita lakukan, biasanya dengan konsekuensi yang mencelakakan. Butuh
waktu lama, tapi akhirnya kami berhasil menyampaikan pesan ke alam manusia,
kalau merokok tidak baik untuk mereka.”

“Seandainya semua ini benar,” kata John yang tampak tidak yakin seraya melirik
pada saudaranya, “dan aku tidak mengatakan kalau itulah pikiranku, apakah
menjadi Jin berarti aku bisa memberi manusia tiga buah permintaan, dan hal-hal
semacam itu?”

“Akhirnya kalian mulai mengerti. Tapi yang harus

kalian pahami, Anak muda, Jin adalah penjaga semua keberuntungan di alam
semesta. Mereka adalah penjaga dan pelindung kecenderungan khayalan atau
yang dikenal dengan nama kesempatan. Terjadinya peristiwa kebetulan, yang
disukai atau tidak disukai, demi kepentingan manusia. Pendeknya, kesempatan,
sebagai pemicu keberhasilan atau kegagalan, terwujud sebagai kekuatan fi sik di
alam semesta, yang bisa dikendalikan secara tersendiri oleh Jin. Kalian akan bisa
mengabulkan tiga permintaan kalau sudah memahami cara dan alasannya. Tapi
sampai saat itu tiba, sampai kekuatan Jin kalian tumbuh sedikit lebih kuat, itu
adalah sesuatu yang bisa dilakukan oleh pikiran bawah sadar kalian.”

“Maksud Paman, seperti kalau kita memimpi ka-nnya?” tanya Philippa.

“Tepat sekali,” jawab Nimrod.

“Itu mungkin menjelaskan kejadian Mr dan Mrs Barstool di pesawat,” kata


Philippa, “aku rasa.”

“Sekarang kau mengerti,” Nimrod menyetujui, “salah seorang dari mereka pasti
telah menggunakan kata harap, dan kau yakin kau menyukai orang itu.”

Asap cerutu yang dihembuskan berikutnya terlihat seperti pesawat Boeing 747.

“Dia berkata kalau dia berharap dapat pulang ke rumah,” kata Philippa, “aku
merasa kasihan padanya.”

“Itu dia. Masalah klasik dari apa yang kita, para Jin, menyebutnya sebagai
pemenuhan harapan di

bawah sadar. Kau mungkin tertidur sambil memikirkan betapa menyenangkan


kalau Mister Barstool yang malang mendapatkan apa yang dia inginkan.”

“Itu benar,” Philippa mengerucutkan bibirnya dan tampak berpikir, “dalam


mimpi kami, dengan beranggapan sejenak kalau itu benarbenar adalah kau,
apakah ada kaitannya antara alasanmu meminta kami melemparkan dadu dan
keberuntungan?”

“Ya. Aku ingin menguji kemampuan kalian saat ini untuk memengaruhi
kesempatan. Dan yang terjadi, bila digabungkan, kemampuan kalian menjadi
hebat. Bila kalian bersatu, itu sama bagusnya dengan kemampuan Jin dewasa.
Dan itu sangat bermanfaat bagi tujuan kita sekarang. Akan kujelaskan
tentang…”

“Soal bawah sa… ehm,” John menyela Nimrod. “Perwujudan permintaan di


bawah sadar,” ulang Nimrod.

“Itu akan menjelaskan apa yang terjadi pada Mrs Trump, pengurus rumah tangga
kami,” lanjut John, “sebelum kami ke sini, Mrs Trump memenangkan $33 juta
Undian Mega Million New York.”
“Aku ingat betul sewaktu aku berpikir betapa menyenangkan bila dia
memenangkan lotere agar bisa mengunjungi anakanaknya di Eropa,” Philippa
mengakui.

“Nah, bukan perbuatan yang menyakitkan bila hal seperti itu terjadi kan? Tapi
kalian tahu, bila orang menggunakan kata ‘harap1, bukan mereka yang harus
berhati-hati. Kita, para Jin, yang juga harus berhati-hati. Belum tentu baik bila
orang

mendapatkan apa yang mereka harapkan. Seperti yang didapat Mr dan Mrs
Barstool. Kita mungkin ingin menolong mereka - biasanya, kalau kita jujur -
yang terbaik adalah mereka mendapatkan hal-hal tersebut melalui hasil kerja
keras mereka. Dengan begitu, mereka akan lebih menghargai apa yang
didapatnya, apa pun itu. Ada banyak kejadian di mana mereka tak
mempertimbangkan dengan baik permintaan mereka hingga akibatnya luput
untuk dipikirkan.”

“Seringkah terjadi mulut seorang mematahkan hi dungnya sendiri,” celetuk


Mister Rakshasas.

“Seperti dalam beberapa cerita dalam Kisah Seribu Satu Malam,” kata John.

“Benar.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Bila apa yang kau katakan itu benar, bahwa kami adalah Jin. Maka ada cara
mudah untuk membuktikan semua ini,” ujar Philippa.

“Apa yang kau usulkan?” tanya Nimrod.

Philippa mengangkat bahu. “Entahlah. Maksudku, kau ahlinya. Bagaimana


dengan membuat sesuatu muncul atau menghilang?”

“Dan apa yang akan dibuktikan dari situ?” Tanya Nimrod.

“Pastinya, bukan sebuah trik yang dilakukan sampai tiga kali,” celetuk Mister
Rakshasas.

“Mungkin itu membuktikan kalau kau adalah Jin,” sahut Philippa.

“Begitukah? Dan jika aku mampu membuat sesuatu berwujud, bagaimana kau
bisa tahu bahwa sesuatu itu tidak pernah ada di sini?”

Philippa memandang sekeliling ruangan dengan saksama.

“Apa ya?” katanya.

“Seekor badak, mungkin,” usul Nimrod sambil mengembuskan gulungan asap


berbentuk badak. “Trik yang baik,” ucap John penuh rasa kagum. “Itu cuma
asap,” tukas Philippa, “tak ada badak sungguhan di sini.”

“Apakah kau yakin atas ucapanmu itu?” tanya Nimrod.

“Aku yakin,” jawab Philippa, dan mengangguk tegas saat asap berbentuk badak
itu akhirnya menghilang.

“Tapi bagaimana kalau badak yang sangat kecil?“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Wah, kalau begitu, itu pasti bukan badak asli,” sahut Philippa.

“Jawaban bagus,” puji Nimrod, “tapi kebetulan, ada seekor badak di ruangan ini.
Dan itu bisa aku buktikan.”

Dia menunjuk ke ujung lain ruangan di mana seekor badak sekarang berdiri.
Dengan panjang 3,65 meter dan tinggi 1,52 meter, badak itu mendengus keras
lewat lubang hidungnya yang besar lalu bergerakgerak di atas kakinya yang tebal
dan empuk sehingga papan lantai di ruang makan Nimrod berderak lantaran
beratnya binatang itu yang mencapai dua ton.

“Astaga,” ujar Philippa mundur selangkah. Karena mendengar suara gadis itu
dan merasakan gerakan, badak tersebut memutar telinga besarnya, mengedutkan
bibir atasnya yang menonjol, dan

kemudian menghentakkan tanduknya yang panjangnya sekitar tujuh puluh senti


dengan agresif di udara.

Nimrod menyeringai kepada keponakan perempuannya, “Puas?”

“Ya,” bisiknya, lemas, “singkirkan dia.” “Apa yang harus disingkirkan?” “Badak
itu tentu saja.” “Badak apa?”
Philippa menoleh lagi dan melihat kalau badak itu sudah hilang. Bau hewan
yang menyertainya juga hilang.

“Sihir,” ujar John pelan, sangat terkesan pada pameran kekuatan Nimrod.

“Sihir? Ya Tuhan, bukan, Anakku. Jin tidak melakukan sihir. Hal seperti itu
hanya untuk anakanak dan orang dewasa bodoh. Jin mewujudkan keinginan. Itu
cara yang tepat untuk mengatakan apa yang kita lakukan. Kita mewujudkan
harapan kita. Kalau dikatakan dengan cara yang agak berbeda, itu adalah
konsentrasi pada sesuatu. Cuma itu. Dan jangan pernah menyebutnya sihir. Tak
ada sihir yang terlibat di sini. Ya ampun, selanjutnya kau akan bertanya apakah
aku punya kelinci dan topi tinggi. Tapi sudah kau lihat apa yang kumaksud
dengan bukti. Satu menit badak itu ada di sana dan pada menit berikutnya, dia
menghilang.”

“Bagaimana dengan Ayah?” tanya Philippa, “Apa dia juga berasal dari Jin?”

“Tidak, ayahmu adalah manusia,” jawab Nimrod, “kekuatan Jin diturunkan


hanya lewat ibu. Tapi banyak Jin menikahi manusia. Jin perempuan yang
menikahi manusia akan melahirkan anakanak Jin. Tapi Jin lakilaki yang
menikahi manusia hanya akan menurunkan anakanak manusia.”

“Dan Ayah tahu soal ini?” tanya Philippa.

“Tentu saja. Meskipun dia tidak mengetahuinya saat menikahi ibumu. Ibumu
jatuh cinta padanya dari kejauhan, kira-kira begitu, dan bertekad untuk mencari
tahu orang macam apa dia. Jadi ibumu melakukan trik padanya. Bukan trik jahat.
Hanya selubung kecil cerdas untuk melihat apakah ayahmu berhati emas. Dia
berpakaian compang-camping dan, dengan berpura-pura jadi tunawisma, dia
meminta ayahmu memberinya uang receh untuk membeli secangkir kopi.
Ayahmu sangat baik hati, dan dia bisa melihat ada yang istimewa pada ibu
kalian. Jadi dia mengatur agar ibu kalian mendapatkan rumah dan pekerjaan.
Akhirnya, mereka menikah dan saat itulah Layla memberitahu kalau dia adalah
Jin. Tapi kekayaan besar yang telah ayah kalian kumpulkan, itu telah dia
dapatkan melalui usahanya sendiri.”

“Romantis sekali,” ujar Philippa.

“Selanjutnya,” Nimrod menyetujui, “Ibu kalian benarbenar menunjukkan


kepadanya satu jasa penting se bagai Jin karena tanpa itu ayah kalian tidak akan
berada di tempatnya sekarang. Dua pria, yang sangat iri pada keberhasilan
Edward, merencanakan untuk membunuh dan mencuri uangnya.

Layla tahu itu dan hendak membunuh mereka berdua, tapi Edward memohon
untuk membiarkan mereka hidup. Kalian tahu, dua pria itu adalah saudara ayah
kalian yaitu Alan dan Neil.”

“Maksudmu bukan…?” John merasakan mulutnya menganga saat Nimrod


mengembuskan dua buah gulungan asap yang menyerupai dua ekor hewan
peliharaan kesayangan keluarga Gaunt.

“Layla mengubah mereka menjadi anjing.”

“Pantas saja,” kata Philippa.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Bukankah itu adil?” John menyetujui. Kini dia berharap andai dia tidak pernah
membujuk untuk mengubah nama anjing-anjing itu. Tak heran bila nama mereka
terdengar seperti manusia, dan tidak heran mengapa ayahnya yang malang
sangat menentang perubahan nama mereka menjadi Winston dan Elvis.

“Ayah kalian sangat tergoncang ketika melihat kemarahan ibu kalian dengan
memamerkan kekuatan Jin sehingga dia meminta agar Layla tidak meng
gunakan kekuatan itu lagi. Yang lebih penting lagi, saat kalian lahir, Edward
memaksa Layla berjanji untuk membesarkan kalian tidak sebagai Jin, tapi
sebagai manusia normal. Janji yang dia pegang sampai seka rang. Dan itulah
sebabnya kita tidak saling mengenal selama sepuluh atau sebelas tahun terakhir.
Apa pun keinginan ibu dan ayah kalian, itu mereka lakukan demi alasan terbaik.
Tapi aku selalu percaya kalau pengetahuan tentang apa dan siapa kalian
seharusnya tidak dirahasiakan dari kalian.”

Nimrod mengangkat bahu. “Ini bukan urusanku

hingga Layla memutuskan untuk mengirim kalian ke sekolah di Salem. Kalian


tahu, perlu usaha tertentu untuk menjadi Jin. Dan sekolah Dr. Griggs menawar
kan lingkungan di mana Jin muda seperti kalian tak dapat dibedakan dari anak
berbakat lain.”

“Maksudmu ada orangtua lain seperti orangtua kami?” ucap John, “siapa yang
ingin mencegah anakanak mereka menjadi Jin?”
“Beberapa orangtua,” ujar Nimrod, “dalam masyarakat sekarang, menyesuaikan
diri dengan apa yang dianggap normal adalah segalanya. Griggs meng
eksploitasi ketakutan manusia karena berbeda.”

“Tapi bagaimana dia mencegah kita memiliki kekuatan?” tanya John yang
langsung marah ketika mengetahui kalau sebenarnya ada sebuah tempat di mana
kedua anak itu mungkin bisa dicegah untuk menjadi Jin. Itu sepertinya
menyenangkan.

“Teknik Alembic-nya sangat sederhana,” jelas Nim rod. “Dia memberi kalian
begitu banyak tugas sekolah sehingga pikiran kalian dialihkan dari latihan
kekuatan Jin, disadari atau tidak. Yang terburuk dari semua itu, dia membujuk
murid-muridnya agar tidak memercayai segala sesuatu yang tidak bisa
dibuktikan dengan ilmu pengetahuan. Ini bencana bagi Jin, karena percaya pada
sesuatu yang memengaruhi pikiran sehingga anakanak Jin menjadi tidak bisa
memaksimalkan kekuatannya sebagai Jin. Agar bisa menggunakan kekuatan itu,
yakin pada diri sendiri adalah segalanya. Jadi, saat aku tahu kalau ibu kalian -
sudah lama - berencana mengirim

kalian ke Griggs, aku memutuskan untuk bertindak.”

“Pastinya, sungguh memalukan mencoba mem buat janggut kambing dari ekor
kuda stallion yang bagus,” ucap Mister Rakshasas.

“Tapi,” bantah Philippa, “kalau Jin tidak bisa menggunakan kekuatannya sampai
geraham bungsunya dicabut, bukankah akan lebih mudah kalau membiar kan
saja gigigigi itu berada dalam mulut kami?”

“Begitu ada dalam mulutmu,” jelas Nimrod, “gigigigi itu mewujudkan


kekuatannya dengan beberapa cara. Seperti contohnya apa yang terjadi dengan
Philippa yang dapat, mengabulkan berbagai permintaan bawah sadar,” Nimrod
menatap John, “Tak diragukan lagi ada sebuah cara di mana kau, John, juga
merasakan kekuatan tersembunyi dari gigigigi itu.”

“Retakan di dinding kamarku,” ucap John, “muncul tepat lewat papan di ujung
kepala ranjangku dan kelihatannya bermula dari bantal di bawah pipiku.”

“Kita akan sampai ke sana nanti,” Nimrod mengangkat tangan ke udara seolah
sudah membuktikan maksudnya, “terlebih lagi, semakin lama kau menunda
pencabutan, pada akhirnya semakin dramatis, semakin merusak kekuatan Jin
itu,” kata Nimrod, “ibumu bersikap cukup masuk akal dengan mengadu perun
tungan bahwa yang terbaik adalah bertindak sekarang, saat kekuatan Jin kalian
masih belum matang.”

Philippa berpikir sejenak, “Ibu dan ayah,” katanya, “mereka melakukan itu demi
alasan yang baik, kan?”

“Mereka hanya menginginkan yang terbaik untuk kalian,” tegas Nimrod, “yang
mereka lihat, dengan menjadi manusia, kalian akan memperoleh kesempatan
yang lebih baik untuk menjalani hidup yang normal dibandingkan dengan
menjadi Jin.”

“Aku tak yakin kalau aku menginginkan kehidupan yang normal,” sembur
Philippa, “setidaknya, tidak sepanjang waktu. Tapi aku juga tidak ingin me
ninggalkan rumah. Bagaimanapun juga, aku belum menginginkannya.”

“Aku juga,” kata John, “tidak bisakah kami belajar tentang Jin lalu pulang?”

“Aku baru saja ingin mengusulkan hal yang sama,” Nimrod tersenyum dan
merangkul John dan Philippa, “lagi pula, ada pekerjaan penting yang harus kita
lakukan. Va Tuhan, ya! Kita harus bergerak cepat.”

“Omongomong soal retakan,” ujar Philippa, “aku punya pertanyaan. Aku heran
kenapa retakan di dinding kamar John identik dengan retakan yang kami lihat di
koran.”

Philippa menjelaskan bagaimana retakan di dinding kamar John identik dengan


yang dia lihat pada foto dinding Cairo Museum setelah gempa di Mesir barubaru
ini.

Nimrod tampak terkejut.

“Kenapa tidak kau ceritakan padaku sebelumnya?” katanya.

John dan Philippa mengangkat bahu, “kami pikir

itu tidak lebih dari kebetulan yang menarik,” sahut John.

“Kebetulan?” Nimrod tertawa, “Kebetulan hanya lah sebuah istilah ilmuwan


untuk kesempatan.”
“Pastinya, buku harian tentang kebetulan di meja berisi terlalu banyak perjanjian
untuk disimpan sendiri,” angguk Mister Rakshasas.

Nimrod menggelengkan kepala. “Tidak, ini pesan yang ditujukan padamu.


Satusatunya pertanyaan ada lah dari siapa.”

“Siapa atau apa?” ujar Mister Rakshasas, “kau tidak perlu melihat bumi bergerak
untuk mengetahui bahwa dia telah bicara.”

“Tepat sekali,” ujar Nimrod, “bagaimanapun juga kita harus ke Mesir. Itulah
yang sejak tadi aku berusaha sampaikan. Dan kejadian ini hanya menegaskan
keha rusan untuk ke sana sesegera mungkin. Tapi aku berharap untuk
merahasiakan keberadaan kalian.”

“Dari siapa?” tanya Philippa.

“Dari musuh kita.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Inikah bahaya yang kausebut-sebut di bandara?” tanya Philippa.

“Apa aku bilang begitu? Well, ya, mungkin ada bahaya. Kita tidak akan menjadi
satusatunya Jin yang datang ke Mesir hanya untuk mencari harta karun. Kalau
kalian ingat Kisah Seribu Satu Malam, ada beberapa suku Jin lain, tentunya
berbeda dengan kita, yang kurang peduli pada manusia dan bermaksud
menyakitinya.”

“Suku Ifrit?” tanya John.

“Suku Ifrit. Ya, Nak, ingatanmu bagus,” puji Nimrod, “mereka adalah Jin
terburuk dari kaum Jin. Suku Jin jahat yang menjadi musuh abadi kita. Mungkin
kita akan bertemu mereka dalam perjalanan ke Mesir.”

“Aku tidak suka mendengarnya,” Philippa mengakui.

“Dunia penuh hal-hal jahat,” desah Mister Rak shasas, “dan kalau ingin
menghindarinya, kau hanya harus hidup sendiri dengan pintu terkunci dan tirai
tertutup.”

“Kalau kita meninggalkan London besok sore dan mengejar penerbangan jam
5:30, kita semua bisa sampai di Kairo sebelum tengah malam,” ujar Nimrod.
“Mesir adalah tempat yang tepat untuk melatih Jin muda seperti kalian,” kata
Mister Rakshasas.

“Benarkah?” tanya John, “kenapa?”

“Mesir adalah negara gurun, dan Jin akan selalu dalam kondisi terkuat di negara
gurun,” jelas Nimrod, “Jin berasal dari gurun, tahukah kau?” Dia menemukan
sebuah lilin kecil, kemudian menyalakan cerutu nya, mengembuskan asapnya
selama beberapa detik seperti naga, dan akhirnya mengembuskan gumpalan asap
yang ber bentuk seperti patung Sphinx.

“Aku tidak tahu kenapa,” ujar John, “tapi sekarang kalau dipikir-pikir,
kelihatannya aku memang selalu ingin pergi ke Mesir.”

“Itulah Jin yang ada dalam dirimu, Nak,” ujar Nimrod berseri-seri, “Jin itulah
yang bicara.”

“Well, kalau aku boleh pamit,” kata Mister

Rakshasas, “Ini saatnya aku kembali ke botol.” Dan setelah membungkuk sopan,
dia meninggalkan ruangan. “Mister Rakshasas menderita agoraphobia,” ujar
Nimrod.

“Bukankah itu adalah rasa takut pada tempat terbuka?” ucap Philippa.

“Ya. Begini, Mister Rakshasas pernah terjebak dalam botol oleh Ghul dalam
waktu yang sangat lama. Begitu lama, sehingga sekarang dia merasa gugup bila
berada di luar botolnya terlalu lama. Maksudku, coba pikirkan betapa gelisahnya
kalian melihat semua orang kalau kalian terkurung dalam waktu lama. Dunia
semakin bising.”

“Kasihan Mister Rakshasas,” kata Philippa.

“Kupikir akan sangat baik bagi kesehatan mentalnya bila bersama Jin muda
seperti kalian untuk diajak bicara dan bertanya padanya,” ujar Nimrod, “kalian
akan tahu kalau dia adalah jenis Jin yang sangat menarik. Yang hampir tidak
mengherankan mengingat dia telah mengabdikan hidupnya selama bertahun-
tahun untuk mempelajari siapa dan apa Jin itu. Buku adalah satusatunya hal yang
membuatnya bertahan selama terkurung. Buku dan televisi Irlandia.”
“Bagaimana kau bisa belajar atau nonton televise kalau berada di dalam botol?”
tanya John.

“Meskipun berada dalam botol, kau masih memi liki tekad untuk menyediakan
apa pun yang kau inginkan. Radio, televisi, koran, makanan dan anggur, sofa,
kursi, ranjang, tergantung ukuran lampu atau botolnya. Tahukah kau, Jin yang
masuk

ke dalam botol mengharuskan dia keluar dari ruang tiga-dimensi. Sehingga


bagian dalam ruangan itu jauh lebih luas daripada yang kau kira. Hanya saja kau
tidak bisa meninggalkan wadah itu sampai ada yang membebaskanmu. Dan kau
tidak bisa berharap ada tamu datang berkunjung. Tempat itu seperti penjara
pribadi yang sangat mewah. Kesendirian itulah yang paling membuatmu jengkel.
Kalau tidak, tempat itu sebetulnya cukup bisa ditanggung.”

“Kau pernah terjebak dalam botol?” tanya John, “maksudku yang diluar
keinginanmu.”

“Jelas, sudah terjadi beberapa kali. Itu semacam risiko pekerjaan bagi Jin. Waktu
terlama aku terkurung dalam botol adalah sekitar enam bulan. Sebenarnya itu
kecelakaan. Tak bisa dihindari. Aku terkurung dalam sebuah botol dekoratif
antik. Aku sedang berburu di sebuah toko kaca antik di Wimbledon Village,
tepat di luar Kota London. Pemiliknya ada di belakang toko, sedang
membungkus sesuatu, jadi kupikir aku dapat dengan cepat masuk ke dalam botol
untuk memeriksa apakah botol itu cocok. Tapi saat aku di dalam, pasti, tidak
lebih dari tiga puluh detik, pria si pemilik took memasang tutup kacanya
kembali. Itu bukan salahnya. Maksudku, dia tidak tahu aku berada di dalam
sana. Tak ada yang dapat kulakukan sampai seseorang membeli botol dekoratif
itu. Botol itu mahal sekali, jadi aku harus menunggu sampai botol itu
mendapatkan rumah baru.” “Apa yang terjadi?”

“Mister Groanin muncul, itulah yang terjadi.”

“Maksudmu, dia yang membeli botol itu?”

“Sebetulnya tidak. Groanin akan membenciku karena menceritakan ini. Dia


mencuri botol tempat aku terperangkap.”

“Dan kau masih mengabulkan tiga permintaan nya?” Philippa terdengar heran.
“Terpaksa.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Karena mencuri sesuatu?”

“Ada aturan tak tertulis di antara para Jin yang baik bahwa kita harus selalu
mengabulkan tiga permintaan untuk orang yang membebaskan kita. Tapi tidak
pernah empat permintaan. Permintaan keempat akan membatalkan ketiga
permintaan sebelumnya. Itu namanya Peraturan Baghdad.”

“Kenapa begitu?”

“Oh, sebaiknya kau tanyakan pada Mister Rak shasas,” ujar Nimrod, “Dia tahu
lebih banyak tentang Hukum Peraturan Baghdad daripada aku. Dia melakukan
studi tentang itu seumur hidupnya. Percayalah, perlu waktu seumur hidup untuk
mengetahui semua aturan nya.”

“Jadi apa yang Mister Groanin minta?” tanya

John.

Biasa, tidak baik untuk mengatakannya,” Nim-mengembuskan cerutunya, “tapi


seperti yang akan kau simpulkan dari membaca Kisah Seribu Satu Maiam,
bukannya tidak lazim mengabulkan tiga permintaan ma nusia dan mereka
menyia-nyiakan permintaan itu untuk sesuatu yang tidak berguna. Mereka akan
berkata, Kuharap aku tidak kehausan, dan kemudian, saat kau pergi
mengambilkan segelas

air, mereka tampak sakit hati dan merasa tertipu. Nah, itulah yang terjadi pada
Groanin. Saat pertama kali bertemu dengannya, sepuluh tahun lalu, dia hanya
punya satu lengan, seperti sekarang. Dia kehilangan lengan lainnya di British
Museum. Tapi itu cerita lain. Dia bukannya segera meminta satu lengan baru,
Mister Groanin malah menyia-nyiakan dua permintaan pertamanya untuk
sesuatu yang sangat tidak berguna. Sekarang dia tidak tahu apakah akan
meminta lengan baru, atau hal lain, misalnya uang yang banyak. Dan hingga dia
bisa memperbaiki pikirannya dan memikirkan tentang permintaan ketiganya, dia
tak membiarkan aku hilang dari pandangannya, dan aku berkewajiban
membuatnya tetap bersamaku. Jadi kupekerjakan saja dia sebagai pelayanku.
Itulah mengapa dia selalu menggumam, agar aku tidak bisa mendengarnya. Dia
takut kalau-kalau tanpa sengaja dia menucapkan kata harap lalu aku
mengabulkan permintaan sia-sia ketiganya itu. Kalau kalian dengar dia
menggunakan kata harap, aku akan sangat berterima kasih kalau kalian
memberitahuku. Aku tidak keberatan mengakui bahwa aku akan menuntaskan
urusan ini, agar dia bisa melanjutkan hidupnya, dan aku bisa mempekerjakan
pelayan lain yang bisa aku libatkan dalam pembicaraan yang menyenangkan.”

“Kasihan Mister Groanin,” ujar Philippa.

“Orang pandai berharap mendapatkan sesuatu yang abstrak seperti talenta atau
kearifan,” ujar Nimrod, “beberapa orang biasanya berharap menjadi

penulis andal. Tapi, sekarang, sebagian besar orang minta uang kontan atau jadi
bintang fi Im. Sangat membosankan. Tapi apa yang bisa kau lakukan? Sebuah
permintaan bagaimana pun juga tetaplah sebuah permintaan.”
10
KAIRO

Sesampainya di Kairo pada larut malam, mereka dijemput oleh Creemy, pelayan
Nimrod bertubuh sangat tinggi dan berkebangsaan Mesir. Tingginya makin
bertambah lantaran terdapat kopiah merah di atas kepalanya. Sepertinya dia
tidak membutuhkan tongkat untuk membantunya berjalan. Creemy sangat
menyukai anakanak. Dia tidak pernah berhenti tersenyum dan selalu menawari si
kembar beberapa permen Mint ekstra-pedas produksi King Fahd yang gemar
sekali dia kunyah dengan gigi ekstra putih yang sama kuatnya.

“Kenapa Mister Rakshasas tidak ikut dengan kita?” tanya John.

“Oh, tapi dia memang bersama kita,” sahut Nimrod.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Bersama kita? Mana?” John melihat berkeliling dan mengerutkan kening, “Aku
tidak melihatnya.”

“Itu karena dia berada dalam lampu di dalam tasmu. Kumasukkan dia ke sana
karena tasku sudah penuh. Begitulah cara Jin bepergian yaitu berada dalam tas
Jin lain bila ingin menghemat ongkos pesawat atau, seperti Mister Rakshasas
yang menderita agoraphobia.”

John mengulurkan tangan untuk mengambil tasnya yang berjalan di atas roda
dan mendapati dirinya didorong dengan kasar ke samping oleh

Creemy yang lalu memukuli tas itu dengan tongkat. Tindakan itu ham pir
menyebabkan kepanikan di antara wisatawan yang hendak mengambil tas
mereka sehingga polisi pun se gera bersiaga.

“Hei!” teriak John, “apa alasanmu?”

Beberapa saat kemudian Creemy membungkuk dan mengambil ular berwarna


kehijauan dan cokelat keemasan, yang telah melilit pegangan tas kulit John yang
berwarna sama. Ular itu sudah mati.
Polisi itu menyarungkan pistol dan menepuk punggung Creemy, sementara John
mengamati ular mati itu dari dekat. Panjangnya sekitar 120 atau 150 sentimeter.
Dan dari reaksi kerumunan orang hendak melihat dan memberi selamat pada
John yang nyaris celaka, ular itu ternyata jelas-jelas berbisa.

“Naja haje,” ucap Creemy.

“Untung saja,” kata Nimrod, “kalau kau ambil tas itu, kau pasti sudah digigit dan
mati. Itu ular kobra mesir, John. Ular paling mematikan di Mesir.”

John menelan ludah, tibatiba bersyukur karena sudah lolos dari bencana.
“Terima kasih, Mister Cree my,” katanya.

Creemy tersenyum, menjabat tangan John yang terulur, lalu mulai


mengumpulkan tas lainnya dari roda berjalan. Sebenarnya itu tidaklah sukar, tapi
sebagian besar wisatawan dari London ternyata enggan mela kukannya. Mereka
takut kalau-kalau masih ada ular lain.

“Penduduk negeri ini hidup bersama binatang yang merugikan,” gerutu Mister
Groanin, “dan yang

aku maksud bukan hanya ular dan serangga. Kalau kau menyentuh apa pun di
dekat tempat ini, cucilah tangan dengan sabun antiseptik, itu saranku.”

“Kurasa itu bukan kecelakaan,” ujar Nimrod saat mereka keluar dan menunggu
Creemy mengambil mobil, “kobra mesir adalah binatang pemalu, kecuali kalau
me reka dibuat jengkel. Aku tak pernah mengira akan menemukan seekor kobra
di roda berjalan.”

“Maksudmu ada yang sengaja meletakkannya di sana?” ucap John, tersenyum


gugup, “dengan maksud agar aku terbunuh?”

“Kalau kau ingat, itu adalah tas yang berisi lampu Mister Rakshasas,” jelas
Nimrod, “keberadaannya pasti telah terdeteksi saat tas itu dipindah dari pesawat.
Jadi, ini salahku. Tapi dengar, kalau itu membuatmu sangat tidak nyaman, kita
segera ke loket tiket American Airlines lalu beli tiket dengan tujuan New York.”

John berpikir sejenak. “Tidak,” katanya tegar, “kau sudah mengatakan


perjalanan ini mungkin berbahaya. Lagi pula, aku belum melihat Piramida.”
Tapi bahaya di petang itu masih belum berakhir. Sepuluh menit setelah keluar
dari bandara, di dalam mobil Cadillac Eldorado putih yang sudah tua, Creemy
mengumumkan bahwa mereka dibuntuti.

“Mobil Mercedes hitam, Bos,” katanya seraya melirik kaca spion.

Secara naluriah si kembar menoleh ke belakang dan memang benar. Sebuah


Mercedes hitam melaju di jalan utama itu sekitar dua puluh tujuh atau tiga

puluh enam meter di belakang mereka, dan dalam kecepatan yang sama.

“Bisakah kau meloloskan diri dari mereka?” Creemy menyeringai, “Ini Kairo,
Bos. Lihat saja.”

Beberapa mil kemudian, Creemy menginjak pedal gas, menjauh dari jalan
utama, dan melaju di jalan satu arah, sampai mereka berada di area yang penuh
toko-toko tua dan kerumunan orang.

“Ini pasar kaki lima lama, Bos,” ucap Creemy sambil melaju di lorong sempit
dan kemudian melewati jalan tembus yang tampak kuno, “banyak jalan-jalan
tua. Polisi lalu-lintas pun bisa tersesat di sini, tapi si tua Creemy ini cukup
mengenal Kairo. Tidak masalah.”

Mobil itu menambah kecepatan saat mengitari satu sudut, melempar si kembar
ke pangkuan Nimrod, dan kemudian sudut lain. Para pejalan kaki segera minggir
saat Cadillac itu melaju melewati serangkaian lampu merah. Nimrod menoleh ke
belakang melalui kaca spion di depan dan melihat Mercedes hitam itu masih
tetap membuntuti.

“Mereka masih mengejar kita,” katanya kepada Creemy.

“Saya melihatnya.” Creemy menyeringai. Setelah melaju cepat ke daerah


perbukitan, dia membelok tajam ke area parkir hotel. Berhenti di antara dua bus,
dia cepatcepat mematikan lampu dan mesin. Sesaat kemudian, Mercedes itu
lewat dengan cepat. Akhirnya mereka semua mengembuskan napas lega.

“Bagus, Creemy,” puji Nimrod.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Itu tadi Jin dari suku Ifrit?” tanya Philippa.


Nimrod tak menjawab, namun berkata, “Bawa kami pulang, Creemy,” Nimrod
menyalakan kembali cerutunya.

Di bagian kota Kairo yang dikenal dengan nama Garden City, kediaman Nimrod
lebih mirip istana ketimbang rumah. Halaman rumputnya hijau terawat rapih,
pohon-pohon palemnya yang rimbun, dan dindingnya putih besar. Di dalam
interiornya yang sejuk, lantai marmernya ditutupi karpet Persia, dan di mana-
mana ada banyak barang antik Mesir sehingga rumah itu terasa lebih mirip
museum dibanding rumah ayah mereka. Tapi yang paling tidak lazim dari rumah
itu adalah apa yang Nimrod sebut Ruang Tuchemeter. Di dalam ruang itu
terdapat sebuah alat seperti jam bundar besar, tergantung pada dinding,
menghadap ke sebuah kursi yang tampak memiliki hiasan berlebihan. Apabila
tidak sedang mengemudikan Cadillac atau memasak di dapur, Creemy biasa
menempatinya. Terkadang Nimrod juga melakukan hal yang sama. Bila diamati
secara lebih dekat, ternyata jam itu terbuat dari emas, dan berdiameter sekitar
dua meter, dan memiliki satu jarum. Rupanya itu bukanlah jam. Baik, Buruk,
dan Homoeostasis, begitulah tiga kata yang tertulis dengan huruf besar di
permukaan perak tuchemeter tersebut. Satusatunya jarumnya - yang berbentuk
seperti lengan berotot dengan jari telunjuk manusia terjulur - sedang menunjuk
agak ke sebelah kiri kata “homoeostasis” sehingga memasuki wilayah berlabel

“Buruk”.

“Itu adalah tuchemeter,” jelas Nimrod dengan bangga saat membawa kedua
keponakannya itu berke liling ruangan, “alat ini mengukur keberuntungan di
dunia, semuanya; baik dan buruk. Ini adalah replika. Sama persis dengan yang
dimiliki oleh Jin Biru dari Babilonia di Berlin, hanya saja yang itu lebih besar.
Alat itu mencatat jumlah resmi keberuntungan di permukaan bumi, yang disebut
BML (Berlin Meridian Luck). Aku punya yang lebih kecil di rumahku di
London.”

“Kita benarbenar bisa mengukur semua keberuntungan di dunia?” tanya John.

“Semudah kau mengukur cuaca dengan baro meter,” sahut Nimrod, “hukum fi
sika di alam semesta menyingkirkan kemungkinan bahwa hal-hal terjadi begitu
saja. Tak ada yang namanya kebetulan. Saat alam semesta diciptakan, manusia
diberi kekuasaan atas dunia, malaikat atas surga, dan Jin atas interaksi di antara
keduanya, sesuatu yang disebut takdir oleh beberapa orang. Takdir sering
kelihatan seperti kebetulan. Tapi bukan, tentunya. Itu keberuntungan, dan
dikendalikan oleh Jin. Nasib baik dipengaruhi oleh tiga suku Jin baik. Dan nasib
buruk oleh suku jahat. Di sana ada perselisihan abadi di antara keduanya.
Keseimbangan yang sangat sempurna, yang kita sebut homoeostasis.

“Tuchemeter ini, benda yang secara tidak resmi dijaga oleh Creemy,
memungkinkan aku melihat kalau suku jahat, menyebabkan nasib buruk yang

membutuhkan campur tangan kami.”

“Seperti mengabulkan tiga permintaan seseorang?” tanya John yang sangat ingin
melakukan itu.

“Tepat sekali,” jawab Nimrod. Sejenak dia tampak prihatin, “sejak gempa bumi
itu, jarum tuchemeter menunjuk ke kiri homoeostasis, yang membuatku curiga
kalau suku Ifrit sedang merencanakan sesuatu. Sangat mungkin merekalah yang
membuntuti kita dari bandara atau yang meletakkan ular di pegangan tas John.”
Dia melirik arlojinya dan menggelengkan kepala, “tapi waktu berjalan terus, dan
aku ingin tunjukkan pada kalian bagian dari kota ini sebelum tidur. Meskipun
mungkin akan lebih baik kalau kita memilih kendaraan yang paling tidak
menarik perhatian.”

Nimrod menyuruh Creemy menyiapkan kereta kuda yang disebut ghari dan,
meskipun sekarang sudah sangat larut, ketiganya pergi membelah jantung kota
Kairo yang masih ramai dan sibuk. Meskipun sudah lewat jam satu dini hari,
banyak toko yang masih buka, menjual barangbarang yang belum pernah si
kembar lihat. Hanya ada sedikit tanda-tanda kerusakan akibat gempa yang
dahsyat itu.

“Lebih sejuk kalau pergi belanja pada jam seperti ini,” jelas Nimrod.

Philippa mengatakan kepada Nimrod bahwa dia belum pernah melihat begitu
banyak orang atau, terlebih lagi, begitu banyak mobil.

“Dua puluh juta orang tinggal di Kairo,” papar Nimrod, “tempat ini sangat
miskin, tapi entah bagai

mana mereka semua bisa berjalan dengan senyum di wajahnya.”

“Seperti Creemy,” timpal John.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com


“Nama aslinya adalah Karim,” ujar Nimrod, “tapi aku selalu berpikir bahwa
Creemy terasa lebih cocok. Dia tidak pernah berhenti tersenyum. Seperti kucing
yang mendapatkan cream - bagian susu yang berlemak.”

Nimrod menyalakan cerutu dan melambailam baikannya ke jalanan. “Jadi,”


katanya, “bagaimana pendapat kalian tentang Kairo?” Dari nada suaranya
jelaslah kalau Nimrod menganggap kota ini menga gumkan, “apa kalian
menyukainya?”

“Ya,” kata Philippa. Hidungnya mengerut sedikit saat kereta itu melewati pasar
pinggir jalan yang sangat ramai. Sesaat, mereka hampir tenggelam oleh
orangorang yang memanjat masuk kereta kuda dan berusaha menawarkan
sesuatu sampai akhirnya mereka mendengar Nimrod, dalam bahasa Arab yang
fasih, menyuruh mereka pergi. Nimrod juga menyuruh si kusir melecut
cambuknya untuk menambah laju kecepatan. “Hanya saja baunya kurang enak,”
tam bahnya.

“Setiap orang bilang begitu saat mereka pertama datang di sini. Tapi kalian akan
segera terbiasa.”

“Bukan itu yang kumaksud. Tapi ya, mungkin sedikit. Beberapa bagian kota
berbau lebih menyengat disbanding di tempat lain. Sebetulnya yang kumaksud
adalah baunya aneh. Seolah sudah sangat tua. Sepertinya orangorang sudah
tinggal di sini lama sekali. Ada juga bau yang kau cium di

bagian pusat kota New York, pada hari yang sangat panas. Kota ini berbau
seperti itu, hanya saja baunya seratus kali lipat.”

John mengangguk. “Ya, itulah yang kupikirkan. Tapi aku juga mendapatkan
perasaan aneh kalau aku sudah pernah ke sini. Entah bagaimana, aku merasa
seperti di kampung halamanku.”

“Ya, kau benar,” Philippa menyetujui, “tapi lebih dari itu, kurasa. Sejak sampai
di sini, aku merasa seperti diawasi.”

“Bagus,” kata Nimrod, “memang, dalam satu hal kau berada di kampung
halamanmu, John. Dan Philippa? Ada lebih banyak Jin di Kairo daripada di
tempat lain, dengan pengecualian mungkin di Istanbul, Turki. Kau mungkin bisa
merasakan kehadiran mereka.”
“Apakah ini berarti kita orang Arab?” tanya John.

“Ya Tuhan, tidak,” jawab Nimrod, “bangsa Arab adalah ras manusia. Kita Jin.
Jin sangat berbeda dengan ras manusia mana pun. Mister Rakshasas akan
menjelaskan tentang semua suku itu pada kalian besok, kalau kalian mau.”

“Sekarang, aku hanya berharap kusir kereta ini berhenti mencambuk kuda
malang ini,” ujar Philippa yang bergidik saat orang Mesir itu melecut
cambuknya ke udara.

Nimrod tertawa, “Keinginanmu adalah perintah untuk ku, Nona muda,” katanya.
Dan setelah menutup mata, dia menggumamkan sesuatu dengan berbisik. Detik
berikutnya kuda itu langsung menarik ghari begitu cepat sehingga mereka mulai
menyusul

mobil-mobil dan bus. Si kusir meneriakkan sesuatu dalam bahasa Arab tapi kuda
itu menolak berhenti, kuku-kukunya berderak keras di jalan yang licin. “Oh ya,
sudah saatnya kita pulang,” kata Nimrod tenang, “sekarang sudah lebih larut
daripada yang kuduga.”

“Bukan ini yang kumaksud,” teriak Philippa sambil mencengkeram pinggir ghari
saat mereka melesat mengitari sudut jalan.

“Apa maksudmu?” kata Nimrod sambil tertawa, “kau menginginkan si kusir itu
berhenti menggunakan cemetinya, kan?”

“Maksudku, dia tak perlu mencambuk kalau kudanya sudah berlari cepat,” sahut
Philippa. Saat ghari itu berguncang karena melewati sebuah lubang besar dijalan,
Philippa berteriak ketakutan.

“Asyik, kan?” kata Nimrod, “di Kairo tidak ada tunggangan seperti kuda dan
kereta pada siang hari di musim panas yang hangat.”

Mereka sampai di pinggiran Garden City dan kira-kira satu menit kemudian,
kuda itu berhenti tanpa diperintahkan, tepat di luar rumah Nimrod. Ketiga Jin itu
turun. Begitu juga si kusir yang tampak ketakutan bukan hanya karena kudanya
lari kencang sekali, tapi juga karena kuda itu telah menemukan jalan pulang
tanpa bantuan apa pun darinya. Nimrod menepuknepuk kuda itu dengan riang di
bahu untuk menunjukkan pada pria itu bahwa ia tidak marah dan kemudian
memberi uang tip yang sangat banyak. Takut si kusir berniat menghukum
kudanya nanti.

“Kita bisa terbunuh,” Philippa memarahi pamannya saat mereka sudah berada di
dalam rumah.

“Oh, kupikir kita tidak dalam bahaya,” kata Nimrod tersenyum, “tapi mungkin
sekarang kau tahu apa yang kumaksud dengan permintaan. Kau tidak akan tahu
hasil permintaan itu. Kau ingin si kusir berhenti menggunakan cemeti, dan dia
melakukannya. Kau hanya tidak suka alasan mengapa dia berhenti menggunakan
cambuk. Itu pelajaran penting bagi Jin. Bila kau bermain-main dengan masa
depan, ada aspek acak, tak diharapkan, dan bahkan tidak menyenangkan atas apa
yang kau lakukan. Masalahnya, kita hidup di dunia yang sangat rumit. Variasi
kecil dalam kondisi awal bisa mengakibatkan transformasi dinamis dalam
kejadian akhir. Dan variasi besar, jenis yang dibuat menjadi kenyataan oleh Jin
yang mengabulkan per mintaan, bisa mengakibatkan transformasi yang sangat
dinamis dalam kejadian akhir.”

“Hmm, ya,” kata John sambil melirik cemas pada Philippa dengan harapan si
adik tidak memahami, seperti dirinya. Menangkap tatapan John, Philippa
mengangkat bahu sebagai jawaban.

Nimrod mengantar mereka ke ruang melukis, di mana Creemy telah menyiapkan


minuman panas. “Jin mempunyai peribahasa: Harapan adalah makanan, itu
sangat mirip ikan - begitu sudah dimakan, akan sulit dimuntahkan.” Nimrod
berhenti, “mungkin ada sesuatu yang hilang pada kalimat itu dalam terjemahan
dari bahasa Arab aslinya. Tapi yang dimaksudkan adalah siapa pun harus
berhati-hati pada apa yang dia harap kan, karena mungkin saja harapan itu
terwujud, tapi dengan cara yang tidak dia bayangkan sebelumnya.” John
menguap keras.

“Sudahlah, mungkin kalian mengerti intinya.“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Ya,” sahut Philippa, “aku rasa begitu.”

John mencibir ke Philippa. Sudah menjadi sifat Philippa untuk berpura-pura


bahwa dia memahami sesuatu bahkan saat dia tidak paham.

“Sudah cukup kegembiraan untuk malam ini,” ujar Nimrod, “bukankah begitu?
Kurasa ini saatnya kita semua tidur.”
Dan kemudian, dengan kaki yang masih terasa sedikit seperti jelly setelah naik
kereta tadi, si kembar pergi ke kamar mereka yang besar dan dihias indah seperti
milik Putri Scherezade dalam Kisah Seribu Satu Malam. Begitu naik ke atas
ranjang, mereka segera terlelap.
11
Pada penghujung pagi keesokan harinya, Creemy memberitahukan bahwa
Nimrod kedatangan Mrs Coeur de Lapin, istri duta besar Prancis untuk Mesir,
yang tinggal di sebelah rumah. Wanita berpostur tinggi, sangat elegan, kulitnya
tanpa cacat dan penam pilannya bagaikan Putri Kerajaan. Hidungnya yang pipih
sering mendongak sehingga dia tampak agak meremehkan orang bila sedang
bicara. Ini cuma sikapnya, tapi dia bukanlah seorang tidak ramah untuk ukuran
wanita Prancis. Dia menyapa Nimrod seperti menyapa sepupunya yang lama tak
berjumpa hingga ketika bicara dia terlihat penuh semangat, seperti air terjun
Niagara. Baru setelah itu, dia sampai pada inti pembicaraan.

“Aku dengar suara anakanak di kebun,” katanya dengan merdu, “dan aku merasa
perlu segera datang agar kunjunganmu di Kairo jadi lebih menye nangkan.”

Mrs Coeur de Lapin memakai baju panjang tipis warna ungu dan syal hijau
melilit lehernya yang seperti leher angsa, dan di sekeliling rambut pirangnya.
Sebuah ikat kepala hitam dan emas-kehijauan pun memberi kesan Bohemia,
seakan dia bukanlah istri duta besar melainkan seorang peramal atau pembaca
telapak tangan.

“Anda baik sekali, Mrs Coeur de Lapin,” ujar

HAMPIR BERBENTUK UNTA

Nimrod yang memang menganggapnya sangat mena rik - setidaknya begitulah


pikir Philippa. Itu terlihat dari cara Nimrod meraba-raba dasi dengan gugup saat
berbicara, persis seperti yang dilakukan banyak pria lain bila mereka bicara
kepada ibunya.

“Sungguh menyenangkan ada anakanak di lingkungan ini,” katanya sambil


tersenyum hangat pada si kembar, “anak-anakku sudah dewasa dan tinggal di
Prancis, jadi rumahku terasa sangat sepi tanpa mereka. Mung kin kalian mau
mampir ke sebelah kapan-kapan. Kami punya kebun yang indah. Selama berada
di Kairo, aku seperti orang Inggris. Aku menggarap kebun.”

“Anda baik sekali,” ujar Nimrod, “tapi kami akan sangat sibuk selama berada di
sini.”
“Kita bisa piknik,” cetus Mrs Coeur de Lapin, mengabaikan penolakan Nimrod,
“besok, mungkin bisa. Kalian mau, Anakanak?”

“Ya,” jawab John yang sangat suka berpiknik, “mau sekali.”

“Baguslah kalau begitu,” ucap wanita Prancis itu.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Anda baik sekali,” kata Nimrod sambil mempermainkan dasi dengan penuh
semangat, “jelas.”

“Tidak,” cibir Mrs Coeur de Lapin sambil mem belai rambut John, “aku bersikap
egois. Aku suka anakanak.” Dia mengembuskan napas pelan, “selama bertahun-
tahun merekalah seluruh hidupku. Juga anakanak yang manis. Nimrod, kau tidak
mengatakan kalau kau adalah paman dari anakanak berwajah menawan ini.
Mereka mengingatkanku pada anak-anakku.”

Setelah Mrs Coeur de Lapin pergi, Philippa bertanya pada Nimrod mengapa dia
tidak ingin menerima keramahan itu.

“Kau harusnya tahu kita tidak sedang berlibur,” jawab Nimrod, “ada banyak hal
yang harus dilakukan. Banyak yang belum kalian ketahui. Kita harus memulai
pelatihan kalian. Tapi sebelum itu bisa kulakukan, ada tapabrata yang perlu
kalian jalani. Tammuz kalian.”

“Tapabrata?” tanya John, “aku tidak yakin kalau aku menyukainya.”

“Ribuan tahun lalu,” jelas Nimrod, “salah seorang leluhur kita adalah seorang
Raja yang juga bernama Nimrod. Dia sangat terkenal karena membangun
Menara Babel. Dia adalah pria hebat yang hidup sampai lanjut usia. Begitu
kematiannya, dan sebelum bisa berkabung atas kematian Nimrod, Semiramis,
permaisurinya, melahirkan bayi lakilaki yang dia beri nama Tammuz. Ketika
sudah cukup sehat, Semiramis pergi ke padang pasir untuk berpuasa selama
empat puluh hari dan empat puluh malam untuk berkabung atas kematian
suaminya. Pada saat itulah datang sebuah pengungkapan rahasia bahwa Tammuz
sebenarnya adalah Nimrod yang terlahir kembali.

“Sekarang, semua Jin muda dari suku kita selalu menjalankan ritus Tammuz,
untuk memperingati kelahiran kembali dan menandai jalan mereka menuju
kedewasaan. Tak seorang pun bisa menjadi Jin dan menggunakan kekuatan Jin
sebelum dia berpuasa di gurun pasir. Karena dari padang

pasirlah kalian datang, dan sampai kalian merasakan panasnya padang pasir
yang membakar tulang, barulah kalian bisa memahami api Jin yang membakar
dalam diri kalian.”

“Tunggu dulu,” sela Philippa, “maksudmu kami harus menghabiskan waktu


empat puluh hari dan empat puluh malam sendirian di padang pasir?”

“Bukan empat puluh hari,” sahut Nimrod kikuk, “tak ada yang seperti itu.
Bahkan, sangat singkat.”

“Berapa lama?” tanya John curiga.

“Satu malam,” jawab Nimrod, “mulai senja hingga fajar.”

“Kami sendirian?” teriak Philippa.

“Dalam kegelapan? Tanpa makanan dan minum an?”

“Kalian ingin menjadi Jin, kan?” ucap Nimrod, “dengan kekuatan untuk
mengabulkan tiga perminta an dan hal-hal semacam itu? Atau kalian ingin
menjadi manusia biasa?”

“Tentu saja kami ingin menjadi Jin,” jawab John.

“Sungguh, tak ada yang perlu dikhawatirkan,” kata Nimrod, “aku tahu ada
daerah kecil yang menye nangkan di dekat Piramida. Kalian akan merasa cukup
nyaman sana.”

“Kapan?” tanya Philippa.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Makin cepat makin baik, kan? Kupikir malam ini yang terbaik.”

John dan Philippa tidak berkata apa-apa selama beberapa saat.

“Mengapa kita tidak ke sana sekarang, di siang hari, supaya kalian bisa
melihatlihat tempatnya

dan terbiasa? Juga melihat Piramida.”


Nimrod meminta Creemy mengantar mereka ke Giza, yaitu sebuah desa di dekat
kompleks Piramida. Sepanjang perjalanan, mobil mereka beberapa kali berhenti
sebentar di toko-toko barang antik dan museum kecil. Setiap berhenti, Nimrod
selalu bertanya tentang gempa bumi itu dan apa yang mungkin tersingkap,
seolah dia mencari tahu hal tertentu.

John dan Philippa bertanya-tanya hal apakah

itu.

Akhirnya, mobil berhenti di jalan yang tenang dan tampak berdebu, dan Nimrod
memimpin si kembar melewati pintu toko parfum kecil tanpa nama, yang berdiri
di antara kandang kuda dan pasar buah serta sayuran. Bagi si kembar, toko itu
tampak seperti tempat yang aneh untuk menjual parfum. Sama anehnya,
mengapa Nimrod ingin masuk ke toko itu, setidaknya sampai mereka mendapati
rak kaca yang berisi beberapa botol kaca antic dan lampu minyak Romawi kuno.
Seorang pria yang memakai kemeja putih panjang membungkuk khidmat kepada
ketiga orang tamunya, kemudian mencium tangan Nimrod dengan hormat.

Selama beberapa sesaat kedua pria itu bicara dalam bahasa Prancis dan
kemudian bahasa Arab sebelum Nimrod berpaling pada anakanak itu.

“Ini Huamai,” katanya, “Huamai, ini keponakanku, Philippa dan John.”

Huamai membungkuk pada anakanak tersebut. “Suatu kehormatan bagiku,”


katanya, “dengan mem

bawa anakanak muda ke tempat ini.“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

Nimrod menepuknepuk bahu Huamai. “Sudahlah, sobat. Katakan, Huamai,


apakah Toeragh, anakmu itu ada di sini? Aku ingin menyewa tiga unta putih.”

“Silakan masuk,” sahut Huamai. Dia mengantar Nimrod dan si kembar ke


ruangan kecil berdinding kaca, dan menunjuk satu set bantal duduk di lantai.
“Akan kusampaikan padanya secepat mungkin.” Kemudian dia membungkuk
lagi lalu keluar ruangan.

“Huamai adalah penjual parfum yang hebat,” jelas Nimrod, “salah satu yang
terbaik. Setelah menunggang unta, kita akan kembali ke sini dan mencoba
sedikit parfum racikannya, kemudian mungkin kalian akan mengerti mengapa
Delilah bisa memperbudak Samson, Sheba memukau Raja Sulaiman, dan
Cleopatra memi kat Mark Anthony”

“Tidak mau,” sergah John, “aku tidak mau pakai parfum. Itu hanya untuk anak
perempuan.”

Nimrod tersenyum kalem. “Kita lihat saja nanti.” Dia berdiri saat Huamai
melongok di pintu dan membungkuk lagi, “Mari. Untanya sudah siap.”

Si kembar mengikuti Nimrod melintasi toko berbau harum tersebut menuju


kebun kecil di bela kang toko. Di situ ada tiga ekor unta putih yang sedang
berlutut. Masing-masing unta ditunggangi turis Amerika berbadan besar yang
membawa kamera, botol air, dan buku petunjuk. Ketiga turis yang duduk di atas
unta terlihat seperti setumpuk kue bagel raksasa yang ditumpuk di atas kue bagel
raksasa lain.

“Unta menjadi sarana terbaik untuk mengelilingi

Piramida,” jelas Nimrod, “karena satu alasan, perja lanannya menyenangkan.


Dan, karena alasan lain, itu satusatunya cara agar tidak terus-menerus
dirongrong oleh penduduk setempat yang berusaha menjual sesuatu yang tidak
kalian inginkan.”

Seorang pria muda berwajah ramah yang berku mis dengan membawa sebuah
cambuk unta berlari ke arah Nimrod lalu membungkuk.

“Ini Toeragh,” ujar Nimrod yang mulai bicara dalam bahasa Arab. Setelah satu
atau dua menit bernegosiasi, Nimrod memberi Toeragh uang kertas lalu menoleh
pada si kembar.

“Semua sudah diatur. Tiga unta ini menjadi milik kita selama kita inginkan.”

Saat Nimrod bicara, ketiga unta itu berdiri dan meringkik kencang, sehingga
ketiga penunggangnya memekik, antara takut dan senang.

“Tapi unta-unta itu kan sudah disewa mereka,” protes John, “lihat!” Dia
menunjuk pada turis-turis yang saling memotret, “sudah ada penunggangnya.”

“Tidak, tidak, tidak,” sahut Nimrod, “kau salah paham. Kita tidak menunggang
unta. Hal itu tidak banyak kesenangannya. Sangat tidak menyenangkan
menurutku, dengan punuk besar di tengah mereka. Kita akan menjadi unta. Nah,
itu usul yang jauh lebih menarik, kan?”

“Apa?” teriak Philippa, “Aku tidak mau menjadi unta. Mereka jorok.” Rasa
jijiknya membayangkan gagasan untuk menjadi unta meningkat dengan cepat
saat seekor unta mulai membuang air seni di tanah.

“Omong kosong,” ujar Nimrod, “ini unta-unta yang sangat cantik. Yang terbaik
di Kairo. Terlebih lagi, unta adalah binatang yang sangat penting bagi suku Jin
kita. Suku Marid telah mengubah diri mereka menjadi unta selama ribuan tahun.
Lagi pula, pengalaman ini akan berguna bila kalian sudah menjadi Jin.”

“Tapi bagaimana?” tanya John yang terlihat sama tidak senang atas gagasan
pamannya, “Apanya yang berguna bagi kami? Kucing, atau anjing, atau bahkan
kuda, bisa kupahami. Tapi bukan unta.”

“Apalagi yang membuang air seni itu,” ujar Philippa sambil menutup hidung,
“kapan dia akan ber henti melakukannya?”

“Jangan berdebat,” sergah Nimrod, “mereka akan segera berangkat. Dengar, aku
pernah menjadi unta, ibumu pernah menjadi unta, dan nenekmu seekor unta. Dan
ini hanya berlangsung beberapa jam saja.”

Philippa siap berjalan kembali ke toko parfum itu. “No way, Jose,” katanya saat
Nimrod mengangkat tangan ke udara, “aku tidak mau menjadi unta jelek.”

“Aku juga,” ucap John. Hanya saja kata-katanya itu keluar berupa sendawa
seekor unta yang sangat besar. Kini John sudah memiliki punuk seperti unta.
Philippa bersendawa balik padanya. Dia juga sudah menjadi seekor unta.

“Jangan bicara, berpikir saja,” Nimrod sepertinya bicara dalam kepala Philippa.
“Kalau kau mencoba bicara dengan cara biasa, maka yang keluar

hanyalah sendawa.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

John bersendawa keras, beberapa kali, begitu juga Philippa yang ketakutan.
Karena setahunya dia tidak pernah bersendawa.

“Ini menjijikkan,” pikirnya sedih.


“Itu lebih baik,” pikir Nimrod.

“Aku bisa mendengar pikiranmu,” ujar Philippa.

“Tentu saja. Kau pikir unta bisa bicara?”

Toeragh menyentakkan kendali Nimrod, dan dia mulai berjalan. John dan
Philippa, yang terikat pada pelana Nimrod dengan sebuah tali panjang, tak punya
pilihan kecuali mengikuti. Mereka berjalan beberapa saat dan, setelah mengitari
satu sudut, terlihatlah Piramida.

“Di sana,” ujar Nimrod. “Bagaimana menurut kalian?”

“Wow,” pikir Philippa. Sesaat dia lupa pada turis di punggungnya. Tak lama
kemudian dia mencurahkan seluruh perhatiannya pada Piramida, meskipun
sebagai unta; memang, dalam setengah jam sejak berangkat dari toko parfum
Huamai, menjadi unta mulai terasa seperti hal yang wajar. Dia menikmatinya,
mekipun dia tak ingin mengakuinya pada Nimrod.

Menjadi kembaran Philippa, John tentunya me mi liki pikiran yang sama dengan
saudaranya. Dia menyadari ada beberapa keuntungan berjalan menge lilingi
Piramida dalam wujud unta. Terlebih lagi, dia merasa sangat kuat, seolah dia
bisa dengan mudah membawa dua orang turis sejauh empat puluh atau enam
puluh kilometer. Tak ada

keraguan soal itu di benak John: di Mesir, setidaknya, menjadi unta ada
untungnya.

“Tidak bisakah kami menghabiskan malam tapa brata di padang pasir dalam
bentuk unta?” Pikirnya.

“Sayang sekali tidak,” jawab Nimrod. “Kau harus dalam wujud manusia
normalmu. Tapi aku senang kau menerima dengan sangat baik pengalaman
menjadi binatang. Karena mengambil wujud binatang tertentu adalah penting
dalam pengembangan kekuatan Jin kalian. Kalian bisa menjadi binatang apa
saja, meskipun hanya dalam waktu terbatas, kecuali unta. Unta adalah makhluk
yang kita - suku Marid - bisa gunakan dalam waktu tak terbatas.”

Mereka menempuh jarak sekitar dua kilometer ke selatan, di luar Piramida Giza
yang terkecil, menuju lengkung padang pasir terpencil bernama Abu Sir, di mana
Nimrod menjelaskan bahwa dua buah Piramida masih terkubur di bawah pasir.

“Inilah bagian padang pasir yang kuceritakan pada kalian,” jelas Nimrod.
“Tempat aku akan membawa kalian nanti malam. Untuk ujian berat tapabrata
kalian.”

John bersendawa keras, seolah untuk menunjuk kan kurangnya antusias pada
seluruh urusan itu.

“Mengapa kita ke sini?” tanya salah seorang turis. “Tidak ada yang bisa dilihat.
Ayo kita kembali.”

“Bagaimana caramu membuat binatang bodoh ini berjalan lebih cepat?” keluh
suaminya sambil membuka tali yang terikat pada dua unta lain dan menendang
samping tubuh Philippa.

Philippa langsung berderap cepat, yang sepertinya justru dinikmati turis itu; dan
kemudian berlari kencang, yang sepertinya tidak dia nikmati. Sambil
bersendawa nyaring dengan riang, Philippa berlari kembali ke Giza, Toeragh
mengejarnya, dan dua unta lain sampai, karena pasti mengkhawatir-kan
keselamatan nyawanya, pria itu melompat dari pelana Philippa dan terjatuh ke
bukit pasir tanpa terluka. Philippa memperlambat larinya, dan kemudian berbalik
untuk meludah ke tanah di dekat penunggangnya yang jatuh.

“Biar tahu rasa dia karena sudah menendangku,” katanya gembira.

Kembali ke toko parfum, saat para turis sudah pergi, Nimrod mengubah dirinya
dan si kembar kembali ke wujud manusia. John segera menyadari sesuatu yang
tidak menyenangkan pada dirinya.

“Ugh,” katanya, “bauku menjijikkan.”

“Kita semua bau,” ujar Nimrod, “begitulah yang terjadi pada transformasi
binatang. Baunya kadang-kadang bisa bertahan agak lama setelah seseorang
berubah ke wujud manusia lagi. Ini salah satu alasan mengapa Huamai
mengelola toko parfum bersama dengan penyewaan unta. Agar Jin yang
memiliki kebutuhan mendesak seperti kita bisa harum kem bali.”

Mereka masuk ke toko di mana Huamai sedang menunggu untuk menjual pada
mereka sebotol parfum dengan aroma terbaiknya - Air d’Onajees-tringh.
“Apakah kau masih berpikir kalau parfum hanya untuk perempuan?” Tawa
Nimrod sambil mengambil

botol dari tangan Huamai.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Kurasa parfum apa pun akan jauh lebih baik daripada memiliki aroma bau
seperti unta,” gerutu John sambil menutulkan sedikit parfum ke belakang telinga
dan dada dengan enggan, “meskipun parfumnya beraroma perempuan sekali
pun.”

“Dengar,” jelas Nimrod, “dia terdengar sangat mirip Groanin.”

“Omongomong soal Mister Groanin,” ujar Phi lip-pa, “di mana dia? Aku tidak
melihatnya tadi pagi.”

“Dia gusar karena suatu hal?” tanya John.

“Tidak,” jawab Nimrod, “tapi dia sangat jauh dari merasa puas. Groanin benci
Mesir, betapa malangnya. Dia lebih suka tinggal di kamarnya dan menonton
televise atau membaca The Daily Telegraph atau puisinya. Dia tidak tahan pada
hawa panas Mesir, tidak tahan pada makanan nya, tidak tahan pada lalatnya, dan
tidak tahan pada orang-orangnya. Mungkin kalian akan jarang meli hatnya
sampai kita kembali ke London.”

“Aku heran, kenapa kau mengajaknya,” ucap John.

“Karena aku bisa hidup tanpa mentega, tapi aku tidak bisa hidup tanpa seorang
pelayan. Siapa yang akan membersihkan perabot perak? Siapa yang akan
melipat selimutku? Siapa yang akan membawakan teh dan menyiapkan air
mandiku? Yang terpenting, siapa yang akan membukakan pintu dan
memberitahukan kepada mereka - orang yang menawarkan sesuatu yang tidak
ingin kubeli -bahwa aku tidak berada di rumah? Mister Groanin

adalah penghubungku dengan dunia.”

“Mungkin dia bisa ikut kami malam ini,” usul Philippa tegas, “siapa tahu ada
yang mencoba menjual sesuatu kepada kami.”
12
MWNJADI JIN

Sore itu, sesaat sebelum matahari tenggelam, Nimrod meminta Creemy


mengantar mereka berempat ke padang pasir di sebelah selatan piramida.
Setibanya di tempat tujuan, Nimrod dan Creemy membuka bagasi mobil, lalu
mengeluarkan tikar, kamus bahasa Inggris, dua bendel kertas dan dua pensil, dua
kantong tidur, sekotak korek api, dan terakhir, sebuah lampu minyak tua dari
perunggu dengan pegangan yang diukir berbentuk seperti pria tua bungkuk.

“Ini barangbarang yang kalian perlukan,” ujar Nimrod.

“Tapi tak ada makanannya,” ucap John.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Bukan puasa namanya kalau kalian membawa makanan?” kata Nimrod.

“Kau tidak punya senter?” tanya Philippa sambil memandang sekeliling. Dia
tidak yakin kalau apa yang dicarinya itu ada, “Tak lama lagi akan sangat gelap
dan lampu itu tidak terlihat seperti bisa menerangi kue ulang tahun.”

Nimrod tampak terguncang. “Kau tidak boleh melaksanakan ritual Tammuz


dengan senter,” katanya, “kau bukan pencuri, tapi Jin, dan berasal dari keluarga
Jin yang terkenal. Coba ingat itu. Maksud dari ujian tapabrata ini adalah kau
harus mampu menghabiskan malam di alam liar dengan api

sebagai teman. Lampu minyak memiliki posisi yang sangat istimewa bagi kita.”
Nimrod mengomel lantang dan menggeleng-gelengkan kepala, “senter. Ide apa
itu?”

“Kami tidak terbiasa pada kegelapan, itu saja,” kata John gugup, “semua polusi
cahaya di New York membuat kota itu tidak terlalu gelap. Tidak seperti
kegelapan yang ada di Mesir ini.”

“Ini lampu Byzantine dari abad ketujuh Masehi,” ujar Nimrod, “dan bisa
kutegaskan kalau lampu itu akan cukup untuk kebutuhan kalian.”
“Tapi apa yang akan kami lakukan sepanjang semalaman?” tanya Philippa.

“Berusahalah tidur,” jawab Nimrod, “itulah yang biasanya dilakukan orang pada
malam hari. Kusarankan kau menggunakan kantong tidur itu, karena cuaca akan
menjadi dingin setelah gelap. Kalau merasa bosan, kalian bisa memainkan
permainan katakata dengan kamus. Atau mungkin menggosok lampu antik itu
agar mengilap. Tadi dalam perjalanan ke sini, aku melihat lampu itu sudah agak
kusam.”

Creemy sudah kembali ke mobil Cadillac dan menyalakan mesin. “Kami akan
kembali saat fajar,” ujar Nimrod saat naik ke jok belakang.

“Tapi, bagaimana kalau sesuatu terjadi pada kami?” tanya John.

“Tidak seorang pun yang tahu kalian ada di luar sini selain aku dan Creemy. Apa
yang mungkin bisa terjadi pada kalian? Lagi pula, kalian Jin. Orang lainlah yang
se harusnya takut pada kalian,” Nimrod

menutup pintu mobil dan kemudian menurunkan kaca jendela, “omongomong,


kalau kalian melihat cahaya aneh di atas Piramida dan suara menggelegar di
langit, jangan khawatir. Itu son et lumiere di Piramida. Pertunjukan suara-dan-
cahaya untuk para turis. Kurasa dari sini kalian akan mendengar setiap kata.
Siapa tahu? Kalian bahkan mungkin belajar sesuatu.”

Nimrod menepuk bahu Creemy, dan mobil itu lenyap dalam kepulan pasir dan
debu seperti kereta perang putih yang agung. Mereka meninggalkan si kem bar
dalam kegelapan yang kini mulai datang dengan cepat di Abu Sir.

John sangat yakin dia bisa mendengar bunyi detak jantungnya sendiri. “Kalau
saja Neil dan Alan ada di sini,” katanya, “maksudku, Winston dan Elvis.”

“Kuharap juga begitu,” Philippa mengakui, “kurasa aku takkan setakut sekarang
ini.”

“Kupikir itulah tujuannya,” kata John, “bukan ujian namanya kalau hanya
berjalan-jalan di taman.”

Angin sepoi-sepoi hangat tampaknya menggoda, membelai wajah mereka dan


membuat rambut mereka berkibar-kibar.
“Kuharap tapabrata ini berguna,” kata Philippa.

“Kurasa begitu, kalau kita akhirnya punya kekuatan Jin seperti Nimrod,” kata
John.

Tak lama setelah kepergian Nimrod, mereka mendengar musik membosankan


dan sinar laser menembus langit karena pertunjukan suara-dan-cahaya dimulai di
piramida sekitar satu setengah kilometer ke utara. Setidaknya selama beberapa

saat mereka sangat tertarik pada apa yang terjadi sehingga tidak memerhatikan
kegelapan. Namun saat pertunjukan itu usai, Philippa mendapati dirinya
menggigil karena kedinginan dan ketakutan.

“Malam menjadi gelap dengan sangat cepat, ya?” katanya. Dia menelan ludah
dengan tidak nyaman, lalu merangkak ke dalam kantong tidur dengan harapan
benda tersebut dapat melindunginya dari segala sesuatu yang merayap keluar di
padang pasir, “haruskah kita menyalakan lampu itu sekarang?”

John mengambil kotak korek api dan kemudian menimbang-nimbang lampu itu
di tangannya. “Aneh,” katanya, “barang jelek ini tidak mau menyala.”

“Jangan bergurau, John. Itu tidak lucu.“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Tidak, sungguh, aku tidak bercanda.” Dia menyerahkan lampu itu dan koreknya
pada Philippa, “ini, coba saja.”

Philippa mengambil lampu dan korek itu lalu coba menyalakannya. Dia pun
gagal hingga tersisa satu dari lima batang korek api. Lampu itu pun diperiksanya
dengan lebih teliti, “Pantas kita tidak bisa menyala,” katanya, “Lampu bodoh ini
tidak punya sumbu.” Dengan cemas, Philippa mulai menggosok lampu itu
dengan lengan bajunya.

“Setidaknya sekarang bulan purnama,” celetuk John yang berusaha mengurangi


kesedihan saudaranya. Tanpa menyalakan korek api, dia hampir tidak bisa
melihat di mana adiknya. “Dan kau lihat langit itu? Banyak sekali bintang.
Beberapa di antaranya begitu dekat sampaisampai bisa kita sentuh. Lihat yang
satu itu. Tepat di atas cakrawala. Kelihatan seolah hanya beberapa ratus meter
jauhnya. Seperti yang kukatakan pada Nimrod. Kau tidak pernah melihat langit
malam yang sesungguhnya di New York.”
Philippa berhenti menggosok lampu lalu mendongak. Lampu di tangannya pun
berguncang, seakan mulai terbang tepat pada saat Philippa hendak membenarkan
ucapan John. Tentunya dengan harapan dapat mengalihkan perhatian John dari
situasi yang kurang menguntungkan ini. Philippa berteriak ketakutan, dia yakin
ada yang merampas lampu itu dari tangannya. Dengan masih dalam kantong
tidur, dia berdiri dan melompat-lompat ke arah kakaknya, “John,” serunya.
“Sesuatu terjadi pada lampu itu.”

Bahkan di saat dia bicara, asap tebal yang bersinar keluar dari tempat sumbu
yang kosong pada lampu itu, membubung ke langit tinggi di atas kepala mereka
dengan kecepatan yang tidak wajar. Lalu membentuk awan raksasa yang
sepertinya melayang-layang seolah mengancam akan mencurahkan hujan. Pada
saat yang sama, mereka menyadari ada aroma tajam aneh seperti cat poster,
seolah ada yang mengecat asap itu dengan kuas.

“Aku tidak suka ini,” ujar Philippa, “aku tidak suka sama sekali.”

Saat sudah keluar semua dari lampu kuno, asap itu bergabung kembali dengan
sendirinya dan menjadi tubuh berbentuk siluet manusia yang dua

kali lebih tinggi dan lebih besar daripada raksasa terbesar yang bisa mereka
bayangkan. Tapi, perlahan siluet itu mengecil dan mengerut hingga berbentuk
normal. Jin pun mulai bisa dikenali.

“Mister Rakshasas,” seru si kembar, mengembus kan napas lega dengan keras,
“syukurlah ternyata kau.”

“Selamat malam pada kalian berdua,” katanya dengan aksen Irlandia yang
sangat bagus sehingga terdengar sangat teatrikal.

“Kau membuat kami sangat ketakutan,” Philippa tertawa saat dia berhasil
mengatur napas.

“Apakah ini bagian dari Tammuz?” tanya John.

“Begitulah, Jin muda,” jawab Jin tua itu, “benar. Aku bertanya-tanya butuh
berapa lama lagi hingga kalian menggosok lampu itu. Kalian tidak benarbenar
berpikir kalau paman kalian akan meninggalkan kalian di luar sini sendirian,
kan?” Dia mendesah, “well, mungkin memang begitu. Aku yakin bahwa saat
Nimrod memberi kalian lampu tua itu, kalian akan ingat cerita Aladdin, dari
buku Kisah Seribu Satu Malam, tapi kelihatannya aku salah. Yang penting
bahwa kalian merasa seolah telah ditelantarkan di padang pasir, sesuatu yang
dianggap sangat penting dalam Tammuz. Itu dan sebuah instruksi kecil dari
kesungguhanmu. Dalam kapasitasku sebagai pemimpin sementara seremonial
suku Marid.”

“Kukira Nimrod kepala suku kita,” ucap Phi lippa. “Pada dasarnya, ibu kalianlah
kepala suku Marid,” ujar Mister Rakshasas, “tapi sejak dia bersum—

pah untuk berhenti menggunakan semua kekuatan Jin, Nimrod yang bertanggung
jawab atas urusan harian suku Marid. Tapi, karena Mister Nimrod ada urusan
mendesak malam ini, jadi dia memercayaiku untuk melaksanakan tapabrata
formal kalian.”

Seperti sebelumnya, Mister Rakshasas mengenakan sorban dan mantel panjang


putih yang serasi dengan janggut putih rapinya. Dia memegang lampu minyak
lain di tangannya. Hanya saja yang ini benarbenar menyala dan memancarkan
cahaya kuat. Itu pun hanya menerangi padang pasir itu sejauh beberapa meter di
sekeliling mereka. Si kembar tidak pernah melihatnya sejak meninggalkan
London, dan secara berangsur-angsur, rasa takut dan terkejut mereka berubah
men jadi rasa senang. Karena itulah kali pertama mereka melihat Jin muncul dari
dalam lampu.

“Apa yang akan terjadi pada kami sekarang?” Tanya John.

“Yang terburuk dari ujian kalian sudah berakhir,” kata Mister Rakshasas,
“kecuali kalau kalian meng anggap mendengar orang tua seperti aku bicara
adalah hal terburuk. Paman kalian, Mister Nimrod, adalah Jin hebat yang
kusebut sobat dengan rasa hormat, telah memintaku menceritakan pada kalian
bagaimana menjadi Jin. Jadi, aku harus meminta kalian memerhatikan, karena
ada hal penting yang berkenaan dengan cerita ini. Dan pastinya, kalian harus
benarbenar memahaminya.”

Suara Mister Rakshasas menjadi lebih tegas dan lebih nyaring saat dia
melanjutkan bicara, sehingga

si kembar menduga kalau dia mungkin tidak terlalu pemalu seperti yang selalu
diucapkan Nimrod.

“Pada awal terciptanya bumi, hanya ada dua kekuatan di dunia, dan hanya tiga
jenis makhluk yang mampu mengetahui perbedaan di antara keduanya. Kekuatan
ini adalah kebaikan dan kebatilan, dan hanya malaikat, Jin, dan manusia yang
mengetahuinya secara terpisah.

“Jin berada setengah jalan di antara manusia dan malaikat. Mereka terbuat dari
jenis api yang lembut, maka itu mereka memiliki kekuatan untuk mengambil
wujud yang mereka senangi. Lantaran memiliki keku atan untuk mengendalikan
keberuntungan, maka itu sebagian manusia memuja Jin sebagai setengah dewa.
Hal itu menjadikan manusia lain yang menyembah Tuhan Yang Esa, menjadi
sangat marah. Lambatlaun malaikat, Jin, dan manusia dipaksakan untuk memilih
antara kebenaran dan kebatilan. Itu disebut Pilihan Besar. Hanya sedikit malaikat
yang memilih kebatilan tapi nama-nama mereka terlalu ber pengaruh untuk
dianggap enteng. Manusia adalah makhluk bumi yang terbanyak, dan sebagian
memilih kebaikan, namun yang terbanyak memilih kebatilan sehingga fi gur-fi
gur yang tepat berkurang. Tapi, keadaan jadi berbeda pada kasus Jin. Karena
hanya berjumlah enam suku - lebih sedikit daripada manusia - jadi para Jin lebih
mudah diberi penjelasan dalam persoalan Pilihan Besar ini. Tiga suku - Marid,
Jinn, dan Jann - adalah tiga suku pertama yang memilih kebaikan; sedangkan
tiga suku lain - Ifrit, Syaitan,

dan Ghul - memilih kebatilan.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Bila kita kembali ke masa lalu, sayang sekali tiga suku Jin yang baik telah
memutuskan bahwa peperangan adalah kejahatan besar. Konsekuensinya,
mereka tak lagi berperang demi kebaikan. Banyak peperangan yang terjadi
antara manusia dan Jin karena Pilihan Besar ini. Dan suku-suku Jin yang jahat
melakukan hal-hal mengerikan. Tidak hanya kepada Jin lain, tapi juga kepada
manusia. Karena itulah sepanjang waktu, manusia memutuskan untuk
memperlakukan Jin seba gai makhluk jahat. Sebagian Jin baik dibantai. Yang
lain melarikan diri untuk mendapatkan kehidupan di tempat beriklim dingin
yang lebih tenang. Meskipun kekuatannya berkurang, tapi memastikan mereka
dapat melangsungkan kehidupannya dalam jangka pa njang. Secara berangsur-
angsur - lebih dari ratusan tahun - keseimbangan kekuatan antara kebaikan dan
kebatilan diperoleh. Tapi dalam pengertian nyata, perang itu masih ada sampai
saat ini.”

“Berarti kita sedang berperang melawan suku Ifrit?” tanya John.

“Sejenis perang, ya. Perang dingin kalau boleh dibilang,” Mister Rakshasas
mengakui.

“Bagaimana mungkin kita tidak mendengar lebih banyak tentang ini?” tanya
Philippa.

“Karena sekarang, sebagian besar manusia percaya bahwa Jin tidak lagi
berwujud, yang sangat sesuai dengan tujuan kami. Sementara orang lain, yang
menyebut diri mereka orang bijak, atau tukang sulap, sudah belajar mengikat Jin
untuk melayani

mereka. Beberapa di antara mereka bahkan memiliki darah Jin. Lantaran semua
alas an ini, Jin yang bijak telah belajar untuk berhati-hati tentang bagaimana dan
kapan manusia boleh mengetahui keadaan mereka yang sebenarnya.”

“Jadi, seperti apa tampang Ifrit ini?” tanya Phi lippa.

“Pertanyaan bagus, Nak. Ya, kau harus belajar untuk mengetahui perbedaan
suku-suku Jin, perbedaan jenis Jin. Apakah Jin itu kawan atau lawan kita. Kalau
lawan, bagaimanakah cara melawannya. Sejauh ini aku sudah mendaftar sistem
bantuan dengan kartu Jin, yang akan ku berikan pada kalian sekarang.” Sambil
berkata begitu, Mister Rakshasas merogoh ke dalam saku mantelnya dan
mengeluarkan dua set kartu besar yang dia berikan masing-masing satu set
kepada John dan Philippa.

Pada setiap kartu terdapat nama Jin, sukunya, wujud binatang yang disukai, dan
berbagai kekuatan dan kelema hannya.

John mengamati kartu-kartu itu. “Ini benarbenar cool,” katanya.

“John. Apakah menurutmu kau bisa menahan diri untuk tidak menggunakan kata
itu?” kata Mister Rakshasas. “Cool bukanlah kata yang membuat nyaman bagi
Jin yang menghormati dirinya sendiri. Kami, para Jin, terbuat dari jenis api yang
lembut. Dan bisa kupastikan padamu, tidak ada yang cool tentang itu.”

“Apa maksudnya?” tanya Philippa, “jenis api

yang lembut? Api adalah api, kan?“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Mungkin, bagi pria dari Cork,” kata Mister Rakshasas, “tapi dengar, kau pernah
mendengar bahwa orang Eskimo punya delapan belas kata yang berbeda untuk
salju? Merupakan fakta bahwa kami, para Jin, memiliki dua puluh tujuh kata
yang berbeda untuk api, tidak termasuk sekitar selusin kata dalam bahasa
Inggris. Sebagian besar dari kata ini berhubungan dengan apa yang kami sebut
Api Purba, yaitu api yang panas, atau api yang disebabkan oleh gesekan. Tapi
ada juga api yang lembut yang membakar dalam diri semua Jin, yang baik atau
yang jahat. Manusia menyebut ini roh mereka, meskipun hanya punya sedikit
kegunaan praktis, tidak seperti api lembut yang ada dalam diri kalian berdua.
Semua kekuatan Jin berhubungan dengan api yang lembut ini. Inilah yang
memberi kalian kekuatan pikiran atas sesuatu. Inilah kekuatan yang sangat ingin
dimiliki manusia.”

“Tapi bagaimana?” desak John, “bagaimana kami melakukannya? Apa yang


harus dilakukan untuk melatih kekuatan kami? Memikirkan ‘hal-hal indah’
seperti dalam kisah Peter Pan?”

“Yang harus kalian lakukan hanyalah belajar memusatkan kekuatan-api dalam


diri kalian pada apa pun yang ingin kalian jadikan sebagai sasaran. Dan cara
terbaik melakukannya adalah memikirkan sebuah kata. Satu kata yang akan
kalian gunakan untuk melatih kekuatan Jin kalian. Inilah tujuan utama dari
malam ini. Membantu kalian menemukan ruang dan kesunyian untuk melihat ke
dalam diri

kalian, untuk bermeditasi dan menemukan kata yang akan membantu kalian
memusatkan kekuatan.”

“Maksudmu seperti kata sihir?” tanya Philippa.

Mister Rakshasas mengerutkan keningnya. “Kami, Jin, lebih suka menyebut kata
ini sebagai kata fokus. Tapi benar bahwa beginilah katakata sihir dimulai di
antara manusia. Mereka mendengar Jin yang ceroboh menggunakan kata
fokusnya, lalu setelah melihat hasilnya, mengira kata itu mungkin berhasil bila
mereka mencobanya dalam cara yang sama. Begitulah kata SESAME bermula.
Tak ada yang istimewa pada sesame, atau wijen. Hanya tanaman yang ditanam
orang India Timur secara meluas. Tapi beberapa Jin berpikir kata itu mungkin
bisa menjadi kata fokus yang bagus dan, sebelum tahu di mana dia berada, kata
itu diambil dan digunakan oleh manusia yang menulis cerita Kisah Seribu Satu
Malam.”

“Jadi yang harus kami lakukan,” ujar Philippa, “adalah memikirkan satu kata
fokus yang tepat dan kami akan bisa mulai melakukan trik.”

“Trik?” wajah Mister Rakshasas mengerut, “trik bukan untuk Jin. Saat kukatakan
kekuatan-api, aku bersungguh-sungguh. Orang bisa terluka. Karena itulah kalian
berada di luar sini jauh dari mana-mana. Untuk belajar menggunakan kekuatan-
api itu dengan bertanggung jawab.”

“Ya, Mister Rakshasas,” ujar Philippa, “maafkan aku.”

“Kata fokus kalian ibarat kaca pembesar. Kalian melihat dengan cara seperti
kaca itu bisa memusatkan kekuatan cahaya matahari pada titik yang sangat kecil
di tengah selembar kertas sehingga terbakar. Kata fokus bekerja dengan cara
yang sama. Yang harus kalian lakukan adalah memilih sebuah kata yang sangat
kecil kemungkinannya untuk muncul dalam pembicaraan normal. Begitulah
ABRAKADABRA berawal. Dan banyak kata lain.”

“Apa kata fokusmu?” tanya Philippa.

“Kata fokusku? SESQUIPEDALIAN. Konon kataitu ditemukan oleh penyair


Romawi Horace untuk kata yang sangat panjang. Dan kata fokus Nimrod adalah
QWERTYUIOP. Itu sepuluh abjad pertama di keyboard mesin tik. Kedua kata
itu tidak mungkin terlupakan dan juga hampir tak mungkin digunakan dalam
pembicaraan normal.”

“Ya,” Philippa menyetujui, “katakata fokus yang sangat bagus. Aku tidak bisa
memikirkan sesuatu yang sebagus itu.”

“Tak perlu terburu-buru,” ucap Mister Rakshasas, “dan sebenarnya, kau harus
memikirkannya dengan lebih serius. Itulah maksudnya mengapa kita berada di
sini.”

“Bagaimana dengan BILTONG?” tanya Philippa, “itu sejenis daging antelop


yang dikeringkan dari Afrika Selatan. Aku tidak akan mungkin mau pergi
belanja dan memesannya. Menjijikkan.”

“Aku tahu apa itu,” kata Mister Rakshasas, “tapi aku juga tidak menyarankan
kalian memilih kata yang sangat pendek. Pastinya, aku pernah mengetahui kasus
Jin yang menggumamkan kata fokusnya dalam tidur, akibatnya bencana pun
timbul. Tapi
aku tidak pernah mendengar orang tidur yang mengucapkan, contohnya, kata
FLOC CINAUCINHILIPILIFICATION.”

“Kurasa aku takkan bisa mengucapkan kata seperti itu,” ujar John, “terutama
saat aku terjaga.”

“Sebetulnya, apa arti kata itu?” tanya Philippa.

“FLOCCINAUCINHILIPILIFICATION? Arti nya perkiraan sesuatu yang tidak


berharga. Yang membuatkata itu kurang lebih sempurna untuk menjadi kata
fokus karena tak seorang pun bisa mengucapkan kata serumit

FLOCCINAUCINHILIPILIFICATION dalam pembicaraan normal mana pun.”

Mister Rakshasas meletakkan lampu di tanah dan mengambil kamus, dua bundel
kertas, dan dua pensil yang ditinggal Creemy di sana. “Kalau kalian butuh
inspirasi, kusarankan kalian menggunakan kamus untuk mencari bantuan. Tulis
beberapa ide sebelum kalian pergi tidur malam ini dan, besok pagi, saat Nimrod
sampai di sini, kita akan memilih yang terbaik dan kemudian mencoba kata itu.”

Mister Rakshasas memandang berkeliling. “Aku sampai lupa. Ayo kita lihat
apakah kita bisa membuat tempat ini jadi sedikit lebih menyenangkan.”

“Api unggun akan menyenangkan,” usul Phi lippa. “Juga tenda,” ucap John,
“dan Mister Rakshasas, sementara kau sedang mengerjakannya, bagaimana juga
bila terhidangkan hamburger?”

“Kalian salah paham,” kata Mister Rakshasas, “sekarang, kekuatan Jinku sendiri
terbatas pada

peru bahan zat. Begitulah kita menyebutnya bila kita keluarkan atau masuk ke
lampu atau botol. Kalau tidak, sungguh, aku bisa dibilang tak berdaya.”

“Jadi bagaimana membuat tempat ini jadi lebih menyenangkan, seperti yang kau
bilang tadi?” Tanya Philippa.

“Untungnya, kita bukan tanpa sumber daya.” Dia menunjuk ke dalam kegelapan
ke arah Piramida. “Sekitar sembilan puluh meter menyusuri jalan itu, kita akan
menemukan kotak besar berisi semua yang akan kita butuhkan untuk malam
yang menyenangkan. Tenda. Kayu bakar. Lampu minyak. Nimrod mening
galkannya di sana untuk kita. Kita hanya perlu pergi mengambilnya.” Dan
sambil berkata begitu, dia meraih lampu minyak dan meniup apinya.

“Bagaimana mungkin kau berharap menemukan nya dalam gelap?” tanya John.

“Mudah,” jawab Mister Rakshasas, “kau lihat cahaya dekat cakrawala itu? Itu
lampu yang diletakkan di atas kotak. Nimrod meninggalkannya di sana untuk
membantu kita menemukannya.”

“Padahal tadi kupikir itu bintang,” John meng

akui.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Setengah jam kemudian, si kembar merasa jauh lebih nyaman dengan tenda
besar yang telah didirikan dan api unggun yang menyala di tanah.

“Jadi di mana Paman Nimrod?” tanya Philippa, “kau bilang dia punya urusan
penting malam ini.” Mister Rakshasas terdiam sementara wajahnya menjadi
keruh, seolah dia akan mengabarkan sesuatu yang sangat penting.

“Sebetulnya dia sedang menyelidiki kabar burung bahwa Iblis telah terlihat di
Kairo. Iblis adalah Jin terjahat dari suku Ifrit. Sementara Ifrit adalah suku yang
paling jahat dari semua Jin. Iblis berarti penyebab perasaan putus asa.
Percayalah padaku, dia diberi nama yang cocok, ka rena telah melakukan banyak
hal jahat. Kalau Iblis sudah meninggalkan kasino dan istana judi suku Ifrit di
Kairo, itu karena suatu tujuan. Kita harus berusaha mengetahui tujuannya,
karena pastilah itu bukan sesuatu yang baik. Bila kita mengetahui tujuannya, kita
harus menghentikannya. Dengan segala cara.”

“Suku Ifrit punya kasino?”

“Beberapa lusin kasino. Banyak permainan judi dunia ditemukan oleh suku Ifrit,
untuk merusak semua manusia,” papar Mister Rakshasas, “judi membuat mereka
tidak perlu bersusah payah melatih kekuatan Jin mereka untuk menyebabkan
kesialan pada manusia. Kasinokasino mereka di Macao, Monte Carlo, dan
Atlantic City. Ifrit adalah suku Jin yang sangat malas.” Mister Rakshasas
mengangguk-angguk dengan wajah murung.

“Sampai saat itu, pikirkan dengan serius kata focus dari kekuatan-api kalian.
Kita mungkin membutuhkan kekuatan muda kalian lebih cepat daripada yang
kita perkirakan.” Jin tua berjanggut itu melipat tangan dan menghela napas
dengan letih. “Aku agak lelah karena berada di luar lampu terlalu lama. Jadi
kalau kalian tak keberatan, aku ingin pulang sekarang. Kalau kalian
membutuhkan aku, gosok saja lampu itu ya. Seperti yang kau

lakukan sebelumnya. Selamat malam.”

“Selamat malam, Mister Rakshasas,” jawab si kembar.

Bahkan saat Mister Rakshasas sedang bicara, asap mulai keluar dari mulut dan
lubang hidungnya meskipun tak ada cerutu atau rokok di tangannya. Asap itu
juga terus datang, seakan tak ada akhirnya, sampai Jin tua itu berdiri berselimut
asap dan benarbenar tak terlihat oleh kedua Jin muda. Kemudian, seolah lampu
itu menghirup napas dengan cepat asap tibatiba terhisap ke dalam lewat tempat
sumbu yang kosong. Mister Rakshasas telah lenyap saat gumpalan terakhir
menghilang dari udara padang pasir.

“Cool,” ucap John.


13
Tak lama setelah fajar menyingsing keesokan paginya, di saat matahari yang
muncul hanya berupa setengah lingkaran di kaki langit timur -yang terlihat
seperti mulut terowongan merah raksasa - Nimrod dating dengan Cadillac putih
yang dikemudikan Creemy. Mereka tampak sangat gembira. Sepertinya mereka
terlalu gembira sehingga lupa untuk bertanya tentang apa yang dialami kedua Jin
muda di padang pasir semalam. Segera Nimrod menunjukkan sepucuk surat
yang telah dia terima pada pagi tadi.

“Dari teman lamaku, namanya Hussein Hussaout,” jelasnya, “ini mungkin berita
yang kutunggu-tunggu. Hussein Hussaout adalah salah seorang perampok
makam yang paling sukses di Mesir. Katanya akan menguntungkan bagiku kalau
kita datang ke tokonya di Kota Tua. Tampaknya dia telah menemukan sesuatu
yang sangat menarik.”

“Apakah itu mumi?” tanya Philippa.

“Kuharap jauh lebih menarik dari itu,” sahut Nimrod, “kemungkinan besar
adalah sesuatu yang disingkap oleh gempa bumi barubaru ini, dan yang telah
Hussein Hussaout temukan. Meskipun begitu, kita harus tetap berhati-hati. Suku
Ifrit mungkin sedang mengawasinya.”

Nimrod melirik arlojinya.

PIKNIK DI BATU YANG MENGHILANG

“Jadi, semakin cepat kita mulai pelatihan kalian, itu semakin baik. Siapa tahu
kau harus melindungi diri dari serangan Jin.”

“Serangan?” tanya Philippa.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Tak ada salahnya bersiap-siap,” kata Nimrod, “bila ada kaitannya suku Ifrit.”
Dia menyalakan cerutu. “Usaha kalian untuk bertahan hidup setidaknya ter
gantung pada pemahaman atas penggunaan kekuatan Jin. Maaf, tapi begitulah
adanya. Seseorang telah berusaha membunuh John di bandara.”

“Jadi, tanpa tekanan?” tanya Philippa dengan sindiran yang tak luput dari
perhatian Nim rod.

Dia tertawa terbahakbahak lalu berkata, “Bagus, bagus sekali.” Lalu dia
menambahkan, “Baiklah, John. Ku rasa usiamu sepuluh menit lebih tua dari
saudara mu, jadi kau duluan. Ayo kita dengar usulmu.”

“Kata fokusku adalah ABECEDARIAN,” ujar John, “kata itu berarti sesuatu
yang berhubungan dengan abjad. Kupikir aku takkan menggunakan kata seperti
itu bila aku hanya mengucapkan alfabet, atau alfabetis.”

Nimrod tertawa. “Kau akan terkejut betapa banyak orang dewasa yang terkejut
pada pendapatmu,” katanya, “buat apa menggunakan kata yang panjang dan
kabur kalau kata yang pendek akan memberi hasil yang sama ba gusnya? Silakan
lanjutkan.”

“Kata itu terdengar istimewa,” lanjut John, “seolah seseorang bisa


menggunakannya untuk

membuat sesuatu muncul atau menghilang. Dan juga terdengar sedikit mirip
ABRAKADABRA.”

“Ya, memang,” Nimrod mengakui, “menurutku itu kata yang mengagumkan.


Bahkan, aku agak iri. Terdengar seperti kata yang memiliki kekuatan.” Nimrod
menatap keponakan perempuannya. “Philippa? Kata apa yang kau pilih?”

“Aku ingin kata yang unik. Kata yang belum ada.”

“Ambisius. Aku suka itu. Ayo kita dengar.”

Philippa menarik napas dalam-dalam, lalu berkata,


“FABULONGOSHOOMARVELISHLYWONDERPI PICAL.”

“Memang terdengar istimewa,” Nimrod mengakui, “aku kagum padamu. Tapi


demi kemudahan penggu naan, aku yakin aku lebih suka BILTONG daripada
ehm… FABULOWOTSIT…..”

“Kenyataan bahwa Paman sudah dengar tapi tidak bisa mengingatnya, berarti
kata itu pasti baik,” bantah Philippa.

“Ya, begitulah,” Nimrod mengakui dengan enggan, “pemikiran yang bagus,


Phil.” Dia menunjuk ke beberapa batu besar sekitar dua puluh tujuh meter dari
tempat mereka berdiri, “baiklah, mari kita lihat apakah kalian bisa mulai dengan
membuat salah satu batu itu menghilang. Pertama, cobalah membangkitkan
kekuatan pada kata yang telah kalian pilih. Itu berarti kalian harus menutup mata
dan berkonsentrasi penuh.”

Philippa dan John memejamkan mata dan mulai berkonsentrasi pada katakata
mereka. Masing-masing mencurahkan perasaan mereka pada katakata itu bahwa
kata itu berisi semua energi Jin dalam tubuh muda mereka.

“Cobalah untuk menciptakan kesan dalam pikiran kalian bahwa kata itu hanya
boleh digunakan dengan sangat penuh perhitungan, seolah itu tombol merah
yang bisa meluncurkan rudal, atau menembakkan senjata besar.”

“John? Kau duluan. Aku ingin kau membuka mata sekarang dan
memvisualisasikan hilangnya salah satu batu. Bayangkan hilangnya batu itu
sebagai situasi dalam ruang yang logis. Tanamkan dalam benakmu, seolah
kenyataan itu tidak mungkin bisa berbeda dari apa yang kau bayangkan. Dan
kemudian, dengan mempertahankan pikiran yang sama itu, ucapkan kata
fokusmu sejelas mungkin.”

John berkonsentrasi sambil meng ingat cara Nimrod berlatih, anak itu pun menje
jakkan kaki kuatkuat, mengangkat tangan ke udara setinggi dada, seperti pemain
sepakbola yang melakukan tendangan penalti, lalu berteriak,
“ABECEDARIAN!”

Selama sepuluh atau lima belas detik, tak terjadi apaapa. John menyampaikan
permintaan maafnya dan berkata kepada Nimrod, “Aku bilang juga apa.” Saat
itu, dengan luar biasa, batu setinggi dua meter yang dia pilih, bergetar keras dan
sebuah pecahan seukuran kenari terjatuh.

“Wow,” seru John, “kau lihat itu? Lihat?” Dia tertawa nyaris histeris, “Aku
berhasil. Setidaknya aku telah melakukan sesuatu.”

“Lumayan untuk ukuran usaha pertama,” ujar Nimrod, “batu itu tidak
menghilang, tapi kupikir kita

setuju, kau benarbenar membuat kesan pada batu itu. Sekarang kau, Philippa,
cobalah batu yang lebih besar daripada yang dipilih John. Pikirkan tentang
bagaimana gambaranmu bila batu itu menghilang lalu dihubungkan dengan
kenyataan. Ingat, menghilangnya batu itu adalah kemungkinan yang pasti ada
sejak awal,” Nimrod berhenti sejenak, “bila kau sudah siap, bila kau sudah
memahami hukum logika itu dengan segala kemungkinannya, dan bahwa semua
kemungkinan itu adalah kenyataannya, maka tekanlah tombol merah yang
merupakan kata fokusmu.”

Saat berkonsentrasi pada batu bulat besar itu, dan bersiap mengucapkan kata
fokus yang telah dipilih, Philippa mengangkat satu tangan seperti penari balet,
kemudian melambailambaikan tangan satunya seperti polisi lalu-lintas.

“FABULONGOSHOOMARVELISHLYWONDE

RPIPICAL!“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.comrakhir keluar dari


bibirnya, batu bulat besar yang telah dia pilih mulai bergoyang dan terus
bergoyang, cukup keras di mata Philippa, selama hampir semenit penuh sebelum
berhenti lagi. Dia bertepuk tangan dan memekik riang.

“Ya,” ujar Nimrod sabar, “kau pasti mempercepat struktur molekularnya. Itu
sangat jelas. Hanya saja menurutku, kalian dibingungkan oleh gagasan meng
ubah dengan menghilangkan. Itu kesalahan makna yang biasa terjadi. Mengubah
penampilan suatu benda sangat berbeda dengan membuatnya

menjadi hilang.

“Sekarang coba lagi. Ingat, apa pun yang tidak bertentangan dengan hukum
logika pasti bisa kalian lakukan. Sebuah pikiran itu berisi kemungkinan dari
situasi yang sedang dipikirkan. Jadi apa pun mungkin terjadi selama kita bisa
memikirkan atau membayangkannya.”

Si kembar terkejut pada betapa banyaknya konsentrasi yang dibutuhkan untuk


memusatkan kekuatan Jin mereka. Sehingga mereka kehabisan napas dan
tampak seperti sedang bekerja keras. Seolaholah, mereka baru saja mengangkat
benda berat, dan berlari melintasi padang, serta memecahkan persamaan aljabar
dalam waktu yang bersamaan. Setelah dua jam, mereka hanya ber hasil membuat
beberapa batu bulat besar menjadi batu bulat yang lebih kecil, Nimrod pun
membiarkan mereka beristirahat selama beberapa menit.

“Ini kerja keras,” John mengakui.

“Awalnya, ya,” kata Nimrod, “tapi ini seperti kebugaran fisik. Kau harus belajar
mengembangkan bagian otak di mana kekuatanmu itu terpusat. Bagian itu
disebut Neshamah oleh kita, para Jin. Itulah sumber kekuatan Jin: api lembut
yang membakar di dalam diri kalian. Agak mirip seperti api di dalam lampu
minyak.”

Nimrod menggosok-gosok tangan. “Baiklah, ayo kita coba membuat sesuatu


muncul. Sudah hampir waktu makan siang, jadi bagaimana kalau kita
menciptakan piknik? Begini, akan kutunjukkan maksudku.” Seraya berkata hal
itu, Nimrod melambaikan lengan. Piknik mewah pun segera tercipta di dataran
gurun pasir, lengkap dengan tikar berpola kotak-kotak dan keran jang piknik
berisi banyak sandwich, kaki ayam, buah-buahan, dan termos berisi sup panas.

“Nah,” katanya, “kalian harus ingat bahwa kita tak bisa menciptakan sesuatu
yang berlawanan dengan hukum logika. Kenyataannya, tak satu pun dari kita
bisa mengatakan seperti apa dunia tidak logis itu. Dan karena itu masalahnya,
fakta bila kalian bisa berpikir untuk menciptakan sesuatu berdasarkan energi
yang kalian miliki, itu sudah menandakan bahwa kemungkinan itu bisa terjadi.
Begitu kalian telah yakin bahwa mungkin saja menciptakan piknik, maka dengan
sendirinya piknik itu menjadi lebih mudah diwujudkan. Apa kalian paham?”

Memang perlu waktu sedikit lebih lama, tapi lambatlaun, setelah si kembar
mulai menyadari bahwa semua objek berisi kemungkinan dari segala situasi,
mereka pun mulai bergantung pada kekuatan Jin. Akhirnya, setelah sembilan
puluh menit, dengan usaha berpikir seperti sedang menghadapi ujian, terciptalah
tiga hidangan piknik yang sangat berbeda di hamparan tanah, tapi tampaknya
bisa dimakan.

Nimrod mendekati tempat piknik yang telah diciptakan Philippa. Dia mengambil
sandwich men timun. “Pudingtulen, kira-kira begitu,” katanya, dan mencicipi
sandwich itu dengan hati-hati. Tak lama kemudian, Nimrod memuntahkannya
lagi.

“Rasanya sangat menjijikkan,” katanya. Nimrod mengalihkan perhatiannya


untuk mencicipi salah satu hot dog dari tempat piknik John, “Yang ini tidak ada
rasanya sama sekali.” Nimrod membiarkan semulut penuh hot dog jatuh dari
lidahnya ke tanah seperti bola-bola tanah liat. “Ugh. Seperti karet.” Dia
mengeluarkan saputangan merah dan mengusap lidah. “Kalian membuat
kesalahan yang sama. Kalian hanya sangat peduli dengan penampilan sehingga
lupa untuk membayangkan rasanya. Sekarang lakukan lagi. Kali ini, cobalah
membayangkan diri kalian sedang memakan bekal piknik itu. Bekal piknik
terlezat yang pernah ada. Ingat, tak ada yang lebih buruk dari bekal piknik yang
terlihat bagus tapi rasanya tidak enak.”

Sejam kemudian, setelah beberapa usaha tanpa hasil, ketiganya pun duduk
menikmati bekal piknik yang telah dibuat dengan kekuatan Jin si kembar.
Keduanya pun menyantap makanan sambil mendengarkan Nim rod bicara.

“Nah, ini jauh lebih enak,” katanya setelah mencicipi bekal piknik mereka
masing-masing. “John, popcorn ini rasanya…, ehm…, benarbenar seperti
popcorn. Aku tidak bisa membayangkan kenapa orang ingin membawa popcorn
saat piknik. Bagiku, popcorn terasa lebih mirip gabus kemasan. Dan Philippa,
aku tidak ingat pernah mencicipi kue pretzel yang seperti ini. Kue pretzel-mu
memang benarbenar terasa seperti kue pretzel.” Dia menggeleng-gelengkan
kepala, “sungguh, aku harus bicara pada ibu kalian. Aku tidak percaya jenis

piknik seperti ini yang kalian nikmati.“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Aku tidak percaya telah menyantap makanan yang tidak terbuat dari apa-apa,”
John mengakui dan membuka kantong keripik kentang ketiga.

“Tepatnya, itulah yang salah dengan usaha-usaha pertamamu,” ujar Nimrod


sambil mengambil sedikit kue keju Philippa, “masalahnya adalah, kalian tidak
membuat apa pun dari sesuatu yang tak ada. Yang jelas bukan kue keju ini.
Kalian membuat sesuatu dari sumber energi yang ada dalam diri kalian. Api
lembut itu. Ingat? Ditambah dengan elemen-elemen yang mengelilingi kalian.”

“Bagaimana cara kerjanya?” tanya John sambil menusuk sepotong daging dingin
dan sedikit acar ke piringnya, “apakah melalui kekuatan Jin? Maksudku, pasti
ada penjelasan ilmiah tentang itu.”

“Ehm… beberapa Jin yang menjadi ilmuwan telah berusaha memahami


bagaimana kekuatan Jin bekerja. Ya, kami pikir itu ada kaitannya dengan
kemampuan kita memengaruhi proton dalam mole kul suatu benda. Membuat
sesuatu muncul atau menghilang, mengharus kan kita menambah atau meng
hilangkan proton. Hal tersebut berarti mengubah satu elemen menjadi elemen
lain. Bila kita membuat sesuatu menghilang, contohnya batu itu, berarti kami
menambahkan proton dari berbagai atom yang mem bentuk batu itu. Jadi kau
lihat, sama sekali tidak ada sihir kan? Ini berkenaan dengan ilmu fi sika. Tidak
mungkin membuat sesuatu dari hal yang tidak ada, terutama bekal piknik yang
lezat. Nah, kalau kau bilang telah membuatnya dari udara ringan, berarti kau
sudah hampir memahaminya, John.”

Nimrod menguap. “Omongomong, kurasa sudah cukup latihan untuk hari ini.
Yang terbaik jangan terlalu banyak memikirkan ilmu, siapa tahu itu justru
memengaruhi kemampuan kalian menggunakan ke kuatan. Agak mirip naik
sepeda dalam arti lebih mudah dilakukan daripada dijelaskan. Lain kali, kami
akan mengujimu dengan membuat unta muncul atau menghilang. Sebuah benda
hidup. Itu jauh lebih sulit daripada menciptakan piknik. Menciptakan sesuatu
yang hidup bisa menimbulkan sedikit kekacauan. Karena itulah kita melakukan
hal ini di padang pasir di mana tak seorang pun keberatan kalau kau membuat
sejenis makhluk yang isi perutnya berada di luar.”

Sesaat kemudian Nimrod mengerang sedih. “Oh, tidak,” katanya sambil melihat
arlojinya.

“Ada apa?” tanya si kembar dengan bersemangat.

“Aku baru ingat kenapa aku memikirkan piknik,” katanya, “karena Mrs Coeur
de Lapin mengundang kita piknik di rumahnya, saat makan siang. Tepatnya tiga
puluh menit dari sekarang.”

“Aku kenyang,” ucap John, “aku tidak bisa makan apa-apa lagi.”

“Aku juga,” Philippa menyetujui, “kalau makan lagi, aku pasti meledak.”

“Kalian tidak mengerti,” ujar Nimrod, “kita harus datang. Pertama, dia adalah
tetanggaku. Kedua, dia orang Prancis. Mereka menganggap makanan

lebih serius daripada apa pun di planet ini. Dia pasti sudah memasak habis-
habisan untuk piknik ini. Catat kata-kataku. Kalau kita tidak pergi, akan ada
insiden diplomatik besar dengan negara kita.”

“Tapi kita tidak bisa pergi tanpa makan sama sekali,” kata John, “itu akan sama
tidak sopannya dengan tidak datang.”

“Tidak bisakah kau membuat dia menghilang?” usul Philippa, “sebentar saja?
Paling tidak sampai setelah makan siang.”
“Tidak bisa,” sahut Nimrod, “dia istri Duta Besar Prancis. Orang akan mengira
dia telah diculik atau lebih buruk lagi. Tidak, tidak, tidak. Itu tidak
menyelesaikan masalah.” Nimrod berdiri dan mengibaskan jarinya sambil
berpikir serius, “Tapi kalian bisa berada di jalur yang benar. Kita bisa membuat
pikniknya menghilang dengan cara yang dia pikir kita telah memakannya.”

“Caranya, kita ambil sandwich,” John menyetujui, “men dekatkannya ke


mulutmu, tersenyum pada Mrs Coeur de Lapin dan kemudian, saat dia tidak
melihat, kau buat sandwich itu menghilang. Ya, itu mungkin berhasil.”

“Harus berhasil,” ujar Nimrod.

TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Kembali ke Garden City, segera Nimrod dan si kembar berganti pakaian yang
lebih bagus. Kemudian mengunjungi rumah sebelah, Kediaman Duta Besar,
yang jauh lebih besar dibanding rumah

Nimrod. Rumah itu dikelilingi tembok tinggi, sehingga tempat itu terlihat dan
terasa lebih seperti benteng. Nimrod menunjukkan paspor mereka kepada
petugas penjaga pos yang tidak ramah, yang melihat dokumen Inggris dan
Amerika mereka dengan kebencian.

Akhirnya, dengan enggan, petugas itu meng-ijinkan Nimrod dan si kembar


masuk ke area Kedutaan. Petugas lain yang tidak lebih ramah, memimpin
mereka melintasi halaman rumput hijau yang indah dan dirawat dengan baik.
Mereka juga melewati sebuah patung modern dan sebuah tiang di mana bendera
Prancis menggantung seperti sepotong kain lemas. Lalu mereka sampai ke
sebuah rumah musim panas kecil. Sebuah tempat piknik indah pun ter hampar di
halaman rumput. Itu terlihat bagaikan lukisan pemandangan. Nimrod dan Mrs
Coeur de Lapin mencium udara dan, sesaat, mereka bicara dalam bahasa Prancis.
Rupanya itu merupakan salah satu bahasa yang Nimrod kuasai dengan
sempurna.

Sementara kedua orang ini bicara, Philippa memanfaatkan kesempatan itu untuk
mengamati Mrs Coeur de Lapin dengan lebih seksama. Gadis kecil itu rupanya
tengah berada pada umur di mana seseorang mulai tertarik pada penampilan
wanita yang lebih tua. Dia memutuskan bahwa wanita Prancis itu memang
cantik, meskipun dia tidak bisa menyangkal kalau busana Mrs Coeur de Lapin
terlihat agak eksentrik. Terutama ikat ke pala hitam-dan-emasnya. Wanita itu
mengingatkan

Philippa dengan cara berpakaian bagi kebanyakan orang pada era 1960-an.
Waktu itu, bunga, rambut panjang, dan melukis wajah dengan warna-warna
aneh, telah menjadi mode yang tampak umum di televisi - itu pun kalau televisi
tidak berbohong.

Sementara itu, Nimrod dengan antusias, menatap semua makanan di atas karpet
Louis Vuitton. “Wah, lihat ini, Anakanak,” katanya sambil menggosok-gosok
tangan, “pernahkah kalian melihat piknik yang lebih atraktif? Luar biasa. Foie
gras, lobster, kaviar, truffl e, telur burung plover. Dan keju-keju itu. Brie,
Roquefort. Bisa kucium baunya dari sini. Mrs Coeur de Lapin yang baik, Anda
benarbenar tahu selera anak muda.”

Mrs Coeur de Lapin tersenyum hangat dan mendorong jemarinya yang kurus
menyusuri rambut John yang cokelat dan tebal. “Tak ada pengganti untuk
makanan lezat, heh?” Dia mengajak semua orang duduk di karpet.

“Tentu tidak,” Nimrod sependapat, “Well, kedua anak ini akan segera membuat
makanan itu lenyap!” Dia menjentikkan jari, “bukankah begitu, Anakanak?”

“Kami akan lakukan yang terbaik,” ujar John, du duk dengan menunjukkan
selera makan yang tinggi.

Philippa duduk di samping kakaknya dan mengisi piring dengan seiris besar foie
gras yang bertengger di atas biskuit cracker seperti sepotong marmer pink. Dia
tidak tahu apa itu, dan akan terguncang kalau sese orang memberitahunya; tapi
dia mengenali caviar dan udang lobster dengan

cukup baik, dan menganggap dirinya sangat beruntung karena dia tidak harus
benarbenar menyantap makanan ini. Philippa membenci hampir semua makanan
yang telah disediakan itu. Tapi dengan tersenyum pada Mrs Coeur de Lapin, dia
berkata, “Enak sekali,” dan begitu mata wanita Prancis itu beralih, Philippa

berkata, “FABULONGOSHOOMARVELISHLYWONDERPI PICAL!”

Foie gras dan cracker yang dia pegang di ujung jarinya lenyap dengan segera.

“Apa katamu tadi, ma cherie?” tanya Mrs Coeur de Lapin.


“Tidak ada,” jawab Philippa, mengisi piring lagi dengan sepotong lobster dingin.

“QWERTYUIOP,” gumam Nimrod, dan telur burung plover itu pun menghilang
dari tangannya.

John sudah mengisi piringnya dengan semua pilihan jenis makanan dan, begitu
dia pikir dia siap, dia menunjuk ke rumpun bunga, “Bunga-bunga yang cantik,
Mrs Coeur de Lapin,” katanya sopan, “Varietas lokal?”

“Itu bunga bakung biru sungai Nil,” jawabnya sambil menatap bunga itu, dan
menambahkan bahwa Fatih, tukang kebunnya adalah yang terbaik di Kairo.

“ABECEDARIAN,” bisik John, mengirim semua isi piringnya menghilang.

“Jangan makan terlalu cepat, John,” tegur Nimrod gugup, “pencernaanmu bisa
terganggu.”

“Maaf, Paman,” ujar John, “tapi aku lapar sekali.“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Aku juga,” timpal Philippa, menjilati bibir dengan dramatis, “Anda yang
memasak semua ini, Mrs Coeur de Lapin?”

“Tidak, Sayang,” dia tertawa, “hampir semua makanan ini diimpor dari Prancis.
Dan kemudian diolah oleh dua koki kami.”

“Anda punya dua orang koki, Mrs Coeur de Lapin?” tanya John tersenyum.

“Ya, ada Monsieur Impoli dari Paris dan Monsieur Maleleve dari Vezelay.”

Nimrod mengosongkan cakar lobster yang dia pegang dalam sekejap mata. “Ah,
la belle France,” katanya. “Betapa aku merindukannya. Betapa cerdasnya Anda
membawa semua makanan lezat ini ke Mesir. Pasti sangat mahal.”

“Oh, tidak.” Mrs Coeur de Lapin mengangkat bahu, “pembayar pajak Prancis.
Mereka yang membayar.”

Makan siang berjalan seperti ini selama hampir empat puluh lima menit sampai
hampir semua makanan menghilang,dan juga sebagian, dimakan Mrs Coeur de
Lapin. Pada saat itulah Nimrod menggelengkan kepala ketika Mrs Coeur de
Lapin bertanya padanya apakah dia ingin tambah keju Brie.

“Tidak, terima kasih,” jawabnya, melirik penuh arti pada si kembar, “aku
kekenyangan. Makanannya lezat sekali. Bukankah begitu, anakanak?”

“Ya,” jawab John sambil melemparkan serbetnya seperti yang Nimrod lakukan,
“makanan itu benarbenar seperti disihir.”

Nimrod mengerutkan kening, tapi merasa harus membiarkan yang sebuah kata
itu terlewatkan.

“Selera makan yang sehat,” ujar tuan rumah mereka saat tiba waktunya untuk
pergi, “apakah paman kalian ini tidak memberi kalian makan di rumah?”

“Kapan pun kami ingin,” ujar Philippa, “kami hanya harus menjentikkan jari dan
mengucapkan kata sihir, dan makanan itu akan tersedia.”

“Kalau begitu kalian harus datang lagi,” usul Mrs Coeur de Lapin, “senang
sekali bertemu anakanak muda yang begitu menikmati makanan.”

“Syukurlah sudah berlalu,” ujar Philiippa saat mereka berjalan ke rumah


Nimrod, “menurutmu dia tidak melihat hal-hal aneh, kan?”

“Seharusnya kau lakukann dengan lebih halus,” tegur Nimrod, “satu hal, John,
kelihatannya kau menghabiskan sepiring penuh makanan dalam satu gigitan. Dia
mungkin melihat selera makan kalian lebih besar dari seekor kuda.”

“Aku cuma berusaha berlaku adil pada makanan itu, seperti katamu,” jelas John.

“Wanita malang,” ujar Philippa, “sudah repotrepot menyiapkan makanan tanpa


kita makan sedikit pun. Sepertinya kita menyia-nyiakan makanan enak.”

“Benar sekali, wanita malang,” kata Nimrod serius, kemudian menguap.

“Apakah kalian memerhatikan matanya?” tanya Philippa, “Aneh. Bila dia


menatap kita, seolah kita tidak ada di sana.”

John mengangkat bahu. “Dia orang Prancis. Semua orang Prancis melihat orang
Amerika seolah mereka tidak ada di sana.”
“Bukan cuma orang Amerika,” celetuk Nimrod, “me reka berpikir seperti itu
kepada banyak orang yang bukan orang Prancis, sungguh. Ya, itulah yang
mereka sebut kebudayaan.” Dia menguap lagi. “Astaga, lihat aku sudah
menguap. Setelah menyantap semua makanan itu, aku harus tidur siang. Tapi
sayangnya tak ada waktu. Kita harus bersegera ke Kota Tua untuk mengunjungi
Hussein Hussaout.”

14TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Bagian tertua kota Kairo terhampar di selatan Garden City. Di tempat itu,
jalannya tenang ber-paving yang diapit rumah-rumah berdinding tinggi, gereja
abad pertengahan, dan pemakaman yang terawat baik. Di sebuah lorong sempit
dan panjang, ada toko besar tempat semua jenis suvenir murah bisa dibeli.

“Sudah tentu Hussein tahu kalau aku adalah Jin,” ujar Nimrod saat mereka
mendekati toko tersebut, “tapi setidaknya untuk saat ini, kita akan merahasiakan
fakta bahwa kalian juga Jin. Bila kau adalah Jin, jangan sampai terlalu banyak
orang yang mengetahui dirimu yang sebenarnya. Lagi pula, kalau Hussein
berpikir bahwa kalian hanyalah dua anak biasa, itu akan member kalian
kesempatan untuk berteman dengan Baksheesh, putranya. Anak itu bisa
berbahasa Inggris, dan dia bisa saja mengatakan sesuatu yang tidak dikatakan
ayahnya. Jadi pasang mata dan telinga kalian.”

John memandang ke dalam jendela toko, “Ini Cuma sampah, kan? Barangbarang
untuk turis.”

“Hussein menyimpan barangbarang asli di sebuah ruangan pada lantai atas,” ujar
Nimrod, “salah satu dari kalian mungkin bisa menyelinap sementara yang lain
mengalihkan perhatian Baksheesh.”

Mereka menemukan Hussein Hussaout di depan

BOCAH BERKAKI BIRU

toko, mengenakan setelan putih. Dia sedang duduk di antara tumpukan bantal
yang penuh sulaman Badui, di belakang meja kopi yang dipenuhi kacang
pistachio, kurma, limun, dan gelas. Dengan gugup, dia merunut sebuah tasbih
abad kesebelas yang terbuat dari batu hitam sambil mengisap hoga* beraroma
stroberi tajam, dan minum kopi manis panas dari teko perak kecil. Dia seorang
pria tampan beruban dengan kumis berwarna lebih gelap. Celah di antara
giginya, menambahkan kesan agak licik padanya.

Saat melihat Nimrod, dia tersenyum, menyentuh dahinya, dan membungkukkan


kepala sedikit. “Jadi kau datang juga akhirnya,” katanya. Lalu dia berdiri dan
mencium Nimrod di pipi.

Nimrod menoleh ke arah si kembar. “Ini teman-teman mudaku, John dan


Philippa. Keluargaku dari Amerika. Mereka tinggal bersamaku selama beberapa
minggu.”

Hussein Hussaout melempar senyum gigi-bogang nya dan membungkuk pada


anakanak itu. “Selamat datang,” katanya, matanya menyipit curiga, “tapi apa kah
Mesir tidak terlalu panas untuk kalian?”

Merasa kalau pertanyaan ini mungkin ditujukan untuk menyingkap apakah ia


adalah Jin, seperti paman mereka, Philippa mengangguk letih, karena hanya Jin
yang menyukai hawa musim panas di Kairo. Sebaliknya, hanya manusia yang
akan

* Hoga adalah alat untuk menghisap asap beraroma yang berasal dari asi (sari
buah atau bunga). Asi itu dibakar oleh arang, dan asapnya dihisap melalui pipa
yang dihubungkan ke tabung Ada juga yang menyebut alat penghisap ini shisha

mengeluh soal itu. “Ya. Panas sekali,” katanya, mengipasi tubuhnya dengan peta
Old City.

“Panas sekali,” tambah John yang juga menyadari hal itu. “Kalau tambah panas,
aku akan terpanggang.”

“Ini sejuk untuk diminum,” ujar Hussaout sambil menuangi dua gelas limun.

Si kembar, yang sebetulnya lebih menyukai kopi beraroma lezat, mengambil


gelas limun dan berterima kasih padanya.

“Sedikit orang yang tahan panas seperti Nimrod. Tapi karena dia orang Inggris,
dan seperti dalam sebuah lagu, ‘Hanya anjing gila dan orang Inggris yang pergi
ke luar di bawah matahari siang’.”

“Anda benar sekali,” ujar Philippa yang berusaha mempertahankan kedok kalau
dia dan John hanyalah dua bocah biasa. “Memang aneh. Dia tidak pernah
kepanasan.”

“Ya, dia agak aneh,” senyum Hussein Hussaout. “Orang eksentrik Inggris asli.”

Nimrod duduk di singgasana keemasan yang merupakan tiruan singgasana dari


makam Tutan khamen di Cairo Museum, dan menghadap Hussein Hussaout.

“Bagaimana kabar anakmu, Baksheesh?” tanya Nimrod sambil memandang


berkeliling toko. “Dia baik-baik saja, terima kasih.” “Dia pergi ke sekolah? Aku
tidak melihatnya.” “Ya, ke sekolah.”

Nimrod mengangguk. “Jadi, langsung saja kita bicara bisnis. Aku sudah
menerima suratmu.”

Hussein Hussaout melirik pada si kembar. “Tidak apa-apa? Membicarakan hal


ini di hadapan mereka?”

“Apa yang tidak mereka pahami, takkan melukai mereka,” ujar Nimrod.

“Maka yang terbaik adalah tidak mendengarnya sama sekali,” kata Hussein
Hussaout.

“Terserah kau, Sobat.” Nimrod menatap si kembar dan mengedipkan mata,


mengangguk ke arah bagian belakang toko. “Anakanak, mengapa kalian tidak
mencari sendiri suvenir-suvenir indah?”

“Ya, Paman,” jawab si kembar dengan patuh. Mereka pun masuk ke ruang
belakang untuk melihat sarcophagus* mainan. Di dalam beberapa sarcophagus
kecil itu terdapat mumi yang terbungkus perban. Tapi si kembar lebih tertarik
untuk mencuri dengar pembicaraan, dan mereka terkejut ketika dapat men
dengar hampir setiap kata yang di ucapkan Nimrod dan Hussein Hussaout. Pada
saat bersamaan, mereka tetap mengawasi Hussein Hussaout dengan saksama,
menunggu kesempatan untuk melihatlihat lewat pintu belakang yang menuju ke
halaman dan berkeliling dengan menyelinap, seperti yang Nimrod sarankan.

“Jadi,” ujar Nimrod, “dalam suratmu, kau menga takan telah menemukan
sesuatu.”

“Itulah yang kulakukan.” Hussein Hussaout menyeringai.


“Mungkin sesuatu muncul akibat gempa itu?“TXT BY OTOY
http://ottoys.wordpress.com

“Angin jahat tidak mengembuskan kebaikan pa-

* Sarcophagus adalah peti mayat dari batu.

da orangorang,” ucap Hussein Hussaout. “Terutama di Mesir. Segala sesuatu


muncul di negara ini setelah gempa. Kau, misalnya. Dan Iblis. Kalian mencari
hal yang sama.”

“Kau sudah bertemu Iblis? Di Kairo sini?”

“Ya. Dua hari lalu. Di Cairo Museum,” jelas Hussaout. “Seperti yang kau
ketahui, aku sering pergi ke sana pagipagi sekali untuk melihatlihat harta karun
kuno dan mencari inspirasi. Batu-batu tua itu penuh getaran. Jadi hari itu, seperti
hari lainnya. Atau kira-kira begitu sampai aku memandang sekeliling dan
melihat bahwa aku diawasi oleh Iblis. Dan bukan hanya Iblis, tapi beberapa
keturunan suku Ifrit. Maimunah dan ayahnya, Al-Dimiryat, serta Dahnash.
Pertemuan kami nyaris bukan suatu kebetulan, atau setidaknya begitulah yang
mereka bilang. Bukan mu seum yang ingin mereka datangi, tapi aku. Jadi kami
ke lantai atas, ke kafe museum untuk mengobrol. Semua sangat sopan, kau
tahu.”

“Dan bagaimana kabar Iblis?” tanya Nimrod.

“Dia berjanggut sekarang.”

“Benarkah?”

“Ya, cuma sedikit janggut pirang di dagu dan dengan kumis tipis. Seperti orang
Arab. Sedangkan lainnya sama seperti biasa. Sopan. Tanpa emosi. Sikap tanpa
cela. Setelan mahal buatan Savile Row. Sepatu buatan tangan. Sangat Inggris,
sepertimu, Nimrod.” Hussein Hussaout menyeringai dan menyentuh celah di
antara gigi depannya dengan kuku jari kelingking. “Kau dan dia punya banyak
ke samaan, Sobat.”

“Contohnya?”

“Dia mengatakan kalau dia tertarik untuk memiliki beberapa artefak Mesir yang
mungkin ditemukan setelah gempa itu. Artefak asli. Khususnya artefak dari
Dinasti Ke-18. Dan uang bukan masalah. Yah, uang memang bukan masalah
bagi orangorang seperti kalian. Aku bisa menyebut harga berapa pun kalau
artefak-artefak itu kualitasnya bagus.”

“Tak ada dinasti lain yang diminati oleh Jin,” ujar Nimrod. “Seperti yang
tentunya kau tahu.”

“Iblis berkata dia telah mendengar kabar burung bahwa aku memiliki informasi
mengenai makam Akhenaten yang hilang.”

“Masa? Benarkah?”

Penyalur bendabenda kuno itu mengembuskan nafas dan tersenyum.


“Sayangnya, aku katakan kepada nya, seperti yang dia katakan, itu hanyalah
kabar burung. Lagi pula, kalau pun, informasi itu pasti sangatlah berharga.”

“Informasi itu mungkin akan membuatmu terbunuh,” ujar Nimrod.

“Kalau Iblis tahu aku mengundangmu, dia akan sangat gusar kepadaku,
sungguh. Jadi dalam hal ini kau tentu memahami kehati-hatianku untuk
membahas masalah seperti itu denganmu.”

“Seandainya informasi seperti itu ada,” ujar Nim rod hati-hati. “Seperti apa
kelihatannya?”

“Sebuah peta.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Nimrod tertawa. “Peta? Di negara ini? Setiap orang punya peta harta karun. Dan
semuanya tidak berguna. Kau juga tahu, memindahkan pasir membuat hal
seperti yang kau gambarkan menjadi tidak berarti. Mungkin semudah kau
memberiku peta bulan.”

“Memang ada banyak peta,” ujar Hussaout. “Tapi yang ini bukan peta daun
lontar kuno. Juga bukan peta kulit minyak yang diambil dari tangan penjelajah
yang sudah mati.”

“Kau membuang-buang waktuku,” kata Nimrod. “Kecuali - ” Nimrod berhenti.


“Kecuali kau mene mukan kunci ke Batu Netjer. Stela batu yang me
mungkinkanmu menerjemahkan apa yang tertulis di sana.”
“Siapa yang tahu kalau benda seperti itu ada?” Hussaout ter senyum. “Dan,
sejujurnya, orang yang menemukan benda seperti itu, bila tahu apa arti nya, pasti
akan segera menghancurkannya. Itulah pendapatku.” Hussein Hussaout
mengangkat tangan untuk membungkam katakata protes yang akan Nimrod
utarakan. “Di pihak lain, orang yang mema hami stela itu mungkin membuat
duplikatnya. Lebih spesifi k lagi, itu adalah peta Medinet el-Fayyum dan daerah
sekitarnya. Peta yang punya arti baru sejak gempa itu.” Dia menepuk dahi. “Dia
mungkin meng zgambar peta seperti itu dengan bantuan selembar kertas dan
sebuah pensil, dan uang yang banyak tentunya. Peta seperti ini bisa dengan
mudah sama berguna atau sama sia-sianya dengan peta tua pada daun lontar.”

“Benarkah?” tanya Nimrod. “Kau sudah melihat kunci ke Batu Netjer? Kau
benarbenar tahu letak makam Akhenaten?”

“Itu sangat mungkin sekali,” Hussein Hussaout mengakui.

“Kalau sebanyak itu yang kau katakan pada If-rit, aku heran mengapa mereka
membiarkanmu tetap hidup,” kata Nimrod. “Terutama Iblis. Dia Jin yang paling
tidak sabaran.”

“Mereka lebih berpikiran bisnis daripada yang kau bayangkan, Nimrod. Mereka
ingin sekali mem beli apa yang dulu telah mereka ambil dengan paksa.”

Di sisi lain toko, John menaruh mumi kucing yang dia pegang dan, setelah
melihat bahwa Hussein Hussaout dan pamannya sedang berbincang dengan
serius, terlalu serius untuk memerhatikan bahwa mereka tidak sendiri, dia
menyikut adiknya dan menunjuk pintu belakang yang terbuka. “Ayo,” kata nya.
“Ayo kita berkeliling. Kita lihat apa yang bisa kita temukan.”

John dan Philippa berjalan ke pekarangan besar berdebu yang dipenuhi artefak
Mesir dari batu yang le bih besar. Di satu sudut, berdiri pintu terbuka lain dengan
ruang istirahat yang agak bau yang sepertinya akan menarik perhatian lalat.
Sedangkan di sudut lain, pada pintu ketiga bisa terlihat tangga tua goyah yang
menuju ke lantai atas.

“Kurasa di sini,” ujar John, bergerak ke tangga. “Kata Nimrod, ada ruang khusus
di lantai atas tempat semua barang bagus disimpan.”

Setelah melewati tangga pekarangan yang terang ben derang, tangga itu sangat
gelap dan suram serta, Philippa pikir, agak menakutkan seperti
fi Im horror - terutama cara tangga itu berderak saat diinjak ketika mereka naik.
Dengan begitu banyak benda Mesir kuno di sekeliling, dia setengah berharap
menemukan mumi yang tak terbungkus sedang menunggu mereka di puncak
tangga.

“Aku tidak suka ini,” Philippa mengakui saat mereka sampai di pelataran tangga
dan mengitari sudut menuju koridor gelap dan berdebu yang dipasangi foto-foto
penggalian dan penjelajah masa lalu.

“Tenang,” ujar John. “Kita hanya memeriksa tempat ini sekilas lalu kita turun ke
lantai bawah lagi.”

Saat itulah mereka mendengar rintihan lirih yang datang dari pintu yang terbuka
di ujung koridor. Philippa merasakan darahnya membeku. “Apa itu?” bisiknya
dan meraih lengan abangnya.

“Aku tidak yakin,” jawab John, yang merasa agak takut, dan harus
mengingatkan diri bahwa dia adalah Jin, meskipun hanya Jin muda, dan bahwa
kalau cerita dalam Kisah Seribu Satu Malam memang mendekati kebenaran, dia
harus terbiasa melihat hal-hal menakutkan - jenis halhal yang mungkin
menakutkan bagi anakanak biasa.

“Tinggallah di sini kalau kau mau,” John berbisik.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Sendirian?” ujar Philippa sambil melihat berke-lilingkoridor yang panjang dan


suram itu. Dia begitu takut sehingga harus mengingat lagi kata fokusnya agar
mendapatkan keberanian untuk melangkah. “Tidak, terima kasih. Aku ikut
bersamamu.”

Selama beberapa saat Philippa memalingkan wajah ke dinding, menekannya


pada plester dinding yang dingin dan agak lembap.

“Kau baik-baik saja?” Setelah menarik tangan adiknya, John menggenggamnya


dengan lembut. “Ayo. Kita harus melihatlihat. Atau Nimrod akan kecewa.”

“Menurutku,” ujar Philippa sambil menelan ludah, “dia akan lebih kecewa lagi
bila kita dicabik-cabik monster.”

Bahkan saat dia bicara, rintihan lain terdengar dari ruangan di ujung koridor,
rintihan lirih yang bisa saja berasal dari makam atau sarcophagus yang terbuka.
Sekarang mereka cukup dekat untuk mendengar bukan saja rin tihan, tapi juga
deru napas binatang buas atau orang yang sangat kesakitan; atau mungkin juga
orang yang sangat ketakutan.

Philippa pikir suara itu tak sekeras bunyi detak jantung dirinya dan, dengan rasa
rakut, serta mendugaduga sumber keberanian John, dia ragu-ragu mengikuti
kakanya melangkah melewati ambang pintu yang terbuka dan memasuki
ruangan tempat rintihan itu berasal. Ada kesunyian yang panjang sebelum
akhirnya John bicara.

“Tidak apa-apa, Philippa,” katanya. “Tak ada yang perlu ditakutkan.”

Philippa melongok dan melihat bahwa yang ber baring di ranjang kuningan
besar adalah seorang bocah setengah telanjang yang kira-kira seumur
dengannya. Bocah itu sepertinya tidak sadar -

dengan tubuh bermandikan keringat - dia bergerak gelisah di atas ranjang,


mengigau. Kulitnya pucat dan tampak agak biru di seputar bibir dan kakinya,
yang salah satu di antaranya menunjukkan dua bekas luka tusuk berwarna merah
tua, seolah dia telah ditikam dua kali di tumitnya dengan jarum tajam.

John melihat lebih dekat pada kaki biru bocah lakilaki itu. “Sepertinya anak ini
telah digigit sesuatu,” katanya. “Mungkin kelelawar pengisap darah.”

“Kelelawar pengisap darah dari Amerika Selatan, bukan Mesir,” tukas Philippa.

“Ular kalau begitu. Seperti yang hampir menggigitku.” John menelan ludah saat
teringat nasib buruk yang hampir dia alami.

“Menurutmu, Hussaout tahu tentang ini?”

“Seharusnya.” John menunjuk meja di sisi ranjang dan foto berbingkai bocah itu
berdiri di samping mobil Land Rover bersama Hussein Hussaout. “Kurasa ini
anak lakilaki Hussein Hussaout, Baksheesh.” Keduanya jelas sangat bahagia
dan, kalau foto ini benar, Hussaout tidak tampak seperti ayah yang akan
mengabaikan anaknya.”

“Bukankah dia bilang kalau Baksheesh ke seko lah?” tanya Philippa. Dia duduk
di pinggir ranjang lalu menyentuh dahi anak itu. “Dia panas sekali. Kupikir dia
harus ke rumah sakit.”

Merasa ada yang menyentuh, bocah itu tampak agak rileks, kemudian matanya
mengerjap-ngerjap terbuka. “Jangan ke rumah sakit,” bisiknya.

“Kumohon.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Mengapa?” tanya Philippa.

“Kau harus pergi,” kata bocah itu dengan suara parau. “Sangat berbahaya kalau
kalian di sini.”

Philippa berdiri dengan tibatiba. “Menurutmu, dia tidak terserang penyakit


menular, kan, John?” Karena tak mendengar jawaban, dia memandang
berkeliling. “John?”

John sedang menatap ke dalam sebuah kotak terbuka dekat jendela. “Lihat ini,”
katanya lirih.

Philippa memandang dan melihat bahwa di dalam kotak itu terbaring anjing
mati. “Mungkin kita harus memanggil Nimrod,” katanya.

“Nimrod?” ucap Baksheesh, tampak makin gelisah. “Tidak, dia tidak boleh ke
sini. Dia dalam bahaya. Kalian ha rus menyuruhnya pergi.”

“Dari siapa?” tanya John. “Ifrit?”

“Suruh dia pergi, sebelum terlambat,” ujar Bak sheesh dan kemudian tak
sadarkan diri lagi.

“Ayo,” ajak Philippa. “Kita keluar dari sini.”

Mereka kembali ke lantai bawah dan melintasi pe karangan, menuju ke ruangan


di mana Nimrod dan Hussein Hussaout masih terlibat dalam pembicaraan serius.

“Bukan berarti aku tidak ingin membantumu,” ujar Hussaout. “Aku ingin. Sudah
pasti. Kau pikir aku ingin membuat kesepakatan dengan Ifrit?” Dia menggigit
ibu jari dengan marah. “Itulah yang aku pikirkan tentang mereka. Tapi lihat
sekelilingmu, Teman. Semuanya untuk dijual. Aku pedagang. Aku tidak punya
kemampuan istimewa sepertimu. Aku
harus mencari nafkah.” Dia menyeringai. “Pahamilah, Nimrod. Ini bukan
masalah pribadi. Ini murni bis nis.”

“Berapa?” tanya Nimrod datar.

“Ini bukan soal uang. Tidak darimu, Sobat. Setidaknya, tidak secara langsung.
Aku bisa mendapat uang dari siapa pun. Bukan itu yang kuinginkan.”

“Jadi apa?”

“Dari Jin. Apa lagi kalau bukan tiga permin taan?“TXT BY OTOY
http://ottoys.wordpress.com

“Kau bisa dapatkan itu dari Ifrit,” ujar Nimrod.

“Tapi bisakah mereka dipercaya untuk menepati janji? Mereka mungkin


memberiku tiga permintaan lalu, begitu mendapatkan apa yang mereka inginkan,
mereka akan kembali dan mengubahku menjadi kutu, hanya karena dengki.
Reputasi mereka sudah dikenal, Nimrod. Begitu juga reputasi sukumu. Aku
percaya kau akan menepati janji. Tapi bahkan kalau mereka mendapatkan apa
yang mereka inginkan, tidak ada rasa terima kasih dari suku Ifrit.”

Nimrod berpikir sejenak. “Hanya tiga permin taan.”

“Tiga permintaan.”

“Baghdad Rules? Daftar permintaan di muka.” “Kalau kau bersedia.”


“Entahlah,” kata Nimrod.

Hussein Hussaout melingkarkan tasbih ke perge langan tangannya yang berbulu


dan tersenyum. “Ayolah. Aku tahu kau akan mengiyakan. Dan sebe narnya apa
susahnya untukmu? Satu atau dua kehidupan di akhir kehidupan lain?” Hussaout
mengangkat bahu. “Dengan rentang kehidupan yang kau nikmati, kau bisa
memenuhinya.” Nimrod melirik gelisah kepada si kembar, meng gigiti kukunya
sejenak. “Apa yang akan kau minta?” tanyanya.

“Baghdad Rules, seperti yang kau katakan. Bukan sesuatu yang di luar
kemampuanmu. Tidak, hanya halhal biasa. Banyak uang, membuatku lebih
menarik bagi wanita, meningkatkan kesehatanku.” Hussaout batuk dengan keras.
“Lihat, aku punya batuk yang parah. Merokok terlalu banyak, mungkin.
Sejujurnya, aku pasti beruntung jika mendapat satu set paru-paru baru. Ayolah.
Bagaimana? Kita sepakat?”

“Baiklah,” jawab Nimrod.

“Bagus. Kujamin, kau tidak akan menyesalinya.” “Dan tiga permintaan hanya
setelah kau antar

kan.”

“Berarti lebih cepat lebih baik. Bagaimana kalau malam ini?”

“Bagus,” Nimrod menyetujui. “Bagaimana kita bisa sampai ke sana?”

“Kembalilah ke sini sekitar jam enam. Kau bisa membawa kita ke sana dengan
Cadillac tuamu yang bagus. Perjalanan itu akan butuh waktu sekitar satu jam.
Tapi datanglah sendirian.”

Nimrod berdiri. “Baiklah. Sampai bertemu jam enam.”

Kedua pria itu berjabat tangan, lalu Nimrod dan si kembar meninggalkan
Hussein Hussaout dan toko bendabenda antiknya.

Begitu mereka berada di luar, si kembar mulai

bercerita tentang Baksheesh dan anjing mati itu, tapi Nimrod menyuruh mereka
diam dan meminta mereka menunggu sampai sudah di dalam mobil dan berada
di luar jangkauan pendengaran. “Di jalan-jalan tua ini,” katanya, memandang
sekeliling dengan curiga, “kita tidak pernah tahu siapa yang akan mendengar.
Dinding bertelinga. Terutama bila dinding-dinding itu berisi roh hidup Jin suku
Ifrit.”

“Apa itu mungkin?” tanya Philippa, bergegas menjejeri pamannya yang berjalan
dengan langkah panjang. “Apa Jin bisa mengambil wujud dinding?”

“Oh, ya. Umumnya mereka mengambil wujud pohon, tapi batu atau dinding juga
mungkin, meskipun kurang menyenangkan. Dan hanya Jin berpengalaman yang
bisa mengendalikan claustrophobia parah.”

Mereka menemukan Cadillac itu.


“Sekarang,” ujar Nimrod setelah mereka naik dan Creemy menutup pintu mobil
yang berat dan besar. “Ada apa dengan Baksheesh?”

Si kembar bercerita pada Nimrod tentang apa yang telah mereka lihat di ruangan
atas toko. Sang paman mendengarkan dengan sabar tanpa menyela dan saat
mereka selesai, dia mendesah dan menggeleng-gelengkan kepala.

“Aku heran mengapa dia memberitahuku kalau anak itu ke sekolah,” katanya.
“Tidak seperti Hussein Hussaout yang biasanya. Dan semua pembicaraan
tentang bisnis itu. Aku hampir tidak mengenalinya. Baksheesh demam, katamu
tadi?”

“Ya,” kata Philippa. “Parah.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Hussein Hussaout mencintai anak itu lebih daripada nyawanya sendiri,” ujar
Nimrod. “Dia takkan membiarkan apa pun terjadi padanya.”

“Mungkin dia telah dijual pada suku Ifrit.”

Nimrod menatap John dan mengerutkan kening. “Bagaimana kau bisa tahu?”

“Kami bisa mendengarmu,” ujar John. Dia mengangkat bahu. “Paling tidak kami
bisa, kalau kami berkonsentrasi.”

“Ya, aku tahu kalau kau bisa,” ujar Nimrod. “Jadi kau tahu apa yang dia katakan
tentang membuat kesepakatan dengan Ifrit. Dia tak pernah bisa memer cayai
mereka untuk menepati janji. Suku Ifrit tidak tahan untuk tidak berbuat curang,
dia tahu itu.”

“Apa yang akan kau lakukan?”

“Akan kutanyakan tentang Baksheesh bila kami bertemu nanti malam.”

“Kau tidak bersungguh-sungguh akan pergi, kan?” protes Philippa. “Itu mungkin
perangkap.”

“Benar, tapi aku tidak punya pilihan. Ini terlalu penting. Aku tidak bisa
melewatkan kesempatan mene mukan makam Akhenaten.”

“Siapa Akhenaten?” tanya John.


Nimrod mencondongkan badan dan memberitahu Creemy agar tidak berhenti di
Garden City tapi terus ke ujung utara Maidan Tahrir dan Cairo Museum. “Akan
kuperkenalkan kalian,” ujarnya. “Inilah saatnya kalian berkenalan dengan
manusia yang paling ditakuti dan dibenci da lam sejarah Jin.”
15
AKHENATEN

Kairo memiliki lebih dari selusin museum. Salah satunya adalah Antiquities
Museum yang juga dikenal dengan nama Cairo Museum. Museum itu adalah
yang terbesar, paling berwarna merah muda, dan terpopuler. Museum itu besar,
panas, kotor, bau, tidak rapi karena jendela-jendela yang pecah, atap yang bocor,
lampu yang redup, lemari pajangan yang ketinggalan zaman, dan penjelasan
asalasalan tentang barangbarang tak ternilai harganya yang dipamerkan di sana.
Tempat itu juga merupakan salah satu museum terbesar di dunia. Saat mereka
memasuki pintu depannya dan berjalan melewati banyak petugas keamanan ke
dalam gedung bundar, Nimrod memberitahu si kembar kalau sebelum dia
memperkenalkan Akhenaten, ada hal penting yang perlu disampaikan.

“Sesuatu yang harus segera aku katakan kepada kalian,” katanya, “tentang
mempraktikkan kekuatan Jin yang kalian miliki. Sesuatu yang disebut-sebut
Hussein Hussaout sehubungan dengan aku mengabulkan tiga permintaannya.
Aku ingin memberitahu mengapa kita tidak menggunakan kekuatan Jin lebih
sering daripada yang sekarang kita lakukan? Mengapa aku memilih naik
pesawat, misalnya, bukan naik karpet terbang? Mengapa aku lebih senang orang
lain menyiapkan makananku,

bukannya memintanya muncul di meja makan? Singkat nya, mengapa aku


melakukan begitu banyak hal dengan cara manusia, bukan cara Jin?” “Aku juga
heran,” John mengakui.

“Seperti yang mungkin telah kalian pahami,” ujar Nimrod, “Jin bisa hidup dalam
waktu yang lebih panjang. Jauh lebih lama daripada manusia. Bisa sampai lima
ratus tahun. Jauh lebih lama lagi kalau di dalam stoples atau botol, di mana kita
memasuki situasi animasi yang tertunda secara virtual. Tapi, setiap kali
menggunakan ke kuatan Jin, kita menggunakan sedikit kekuatan hidup kita.
Karena itulah kita merasa letih ketika menggunakan kekuatan itu. Karena
sesuatu keluar dari dalam diri kita dan tidak pernah bisa dipulihkan kembali.”

“Itu benar,” ujar Philippa. “Aku ingat sekarang. Saat mengabulkan keinginan
Mrs Trump, aku memang merasa ada sesuatu yang meninggalkan tubuhku.
Membuatku merasa sangat lemah untuk sesaat.”
“Itulah tepatnya mengapa kekuatan Jin harus digunakan dengan hemat. Setiap
kali kita mengabul kan satu permintaan penting atau membuat sesuatu muncul
dan menghilang, api dalam diri kita - api Jin itu - agak meredup, dan sebagian
waktu kita yang tersedia di dunia ini hilang. Dan makin tua usia Jin, makin
banyak kekuatan hidup yang dia habiskan untuk mengabulkan satu permintaan,”
kata Nimrod.

“Berapa banyak waktu yang hilang?” tanya John yang berpikir praktis.

“Tak ada yang tahu pasti,” Nimrod mengakui. “Tapi hitungan kasarnya - dan
untuk Jin seumurku -satu per mintaan akan menghabiskan satu hari kehidupan.
Tidak terdengar banyak untuk usia kalian. Tapi saat kalian setua Mister
Rakshasas, satu hari bisa menjadi sangat berharga. Karena itulah dia jarang
menggunakan kekuatannya sekarang, kecuali untuk pengubahan bentuk, yang
untungnya, sangat sedikit sekali menggunakan kekuatan Jin. Aku mestinya
belum akan mengatakan hal itu kepada kalian, agar kalian bisa bersenang-senang
tanpa memikirkan akibatnya. Tapi karena kalian sudah mendengar apa yang
Hussaout katakan, aku tidak punya banyak pilihan. Paling tidak kini kalian
mengerti mengapa Jin tidak dengan mudah mengabulkan tiga permintaan setiap
orang. Terlepas dari kekacauan yang jelas-jelas akan timbul dalam masyarakat
luas, itu juga lumayan banyak akan memperpendek usia kita.”

“Seberapa lamakah Jin dapat hidup di dalam botol atau lampu?” tanya Philippa.

“Pertanyaan bagus,” puji Nimrod. “Dan itu juga salah satu alasan mengapa kita
ada di sini sekarang, di museum ini. Sejak dulu, tak seorang pun tahu berapa
lama kemungkinanJin botol dapat hidup. Tapi sejak tahun 1974, kami punya
gagasan yang lebih bagus. Kalian sudah pernah mendengar tentang Pasukan
Terracotta, di kota kuno Xi’an, di Cina bagian tengah? Itu digali oleh para petani
pada tahun 1974, setelah 2.2DD tahun terpendam dalam tanah; di antara tentara
Terracotta itu ada sebuah

wadah berisi beberapa Jin.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Maksudmu, setelah 2200 tahun mereka masih hidup?” ujar Philippa.

“Ya. Sejak itu jelaslah bagi kami bahwa dalam keadaan mati suri di dalam botol,
kami mungkin bisa hidup hampir kekal. Di situlah Akhenaten mulai menjadi
penting.”
Nimrod membimbing mereka ke lantai atas, melewati ruangan-ruangan kecil
museum yang berbau apak, menuju ujung terjauh. Di tempat itu terdapat patung
teraneh. Sosok patung itu memiliki wajah panjang, mata sipit berbentuk buah
kenari, bibir tebal, rahang panjang, leher panjang seperti angsa, bahu melorot,
perut bulat besar, dan paha terbesar yang pernah dilihat si kembar.

“Aku ingin memperkenalkan Akhenaten kepada kalian,” ujar Nimrod, menunjuk


sosok besar hitam yang berdiri di hadapan mereka.

“Aku belum pernah melihat orang yang tampang nya se jelek itu,” ujar Philippa,
menatap lekat-lekat ke arah patung di hadapannya.

“Dia agak menjijikkan, ya?” Nimrod mengakui. “Akhenaten. Juga disebut


Amenhotep IV, Raja Mesir dari Dinasti ke-18, yang memerintah Mesir, 3S00
tahun lalu.”

John menyentuh patung granit besar itu, satu dari empat patung di Amarna
Gallery di Cairo Museum itu, dan mengangguk hormat. “Apa kabar, Yang
Mulia?” katanya.

“Dia diberi nama Amenhotep saat lahir,” Nimrod menjelaskan. “Tapi dia
mengganti namanya setelah

menyingkirkan semua dewa Mesir kuno - Isis, Seti, Anubis, Thoth - untuk satu
dewa yaitu Aton, dan menimbulkan revolusi agama. Ini sangat tidak disukai oleh
para pendeta, yang merupakan orangorang terkaya dan berkuasa di Mesir. Saat
ini, Akhenaten disebut ‘Firaun Bidah1, yang artinya orang yang diang gap telah
melakukan kejahatan yang mengerikan atas agamanya. Karena pengabdian
Akhenaten pada agama barunya, konon dia mengabaikan rakyat dan pertahanan
negara. Musuh lalu memanfaatkan hal itu dan menyerbu. Akhenaten terpaksa
meninggalkan istana dan meninggal tak lama kemudian. Itu menurut sejarah,
tapi kenyataannya sedikit berbeda.

“Begini, Akhenaten itu lebih dari sekadar Firaun dan Raja. Dia juga penyihir
besar. Ibunya adalah penyihir - kakeknya adalah Jin - yang sudah belajar cara
mengikat Jin untuk melayaninya. Wanita itu mengajarkan keterampilan ini
kepada putranya, yang menggunakan pengetahuan itu untuk membuat diri nya
lebih kuat dari Jin mana pun. Tidak diketahui bagaimana Akhenaten bisa
mengikat begitu banyak Jin untuk menjadi pelayannya, tapi yang jelas kekuatan
para Jin yang diperintahkan Akhenaten inilah yang menjadi sumber
kekuatannya. Ahli sejarah ber asumsi kalau Akhenaten memperkenalkan praktik
pemujaan matahari pada bangsa Mesir. Tapi yang disebut Dewa Matahari itu
bukan dewa sama sekali; lebih mirip, kekuatan kolektif tujuh puluh Jin budak
Akhenaten, yang disebut Aten, persis seperti nama cakram mata hari

yangpunya nama sama. Cakram matahari - Aten -menjadi simbol agama baru
itu.

“Jin lain yang merasa terhina membantu rakyat Mesir menggulingkan


Akhenaten. Akhirnya itu meng akhiri pemujaan kepada Jin ini. Bersama para
pengi kutnya dan tujuh puluh Jin yang telah dia ikat untuk melayaninya ini,
Akhenaten kabur dari kota Amarna, yang telah dia bangun sebagai pusat agama
barunya. Dia menghilang ke padang pasir, dia maupun tujuh puluh Jin yang
melayaninya itu, tidak pernah terlihat lagi. Dia pasti sudah mati di padang pasir,
tapi makamnya tidak pernah ditemukan.”

“Jadi mengapa kau, Iblis, dan Ifrit ingin menemu kan makamnya yang hilang?”
tanya Philippa.

“Sudah pasti untuk mendapatkan harta karun,” jawab John. “Ada harta karunnya
kan, Paman?”

“Harta karun? Ya, seharusnya aku berpikir begitu. Tapi bukan itu yang
kuinginkan. Bukan itu yang suku Ifrit inginkan. Mereka punya banyak uang dari
kasinokasino mereka.”

“Jadi apa?“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Seperti yang kukatakan sebelumnya, di dunia Jin ada keseimbangan kekuatan


antara Kebaikan dan Kejahatan.”

” Tucheme ter,” uj a r J o h n. “Dan homoeos tasis.”

“Tepat. Keseimbangan homoeostasis dikacaukan terakhir kali pada tahun 1974,


saat beberapa Jin muncul dari vas yang ditemukan Pasukan Terracotta di Xi’an.
Selama beberapa waktu terlihat seolah Jin-jin kuno itu berpihak pada suku Ifrit,
suku Shaitan, dan suku Ghul untuk melawan

suku-suku Jin yang berpihak pada Kebaikan. Tapi dalam praktiknya, keadaan
berbeda, dan Jin-jin Cina, yang jumlahnya enam, ternyata jumlah yang baik dan
jahat sama banyaknya. Tapi kalau Iblis dan teman Ifritnya dapat menemukan Jin
Akhenaten yang hilang, keadaanbisa berubah menjadi sangat berbeda dengan
apa yang telah terjadi di Xi’an. Keseimbangan itu akan terganggu. Dan tujuh
puluh adalah jumlah yang lebih dari cukup untuk melakukannya.”

“Menurutku,” ujar John, “sepertinya sudah banyak nasib buruk di dunia ini.
Tidak bisa kubayangkan segalanya menjadi lebih buruk daripada sekarang.”

“Konsekuensi dari ketujuh puluh Jin itu memi hak nasib buruk nyaris terlalu
mengerikan untuk dibayangkan,” kata Nimrod. “Orangorang menjadi bisa salah
meletakkan barang, kehilangan uang, me lupakan segala hal, tertinggal kereta
api dan pesawat, dan banyak yang terluka. Ya, banyak kejadian yang disebut
kecelakaan, yang disebabkan oleh nasib buruk yang ditimpakan Jin jahat kepada
manusia.” Nimrod menggelengkan kepala dan bergidik. “Aku menghabiskan
hidupku memikirkan sistem untuk mengalahkan kasino, memengaruhi
pemerintah untuk melarang skema cepat-kaya, melawan kekuatan nasib buruk
dengan segenap upaya, tapi ujung-ujungnya selalu memakai kekuatanku sendiri
untuk membawa nasib baik pada seseorang. Ya, terkadang bahkan dengan
mengabulkan tiga permintaan. Tapi dengan makin banyaknya nasib buruk di
mana-mana, Jin baik seperti aku, dan kalian, akan harusbekerja lebih keras lagi
untuk menebusnya. Dan dengan pengorbanan besar tentunya. Akhirnya, kita
akan menghabiskan semua kekuatan kita dan mati, sehingga umat manusia itu
sendiri akan menghadapi kepunahan. Itu yang mungkin terjadi, John.”

“Tapi mengapa Jin-Jin yang hilang ini harus berbeda dengan Jin Cina?” tanya
Philippa. “Dengan separuh dari mereka ternyata baik dan separuhnya lagi
ternyata jahat.”

“Tidak sesederhana itu,” ujar Nimrod. “Begini, tak ada yang mencari Jin Cina.
Keberadaan mereka ti dak diketahui. Penemuan mereka benarbenar tidak di
sengaja. Tapi pada tahun 1974, setelah penemuan Pa sukan Terracotta dan
keenam Jin tersebut, disa dari ka lau Jin Akhenaten yang hilang, mungkin
mengen dalikan keseimbangan kekuatan jika mereka pernah di temukan.
Sehingga, selama tiga puluh tahun, baik suku Ifrit maupun Marid, telah mencari
mereka. Siapa pun yang menemukan, akan memiliki kekuatan untuk memerintah
mereka. Begitulah cara Jin. Ketujuh puluh Jin ini akan terikat untuk melayani
siapa pun yang menemukan mereka lebih dulu.”

“Tapi bagaimana Hussein Hussaout bisa tahu di mana makam itu?” tanya John.
“Mungkin dia bohong.”

“Kalau dia bilang dia tahu, berarti dia tahu,” tegas Nimrod. “Mungkin dia punya
toko barang antik yang menjual cenderamata murahan, tapi Hussein

Hussaout, ayahnya, dan kakeknya, telah menjadi penemu makam terhebat dalam
sejarah Mesir. Aku ragu ada orang di Negara ini yang lebih berpengalaman
dalam pekerjaan seperti ini dibanding Hussein Hussaout.

“Lagi pula, dia punya satu keuntungan besar, yang tidak dimiliki arkeolog mana
pun. Mungkin kalian pernah mendengar tentang batu Rosetta. Sepotong batu
besar dengan tulisan dalam tiga bahasa yang memungkinkan orang Inggris
bernama Thomas Young menerjemahkan arti huruf-huruf hieroglyphic bangsa
Mesir. Batu yang serupa, Batu Netjer - dari kata bangsa Kernet atau Mesir kuno
yang berarti ‘kekuasaan tertinggi’ - menurut kabar burung telah ditemukan oleh
ayah Hussein Hussaout pada tahun 1950-an. Batu Netjer dianggap berisi
beberapa petunjuk penting tentang keberadaan beberapa makam raja, termasuk
makam Akhenaten dan Ramses II. Hanya saja batu ini ditulis dalam kode yang
tak bisa diterjemahkan tanpa Lempengan Batu yang lebih kecil, yang disebut
stela. Aku yakin Hussein Hussaout pasti telah menemukan batu stela ini setelah
gempa bumi itu.”

“Jadi kapan kita kembali ke toko itu?” tanya

John.

Nimrod menggelengkan kepala. “Oh, tidak. Kali ini tidak. Aku akan pergi
sendiri. Ini bisa berbahaya. Malam ini kalian di rumah saja dan mempelajari
kartu-kartu Jin yang diberikan Mister Rakshasas.”

Mereka pun pergi melihatlihat sisa isi barang purbakala Cairo Museum. Ketika
mereka ke ruang

mumi dan harta karun Tutankhamen, John melihat sesuatu di dinding di


belakang patung Akhenaten.

“Itu retakannya,” katanya. “Akibat gempa bumi. Ingat, Phil? Vang kau lihat di
koran. Retakan yang identik dengan di dinding kamarku.”

“Benar,” sahut Philippa.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com


“Aku jadi ingin tahu,” kata John. “Apakah cuma kebetulan retakan itu harus
muncul di dinding di sini, di sebelah patung Akhenaten?”

“Bukankah kalian sudah kuberitahu?” ujar Nimrod. “Kebetulan itu cuma istilah
ilmuwan untuk suatu kesempatan. Tidak, itu bukan kebetulan. Seperti yang
kukatakan sebelumnya di London, itu adalah pesan. Tapi dari siapa?”

Setelah melihat patung Akhenaten, Nimrod dan si kembar pulang dan berbaring
menghangatkan diri di bawah sinar matahari sore seperti trio kadal emas.
Kemudian, pada jam 17.30, Nimrod pergi naik mobil Cadillac Eldorado
sendirian. Sebelum pergi, dia mengatakan bahwa Creemy telah memasak menu
istimewa, dan memastikan kalau si kembar menawarkannya kepada Mister
Groanin yang akan mengajak mereka jalan-jalan.

“Hati-hati,” kata Philippa pada pamannya.

“Pasti.”

“Itu bisa saja jebakan,” tambah John. “Aku tahu.”

Masakan Creemy Special Special ternyata sup kare yang sangat pedas. John dan
Philippa begitu menyu kainya sehingga membuat Creemy senang. Mereka baru
mulai makan saat Mister Groanin

muncul dari kamar dan memberitahu si kembar kalau dia sudah siap menemani
mereka keluar.

“Tidak sebelum kau mencicipi ini,” kata John. “Ini masakan istimewa Creemy,
dan rasanya lezat.”

“Harus kuakui, aromanya memang cukup menggiurkan,” ujar Mister Groanin.


“Biasanya aku meng hindari makanan di negara tidak menyenangkan ini.
Standar higienisnya buruk. Gampang membuat aku mulas-mulas, atau lebih
tepatnya: diare.”

John melahap segarpu besar penuh masakan isti mewa Creemy dengan nikmat
dan berisik. “Bagaimana kau bisa hidup kalau tidak makan?” tanyanya.

“Ada kulkas di kamarku,” jawab Mister Groanin. “Penuh botol air mineral dan
stoples makanan bayi yang kubawa dari London. Aku makan itu.”
“Kau makan makanan bayi?” tegas John, hamper tersedak karena terkejut. “Apel
dan pir rebus, bubur nasi dan aprikot, juga sejenisnya?”

“Semua itu sudah disterilkan,” ujar Mister Groanin. “Dalam stoples kecil
bersegel. Di negara kotor ini, itulah satusatunya makanan yang bisa kupercaya
seratus persen untuk urusan perut.” Groanin menatap makanan di piring John
dan menjilat bibirnya penuh rasa lapar. “Tapi sungguh, penampilan dan aroma
makanan itu lumayan enak.”

“Ambil saja,” usul John.

“Entah apa aku bisa,” kata Groanin. Dia duduk di balik meja mahoni, menarik
piring saji besar berisi Creemy Special Special, dan membiarkan aromanya
memasuki hidung.

“Kuakui, si Creemy itu juru masak yang lumayan

hebat,” katanya enggan. “Kalau kau suka sampah orang asing.” Groanin
mendekatkan hidung panjangnya di atas piring saji dan menghirup aromanya
dalam-dalam. “Ya ampun, aromanya menjernihkan kepala, sungguh. Orang bisa
melahap makanan itu dan takkan menderita penyakit radang selaput lendir di
hidungnya lagi.”

“Apa karena kau memiliki satu lengan hingga itu membuatmu lebih peduli pada
hal-hal seperti kebersihan?” tanya John.

“Mungkin.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Kau tak keberatan kan, kalau aku bertanya,” kata John, “bagaimana kau bisa
kehilangan lenganmu itu.”

“Itu cerita yang menarik, benarbenar menarik,” ujar Groanin, yang sekarang
memandang kare itu dengan rasa lapar. “Aku bekerja sebagai pustakawan di
Ruang Baca lama di Perpustakaan British Museum, dan aku benci ka lau mereka
datang hanya untuk baca buku. Ada satu orang pembaca yang kami benci. Si
Penjinak macan yang bernama Thug Vickery. Dia itu keturunan Inggris-Indian
dari Dulwich. Dia tengah menulis apa yang dia harapkan akan menjadi buku
tentang macan yang paling bergengsi. Tapi pada suatu hari di musim panas yang
gerah, dia merasa terganggu oleh kami, dan dia memutuskan untuk balas
dendam. Dia memilih waktu menjelang museum ditutup, karena pada saat itu,
banyak pembaca yang sudah pulang. Dia membawa sepasang macan putih
kelaparan ke Ruang Baca besar itu, dan melepasnya. Beberapa

pustakawan lain terbunuh dan dimakan, dan aku sendiri beruntung hanya
kehilangan satu lengan.”

“Apa yang terjadi pada macan itu?” tanya John.

“Mereka ditembak dan dibunuh oleh RSPCA. Tak lama setelah itu aku
menganggur, dan kemudian menjadi pencuri, yang membuatku bertemu paman
kalian. Itulah kisahku.” Dia meraih garpu. “Kurasa sesendok takkan
membunuhku,” kata Groanin sambil menyendokkan sekian banyak Creemy
Special Special ke piring kosongnya. “Aku tidak bisa bertahan hidup hanya
dengan brokoli dan wortel campur keju selamanya. Beratku sudah turun lima
kilo sejak kita tiba di negara ini. Aku telah menyia-nyiakan diri dengan rasa
lapar dan perasaan cemas, begitulah aku.”

“Tapi makanan ini agak pedas,” John menasihati. “Sebaiknya kau berhati-hati.”

Mister Groanin tertawa. “Dengar, Nak, aku sudah makan kare pedas sebelum
kau lahir. Jenis kare Vindaloo, kare Madras, kalau ada satu hal yang berasal dari
bagian utara Inggris yang cocok untukmu, Nak, itu adalah makan kare pedas.
Jadi jangan khawatir, Nak. Urus saja urusanmu sendiri, biarkan aku mengurus
urusanku.” Groanin mendengus untuk mengolok-olok. “Bocah tak tahu adat,”
gerutunya sambil menyuap sekian banyak Creemy Special Special ke mulut
besar nya.

Selama beberapa saat segalanya tampak baik-baik saja. Groanin tersenyum


mengejek pada John saat dia menyendok untuk kedua kalinya. Wajah Groanin
mulai berubah jadi merah muda, kemudian

merah, dan akhirnya ungu tua.

“Api neraka,” dia cegukan, lalu menjatuhkan garpu. “Cepat. Jangan cuma duduk
di sana. Air. Beri aku air.”

Philippa mengambil teko air, dan belum sempat menuangkannya, Groanin telah
merebut teko itu dan mengosongkan isinya ke dalam kerongkongan.

“Kurasa itu hanya akan membuatnya makin parah saja, kan?” John mengamati.
“Api neraka!” ulang Groanin. “Lagi.” Dia cegukan

lagi.

“Kare?“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Bukan kare, tapi air! Air! Demi Tuhan, beri aku

air!”

Belum sempat Philippa mengisi kembali teko itu di dapur, Groanin telah
mencabut bunga-bunga dari vas di tengah meja dan meminum airnya yang
berwarna kehijauan. Tapi air di dalam vas itu tampaknya kurang, dan tidak
mampu mengurangi penderitaannya.

“Lakukan sesuatu,” kata Groanin, tidak jelas. “Lidahku. Rasanya seperti bara
panas dari api. Telepon dokter! Telepon ambulans!”

“Nomor berapa yang harus kuhubungi?” tanya Philippa sambil meraih telepon.

“Mana aku tahu,” jawab John. Selama beberapa saat dia mempertimbangkan
untuk menggunakan kekuatan Jin demi menolong, tapi dia mengurungkan
niatnya karena takut Mister Groanin justru akan kehilangan lidah.

Philippa, memikirkan hal yang sama, takut kalau

menghilangkan panas dalam mulut Mister Groanin justru akan membuat mulut
pria itu menjadi padat.

Dan, pada saat genting itulah, Creemy akhirnya datang membantu Groanin.

Dia menghentikan Groanin yang menghabiskan air dalam vas bunga di atas
bufet dengan berkata, “Air sangat jelek, berhentilah.” Lalu dia menyodori
semangkuk gula. “Makan,” katanya. “Makan. Makanlah!” Melihat Groanin
masih panik, Creemy lalu menyendok sesendok penuh gula dan mendorongnya
masuk ke mulut pria itu. “Gula sangat membantu mulut yang terbakar karena
kepedasan,” ujarnya.

Groanin makan sesendok gula itu, dan kemudian, saat gula itu tampaknya bisa
membuatnya tenang, satu sendok lagi diberikan. Setelah sekitar sepuluh menit,
api di dalam mulutnya sudah padam sehingga dia mampu bicara lagi.

“Astaga, kare itu pedas sekali. Apa ramuannya, lahar cair kah? Aku kira aku
akan mati. Aku tidak tahu bagaimana kalian bisa makan makanan seperti itu,
sungguh.” Dia melepas pakaiannya. “Lihat aku. Aku basah kuyup oleh
keringat.” Dia memungut alas piring dan mulai mengipasi tubuhnya dengan
marah. “Resep siapa itu? Lucifer? The Spanish Inquisition’s?” Dia
mengembuskan napas dengan keras. “Apakah menurutmu ini lelucon, Anak
muda? Aku bilang, apakah itu idemu tentang lelucon?”

“Tidak, Mister,” kata John. “Kalau kau ingat, aku sudah berusaha
memperingatkan kalau masakan itu mungkin agak pedas.”

“Benar juga,” Groanin mengiyakan. “Tidak bisa kusangkal. Tapi masakan itu
seharusnya disertai dengan peringatan kesehatan dari pemerintah, atau apalah.”

John memutuskan untuk tidak menyebutkan kalau Nimrod yang menyarankan


mereka menawari Creemy Special Special pada pelayan itu. Jelas sekali pria
malang itu benarbenar menderita, dan tampaknya akan sulit baginya untuk bisa
melihat sisi Jenaka selama beberapa lama dari apa yang baru saja terjadi.

Saat Groanin sudah pulih, dia mengajak si kembar ke pertunjukan suara-dan-


cahaya di piramida (mereka terlalu sopan untuk mengatakan pada Groanin kalau
mereka sudah menontonnya, meskipun dari jauh) hamper tanpa keluhan, dan
tidak menyinggung lagi soal Creemy Special Special.
16
Keesokan paginya tak ada tanda-tanda keberadaan Paman Nimrod di meja
makan saat sarapan pagi.

“Mungkin dia pulang larut malam,” ujar Philippa penuh harap.

“Ayo kita lihat di kamarnya,” usul John.

Tapi tak satu pun harapan kedua anak itu yang terwujud, paman mereka tidak
berada di ranjang.

Kamar Nimrod menempati bagian yang lebih besar di lantai satu. Di luar pintu
ganda berdiri dua patung Anubis, dewa kematian berkepala serigala, seukuran
manusia. Di dalam, barang-barangnya agak lebih tepat untuk mendukung
suasana bekerja daripada untuk tidur, karena Nimrod juga menggunakan ruangan
besar itu sebagai kantor. Sebuah komputer bertengger di atas meja walnut
berukuran besar. Di sebelah kursi tanduk rusa, terdapat sebuah rak tinggi yang di
atasnya terletak botol kaca besar berbentuk lonceng yang berisi lobster biru
raksasa dan di atasnya tergantung tanda dengan tulisan asalasalan yang berbunyi
JANGAN DIMAKAN. Di sebelah ranjang ada peti besar bersepuh emas gaya
Mesir, ditutupi huruf hieroglyphic, yang menjadi tempat untuk bermacammacam
botol obat. Di tempat lain, pe mandangan ruangan itu memberi kesan kalau
paman Nimrod adalah orang yang gemar mengumpulkan

PERMINTAAN KETIGA

barangbarang atau tak pernah membuang apa pun. Ada tumpukan koper,
komputer laptop, CD yang masih berada dalam pembungkus plastik,
perlengkapan permainan Astaragali, kotak penuh kacamata, arloji, pulpen tinta
emas, pemantik rokok, kotak cerutu, obat-obatan, buku catatan. Juga terdapat
lemari yang cukup besar untuk dimasuki, dengan rak-rak penuh topi, sepatu,
kemeja, lusinan dasi dengan seratus setelan berbagai warna dan bahan. Beberapa
tumpukan buku mengelilingi ranjang besar Kerajaan Prancis yang ditutupi sprei
linen Irlandia terbaik, yang belum pernah ditiduri.

“Garasi,” ujar Philippa. “Mungkin mobilnya ada.”


Garasi Nimrod, di bagian belakang rumah, tidak kurang berantakan daripada
kamar tidurnya. Ada sepeda motor Vincent yang terlihat kuno, dan kereta luncur
tim Olimpiade Inggris (yang tampak dua kali lipat ganjilnya di Mesir). Di sana
setidaknya terdapat selusin permadani Persia yang menumpuk seperti kue
panekuk, beberapa kantong kriket yang penuh peralatan, dan sebuah
sarcophagus batu yang terbuat dari granit. Tapi, tak ada tanda-tanda mobil
Cadillac Eldorado putihnya. Akhirnya, benak si kembar itu pun terpaksa
mengakui apa yang sudah mereka curigai. Rupanya paman mereka belum pulang
dari perjalanan pada malam sebelumnya.

“Perasaanku tidak enak,” ujar Philippa.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Aku juga,” John mengakui. “Apa yang akan kitalakukan?”

“Kita harus segera memberitahu Creemy dan Mister Groanin. Lalu kita pergi
mencari Paman.” Si

kembar menemukan Mister Groanin di kamar nya. Dia sedang membaca Daily
Telegraph edisi kemarin sambil memakan satu stoples makanan bayi untuk
sarapan. “Ha vermut dengan blackberry dan apel,” kata nya ketika melihat si
kembar. “Lezat.”

“Aku tidak tahu bagaimana kau bisa makan makanan seperti itu,” komentar John
yang sekilas memandang berkeliling ruangan berlapis gambar Wil liam
Shakespeare, Percy Bysshe Shelley, dan Lord Byron yang sudah memudar.

“Ada yang bisa kubantu?”

“Paman Nimrod,” ujar Philippa. “Dia tidak ada. Dia tidak pulang semalam.
Ranjangnya tidak ditiduri, dan mobilnya tidak ada.”

Mister Groanin mengerang lirih. “Wah, kalian ingin aku melakukan apa?” Dia
mengoreti sisa ma kanan bayi dari stoples itu lalu menjilati sendoknya dengan
rakus. “Kurasa dia akan muncul. Lagi pula, dia bisa menjaga diri. Dia bisa bicara
enam bahasa, termasuk bahasa Arab. Dia punya uang di saku dan mengenal
negara ini dengan sangat baik. Belum lagi dia memiliki kekuatan supranatural.
Dia bukannya orang yang tak berdaya, kan? Di pihak lain, aku tidak bisa bicara
bahasa Arab sepatah kata pun. Aku tidak punya sepeser pun uang lokal. Bahkan
aku tidak tahu jalan ke bandara. Dan, siapa tahu kalian tidak lihat, aku hanya
punya satu lengan. Jadi, aku tidak mengerti apa yang bisa kulakukan.”

“Kau harus menolong kami menemukannya,” desak Philippa, “semalam Nimrod


berkata kalau apa yang dilakukannya mungkin berbahaya. Karena

itulah dia memaksa kami tinggal di rumah.”

“Sikapnya masuk akal,” kata Groanin. “Jadi, apa yang membuat kalian berpikir
kalau dia akan ber terima kasih kalau kalian mencarinya? Menurutku, lebih baik
kalian tunggu sampai dia muncul, seperti perintahnya.”

Si kembar menjelaskan tentang Hussein Hussaout dan Jin Akhenaten yang


hilang, dan bagaimana kedua pria itu berangkat ke suatu tempat di padang pasir
untuk mencari makam Akhenaten.

“Kedengarannya ini seperti urusan Jin,” ujar Mister Groanin sambil


membersihkan tangan di handuk kecil yang di atasnya tercetak foto Madonna.
“Sebaiknya kita cari Mister Rakshasas. Kita lihat apa pendapatnya.”

Mereka turun ke ruang gambar untuk mencari lampu kuningan antik yang dihuni
Jin tua itu. Lampu itu berada di atas meja tempat Nimrod mening galkannya.
John mengambil dan menggosoknya dengan tidak sabar. Seperti Aladdin,
pikirnya. Seperti sebelumnya, asap biru menggulung keluar dari tempat sumbu
yang kosong, dan setelah menghilang, Mister Rakshasas duduk di atas salah satu
kursi perpustakaan. Dia menyimak dengan sabar apa yang si kembar sampaikan,
kemudian mengangguk dengan wajah yang muram.

“Aku takut kalian benar kalau sesuatu telah menimpa teman kita. Kalau tidak,
pastilah kini dia sudah mengabari kalian bahwa keadaannya baik-baik saja. Tapi
yang pertama, kita lihat dulu apakah kita bisa menghubunginya.”

“Bagaimana? Pakai kekuatan Jin?” tanya John.

“Tidak,” jawab Mister Rakshasas sambil mengang kattelepon. “Aku akan


menghubungi ponsel-nya.” Dia menghubungi lewat ponsel, lalu menunggu se
jenak sebelum meletakkannya kembali. “Sepertinya ponsel Nimrod sedang tidak
aktif.” Mis-ter Rakshasas mengerutkan kening, “apa karena dia tidak dapat
sinyal, atau jangan-jangan dia sudah terikat pada sebuah jimat, dan diperbudak
seseorang yang mengharapkan Nimrod menuruti keinginannya.”
“Sepertinya tidak ada istilah melihat sisi baiknya, ya,” kata Groanin sinis.
“Sebaliknya, mungkin ada yang menyumbat botolnya. Seperti saat Nimrod ke
toko barang antik di Wimbledon, dan masuk ke botol anggur untuk melihatlihat.
Dia akan berada di sana selamanya kalau bukan karena aku.”

“Ya, itu juga satu kemungkinan,” ujar Mister Rakshasas. “Tapi itu hanya bisa
terjadi saat Jin telah mengubah dirinya menjadi asap agar bisa memasuki botol
atau lampu. Mengurung Jin dalam ukuran tubuh normal mengharuskan kau
mengikatnya. Untuk melakukan itu, kau harus tahu nama Jinnya dan memiliki
sesuatu yang berasal dari tubuh Jin itu sendiri. Misalnya kuku, atau sejumput
rambut.”

“Menurutku, tempat terbaik kita memulai pen carian adalah toko milik Whoosy
Whatsit itu,” kata Groanin.

“Hussein Hussaout,” koreksi John.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Hussein Hussaout orang baik, dan teman setia

suku Marid,” ujar Mister Rakshasas. “Tapi mungkin saja dia sudahmenjadi
sekutu suku Ifrit dan berada dalam kendalimereka. Inilah satusatunya cara dia
mengkhianati paman kalian. Sehingga kalian harus sangat berhati-hati. Ini bisa
berbahaya.”

“Kau tidak ikut?” tanya Mister Groanin.

“Aku tidak bisa menemani kalian dalam wujud manusia,” jawab Mister
Rakshasas. “Tapi bawalah lampuku. Mungkin aku bisa memberi beberapa saran.
Lagi pula, kalau Hussaout dalam kendali suku Ifrit, sebaiknya kita jangan dulu
membuka jati diri. Sepengetahuanku, paman kalian berniat untuk tidak memberi
tahu Hussaout tentang identitas kalian sebagai Jin? Kalau Hussaout adalah budak
Iblis, maka akan lebih aman bila dia dan Jin suku Ifrit memercayai kalian
hanyalah manusia biasa. Mereka takkan merasa terancam oleh kalian.”

“Bagaimana kita bisa sampai ke sana?” tanya John.

“Creemy bisa mengantarkan kita naik mobil,” jawab Mister Groanin.

“Tidakkah kau melupakan sesuatu? Tidak ada mobil. Nimrod membawanya tadi
malam,” tukas John.
“Kita harus menyewa mobil,” usul Groanin.

“Tidak,” sergah John. “Itu terlalu lama. Kita harus menciptakan mobil sendiri.
Memakai kekuatan Jin. Bagaimana menurutmu, Mister Rakshasas?”

“Dalam hal ini aku hanya bisa memberi bantuan terbatas, John. Aduh, aku sudah
tua sekali, dan kekuat anku sudah menipis seperti handuk mandi

perempuan Galway. Tapi, mungkin, kalau kau dan adikmu ber pegangan tangan
denganku, aku bisa membantu me musatkan energikalian. Kau ingin
menciptakan mobil, kan?” “Ya,” jawab John.

“Kalau begitu, kita harus berusaha membayangkan mobil yang sama.”

“Aku takut kau akan mengatakan itu,” kata Phi lippa. “Aku hampir tak tahu
perbedaan antara Jip dan Jaguar.”

“Apa Jip itu?” tanya Mister Rakshashas.

“Tidak masalah,” ujar John. Dia berlari ke lantai atas, lalu mengambil majalah
mobil yang dibelinya di Bandara Heathrow, London, setelah itu membawanya
turun ke ruang gambar. “Ini dia,” katanya sambil menunjuk mobil merah yang
terlihat aerodinamis di sampul. “Mobil Ferra ri 575 M Maranello. Nol sampai
100 kilometer perjam dalam 4,25 detik, dan kecepatan tertingginya 325
kilometer perjam. Nah, itu baru mobil yang sulit dilu pakan. Mobil itu bahkan
punya empat buah kursi.”

Groanin mengambil majalah itu dari tangan John dan membalik-balikkan


halamannya. “Tidak bisakah kau mencarikan kami sesuatu yang tidak terlalu
mewah?” gerutunya. “Yang kita inginkan adalah mobil yang lebih praktis.
Semacam mobil sport. Range Rover sangatlah cocok. Ferrari itu pantasnya
berada di lintasan balap, bukan di padang pasir.”

“Sebenarnya, banyak Syeikh minyak Arab yang membeli mobil ini,” ujar John.

Philippa menatap mobil di sampul itu dengan

seksama.Salah seorang ayah temannya di sekolah memiliki Range Rover, dan


dia sangat menyukainya, tapi tidak sebesar rasa sukanya pada Ferrari ini. “Aku
menyukainya,” katanya. “Mobil itu cantik. Aku lebih suka yang merah daripada
yang hitam. Ayah selalu memilih mobil warna hitam. Mobil merah pasti bagus.”

Mereka memanggil Creemy dan pergi ke garasi, di mana Mister Rakshasas


menggenggam tangan mereka, memejamkan mata, dan meminta mereka
membayangkan bahwa otaknya adalah semacam am plifi er yang dapat
membantu mereka meningkatkan kekuatan pikiran.

“Mister Groanin?” kata Mister Rakshasas. “Kalau mau berbaik hati, mungkin
kau bisa menghitung mundur dari sepuluh untuk kami? John, Philippa, bila
kalian mendengar Mister Groanin berkata ‘nol1, itu akan jadi isyarat bagi kalian
untuk mengucapkan kata fokus. Paham?”

“Paham,” jawab si kembar.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Silakan mulai, Mister Groanin.”

“10-9-8-7-6-5-4-3-2-1-Nol!”

“FABULONGOSHOO - “

“ABECEDARIAN!”

“- MARVELISHLYWONDERPIPICAL!”

Selama beberapa detik, udara beriak di dalam garasi itu seperti fatamorgana di
padang pasir yang panas. Terasa ada kenaikan suhu, diikuti bunyi denting lirih,
seperti bunyi sendok memukul gelas anggur. Mister Groanin mengerjap dan
masih tidak melihat apa pun. Tapi saat dia mengerjap sekali

lagi, tibatiba sebuah Ferrari merah muda yang berkilau berdiri di garasi itu.

“Merah muda?” teriak John. “Warnanya salah. Bagaimana warnanya bisa


menjadi merah muda? Dan rodanya? Apa yang terjadi dengan rodanya?”

Benar, rodanya juga salah. Bukannya roda rendah terbuat dari campuran
aluminium mengkilap bergambar kuda berjingkrak yang memang biasa terdapat
pada mobil Ferrari. Tapi, yang ini, memiliki roda segala-medan yang lebih besar
seperti yang biasanya terdapat pada Range Rover.

“Salahku.” Philippa mengernyit. “Kurasa aku mu lai memikirkan mobil merah


muda pada saat-saat terakhir.”

“Dan bagaimana dengan rodanya?” erang John.

“Yah, aku jadi agak bingung,” sahut si adik. “Saat Mister Groanin menyebut
Range Rover, aku mulai memikirkan mobil orangtua Holly Reichmann.”

“Mobil ini kelihatannya bisa dikendarai,” komentar Groanin sambil membuka


pintu dan mengangkat kursi kulit agar si kembar bisa naik ke dua kursi kecil di
bagian belakang. “Menurutku, ini peningkatan yang lumayan.”

“Ayo kalau begitu,” ujar John. “Kita berangkat.”

Ini isyarat bagi Mister Rakshasas untuk kembali ke lampunya, yang diambil
Philippa dan didekap erat ke dadanya.

Creemy menekan sebuah tombol di dinding untuk mem buka pintu garasi
elektrik. Setelah si kembar masuk ke mobil, Groanin menutup pintu, “Kalau aku,
aku lebih suka Rolls Royce. Mobil ini

agak sempit untukku.”

Creemy menggumamkan sesuatu dalam bahasa Arab dan, sambil menunjuk


saklar kontak, dia meng gelengkan kepala.

“Apa tidak ada minyak dalam lampu anak itu?” Gerutu Groanin sambil memutar
tubuhnya di kursi untuk menatap John. “Kau lupa kuncinya, bodoh.”

“Maaf,” ucap John. Setelah memejamkan mata, dia berkonsentrasi penuh


sejenak.

“ABECEDARIAN!“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Satu atau dua detik kemudian, Creemy mengangguk dan menyalakan mesin,
yang terdengar jauh kurang bertenaga daripada yang dibayangkan John. Creemy
mengemudikan Ferrari yang tampak aneh itu keluar dari garasi dan menuju
jalanan yang mengarah ke selatan Garden City, lalu menuju bagian kota tua
Kairo dan took barang antik itu.

Lalu-lintas berdebu Kota Kairo jarang melihat mobil seaneh Ferrari merah muda
itu, dan orangorang keluar dari toko untuk melihatnya. Groanin mengerang keras
saat Creemy terpaksa membanting setir untuk menghindari seekor keledai yang
menarik gerobak bermuatan jagung karena penunggangnya berdiri dan
menunjuk Ferrari merah muda itu. John melihat pria itu tertawa.

“Ini sangat memalukan,” kata John, meneng gelamkan diri lebih dalam di
kursinya.

Creemy menemukan sedikit jalan terbuka dan menginjak pedal gas lebih dalam.
Mobil itu makin ce pat, lambatlaun meninggalkan pengguna lalu-lintas

di belakang mereka. Merasa agak kecewa dengan Ferrari pertamanya, akhirnya


John lega saat sampai di Old City. Creemy pun menghentikan mobil itu.

“Ingat apa yang dikatakan Mister Rakshasas,” kata Groanin. “Apa pun yang
dikatakan pria ini, menurutkusebaiknya kita memberinya kesan kalau kita masih
memercayainya. Ada pepatah lama yang kami punya di Lanchasire: ‘Tempatkan
teman-temanmu dalam perlindunganmu. Tapi tempatkan musuh-musuhmu tepat
di bawah hidungmu’.”

Mister Groanin dan si kembar meninggalkan lampu berisi Mister Rakshasas di


dalam mobil bersama Creemy, lalu berjalan menyusuri jalan berbatuan kecil
menuju toko barang antik Hussein Hussaout.

Hal pertama yang mereka lihat saat memasuki took itu adalah Baksheesh yang
mengenakan perban di kakinya tapi sudah terlihat agak sembuh. Hussaout
sendiri, yang duduk di atas tumpukan bantal yang sama, mengenakan setelan
putih yang sama, dan mengisap shisha yang sama. Dia tampak lelah dan cemas
tapi, saat melihat mereka bertiga, dia berusaha sekuat tenaga agar terlihat ramah.

“Halo,” sambutnya. “Apa yang membawa kalian kemari?” lalu dia menanyakan
sesuatu yang sudah bisa diduga sebelumnya, “di mana Nimrod?”

“Kami berharap kau bisa memberitahu,” jawab Mister Groanin. “Aku kepala
pelayan Mister Nimrod. Kurasa kami belum melihatnya sejak dia ke sini tadi
malam.”

“Tapi dia tidak pernah datang,” bantah Hussaout yang bangkit berdiri, dan kini
tampak khawatir.
“Aku kira ada hal lebih penting yang menahannya, dan dia baru bisa datang hari
ini.”

Philippa meragukan cerita itu. “Kalau dia tidak ke sini, lalu ke mana menurut
kemungkinan dia pergi?” tanyanya kepada Hussaout dengan sopan.

Orang Mesir itu mengangkat bahu.

“Tolong, Mister Hussaout,” kata John. “Anda mau menolong kami mencarinya?”

Hussein Hussaout melirik gugup kepada putranya yang, untungnya, tidak


menunjukkan tanda-tanda masih ingat bahwa si kembar pernah berada di kamar
tidurnya kemarin. “Tentu saja,” jawabnya. “Begini saja, mengapa kalian tidak
pulang saja dan menunggu teleponku? Aku akan mengadakan sedikit
penyelidikan. Memeriksa beberapa tempat favoritnya. Yang penting, jangan
terlalu khawatir. Seperti yang aku katakan, Kairo kota besar. Orangorang sering
menghilang, tapi mereka biasanya muncul lagi. Tapi kalau ada penyebab yang
perlu dicemaskan, aku akan segera menghubungi polisi. Bagaimana?”

“Anda baik sekali, sungguh,” ujar Mister Groanin. “Dan sangat menenteramkan
hati mengetahui kalau Nimrod punya teman sebaik Anda, Mister Hussaout.
Bukankah begitu, Anakanak?”

“Ya,” jawab si kembar yang merasa tidak tenteram sama sekali. Kini keduanya
agak meyakini kalau Hussein Hussaout berbohong. Ada sesuatu tentang kesem
buhan putranya, Baksheesh dan mereka yakin itu berkaitan dengan
menghilangnya Nimrod. Bocah itu sendiri memerhatikan si kembar

dengan gugup, matanya mengerjap cepat dari si kembar yang satu ke yang lain.

“Satu hal lagi,” kata John, saat mereka akan berjalan ke luar toko. “Tempat yang
akan Anda datangi ini, di padang pasir. Menurut Anda dia tidak ke sana
sendirian, kan?” Apa yang ditampakkan John itu adalah suatu yang biasa
dilakukan pengacara cerdas dalam persidangan di televisi: membiarkan saksi
percaya kalau tak ada lagi pertanyaan yang akan diajukan, lalu mengajukan
pertanyaan terakhir dengan harapan mendapatkan suatu hal lainnya.

Hussein Hussaout berusaha agar terlihat sedang berpikir. “Tidak,” jawabnya.


“Kurasa tidak. Aku hanya memberinya ide biasa di mana tempat itu berada.”
“Di mana tempat yang Anda katakan padanya?“TXT BY OTOY
http://ottoys.wordpress.com

“Medinet el-Fayyum,” jawab Hussaout. Dia menggelengkan kepala dengan


tegas. “Tapi kalian tidak akan menemukannya di sana. Pasti. Mengapa dia ke
sana tanpa aku? Tidak masuk akal. Hanya aku yang tahu di mana dia berada.”
Lalu Hussein Hussaout mengoreksi kalimatnya dengan cepat. “Maksudku hanya
aku yang tahu di mana tempat itu. Tempat di dekat Medinet el-Fayyum ini.
Tempat ke mana aku akan mengajaknya. Tak ada gunanya kalian mencarinya ke
sana.”

“Kami tunggu teleponmu,” ujar Mister Groanin.

“Ya. Ya, silakan.”

Saat mereka kembali ke mobil, Mister Groanin mengerutkan wajah. “Tidak salah
lagi, dia orang

yang licik,” katanya.

“Kalau itu berarti dia tidak bisa dipercaya,” ujar Philippa, “maka aku sependapat
denganmu.”

“Apakah benar dugaanku?” tanya John. “Atau apakah dia memang gugup ketika
mendengar kita akan pergi ke Medinet el-Fayyum?”

“Tidak, aku juga melihat,” sahut Philippa. “Dan kau dengar apa yang
dikatannya? ‘Hanya aku yang tahu di mana DIA.’ Kemudian, tentu saja, dia
mengoreksi omongannya dan berkata, ‘Hanya aku yang tahu di mana TEMPAT
itu.’ Ada sebutan untuk membuat kesalahan seperti itu. Saat otak kita
mengatakan satu hal dan mulut ki ta mengucapkan hal lain.”

“Ya, kau benar,” Groanin menyetujui. “Namanya keseleo lidah. Dan itu memberi
petunjuk kalau ada penyebab yang tidak disadari saat menggunakan kata yang
salah, yang terkadang bisa diterka.”

“Kurasa kita justru harus melakukan apa yang tidak dia inginkan,” usul John.

“Dan apakah itu?” tanya Philippa.


“Pergi ke Medinet el-Fayyum, tentu saja. Mungkin ada yang melihat mobil
Paman Nimrod. Cadillac Eldorado tua warna putih bukanlah mobil yang biasa
berkeliaran di Mesir.”

Mister Groanin mengetuk bagian luar lampu kuningan tua Mister Rakshasas.
“Kau dengar itu, Mister Rakshasas?” tanyanya lantang. “Kami akan pergi ke
Medinet dan mencari Nimrod sendiri.”

“Ide bocah itu lebih bagus daripada semua yang bisa kupikirkan,” ujarnya
dengan suara lirih. Suara

itu terdengar tidak jelas seperti seseorang yang berteriak dari kedalaman dasar
sumur.

“Baik, sudah diputuskan kalau begitu,” kata Groanin sambil memasang sabuk
pengamannya. “Creemy?” Dia menunjuk kaca depan Ferrari merah muda itu.
“Medinet el-Fayyum. Dan jangan menghemat tenaga kudanya.”

Dua jam kemudian Ferrari merah muda itu berhenti di Medinet el-Fayyum. Itu
adalah kota yang agak besar di barat Sungai Nil. Karena diparkir di pasar, Ferrari
itu dengan cepat menarik kerumunan besar penonton. Dengan bantuan beberapa
buah foto Cadillac Eldorado putih milik Nimrod, Creemy bertanya kepada
penduduk setempat apakah ada yang melihat mobil itu kemarin malam. Tapi
sepertinya tak seorang pun ingat. Setelah satu jam bertanya dengan penuh
kesabaran, rombongan pen cari itu mulai merasa agak kecil hati.

“Kita berkeliling saja,” usul Philippa. “Mungkin kita bisa menemukan mobil
itu.”

Groanin menunjuk ke sisi lain, di sebuah kanal irigasi yang menghubungkan


sungai itu dengan kota. “Kau lihat di sebelah sana?” katanya. “Itu Padang Pasir
Sebelah Barat. Luasnya beberapa ribu kilometer persegi.” Lalu dia menunjuk ke
arah lain yang keli hatan sama kosongnya. “Dan itu Padang Pasir Sebelah Timur.
Luasnya juga beberapa ribu kilometer persegi. Berkendara berkeliling? K urasa
tidak.”

“Mister Groanin benar,” ujar John. “Sama saja seperti mencari jarum dalam
tumpukan jerami.”

“Bagaimana kalau mengubah tubuh kita menjadi burung hering?” usul Philippa.
“Lalu terbang berkeliling.”

“Itu tidak kusarankan,” celetuk Mister Rakshasas dari dalam lampunya.


“Pertama, transformasi binatang membutuhkan banyak pengalaman. Dan kedua,
tak seorang pun dari kalian pernah belajar terbang.”

“Ya sudahlah,” ujar John sambil menendang batu di tanah.

Sekarang, matahari kian rendah di langit, dan jelas sekali tidak lama lagi mereka
harus kembali ke Kairo. Si kembar tak bisa menyembunyikan kekecewaan atau
ketakutan mereka atas keadaan Nimrod. Akhirnya, tepat saat Creemy akan
menghidupkan mobil dan bergerak pulang, seorang penunggang unta yang sudah
mendengar tentang Ferrari merah muda dan pencarian Cadillac Eldorado putih,
datang menghampiri dan mulai bercakap-cakap dengan Creemy. Akhirnya tamu
tak diundang itu m enunjukkan jalan dan memberi kepastian arah.

Creemy berterima kasih pada penunggang unta itu, dan segera menghidupkan
mobil. “Dia melihat Cadillac Nimrod,” katanya kepada rombongan pencari
Nimrod.

Mister Rakshasas, yang menerjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Inggris,


menambahkan bahwa penung gang unta itu memberitahu Creemy kalau dia
melihat sebuah mobil Amerika di desa Biahmu, letaknya sekitar beberapa menit
berkendara dari persimpangan jalan utama, dekat sebuah gugusan

batu dan beberapa reruntuhan kuno.

Dengan cepat mereka berkendara kembali ke jalan utama di mana, setelah


menemukan tanda untuk Sennuris dan Biahmu, Creemy mengarahkan Ferrari itu
menyusuri jalan tanah yang kasar sejauh beberapa kilometer.

“Untung sekali kita memiliki roda Range Rover di mobil ini,” komentar Groanin
saat mobil itu menghantam lubang lagi dengan bunyi derak yang nyaring.
“Kalau memakai roda asli, kita takkan bisa melewati jalan ini.”

Akhirnya, mereka sampai di sebuah gugusan batu yang di dekatnya berdiri


sepasang kaki batu raksasa, dan wajah seorang Firaun yang terlupakan. Creemy
menghentikan mobil dan mereka semua keluar.

“Pasti ini reruntuhannya,” ujar John.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Tidak, bukan reruntuhan,” kata Groanin lirih. “Puisi, itulah batu itu.”

“Puisi?” tanya Philippa. Dia suka puisi, tapi dia tak sepenuhnya mengerti apa
yang Groanin bicarakan. Tapi sebelum dia sempat meminta penjelasan, Groanin
sudah membaca puisi dari salah satu syair terkenal dalam kesusastraan Inggris:

“Aku bertemu pengembara dari dataran kuno Yang berkata: Dua kaki batu yang
iuas dan tanpa tubuh bagian atas

Berdiri di padang pasir, di dekat keduanya, Setengah tenggefam, wajah yang


hancur terbaring, yang

bibir mengerucut,

Dan berkerutnya, dan seringai perintah dingin nya, Mengatakan bahwa


pemahatnya membuat hasrat itu

terbaca dengan baik,

Yang masih bertahan, tertera di atas bendabenda tak

bernyawa ini,

Tangan-tangan yang mengejek mereka, dan hati

yangTXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

dimakan;

Dan di dasarnya katakata ini muncul:

‘Namaku Ozymandias, Raja para Raja”

Lihat karyaku, kau yang Perkasa, dan putus asa!’

Yang ada hanyalah reruntuhan. Mengelilingi yang

membusuk
Dari reruntuhan besar itu, tak terbatas dan te /anjang

Pasir yang sendiri dan datar menghampar jauh.”

Mister Groanin berhenti seolah untuk membiar kan pe ngaruh syair itu terserap
ke dalam benak si kembar.

“Puisi apa itu, Mister Groanin?” tanya Philippa yang ber pikir dia ingin
mendengarnya lagi suatu hari nanti.

“Jangan bilang kau belum pernah dengar ‘Ozymandias’,” ujar Groanin. Dia
menggelengkan kepala. “Ingatkan aku untuk memberimu buku New Oxford
Book of English Verse setelah kita pulang. Itu tadi ‘Ozymandias’. Syair pertama
yang pernah

aku pelajari di sekolah. Karya Percy Bysshe Shelley. Salah satu penyair Inggris
terbesar yang pernah hidup.”

“Kurasa ini seharusnya ironis,” kata John, dan melompat ke atas sebuah batu
agar bisa melihat daerah sekitarnya dengan lebih baik. Tibatiba, dia nyengir.
“Bagaimana dengan ‘yang ada hanyalah reruntuhan… kecuali Cadillac putih.’”

Cadillac Eldorado putih Nimrod diparkir di dekat dinding batu di sisi lain
reruntuhan. Mobil itu tidak rusak dan tidak terkunci, sebagian kapnya terkubur
dalam pasir, seolah badai pasir dahsyat sudah menutupinya.

“Akan kuperiksa mobil itu,” kata John. “Mungkin dia meninggalkan surat.” Tapi
tidak ada apa-apa.

Philippa menangkupkan kedua tangan di sekeliling mulut dan meneriakkan


nama Nimrod. Sementara John memanjat kembali ke atas batu untuk melihat apa
lagi yang bisa dia lihat. Namun tak seekor burung pemakan bang kai pun yang
berputar di langit, yang mungkin bisa menjadi penunjuk kalau ada tubuh
terbaring di bukit pasir di kejauhan.

Philippa berteriak lagi. Lalu dia mendapat ide dan, setelah memejamkan mata
sejenak, dia mengucapkan kata fokusnya:

FABULONGOSHOOMARVELISHLY WONDERPIPICAL!” Sebuah megafon


besar ku ningan, jenis yang dulu digunakan para pelaut untuk saling
berhubungan di kapal yang berbeda, muncul di pasir.

“Itu lebih baik,” ujar Groanin, karena kini Philippa melanjutkan dengan berjalan
naik dan turun

sejauh dan setinggi area tersebut sambil meneriakkan nama Nimrod lewat
megafon ini. “Tidak mungkin dia tidak mendengarnya,” katanya, menutupi satu
telinga dengan satu tangan, satusatunya tangan yang dia miliki.

“Berhenti,” teriak John. “Kurasa aku mendengar sesuatu.”

Philippa menurunkan megafon dan mendengar kan dengan seksama.

Akhirnya, Groanin mengembuskan napas panjang dan menggelengkan kepala.


“Tidak ada apa-apa di sini,” katanya lirih. Dan sambil melambaikan tangan ke
arah lanskap yang gersang itu dia menambahkan, “Tidak ada apa-apa.
Menurutku dia datang ke sini, lalu pergi lagi dengan mobil lain. Kemungkinan
besar penculikan. Atau dimasukkan ke botol dan dibawa.”

John berjongkok di belakang Cadillac itu. “Hanya ada satu set lintasan ban,
selain jejak mobil kita,” ujarnya. “Kelihatannya dia mengendarai mobil itu ke
sini dan menghilang.” Dia berjalan mengitari bagian depan mobil dan
memeriksa timbunan pasir yang menutupi kap. “Aku ingin tahu. Apakah wajar
kalau semua pasir ini sampai ke tempat ini? Seingatku hari ini tidak berangin.”

“Pasir tetap pasir,” ujar Groanin. “Dan bagaimana pasir bisa sampai ke mana-
mana adalah misteri bagi kita semua.”

“Itu bukan jawaban,” tukas John dengan jengkel.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

Tapi Groanin sudah berjalan kembali ke Ferrari

merah muda. “Kuberitahu, tidak ada apa-apa di sini,” katanya kesal, dan masuk
ke mobil, menutup pintu, dan menyalakan pendingin. Dia mengerang lega saat
udara yang lebih sejuk menyelimuti tubuhnya. Dia mengamati ketika John dan
Philippa berbicara selama beberapa menit pada lampu yang berisi Mister
Rakshasas. Ketika mereka kembali ke mobil, Groanin melihat kalau si kembar
tampak menatapnya dengan cara yang aneh. Philippa membuka pintu mobil,
membiarkan semua udara dingin itu keluar.
“Mister Groanin,” katanya hati-hati.

“Ya, ada apa?” Dia merasakan semacam konspirasi di antara si kembar, dia
mengerutkan kening dan menambahkan, “Apa pun itu, aku tak mau tahu. Aku
kepanasan, aku lelah, aku haus, dan aku ingin kembali ke kamarku.”

“Aku punya ide,” ujar Philippa hati-hati. “Tapi kau harus mau berkorban.”

“Berkorban? Aku tidak mau dikorbankan untuk menyelamatkan pamanmu yang


sinting itu.”

“Kami tak ingin mengorbankan dirimu, Mister Groanin,” jelas Philippa.


“Sebaliknya kami ingin kau menggunakan sesuatu yang kau miliki, sesuatu
untuk kepentinganmu, demi kepentingan orang lain.”

Groanin merengut. “Jangan berteka-teki, Nak,” sergahnya. “Sejauh ini aku sama
sekali tidak punya petunjuk tentang apa yang kau bicarakan.”

“Nimrod pernah memberimu tiga permintaan dan, sejauh ini, kau baru
menggunakan dua permintaan, kan?” Philippa berhenti. “Nah, sudah jelas,

kan? Kau bisa menggunakan permintaan ketigamu untuk menemukan Nimrod.


Apa yang perlu kau lakukan cuma mengucapkan ‘Ku harap aku tahu di mana
Nimrod berada’ dan kita akan menemukannya.”

“Kau ingin aku menggunakan ehm…. ketigaku?” Kebiasaan bertahun-tahun


telah menahan Groanin untuk menggunakan kata harap. Sebagai gantinya, dia
membuat gerakan berputar dengan telunjuknya, seolah menirukan aksi Jin saat
mengabulkan sebuah permintaan. “Benar.” Philippa tersenyum.

“Tapi itu berarti tidak ada lagi permintaanku yang tersisa,” tolak Groanin. “Itu
berarti bertahun-tahun yang kuhabiskan untuk memikirkan satu per mintaan
yang benarbenar fantastis sudah disia-siakan.” Keningnya mengerut. “Lagi pula,
bukankah Nim rod harus ada di sini untuk mengabulkan permintaanku?”

“Kami sudah mendiskusikannya dengan Mister Rakshasas,” ujar Philippa.


“Kalau Nimrod berada dalam jarak sekitar delapan kilometer dari sini, dan kau
berteriak cukup keras, dia akan mendengar permintaanmu. Tapi kalau dia tidak
dengar, maka dia takkan mengabulkannya dan keadaan kita takkan lebih buruk
daripada sekarang.”
“Dan kau takkan memiliki permintaan ketiga sama sekali kalau Nimrod sudah
mati, kan?” ujar John.

“Lagi pula,” ujar Philippa. “Kami sudah membicarakannya, dan kami akan
memberimu tiga perminta an dari kami sendiri.”

Groanin tertawa. “Dengan segala hormat, tidak satu pun dari kalian yang sekelas
Paman Nimrod

kalian. Lihatlah apa yang terjadi saat kalian berusaha menciptakan Ferrari
merah. Aku bukan mengatakan mobil itu jelek, hanya saja, well, dalam soal
permintaan, tak ada yang mau menerima kualitas nomor dua, kan?”

Dia diam dan keluar dari mobil, berjalan berkeli ling sambil merenungkan
masalah itu.

“Maaf,” katanya, “tapi ini perlu dipikirkan, setelah ber tahun-tahun tidak
diputuskan. Yang kita bicarakan ini masalah besar. Sesuatu yang bisa
memengaruhi sisa hidupku.”

Mengungkit soal sisa hidupnya ini tampaknya menyentuh secara mendalam pada
diri Groanin, dan tibatiba dia menyadari betapa banyak waktu yang telah disia-
siakan dalam memikirkan kemungkinan permintaan ketiganya. Apakah sisa
hidupnya juga akan jadi hancur? Dan tibatiba dia tahu apa yang harus dilakukan.
Tidak hanya untuk Nimrod. Tapi juga untuk dirinya sendiri.

“Akan kulakukan,” katanya. “Aku akan melaku kannya, aku akan


melakukannya. Kalian tidak tahu betapa permintaan ketiga ini sudah membuatku
seng sara. Selama ini, tersiksa dalam kebimbangan tentang apa yang harus
diminta, dan aku selalu takut akan menggunakan kata sihir itu tanpa sengaja dan
menyia-nyiakan permintaanku itu untuk sesuatu yang tak berguna.” Mister
Groanin tersenyum. “Oh Tuhanku. Akan menjadi akhir yang sangat berarti kalau
aku bisa memanfaatkan permintaan itu, lalu mengakhiri persoalan ini untuk
selamanya. Itu adil, kan?”

“Begitu dong, Mister Groanin,” ujar John.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Tunggu dulu,” Groanin mengerutkan kening. “Tunggu sebentar.” Dia


menggerak-gerak kan jarinya kepada si kembar. “Kalian harus hati-hati sekali
dengan permintaan. Terkadang kalian bisa menggunakan kata itu dan hasilnya
tak seperti yang kalian duga. Percayalah, aku tahu apa yang kubicarakan ini.
Jadi, seumpama aku mengucapkan permintaan itu, mungkin aku yang akan
terpindah ke tempat dia berada. Bagaimana kalian akan tahu di mana kami
berada? Kalian mengerti?”

“Mungkin kita harus mencatat permintaan itu dulu?” usul John. “Dengan
setepat-tepatnya. Sesuai dengan apa yang disebut Nimrod dengan The Baghdad
Rules.”

“Ya, benar. The Baghdad Rules.” Groanin mengangguk. “Ya, begitu cara
melakukannya.”

“Tanpa berada di tempat yang berbeda dari tempat kami sekarang,” ujar
Philippa. “Kuharap kami semua bisa mengetahui dengan tepat - “

“Dengan tepat,” ulang Groanin. “Bagus.”

“Dengan tepat di mana Nimrod berada sekarang,” kata Philippa.

John memandang dengan tatapan bertanya pada Mister Groanin dan Philippa.
Mereka pun mengang guk setuju, menulis permintaan itu. Kemudian, mero bek
lembaran kertas itu dari buku catatannya, dia membacakan permintaan itu pada
Mister Rakshasas di dalam lampu.

“Permintaan yang bagus,” puji Mister Rakshasas. “Sangat tepat. Tak ada ruang
untuk kesalahan.

Berdasarkan Pasal 93 dari The Baghdad Rules. Mari kita semua berharap
Nimrod mendengarnya. Kalau tidak, aku tak tahu lagi apa yang akan kita
lakukan selanjutnya. Kita tidak mung kin berkeliling Mesir sambil mengulang
permintaan itu dengan harapan Nimrod akan mendengarnya. Dalam hal ini,
kehadiran Cadillac itu mungkin merupakan satusatunya harapan untuk
mempersempit daerah pencarian kita.”

John memberikan kertas itu pada Mister Groanin. “Siap?” tanyanya.

“Siap,” jawab Mister Groanin. Dia mencermati apa yang ditulis John seperti
seorang aktor yang berusaha membiasakan diri dengan perannya dalam sebuah
drama, dan kemudian mengangguk. “Baiklah kalau begitu.” Groanin menjilat
bibir dengan gugup, lalu mulai mengucapkan permintaannya: “Tanpa berada di
tempat yang ber beda dari tempat kami berdiri sekarang,” di membacanya
dengan hati-hati, “aku harap kami semua bisa mengetahui dengan tepat di mana
Nimrod berada saat ini.”

Sesaat kemudian tanah bergetar dan, selama satu atau dua detik, mereka semua
berpikir itu gempa susulan.

“Apa itu tadi?” tanya Groanin.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Itu permintaanmu yang dikabulkan, Bodoh,” terdengar suara Nimrod yang


tanpa tubuh. “Aku di sebelah sini. Kalian tidak mendengarku berteriak-teriak?”

“Kami bisa mendengarmu,” teriak Philippa. “Tapi kami tidak bisa melihatmu.”

“Tentu saja tidak bisa,” sahut suara Nimrod. “Itu karena aku terkubur hidup-
hidup. Dalam makam di bawah pasir sekitar dua ratus meter dari mobil.
Mulailah berjalan ke arah barat menuju matahari dan akan kuberitahu kalau
kalian sudah lebih dekat.”

“Kau tidak apa-apa?” tanya Philippa.

“Aku baik-baik saja,” kata suara Nimrod. “Hanya saja aku agak jengkel pada
diriku sendiri karena diikat dengan begitu mudah oleh Hussein Hussaout.”

“Bagaimana dia melakukannya?” tanya Philippa sambil berjalan ke arah suara


Nimrod.

“Karena aku menggigiti kuku,” ujar Nimrod. “Itu memang kebiasaan burukku.
Itu salah satu yang diperlukan manusia untuk mengikat Jin. Bagian tubuh seperti
gigi, sejumput rambut, atau potongan kuku.”

“Saat kita berada di toko Hussein Hussaout, kau meng gigiti kuku,” kata John
saat teringat.

“Kelihatannya begitu,” ujar Nimrod. “Tapi entah bagaimana dia juga tahu nama
rahasiaku. Dengan kedua hal ini, dia bisa mengurungku dalam makam ini.”

“Tapi mengapa Hussein Hussaout mengkhianati mu?” Ta nya John.


“Karena dia diperas oleh Ifrit. Sementara aku terbaring dengan perasaan
terguncang di lantai makam, kudengar dia meminta maaf kepadaku dan meminta
pengampunanku. Orang malang itu benarbenar punya sedikit pilihan dalam
masalah ini. Anggota suku Ifrit meracuni anaknya, Baksheesh, dan anjingnya,
Effendi. Si anjing mati. Kalau

Hussein Hussaout tidak melakukan dengan tepat apa yang diperintahkan


kepadanya, maka Baksheesh juga akan mati seperti anjing itu.”

“Kami sudah bertemu Baksheesh,” ujar John. “Dia sudah cukup pulih kalau
dibandingkan dengan saat terakhir kami melihatnya. Kami kembali ke toko itu.
Kami pura-pura percaya pada apa yang dia katakan. Bahwa kau tidak pernah
sampai di toko barang antik itu. Kurasa dia tak menyangka kami adalah Jin.”

“Aku beruntung punya keponakan yang cerdas, kalau tidak, aku mungkin akan
terjebak di sini selama berabad-abad. Penyelidikan cerdas yang kalian lakukan.
Apalagi kalian ingat bahwa Mister Groanin masih punya satu dari tiga
permintaannya. Aku sangat ber hutang budi kepada kalian.”

“Jangan pikirkan itu sekarang,” ujar Groanin saat me reka berjalan melintasi
padang pasir yang sangat panas menuju matahari terbenam. “Apa kita sudah
dekat?”

“Empat puluh meter lagi kalian akan sampai di sini,” ujar suara Nimrod. “Kalian
akan melihat lereng terjal. Ber jalanlah ke kaki lereng terjal itu dan tunggu
instruksi selanjutnya.”

“Aku melihatnya,” kata John.

Di kaki lereng terjal itu mereka berhenti seperti yang diperintahkan. Mereka
mengamati pemandangan yang seluruhnya terdiri dari bukit pasir. Sepertinya
tidak mungkin kalau Nimrod berada di dekat situ.

“Di tempat kalian berdiri sekarang,” ujar suara

Nimrod. “Aku berada tepat di bawah kaki kalian. Kalian harus segera
memindahkan sebagian besar bukit pasir di hadapan kalian itu. Aku tidak bisa
membantu karena makam ini sudah disegel dengan kekuatan Jin, aku tidak bisa
melakukan apa-apa untuk membantu kalian.” “Bisakah kami membuatnya
menghilang?” Tanya Philippa.
“Itu akan memakan waktu terlalu lama,” ujar Nimrod. “Pasir itu adalah bahan
yang sulit untuk dilenyapkan bagi seorang pemula seperti kalian. Setiap butir
pasir cenderung bertindak seperti objek tunggal, yang membuat pasir jadi sulit
ditangani dengan kekuatan Jin. Kalian tidak bisa menghilangkannya, dan kalian
tidak bisa meniupnya. Jadi kalian harus memikirkan cara untuk
memindahkannya.”

“Baiklah,” sahut John. “Penggali tanah. Eskavator.” Dia menatap Philippa. “Kau
tahu bagaimana bentuk eskavator?”

“Aku tidak yakin,” Philippa mengakui.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Di rumah aku punya eskavator dengan remote control,” jelas John. “Warnanya
kuning. Kuletakkan di atas lemari buku itu. Apa kau ingat?”

“Kebetulan,” kata Groanin. “Kurasa dalam perjalanan memasuki Medinet el-


Fayyum tadi, kita melewati pekerjaan perbaikan jalan, dan aku sangat yakin di
sana ada buldozer. Begini, aku akan tinggal di sini ber sama Mister Rakshasas,
untuk memastikan kita tidak lupa tempat di mana Nimrod terkubur. Kalian
berdua dan Creemy kembali ke jalan utama dan cobalah ambil mesin itu. Atau
menciptakan yang lain. Tapi kalian harus bergegas. Sebentar lagi

gelap, dan tempat ini sudah mulai mem buatku gelisah.”


17
KALAJENGKING

Groanin berdiri sendirian di tengah padang pasir, menunggu Creemy dan si


kembar kembali. Dia merasa seperti patung yang terlupakan. Dia bisa saja duduk
di atas pasir, tapi takut disengat kalajengking yang banyak jumlahnya di sekitar
situ.

“Jadi, bagaimana keadaan di bawah sana?” dia bertanya kepada Nimrod dengan
gugup, saat seekor kelelawar terbang di dekat kepalanya.

“Dingin dan gelap,” jawab Nimrod. “Aku benarbenar tersiksa. Kekuatan Jin
yang mengikatku sangat kuat, dan kekuatanku hampir tidak berfungsi di sini.
Pasti ikatan ganda yang Hussein gunakan. Atau bahkan tiga kali lipat. Aku
punya senter tapi baterainya sudah mulai lemah. Ponselku tidak bisa dipakai.
Dan aku cuma makan sebatang cokelat yang ada di kantongku. Jadi keadaan
agak menyedihkan.”

“Bagaimana kau bisa mengabulkan permintaanku, kalau kekuatanmu tak


berfungsi?” tanya Groanin.

“The Baghdad Rules,” ujar Nimrod. “Bab 152. Permintaan yang belum
terpenuhi memiliki prioritas di atas ikatan Jin lain. Kau tahu, bila satu
permintaan diberikan, kekuatan permintaan itu seolah menempel pada orang
yang mendapatkannya. Sehingga aku tidak perlu benarbenar berada di dekatmu
agar keinginanmu terkabul.” Nimrod mendesah. “Sayang kau hanya punya satu
permintaan yang tersisa. Satu permintaan bagus lagi, dan aku akan keluar dari
sini.”

“Aku tidak peduli sama sekali pada permintaan,” sergah Groanin. Dia menoleh
dengan cepat saat seekor binatang melata menyeberangi tanah, dan seekor ular
juga terlihat menghilang ke dalam sebuah lubang. “Seluruh negara ini
membuatku ngeri.”

Empat puluh menit empat puluh detik kemudian, Creemy dan si kembar datang
dengan membawa sebuah eskavator - Tata Hitachi warna oranye, dengan kapa
sitas muat dua setengah meter kubik dan kedalaman galian tujuh meter. Yang
membuat Groanin heran, eskavator itu sepertinya berjalan sendiri; setidaknya
begitulah hingga John keluar dari Cadillac dengan membawa sebuah remote
control elektrik.

“Persis seperti eskavator mainanku di rumah,” jelas John. “Aku cukup ahli
mengemudikannya sehingga kuputuskan akan lebih mudah untuk membuat bebe
rapa modifi kasi pada eskavator aslinya.” Dan di bawah kendali John yang
sangat ahli, eskavator itu sudah mengeruk muatan pasir pertama dan
membuangnya beberapa meter dari lokasi yang telah mereka tandai sebelumnya.

Setelah satu jam mengeruk, akhirnya sampai juga ke bagian luar pintu. Creemy-
lah yang memindahkan pasir terakhir dengan menggunakan sekop yang dite
mukannya di belakang eskavator. Sekarang hari sudah gelap, Creemy harus
bekerja

dengan bantuan lampu besar eskavator.

“Tempat ini jahat,” ujar Groanin. “Aku bisa merasakannya. Menakutkan.”

“Jangan sebut-sebut begitu,” kata Philippa. “Aku sudah takut sekali.”

“Kita hampir sampai,” teriak John. Creemy mundur dari pintu batu dan, setelah
membuang sekopnya ke samping, dia berteriak kepada John agar menuruni anak
tangga dengan membawa senter. Philippa pun mulai mengikutinya. John sudah
memeriksa celah antara pintu dan dinding.

“Tunggu dulu,” katanya. “Ada sesuatu yang menempel di pintu.”

“Apa pun yang kau lakukan, jangan sekali-kali kau menyentuhnya, John,” teriak
Nimrod. “Ini yang aku takutkan. Itu mungkin segel Jin.”

“Apa maksudnya?” tanya Philippa.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Itu berarti Iblis atau salah satu anggota suku Ifrit pasti telah bersama Hussein
Hussaout,” jawab Nimrod. “Hanya mereka yang bisa melakukan ini.
Kemungkinan besar itu terbuat dari giok atau temba ga, yang keduanya memiliki
kekuatan magis bagi suku Marid. Karena kita sudah memiliki kekuatan Jin,
maka bendabenda itu tidak boleh sampai tersentuh.”

“Kurasa itu menjelaskan kenapa Ibu tidak suka batu giok,” gumam Philippa.
“Tentu saja,” sahut Nimrod, “jadi apa pun alas annya, kalian berdua tidak boleh
menyentuhnya. Segel itu hanya boleh dirusak oleh Creemy atau

Mister Groanin, karena kekuatan suku Ifrit juga akan mengikat kalian berdua,
kalau kalian menyentuhnya. Mungkin bisa lebih buruk lagi.”

John menggelengkan kepala. “Menurutku benda itu sama sekali tidak mirip giok
atau tembaga,” ucapnya. “Sepertinya ada potongan besar benda seperti lilin di
dalam celah antara pintu dan dinding. Besarnya kira-kira seukuran bola dan
tampak semitransparan. Tunggu dulu. Ada gerakan. Sepertinya ada sesuatu di
bagian dalam yang berwarna tembaga. Astaga! Seekor kalajengking.”

“Segel hidup,” ucap Nimrod. “Itu yang paling berbahaya bagi manusia, juga bagi
Jin. Itu berarti Iblis mungkin datang sendiri ke sini. Itu tentu saja menjelaskan
kekuatan ikatan tersebut. Apa pun yang kau lakukan, jangan merusak segelnya
karena kalau tidak, kalajengking itu akan kabur dari situ dan berusaha
membunuhmu. Sebaliknya, kalian harus menyalakan api di bawah segel untuk
melelehkan lilin dan membunuh kalajengking itu.”

Mereka kembali menaiki anak tangga batu guna mencari sesuatu untuk
membakar. Tentunya hal itu tak terlalu mudah mengingat suasananya yang
gelap.

“Kita bisa menggunakan karpet dari mobil Ferra ri,” usul Philippa. “Kalau kita
rendam dengan bensin, karpet itu akan gampang terbakar.”

“Lagi pula, warna karpet-karpet itu juga tidak cocok,” balas John yang mulai
merobekrobeknya.

“Satu lagi,” ujar Nimrod, setelah mereka menumpuk karpet-karpet yang telah
direndam bensin

di bawah segel di pintu makam Akhenaten. “Bila kalajengking itu termakan api,
kalian mungkin akan mendengar ucapan Iblis kepada Hussein Hussaout untuk
membuat ikatan ini. Pastikan kalian mencatatnya kalau kalian mendengarnya. Itu
mungkin sebuah petunjuk.”

Mister Groanin menyalakan sebatang korek api. “Aku suka api yang besar,”
katanya. Lalu dia melempar batang korek api itu ke karpet-karpet yang sudah
direndam bensin.
Bola api menjilat dari tanah menerangi wajah kotor dan hitam mereka. Dengan
segera, bola lilin di pintu makam mulai meleleh, membuat panik kalajengking
berwarna tembaga di dalamnya. Bahkan melalui lilin, mereka bisa melihat
sengatan tajam hewan itu menekuk di atas punggungnya dan menggigil seperti
jari berkuku hitam milik seorang penyihir wanita yang jahat.

“Aku tidak mau berada di dekat makhluk itu saat lilinnya meleleh,” Groanin
mengakui sambil bergerak makin ke atas di anak tangga, dia berusaha menjauhi
tempat berbahaya itu. Tapi, satu atau dua menit kemudian, si kembar dan
Creemy berdiri tegak. Akhirnya, setelah tidak ada lagi lilin di pintu,
kalajengking terbesar yang pernah dilihat orang itu, jatuh ke dalam api.

Si kembar menelan ludah dengan ngeri. Makhluk sepanjang tiga puluh


sentimeter itu tebal dan berbulu seperti tubuh seekor armadillo kecil. Capitnya
seperti alat yang digunakan seorang penyiksa, kedelapan kakinya seperti laba-
laba dan

terlihat aneh, tapi yang terburuk adalah ekornya. Panjang ekornya lebih dari dua
puluh lima sentimeter, dan pada ujungnya terdapat penyengat sebesar ibu jari
manusia. Dan yang mem buat mereka ngeri, hewan berkaki delapan itu bersinar
terang meskipun tak terbakar. Dengan api biru besar menjilat setinggi hamper
tiga puluh sentimeter di atas sengatnya yang panjang, kalajengking itu terpental
dari karpet-karpet yang tengah terbakar. Dia berlari cepat ke arah si kembar,
seolah mengenali bahwa mereka berasal dari suku Jin yang sama dengan tahanan
yang harus dia jaga.

Creemy dan John mundur selangkah, tapi John kehilangan pijakan di tanah yang
tidak rata dan tersungkur di depan kalajengking yang membara itu. Merasakan
ada kesempatan untuk membunuh, kalajengking tembaga itu berlari cepat ke
arah lengan John. Capitnya mengatupngatup nyaring dan sengat nya terangkat
seperti jarum suntik, satu dosis racun yang mematikan sudah menetes dari
kantong-kantong yang mengisi rongganya.

“Awas,” teriak Groanin. “Dia akan menyengatmu.“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Astaga!” jerit Philippa sambil menginjak-injak lalu menendang makhluk itu.


Saat melakukan itu, si kalajengking berhasil menangkap tali sepatu kets Philippa
yang kotor, lalu memanjat ke atas kaki, mende kati mata kakinya yang terbuka.
Ketika kala jengking itu ada di kakinya, Philippa menyadari dengan pera saan
jijik kalau makhluk itu berat. Philippa melontarkan teriakan yang memekakkan

telinga dan menendang keras pintu makam. Hal itu menyebabkan si


kalajengking mental ke atas tanah. Hewan itu pun menggulung menjadi bola,
memercikkan tetesan besar racun tepat melewati kepala Philippa, dan akhirnya
meledak dalam api. Karena mendengar se suatu, Philippa tibatiba teringat pesan
Nimrod yaitu membungkuk dengan sangat penuh waspada pada jarak yang aman
agar dapat mendengar apa yang terdengar seperti katakata yang dibisikkan dari
kedalaman lubang neraka. Lalu dia menaiki tangga, keluar dari parit itu, dan
muntah di atas bukit pasir. Setelah beberapa saat, John bangkit dan
mengikutinya.

“Kau sudah menyelamatkanku,” kata John. “Kalajengking itu hampir


menyengatku.”

Philippa mengusap mulut. “Kau akan melakukan hal yang sama,” ujarnya.

John mengangguk dan menggenggam tangan adiknya dengan penuh rasa terima
kasih.

“Aku benci kalajengking.” kata Groanin.

Mereka menyingkirkan sisa-sisa segel dari pintu makam, mendorongnya


kuatkuat sampai terbuka, lalu memasuki ruang makam kuno. Dari kegelapan,
Nimrod menghampiri mereka, dia tampak sedikit lebih muram daripada
biasanya. Si kembar berlari dan memeluknya dengan hangat.

“Kami pikir tidak akan pernah bertemu Paman lagi,” ujar Philippa.

“Memang nyaris tidak,” Nimrod mengakui. “Aku mungkin akan lama berada di
bawah sini.” Dia me ngembuskan napas, mengeluarkan saputangan, lalu

mengusap air mata. “Aku berutang nyawa kepada kalian, Anakanak, aku
berutang nyawa.”

Lalu Nimrod menelan emosi-emosinya, mengeraskan bibir atasnya, berdeham,


mengantongi sapu tangannya, dan mendekati kepala pelayannya dengan
senyuman masam.
“Dan kau, Mister Groanin, meskipun Bab 42, sub bab 12 dari The Baghdad
Rules melarang pem berian tiga per mintaan kepada orang yang membantu
membebaskan Jin dengan menggunakan hadiah tiga permintaan sebelumnya,
aku tetap merasa berke wajiban mengajukan Bab 44, tentang situasi yang
berkaitan dengan pelaksanaan tindakan yang sangat mengutamakan kepentingan
orang lain. Maka, aku menghadiahimu tiga permintaan lagi.”

Mister Groanin mengerang keras. “Aduh!” dia berteriak. “Kumohon, jangan


permintaan lagi. Untuk pertama kali setelah bertahun-tahun aku menikmati
kebebasan karena tidak memiliki permintaan. Kalian, para Jin, tidak tahu betapa
sulitnya hidup dengan pilihan seperti itu. Betapa banyak ketegangan yang
ditimbulkannya pada manusia. Aku minta ini atau itu? Aku jadi ini atau itu?
Melelahkan. Jadi jangan lagi.”

“Tapi aku sudah mengatakannya,” bantah Nimrod. “Dan janji seperti itu tidak
dapat dicabut.”

“Kalau begitu, aku berharap aku tidak punya tiga permintaan lagi,” kata
Groanin. “Aku telah menyadari sesuatu yang sangat penting tentang permintaan.
Terkadang kita ditakdirkan untuk tidak menginginkan apa pun yang kita minta
setelah kita

mendapatkannya. Bahkan tidak untuk lengan baru. Kenyataannya, aku mulai


terbiasa memiliki satu lengan, dan aku tidak tahu akan kuapakan lengan yang
satunya lagi.”

“Katakata yang bagus, Mister Groanin,” ujar Nimrod. “Katakata yang bagus.”
Kemudian dia mena tap si kembar. “Omongomong, adakah di antara kalian yang
mendengar kata yang keluar dari bangkai kalajengking itu?”

“Bukan kata yang kukenal,” jawab Philippa. Lalu dia mengangkat bahu.
“Kedengarannya seperti Rabat.”

“Rabat,” sahut John. “Itu nama kota di Maroko, kan?”

“Rabat, ya?” gumam Nimrod. “Ada artinya bagimu?“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

Nimrod menggelengkan kepala dengan sangat tegas. “Tidak. Sama sekali tidak.”
Sementara itu, Mister Rakshasas telah mewujud kan diri kembali dari lampu
kuningannya. Setelah meminjam senter John, dia mulai memeriksa berbagai
relief indah di dinding makam. Dengan diberi kekuatan sihir, ukiranukiran batu
itu dimaksudkan untuk melancarkan jalan orang Mesir yang sudah mati ke alam
baka dan menyimpannya untuk selamanya. Mister Rakshasas menyentuh
ukiranukiran itu dengan ujung jari, seperti orang buta yang membaca huruf
Braille. Sementara si kembar tidak punya banyak pilihan kecuali mengikutinya
berkeliling makam atau tinggal dalam kegelapan.

“Ada lusinan ruangan di dalam makam ini,” ujar

Nimrod dari suatu tempat dalam kegelapan. “Membentang sampai ratusan meter,
sejauh bebatuan tempat aku meninggalkan mobil, di mana ada pintu masuk lain
yang dibuka oleh gempa itu. Ikatan yang dipakai Hussein Hussaout pasti telah
menutup keduanya menggunakan semacam badai pasir saat dia pergi. Aku
berjalan sampai ke sini dengan harapan menemukan jalan keluar lain itu. Tapi
tampaknya ini semacam labirin dalam kegelapan, aku tidak bisa menemukan
pintu masuk awal.”

“Lihat semua hieroglyphic ini,” kata Mister Rakshasas. “Tidak ada satu pun kata
yang umum digunakan orang Mesir untuk menyebut Osiris, dewa alam baka.
Semua relief ini hanya memberikan penghormatan kepada Aten. Ini memang
makam Akhenaten.”

“Tapi di mana harta karunnya?” tanya John.

“Pertanyaan bagus,” gumam Nimrod. “Mungkin sebagian sudah menyebar ke


museum-museum dunia,” jawab Mister Rakshasas. “Dari lokasi makam dan
lukisan-lukisan dinding ini, aku bisa mengirangira bahwa ini merupakan Makam
42, ditemukan pertama kali pada tahun 1923, dan hilang pada saat badai pasir
besar setelah diklasifi kasikan dengan sangat keliru se bagai makam seorang
pejabat keuangan, atau semacam administrator. Mudah saja melihat alasannya.
Relief-relief dekat pintu di mana kita masuk tadi sangat berbeda dengan relief-
relief yang berada lebih jauh di dalam. Se olah Akhenaten berusaha
menyamarkan makamnya, takut akan dicemarkan oleh orang yang

menganggapnya sebagai tokoh pembaharu kepercayaan. Dia mungkin bersikap


bijaksana dengan kehati-hatiannya.”

Mister Rakshasas menunjuk sebuah lukisan Mesir kuno besar, yang menutupi
satu dinding makam kosong itu. Lukisan itu menggambarkan seorang pria
jangkung dengan tongkat emas kerajaan yang mengantarkan cahaya matahari ke
arah tubuh-tubuh telanjang dari beberapa lusin pria yang berlutut di hadapannya.

“Tapi ini,” katanya bersemangat. “Ini benarbenar tidak diragukan lagi. Bagi
orang yang memiliki pengetahuan tentang sejarah Jin, kisah dalam gambar-
gambar ini cukup jelas. Para pendeta yang berlutut di hadapannya berjumlah
tujuh puluh, jumlah yang sangat aneh bagi orang Mesir untuk dipilih, tapi aku
menduga ini adalah gambar tentang Jin Akhenaten yang menghilang.” Mister
Rakshasas menoleh ke arah Nimrod di belakangnya. “Hiasan kepala yang
menarik. Benar, Nimrod?”

“Aku memikirkan hal yang sama,” sahut Nimrod. “Pada sebagian besar hiasan
kepala Mesir, seluruh tubuh dewi ular, Wadjet, muncul di bagian depan. Tapi
tubuh ular ini sepertinya menjulur melingkari kepala Raja. Kelihatan lebih jelas
juga. Nyaris mirip ular sungguhan. Tubuh hitam dan emasnya sangat mirip ular
kobra Mesir. Dan perhatikan cara Wadjet memegang Aten - cakram matahari - di
bawah tubuhnya, nyaris seperti…,” Nimrod meninju telapak tangannya. “Ya,
tentu saja. Kenapa kita tidak memahami ini sebelumnya?”

“Apa itu?” tanya Philippa.

“Selama ribuan tahun suku kita telah dibingung kan tentang bagaimana manusia
bisa mengendalikan begitu banyak Jin. Tujuh puluh. Tapi hiasan kepala ini
sepertinya menunjukkan bahwa selama ini Akhenaten bukan berkedudukan
sebagai majikan. Dia justru dikendalikan salah satu Ifrit yang suka
memunculkan beberapa ular dan kalajengking.”

“Itu dapat menjelaskan banyak hal,” Mister Rak shasas menyetujui. “Seperti,
mengapa Ifrit lebih banyak tahu tentang ini ketimbang kita.”

“Kau tak berpendapat mereka sudah mendapatkan ketujuh puluh Jin Akhenaten
yang hilang, kan?”

“Kalau benar,” usul Philippa, “mereka takkan bersusah payah seperti ini untuk
menyingkirkanmu, kan?”

“Benar juga,” sahut Nimrod. “Mereka pasti sudah akan menguasai


keseimbangan kekuatan Jin, dan kemungkinan besar aku sudah mati.”
“Dari lukisan dinding ini,” cetus Mister Rakshasas,“kurasa jelas bahwa Jin yang
hilang itu pernah ada di sini. Di dalam semacam wadah, mungkin sebuah
canopic* bersama seluruh harta karun Akhenaten. Sedangkan di mana me reka
sekarang berada, siapa yang tahu? Kemungkinan besar di museum.”

“Tapi yang mana?” timpal Nimrod. “Wadah seperti itu bisa berada di mana saja.
Kalau salah

* Canopic adalah wadah tempat me nyimpan organ tubuh orang yang dimumi.
Ada yang berbentuk kepala babon (napi), kepala manusia (imsety^ kepala
serigala (duamutefX dan kepala elang (qebehsenuef).

diperkirakan, bisa menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk me nemukannya.”

“Kalau begitu tebakan Ifrit tentang letak harta karun itu mungkin sama seperti
tebakan kita,” ujar Philippa.

“Mungkin,” Nimrod sependapat. “Tapi sebenarnya ada satu orang yang bisa
menjawab pertanyaan ini. Hussein Hussaout, orang yang menemukan Makam
42.” Dia melirik arlojinya. “Lagi pula, dia berutang penjelasan. Akan berguna
kalau kita berkunjung ke rumahnya dalam perjalanan pulang. Dia pasti tidak
mengharapkan kedatangan kita malam ini.”

Mereka menuju mobil Cadillac, dan Nimrod sempat menendang Ferrari


berwarna-merah muda itu sebagai tanda kejengkelannya. “Benda apa ini
sebenarnya?” Dia bertanya sambil terkekeh-kekeh.

“Tak ada waktu untuk menyewa mobil,” jelas John. “Jadi kami harus
menggunakan kekuatan Jin.” Dia menggeleng-gelengkan kepala. “Aku tahu, aku
tahu. Rodanya salah. Dan warnanya…”

“Ya, kelihatan seperti sesuatu yang akan diberikan syeikh minyak Arab untuk
istrinya yang paling tidak dia sayangi. Meskipun begitu, mengingat ada sekitar
dua puluh ribu suku cadang pada sebuah mobil, kupikir kalian melakukannya
dengan cukup bagus, sungguh.” Dia tersenyum. “Pertanyaannya: Apa yang akan
kita lakukan pada mobil itu sekarang? Menyim pan dan mengendarainya
kembali ke Kairo untuk menerima olok-olok dan tawa dari orangorang? Atau
menyingkirkannya?”

“Menyingkirkannya,” jawab si kembar bersa maan.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Itu jawaban tepat,” kata Nimrod. Dan sete lah mengibaskan tangan, dia
menyihir Ferrari berpe nampilan aneh itu hingga menghilang. “Nah, sekarang
bagaimana dengan eskavator itu?”

“Kami meminjamnya,” John mengakui.

“Sudah kuduga. Tampak terlalu biasa untuk diciptakan oleh kalian berdua.
Pertama, oranye bukan warna favoritmu, Philippa. Aku yakin kau lebih suka
yang berwarna merah muda, kan? Kebetulan, kalau meminjam sesuatu, selalu
berusahalah untuk mengembalikannya dalam kondisi lebih baik daripada saat
kau menemukannya. Demi sopan santun.” Dan bahkan sementara dia bicara,
eskavator Tata Hitachi itu mendapat polesan cat oranye baru, ban-ban baru,
kotak perlengkapan baru, dan setangki penuh bensin.

Setelah mereka menjelajahi makam Akhenaten, Creemy dan Nimrod menggali


Cadillac dari pasir. Begitu me lihat mobilnya lagi, Nimrod membuka laci,
menemukan sekotak cerutu, menyalakan satu, dan segera mengembuskan cincin
asap berbentuk mobilnya sendiri.

“Kalian tidak tahu betapa aku sangat menantikan saat ini,” katanya sambil
mengisap cerutu dengan sangat gembira. “Sejujurnya, kupikir aku mungkin tidak
akan pernah merasakan cerutu ini lagi.”

Mereka semua berdesakan di dalam mobil dan meng ikuti eskavator itu.
Sedangkan John, yang

masih menggunakan remote control, pelan-pelan mengendalikan alat pengeruk


itu kembali ke jalan utama, dan mengembali kannya ke lokasi bangunan di mana
mereka menemukannya. Selanjutnya Creemy mem bawa mereka ke utara lagi,
kembali ke Kairo.
18
Sudah lewat tengah malam saat mereka sampai di kawasan Kota Tua Kairo.
Seperti biasa, jalan-jalan masih dijejali manusia. Nimrod dan si kembar
meninggalkan Creemy, Mister Groanin, dan lampu berisi Mister Rakshasas di
dalam Cadillac. Mereka pergi mencari Hussein Hussaout. Tapi begitu memasuki
lorong sempit berkerikil menuju ke toko itu, mereka menyadari ada yang tidak
beres. Gang itu dipenuhi orang, dan di luar toko itu ada banyak polisi
berseragam putih berdiri berjaga-jaga, mencegah siapa pun memasukinya.

“Ada apa?” Nimrod bertanya kepada seorang pria dalam bahasa Arab.

“Pemilik toko itu, Hussein Hussaout, ditemukan mati,” itulah jawabannya.

“Bagaimana bisa?”

“Kata orang dia dirampok. Tapi aku sendiri mendengar kalau dia digigit ular.”

“Kapan terjadinya?“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Sekitar satu jam lalu,” jawab pria itu.

Nimrod menggandeng tangan si kembar, lalu menuntun mereka menyusuri


lorong lain yang lebih sepi. Mereka melewati gerbang hias, dan menaiki tangga
curam menuju ke sebuah gereja tua. Di sanalah dia mendudukkan si kembar dan
memberitahu mereka apa yang dia ketahui.

TAMU-TAMU MUDA

“Dibunuh?” Philippa merasa rahangnya gemetar. “Kasihan Baksheesh.”

“Kita berharap Baksheesh tidak terluka,” timpal Nimrod. “Kita harus memasuki
toko itu, dan mencari tahu tepatnya apa yang terjadi. Tapi, kemungkinan ada Ifrit
yang mengawasi tempat ini, dan aku juga tidak ingin kita menghabiskan malam
di kantor polisi dan menjawab banyak pertanyaan bodoh. Itu akan terjadi kalau
kita muncul di depan pintu dan berkata bahwa kita mengenal Hussein Hussaout
yang malang. Polisi Kairo terkenal tidak efi sien.”

“Hussein Hussaout yang malang?” bantah John. “Dia mencoba membunuhmu.”


“Mungkin begitu,” Nimrod mengakui. “Tapi jelas-jelas dia melakukan itu karena
diancam. Aku ingin tahu ancaman apa itu. Sekarang dengar baik-baik. Untuk
memasuki toko itu, kita harus menjadi petugas polisi.”

John dan Philippa bertukar tatapan bingung. “Bagaimana caranya?” tanya


Philippa.

“Kita harus meninggalkan jasad kita di gereja ini,” jawab Nimrod. “Takkan ada
yang mengganggu kalau orangorang menyangka kita sedang berdoa. Lalu kita
akan melayang kembali ke gang itu dan memasuki jasad tiga orang polisi,
caranya sama seperti kita memasuki jasad unta-unta itu. Mudah sekali.”

John mengangguk. Baginya, menjadi polisi, bahkan polisi Mesir, terdengar


seperti adanya peningkatan ketimbang menjadi unta; tapi Philippa merasa tidak
nyaman dengan ide itu. Sebelumnya dia

menjadi unta betina, tapi kini di harus menjadi polisi pria. Ide memasuki jasad
pria dewasa, meskipun hanya beberapa menit, sangatlah mengganggunya.

“Mengapa kita tidak melayang berkeliling saja?” tanya Philippa. “Mengapa kita
harus memakai jasad orang lain?”

“Sederhana,” jawab Nimrod. “Kalau kita ingin seseorang bicara pada kita, itu
akan lebih mudah. Dan itu satusatunya cara agar kita bisa mengambil sesuatu
dan memeriksanya. Lagi pula, kalau kita berada di luar jasad terlalu lama,
risikonya akan terseret ke antariksa. Ketahuilah, jasad itu seperti jangkar.
Membuat kita tertanam kuat di atas bumi.” Dia menggelengkan kepala dengan
ramah. “Tapi kalau kau merasa tidak senang pada ide ini, Philippa, tinggal
sajalah di sini dan awasi jasad kami.”

Philippa memandang berkeliling gereja kecil yang aneh itu. Mulai dari langit-
langit kunonya yang tampak seperti perahu terbalik, lalu lampu minyak menyala
yang menggantung pada rantai panjang. Gereja itu tampak seperti berumur
seribu tahun. “Bagaimana kalau ada yang me lakukan sesuatu pada jasad kita?”
tanyanya.

“Di dalam gereja?” Nimrod berlutut di atas bantal dan membungkuk dalam sikap
berdoa. “Kau akan mengganggu orang yang kelihatan seperti ini?”

“Tidak,” Philippa mengakui. “Baiklah. Akan aku lakukan.”


“Itu baru namanya kau benarbenar memiliki semangat,” puji Nimrod.
“Berusahalah mengingat untuk tidak mengatakan apa-apa saat kita berada di luar

jasad. Agak mengerikan bagi mundanes bila mereka mendengar suara-suara


yang tidak jelas asalnya.” “Bagi siapa?” tanya John.

“Mundanes,” ujar Nimrod. “Dari bahasa Latin mundus, yang berarti ‘dunia’.
Kadang-kadang itu sebutan kita bagi manusia. Bagaimana pun juga, ingatlah apa
yang telah kukatakan. Banyak takhayul dan kepercayaan-ke perca yaan dunia
yang disebabkan oleh Jin ceroboh atau Jin jahat yang berbicara pada mundanes
saat berada di luar jasad. Jadi, bila kalian menginginkan itu dalam hati, aku
sarankan kalian tetap diam. Apa lagi ya? Oh ya. Usahakan untuk tidak
menjatuhkan apa pun kecuali kalian ingin orang berpikir mereka dihantui oleh
hantu. Percayalah, itu cukup mudah dilakukan bila kalian tidak melihat kedua
tangan atau kaki kalian sendiri.

“Satu lagi. Meskipun takkan menjadi masalah pada malam yang hangat seperti
ini, tapi ingatlah selalu. Bila kalian dalam keadaan tidak kelihatan, jangan berdiri
dalam hembusan udara dingin. Hawa dingin sangat merusak kekuatan Jin. Dan
dalam keadaan tidak kelihatan, itu dapat membuat kalian menjadi semi
transparan, sehingga kalian bisa tampak seperti hantu.”

“Apakah itu berarti tidak ada yang namanya hantu?” tanya Philippa.

“Hantu jelas ada. Tapi hantu manusia. Sebagian besar mereka tidak berbahaya.
Tapi hantu manusia bisa menjadi sangat jahat kalau dirasuki roh Jin yang sudah
mati. Kirakira begitulah menurutku.

Untungnya aku tidak pernah bertemu dengan hal-hal semacam itu. Ketahuilah,
pada dasarnya Jin tidak menjadi hantu. Tapi bukan sesuatu yang aneh bagi roh
Jin untuk memasuki hantu manusia dengan cara yang sama seperti kita
memasuki jasad manusia.

“Tapi, seperti yang kukatakan, semua itu sangat berbeda dengan pengalaman
keluar dari jasad seperti yang akan kita alami sekarang.” Nimrod tersenyum.
“Cobalah untuk rileks dan menikmatinya. Kalian akan merasa aneh, tapi kita
akan segera menemukan beberapa jasad dan segalanya akan beres lagi. Aku
janji.” Dia mengangguk ke kanan dan kiri. “Ayo kalau begitu.”

John berlutut di sebelah kiri Nimrod dan menun duk. “Siap,” katanya.
“Siap,” ujar Philippa yang meniru sikap itu di sebelah kanan Nimrod.

Nimrod menggenggam tangan si kembar. “Usa hakan tidak melepaskan


tanganku, sampai kita mene mukan beberapa polisi untuk dimasuki,” katanya.
“Akan lebih mudah kalau kita selalu tahu di mana kita semua berada. Tapi kalau
kita sampai terpisah, maka kita akan bertemu kembali di mobil. Baiklah kalau
begitu. Aku rasa kalian sudah siap.”

“Ini pasti mengasyikkan,” komentar John.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Oh, kuharap tidak,” bantah Nimrod. “Kita mulai. QWERTYUIOP.”

Philippa melontarkan jeritan kecil saat merasakan dirinya terangkat keluar dari
tubuhnya sendiri. Sejenak terasa seperti tumbuh lebih tinggi, semakin

tinggi, kecuali saat menunduk, dia mendapati dirinya sedang menatap orang
berambut merah dan berkacamata. Beberapa detik kemudian, barulah dia
menyadari, dengan tersentak, kalau itu adalah kepalanya sendiri. Mengapa dia
bisa punya rambut yang seperti itu?

John juga tidak kurang bingungnya disbanding Philippa. Dia merasa akan
gampang panik, kecuali ketika merasakan tangan Nimrod yang menggenggam
tangannya,

“Wajar kalau terasa agak aneh,” ucap Nimrod yangmerasakan ketakutan mereka.
“Tarik napas dalam-dalam dan ikuti aku.”

“Kalau kita tidak di sini, lalu di mana kita berada?” tanya John saat mereka
melayang kembali ke lorong gelap menuju toko barang antik itu.

“Bisa dibilang kita sedang menempati dua dimensi yang berbeda,” jawab
Nimrod. “Atau, lebih tepatnya lagi, jasad kita berada di satu sisi pagar, tapi roh
kita berada di sisi pagar lainnya. Aku bisa menjelaskannya dengan cara yang
lebih ilmiah, tapi kalian memerlukan gelar dalam ilmu fisika untuk
memahaminya. Mungkin dua gelar.”

“Tolong,” kata Philippa. “Jangan fi sika. Aku benci fisika.”

“Oh, jangan bilang begitu,” tukas Nimrod. “Semua yang dilakukan dan
dikerjakan Jin adalah hasil dari hukum fi sika. Suatu hari kau akan
memahaminya.”

“Tak masalah, selama aku tidak harus mengikuti ujian untuk membuktikan kalau
aku bisa mema

haminya,” ujar Philippa.

Tanpa diketahui, mereka melintas melewati garis polisi dan berjalan ke dalam
toko yang terang ben derang dan dipenuhi polisi. Salah seorang polisi tampak
sedang menggunakan sepotong kapur kuning untuk menggambar garis
mengelilingi mayat Hussein Hussaout, yang terbaring di lantai di antara papan
catur dan takhta Mesir. Bagi si kembar, pria yang mati itu tampak sangat mirip
Baksheesh saat sakit di ranjang; bibir dan tangannya biru sekali.

“Kasihan,” bisik Philippa.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Mendengar ucapan itu, salah seorang polisi melayangkan pandangannya, tapi


karena tidak melihat apaapa, dia pun gemetar. Polisi itu lalu pindah ke sisi lain
toko, menuju sebelah dua orang polisi lain yang se dang bersandar ke dinding
sambil merokok dan tampak bosan.

“Di sana,” bisik Nimrod. “Kelihatannya ada tiga tubuh yang cocok di sana.”
Nimrod meremas tangan keponakan perempuannya dengan penuh arti, dan
membimbing si kembar melayang ke udara tepat di atas ketiga polisi yang tidak
menyadari apa yang sedang terjadi. “Jagalah agar jari kaki kalian tetap di bawah,
dan tatapan kalian terpusat pada polisi pilihan kalian,” kata Nimrod berbisik.
“Ini tidak lebih sulit daripada memakai pakaian basah. Begitu sudah masuk,
kalian akan mendapati bahwa roh yang menempati jasad itu akan kelabakan
dengan kedatangan kalian, sehingga mereka tidak akan mengganggu kalian sama
sekali. Mereka bahkan tidak akan ingat apa-apa setelah itu.”

Begitu mereka semua sudah berada di dalam jasad masing-masing, Philippa


menatap kedua pria yang berdiri di sampingnya dan berkata, dalam suara dan
bahasa yang hanya separuh dia kenali, “Nimrod?”

Salah seorang polisi itu mengangguk kepadanya.

Philippa tersenyum. “Rasanya aneh menjadi lakilaki,” katanya.


“Ya,” sahut polisi berisi Nimrod, yang ternyata berpangkat sersan. “Sebaiknya
jangan mengatakan itu lagi, eh? Siapa tahu salah seorang rekan polisi mendengar
dan salah sangka. Dan cobalah bicara dalam bahasa Arab, Philippa.”

“Apa kita bisa?” tanya polisi John.

“Tentu saja,” jawab polisi Nimrod. “Kalian orang Mesir, ingat?”

“Aku bisa mengingat hal-hal aneh,” John meng akui. “Beberapa di antaranya
tidak menyenangkan.”

“Ayo,” ajak polisi Nimrod sambil melemparkan rokoknya ke lantai. “Lewat


sini.”

Mereka mengikuti polisi berpangkat sersan itu keluar melewati pintu belakang,
melintasi kebun, dan menaiki tangga kayu menuju tempat tinggal di mana
mereka menemukan Baksheesh sendirian di dalam kamarnya. Anak itu duduk
sambil terisak lirih di pinggir ranjang kuningan di mana si kembar pertama kali
melihatnya. Si sersan berlutut di hadapannya dan menggenggam kedua tangan
Baksheesh.

“Dengar baik-baik, Baksheesh,” ujar sersan itu. “Jangan takut dengan apa yang
akan kukatakan. Ayahmu orang yang baik. Dan dia temanku.”

Bocah itu mengerutkan kening saat berusaha mengingat apakah ayahnya


menyebut sersan polisi ini. “Ma sa?”

“Aku tahu dia sudah menceritakan kepadamu segalanya tentang Jin. Jadi aku
tahu kau takkan takut bila kuberitahu bahwa yang sedang berbicara padamu kini
adalah Nimrod yang masuk ke dalam jasad polisi.”

Sejenak bocah itu tampak ngeri, matanya melebar ketakutan, dan si kembar
mendapat kesan kuat bahwa dia akan lari keluar ruangan sambil menjerit. Tapi
Nimrod tetap menggenggam kedua tangannya. Dan dengan suara yang hampir
menghipnotis, dia terus berbicara hingga Baksheesh tenang.

“Kau sudah mati?” tanya bocah itu kepada si sersan. “Karena itukah kau berada
di dalam jasad ini sekarang?”

“Tidak, aku tidak mati,” jawab si sersan. “Aku berada di dalam jasad ini karena
ada kemungkinan kalau orangorang yang membunuh ayahmu masih mengawasi
tokomu.”

Bocah lakilaki itu mulai menangis lagi.

“Kau ingat anak lakilaki dan perempuan yang dating menemuimu kemarin
malam?” tanya sersan polisi itu. “Keponakan-keponakanku. Saat itu mereka
mencariku. Kau ingat?”

“Ya,” jawab Baksheesh sambil mengusap matanya dengan bagian belakang


lengan baju. “Aku ingat mereka.”

“Mereka juga Jin,” papar sersan itu. “Dan mereka bersamaku sekarang. Di dalam
jasad polisi lainnya. Philippa, kemari dan bicaralah kepada Baksheesh dengan
suaramu sendiri, kalau kau bisa.”

Philippa berlutut di samping sersan itu dan berusaha untuk menggerakkan wajah
yang mengekspresikan rasa simpati. Yang mengejutkan Philippa, ternyata ia
masih bisa menggunakan suaranya sendiri.

“Baksheesh,” katanya lembut. “Aku ikut bersedih atas kematian ayahmu.”

“Aku senang pamanmu baik-baik saja,” kata Baksheesh. “Ayahku, dia tak
bermaksud melukaimu.”

“Aku tahu,” timpal Philippa sambil mengusap rambut bocah itu.

“Iblis memaksanya untuk menipumu. Ularnya menggigitku di kaki dan aku


terbaring antara hidup dan mati, sementara ayahku harus melaksanakan perin
tahnya. Baru setelah kau tertangkap, Iblis mengizinkan Palis - pelayannya -
menjilat kakiku untuk membuang racunnya.”

“Palis?” ucap si sersan. “Si penjilat kaki? Dia juga ada di sini?”

“Dia Jin yang sangat jahat,” ujar Baksheesh sambil me lihat kakinya yang
diperban.

Sersan itu memandang Philippa dan menjelaskan, “Palis menjilat telapak kaki
sampai dia bisa mengisap darah kita. Lidahnya kasar, seperti ampelas. Seperti
kerbau. Cukup kasar untuk mengelupas kulit hanya dengan beberapa jilatan.
Setelah itu dia meminum darahmu.” Sambil berbalik ke arah Baksheesh, dia
berkata, “Kau beruntung dia hanya

menghisap sedi kit darahmu, Baksheesh. Biasanya Palis meminum semuanya.”

“Kini aku tidak merasa beruntung,” desah Baksheesh.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Ya, memang tidak.” Nimrod berhenti sejenak. “Kau melihat Iblis?”

“Tidak, aku hanya mendengar suaranya yang begitu lembut sehingga kau akan
berpikir kalau dia sangat baik. Tapi dia selalu berada dalam kegelapan. Kurasa
dia takut membiarkan aku melihatnya. Selalu dalam kegelapan. Selalu berbicara
lembut, seperti ular yang dating bersamanya. Ular kobra Mesir bergaris-garis.
Ular terbesar yang pernah kulihat.”

“Katakan apa yang terjadi pada ayahmu,” perintah Nimrod. Bocah itu tidak
bicara selama beberapa saat. Nimrod pun menambahkan, “Kalau kau ingin aku
membalaskan dendam ayahmu, aku harus tahu apa tepatnya yang telah terjadi.”

Baksheesh menarik napas dalam-dalam dengan gemetar dan kemudian


mengangguk. “Seekor kala jengking mati,” ceritanya. “Hewan itu ada di dalam
kandang bambu. Kembaran kalajengking yang diting galkan Iblis untuk menjaga
makammu katanya. Iblis meninggalkan kalajengking itu di sini bersama ayahku.
Saat kalajengking itu mati, ayahku menjadi sangat ketakutan. Dia tahu itu berarti
kau sudah melarikan diri, dan Iblis akan kembali ke sini untuk mencegahnya
menceritakan semuanya padamu. Ayahku tahu tidak ada waktu untuk kabur. Iblis
bergerak seperti angin, katanya. Tapi dia masih

sempat menyembunyikan aku dalam sebuah sarcophagus tua di halaman untuk


mencegah Iblis menyuruh ularnya menggigitku lagi. Jadi ular itu hanya
menggigit ayahku.”

“Jin Akhenaten yang hilang,” ucap Nimrod. “Apa kah Ifrit memiliki Jin yang
hilang itu?”

“Tidak.” Bocah itu tersenyum. “Mereka menga jukan banyak pertanyaan pada
ayahku. Kurasa mereka masih mencari.”

“Di mana Jin-Jin itu?” tanya Philippa. “Kau tahu?”


Bocah itu menggelengkan kepala.

“Bagaimana mereka disimpan?” tanya sersan itu.

“Aku tidak tahu.”

“Apakah kau akan baik-baik saja, Baksheesh?” Tanya Philippa. “Siapa yang
akan menjagamu? Kami bisa membantumu?”

“Aku punya bibi di Alexandria dan seorang paman di Heliopolis. Kurasa mereka
mau menjagaku.”

“Jangan lupa kalau kau punya seorang paman di Inggris,” celetuk si sersan
ramah. “Suatu hari, bila kau sudah lulus sekolah, temui aku dan aku akan
membantumu mewujudkan apa pun yang ingin kau lakukan. Akan kukirimkan
alamatku. Kau mengerti?”

“Ya, terima kasih, Sir.”

Mendengar ada suara-suara menaiki tangga, Nimrod bangkit. “Kurasa kami


harus pergi. Semoga berhasil, Anakku.

Selamat tinggal.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Selamat jalan, Sir.”

“John? Philippa? Kita pergi.”

Philippa berdiri lalu berbalik ke arah pintu.

“Tidak,” ucap si sersan. “Tak ada waktu untuk itu. Akan lebih cepat kalau kita
melakukan perjalanan sebagai roh. Cepat. Genggam tanganku.”

Saat si kembar meraih tangan sersan polisi yang terulur, mereka merasakan diri
mereka melayang naik ke langit-langit lagi. Hanya saja kali ini lebih cepat.

“Kembali ke gereja,” bisik wujud roh Nimrod, memimpin mereka menuruni


tangga lagi.

“Apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya John, saat mereka melayang ke
luar toko dan kembali melewati kegelapan, menyusuri lorong berkerikil ke arah
sebuah gereja kecil.

“Kita harus menemukan Iblis dan pengikut-pengikut setia Ifrit sebelum mereka
menemukan Jin Akhenaten yang hilang,” jawab Nimrod. “Untuk melakukan itu
kita harus membawanya keluar dari kegelapan dan berada di tempat terbuka.”

“Bagaimana caranya?” tanya Philippa.

“Tidak mudah. Dan bisa berbahaya.”

Setelah menempati kembali jasad mereka sendiri di dalam gereja kecil yang
aneh itu, mereka berjalan melewati jalanan gelap ke tempat mereka
meninggalkan Cadillac. Mereka berjalan agak sempoyongan. Mungkin itu
karena si kembar belum terbiasa melakukan transisi dari jasad menjadi roh dan
kembali lagi. Setelah melihat mereka lagi, Creemy segera menyalakan lampu
depan mobil untuk membantu mereka menemukan jalan.

“Besok aku punya tugas penting untuk kalian,” kata Nimrod kepada si kembar
setelah mereka berada di Garden City lagi.

“Ini ada kaitannya dengan membawa Iblis ke tempat terbuka?” tanya John.

“Ya,” jawab Nimrod. “Akan kutunjukkan apa yang ada dalam benakku.” Dia
mengawal mereka ke atap ru mah. Sesampainya di sana, Nimrod menunjuk ke
seberang halaman rumput gelap yang membatasi rumah nya, tepatnya ke arah
rumah Duta Besar Perancis, yang terletak di balik dinding kebunnya. Rumah itu
terang benderang. Tampak para petugas keamanan yang terus bergerak, dan juga
terlihat seberkas cahaya membara dalam menara kotak bergaya Italia.

“Kalian lihat menara itu?” tanyanya. “Itu perpustakaan Duta Besar Perancis.
Selain tekun mempelajari sejarah Mesir, Duta Besar itu juga seorang ahli astro
nomi amatir. Perpustakaan itu berisikan banyak buku dan sebuah teleskop yang
canggih. Dengan meng gunakannya, seseorang bisa melihat hampir semua yang
sedang terjadi di sisi rumah ini dan kebun. Besok aku akan meminta ijin Mrs
Coeur de Lapin agar kalian bisa menghabiskan siang hari melihatlihat buku
dalam perpustakaannya.”

“Apa?” teriak John. “Haruskah?” keluhnya. “Wanita itu selalu menyentuh


rambutku dan mengatakan betapa tampannya aku. Dan aku tidak tahu
bagaimana bisa dengan membaca buku-buku tua dapat menjebak Iblis.”

“Kami bukan sekadar anakanak,” bantah Philippa. “Kalau bukan karena kami,
kau masih terjebak di dalam makam itu.”

“Karena itu aku sudah pasti sangat berterima kasih kepada kalian,” sahut
Nimrod. “Tapi boleh, kan, aku selesaikan bicaraku?”

Si kembar mengangguk.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Dengan menggunakan teleskop di dalam per pustakaan Mrs Coeur de Lapin,


kalian akan bisa mengawasi ru mah ini.”

“Mengapa?” tanya John.

“Karena aku akan memasang jebakan buat Iblis. Aku membutuhkan kalian untuk
mengoperasikannya.”

“Wow!” seru John.

“Jebakan apa?” tanya Philippa.

“Akan kusebarkan informasi bahwa aku telah menemukan kotak berisi Jin
Akhenaten yang meng hilang. Aku akan mendatangi berbagai tempat di Kairo,
di mana Ifrit kadang-kadang terlihat. Seperti Kafe Ibis yang terletak di belakang
Hotel Hilton Kairo, atau Groppi’s, tentunya, dan juga di Klub Penari Perut
Yasmin Alibhai. Kalau ber untung, Iblis akan muncul dan mencuri kotak itu
untuk suku Ifrit. Tentu saja dia akan mendapati rumah ini kosong. Dia pun akan
memanfaatkan ketidakberadaan kita untuk menggeledah. Dan melalui teleskop
Mister Coeur de Lapin, kalianlah yang akan mengamati ketika dia menemukan
kotak kayu Dinasti abad ke-18 dengan nama Amenophis III. Di dalam kotak

itu sudah aku pasang jebakan khusus. Sebuah cara yang jitu untuk
menangkapnya.”

“Dari mana kau akan dapat kotak seperti itu?” Tanya Philippa.

“Aku punya satu di kamar tidurku,” ujar Nimrod. “Kupakai sebagai kotak obat.
Tentu saja Iblis tidak bodoh, dan dia pasti akan merasakan kalau aku atau Mister
Rakshasas berada tak jauh dari situ. Tapi kurasa dia tidak akan mendeteksi kalian
berdua di rumah sebelah. Karena kalian dianggap belum sepenuhnya dewasa.
Kalian pun tidak memancarkan aura kekuatan yang sama sepertiku atau seperti
Mister Rakshasas.” Nimrod mengatakan hal itu sambil mengangkat bahu, “Dan
seperti itulah. Begitu melihat Iblis tertangkap di dalam kotak tadi, kalian bisa
menelepon ke pon selku.”

“Kau akan berada di mana?” tanya mereka kepada Nimrod.

“Beberapa mil dari sini. Begitu aku tahu Iblis sudah masuk perangkap, aku akan
segera datang dan menyelesaikan proses pemenjaraannya. Sudah pasti Creemy
dan Mister Groanin akan ikut bersamaku. Tak ada gunanya mereka menghadapi
berbagai risiko yang tidak perlu. Sungguh susah menemukan pelayan-pelayan
yang baik seperti Groanin dan Creemy.”

Mata Philippa menyipit curiga. Ada sesuatu dalam rencana Nimrod yang tidak
dia percayai. “Apa Paman hendak menyingkirkan kami?” dia bertanya dengan
curiga pada Nimrod. “Agar Paman bisa pergi dan melakukan sesuatu yang lebih
berbahaya di

tempat lain?”

“Seperti yang kalian sadari,” bantah Nimrod. “Mrs Coeur de Lapin sangat
menyukai kalian. Aku pikir dia takkan berkeberatan bila kalian melihat melalui
teleskop milik suaminya. Kurasa dia akan kurang membantu danenggan kalau
aku atau Creemy atau Mister Groanin yang meminta masuk ke perpustakaannya.
Tidak, aku tidak perlu berusaha menyingkirkan kalian. Kalau kalian mau me
mikirkannya, seluruh rencana ini tergantung pada kalian, Anak-anakku sayang.”

“Oke,” sahut Philippa. “Akan kami kerjakan apa pun yang Paman katakan.”

“Itu baru keponakan tersayang,” ujar Nimrod.

19TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Keesokan paginya mereka bangun dan mendapati semua koran di Mesir memuat
artikel tentang pen dobrakan sensasional di Museum Purbakala Kairo pada
malam sebelumnya. Tanpa memerhatikan emas peninggalan yang menakjubkan
milik si Raja-Bocah Tutankhamen, para penyusup itu memusatkan usaha mereka
di tempat pajangan artefak dinasti ke-18 yang tak berharga. Yang lebih membuat
koran dan polisi penasaran, tidak satu pun dari artefak itu yang benarbenar
diambil, namun hanya dikeluarkan dari kotak pajangannya. Kotak itu adalah
sebuah tongkat kerajaan dan beberapa patung kecil shabti yang terpecah, serta
beberapa vas yang digunakan untuk menyimpan organ tubuh orang Mesir yang
dimurnikan. Sewaktu dibuka, mumi itu telah rusak.

“Menurut Paman, apakah ini perbuatan Ifrit?” Tanya John.

“Tak diragukan lagi,” jawab Nimrod. “Dinasti ke-18 adalah periode yang tepat
untuk artefak Akhenaten. Harus kukatakan ini semua sangat mendukung rencana
kita.”

“Apa menurutmu mereka tidak menemukan yang mereka cari?” tanya John.

Philippa menggelengkan kepala dengan tegas. “Menurut koran,” katanya, “para


pencuri itu telah

ULAR DAN TANGGA

memasuki museum sekitar jam sembilan. Tapi Hussein Hussaout dibunuh oleh
ular sekitar tengah malam. Mereka takkan repotrepot membungkamnya kalau
sudah mendapatkan apa yang mereka cari. Aku berani taruhan, ada banyak
museum di seluruh dunia, yang akan disusupi seperti ini tanpa ada yang dicuri.”

“Kecuali kita lebih dulu,” ujar John.

“Kita harus sampai di sana lebih dulu,” tegas Nimrod. “Itulah yang dituntut
Homoeostasis.”

Setelah sarapan, Nimrod menelepon Mrs Coeur de Lapin, yang mengatakan


kalau dia akan senang sekali menjaga si kembar sepanjang hari. Begitu sudah
siap, dan memahami rencana menangkap Iblis, mereka berjalan ke Kedutaan
Prancis dengan membawa hadiah kecil berupasebuah botol parfum antik yang
dikatakan Nimrod berasal dari Huamai, ahli parfum di Giza.

“Baik sekali si Nimrod,” ujar Mrs Coeur de Lapin saat melihat parfum itu.
“Paman kalian itu sangat menawan.Dan, untuk ukuran pria Inggris, juga sangat
romantis. Menurutku kalian beruntung sekali memiliki paman seperti itu. Pria
yang sangat menarik.”

“Ya, dia memang hebat,” si kembar menyetujui.


“Nah, sekarang, apa yang ingin kalian kerjakan, Anakanak? Aku siap
membantu.”

“Yah,” jawab Philippa. “Nimrod memberitahu bahwa Anda memiliki


perpustakaan yang lengkap.”

“Ya, benar.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Dengan teleskop besar,” imbuh John yang

berpura-pura menunjukkan keinginan seorang bocah. Itu membuat Philippa


menatap tajam ke arahnya.

“Mrs Coeur de Lapin, masalahnya aku ingin membaca dan melihat situs
arkeologi agar bisa lebih meng hargainya,” ujar Philippa.

“Dan aku tertarik melihat burung, Aku berharap boleh memakai teleskop untuk
melihat burung-burung di kebun kami,” ucap John.

“Kalian yakin?” tanya Mrs Coeur de Lapin. “Kita bisa bertamasya menaiki
perahu, kalau kalian mau. Atau mungkin kita bisa pergi ke kolam renang di Nile
Hilton. Kolam renangnya bagus sekali, menurutku itu yang terbaik di Kairo. Dan
kita akan disajikan makan siang yang lezat di sana. Atau, mungkin perjalanan ke
piramida di Saqqara.”

“Tidak, sungguh,” kata John. “Perpustakaan saja sudah cukup. Sejujurnya kami
terlalu sering berjemur beberapa hari belakangan ini, dan kami ingin tinggal di
ruangan yang ada alat pendinginnya.”

Philippa mengangguk, dia berpikir kalau John mau, maka saudara kembarnya itu
bisa jadi pembohong yang meyakinkan.

“Baiklah, terserah kalian.” Mrs Coeur de Lapin tersenyum dan mengantar


mereka naik ke perpus takaannya.

Tempat itu sama sekali tidak seperti yang mereka bayangkan. Sangat bersih
dengan sekian kegunaannya, dan terdapat banyak lukisan abstrak jelek, karpet
krem, perabotan yang dulunya sangat modern tapi sekarang tampak ketinggalan
zaman,
serta selusin rak besi panjang penyimpan ratusan buku kusam. Kotak-kotak kaca
diatur di sekeliling ruangan untuk memajang beberapa artefak Mesir kecil
koleksi pasangan Coeur de Lapin. Sementara di jendela, di sebelah meja yang
ada komputer dan beberapa gelas anggur elegan, berdiri sebuah teleskop besar di
atas tripod alumunium.

Philippa melihat bendabenda itu, lalu dengan sopan me meriksa beberapa buku.
“Anda pasti tahu banyak tentang Mesir,” katanya. “Anda ini seorang arkeolog
atau apa?”

“Hanya amatiran,” Mrs Coeur de Lapin mengakui. “Monsieur Coeur de Lapin


jauh lebih ahli.”

John menunjuk ke arah selusin patung hijau kecil yang berbentuk seperti mumi
terletak di atas rak perapian pualam polosnya. “Semua itu dari makam?”

“Ya. Disebut patung shabti dan dirancang untuk menjadi pelayan orang Mesir
yang sudah mati di alam baka.” Mrs Coeur de Lapin mengambil salah satu
patung hijau kecil tersebut dan menunjukkannya lebih dekat pada si kembar.
“Aku suka memegang patung-patung ini, karena sudah sangat tua. Patungpatung
ini membuat seolah aku telah kembali ke masa lalu. Aku merasa hampir bisa
memahami seperti apa rasanya hidup di zaman Mesir kuno. Kalian mengerti?”

“Bolehkah aku melihat melalui teleskop seka rang?“tanya John.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

Mrs Coeur de Lapin tersenyum sambil menyisir rambut John dengan jari. John
bergidik. Dia tidak suka orang menyentuh rambutnya, terutama Mrs

Coeur de Lapin, yang sepertinya sangat menikmatinya. “Tentu saja,” jawabnya,


melambaikan tangannya yang elegan. “Silakan. Asal kau tidak memintaku
menjelaskan cara kerjanya. Itu milik suamiku.”

“Kurasa aku tahu cara memakainya,” sahut John. Dia mengangguk berterima
kasih dan setelah menaiki tangga kecil di sebelah teleskop itu, John mengatur
lensanya ke arah jendela berdaun dua pada ruang gambar Nimrod yang terbuka.
Kotak Firaun Mesir itu berdiri di tengah lantai. Dengan menyesuaikan viewfi
nder-nya, John bahkan dapat melihat membaca tulisan hieroglyphic yang
menutupi kayu berwarna emas itu. Pikirnya, siapa saja yang hendak membuka
kotak itu pasti terlihat dari teleskop ini; rencana ini pasti akan berhasil. Dia tidak
terlalu yakin apa jadinya jebakan Jin itu karena Nimrod agak samar-samar
menceritakannya, tapi kalau Iblis muncul, John berpikir segalanya akan menjadi
lebih jelas.

“Kau cukup ahli melihat dengan teleskop, John?” tanya Mrs Coeur de Lapin,
menyisiri rambut John dengan tangannya lagi. “Kau tahu cara kerjanya, ya?”

“Ya,” jawab John tidak nyaman. “Ya, aku tahu, terima kasih.” Ada sesuatu yang
sedikit ganjil tentang Mrs Coeur de Lapin. Mungkin karena ikat kepala hitam
dan emas yang selalu dipakainya, yang dianggap John akan membuat wanita itu
tampak seperti suku Apache. Atau mungkin karena bola mata birunya yang
membosankan dan nyaris

tanpa kehidupan itu, yang sepertinya menatap lurus menembus John, bahkan saat
dia tersenyum. Yang mana pun itu, tidak mungkin menjauhkan diri dari
kenyataan kalau Mrs Coeur de Lapin membuat John merasa sangat kikuk dan
gelisah.

“John,” kata wanita itu. “Maukah kau melihatlihat koleksi kumbang


keramatku?“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Si kembar berpikiran sama bahwa Mrs Coeur de Lapin agak berlebihan. Namun
Philippa senang sekali lantaran kali ini John-lah yang harus banyak bicara
dengan wanita itu. Gadis itu pun mulai memeriksa beberapa buku di rak Mrs
Coeur de Lapin, Sementara John mulai melihatlihat koleksi kumbang milik
wanita itu berupa perhiasan giok dan lazuardi yang berwarna agak cerah.
Sesekali dia mencari kesempatan untuk melihat melalui teleskop. Sebagian besar
buku ini ditulis dalam bahasa Inggris - selain dalam bahasa Prancis - tampaknya
berhubungan dengan Egyptologi dan Firaun. Dia duduk di kursi modern yang
terletak di sudut, dan tampaknya dia merasa kurang nyaman. Dia pun mengambil
buku lain di lantai, yang seperti nya sedang dibaca Monsieur Coeur de Lapin.
Dia menduga itu karena ada sebuah kacamata baca terge letak di atasnya, dan
halamannya telah diberi tanda sobekan kertas majalah atau katalog.

Dan yang mengejutkan Philippa, buku itu tentang Akhenaten, bagitu juga buku
lainnya yang tergeletak di lantai di sebelah kursi. Penemuan itu menyebarkan
rasa dingin ke seluruh darah Jinnya yang panas, dan dia merasa jantungnya
mulai

berhenti berdetak. Apakah hanya kebetulan Mrs Coeur de Lapin sedang


membaca buku tentang Akhenaten? Atau ada alasan yang jahat di balik
minatnya pada “Firaun Bidah” Mesir itu?

Philippa menatap istri Duta Besar Prancis tersebut sambil berharap agar dia tidak
terlihat kalau sedang memerhatikannya. Sekarang Mrs Coeur de Lapin tertawa
kecil mendengar lelucon jelek John Menurut Philippa, Mrs Coeur de Lapin
sangatlah aneh. Begitu juga sikapnya yang konyol, kuku panjangnya yang tolol,
perona matanya yang tebal, dan ikat kepalanya yang aneh. Mengapa dia harus
selalu memakai ikat kepala konyol itu - seperti cewek gaul tahun 1920-an? Dan
mengapa ikat kepafa itu tibatiba tampak akrab, seolah dia pernah melihatnya di
tempat lain barubaru ini?

Dan apakah hanya khayalannya saja, atau memangikat kepala itu sepertinya
sedikit bernyawa?

Philippa mengerjap, mengusap-usap matanya, lalu berusaha melihat ikat kepala


itu lebih dekat tanpa menimbulkankecurigaan Mrs Coeur de Lapin. Dengan
lembut, dengan kedua tangan menangkup di belakang punggung, Philippa
mendekati meja di dekat teleskop di mana kumbang-kumbang itu dipajang dan
kemudianmengambil salah satunya.

“Mengapa orang Mesir menganggap kumbang cukupme narik untuk dijadikan


model?” tanya John, melirik cepat ke dalam teleskop dan kemudian kembali
menatap kumbang-kumbang itu. Pada saat yang sama, dia pun mengerutkan
kening kepada Philippa.

“Mengapa?” tanya Mrs Coeur de Lapin seraya mengambilsatu koleksinya,


“sekarang kuberitahu alasannya. Ada banyak spesies kumbang yang keramat
bagi orang Mesir. Salah satunya adalah kumbang tahi.”

“Apa artinya sama dengan yang aku maksud?” Tanya John. Dia berkeliling
memandang saat menyadari se seorang telah menghidupkan komputer.

Mrs Coeur de Lapin mengeluarkan tawa seperti mainan yang mendecit. “Ya,”
katanya. “Mereka mengumpulkan tahi biri-biri atau unta, membentuknya
menjadi bola seukuran bola tenis, lalu mengge-lindingkannya ke sarang mereka
di bawah tanah, di mana kumbang betina meletakkan telur-telurnya pada bola
itu. Dan saat larvanya menetas, mereka memakan kotoran itu.”

“Yang benar saja,” seru John. Melihat Mrs Coeur de Lapin tampak tidak
mengerti, dia menambahkan dengan cara menerjemahkan, “Anda bercanda.”

“Tidak,” tawa Mrs Coeur de Lapin. “Aku tidak bercanda.” Dia berjalan menuju
komputer dan mematikannya. “Kau yang menyalakan komputer ini?” tanyanya
pada John.

John terlalu terguncang akibat memikirkan kum bang tahi sehingga tidak
menjawab pertanyaan ini.

“Mereka makan tahi unta?” katanya. “Aku tidak tahu apa yang keramat tentang
itu. Dan kumbang hamper pasti bukan jenis binatang yang akan kugunakan
sebagai inspirasi untuk hiasan.” Dia menyeringai aneh, seperti orang mati, dan
mencuri kesempatan untuk melihat ke dalam teleskop yang

mengarah ke ruang gambar Nimrod. Ternyata belum terjadi apa-apa di sana.


Dengan tingkah wanita itu yang memperlihatkan beberapa kumbang, dan
mengacak-acak rambutnya, juga selalu mengoceh tanpa henti, tugas ini terbukti
lebih sulit daripada yang John duga.

“Sebaliknya,” ujar Mrs Coeur de Lapin. “Kumbang tahi adalah hewan kecil yang
hebat. Orang Mesir percaya kalau kumbang itu mewakili Ra, dewa matahari
mereka. Ra adalah dewa Mesir yang menggulirkan matahari me lintasi langit dan
menguburnya setiap malam. Persis seperti kumbang tahi. Kumbang berukir ini
diharapkan bisa memberi pemiliknya karakteristik yang sama dengan kumbang
tahi.”

“Apa?” John mengernyit. “Maksud Anda seperti makan kotoran?“TXT BY


OTOY http://ottoys.wordpress.com

Mrs Coeur de Lapin menyatakan ketidaksetujuan nyadengan lantang. “John,”


katanya, “jangan konyol. Tidak, orang Mesir mengagumi kegigihan kum bang
dalam menggulirkan bola tahi, juga manfaat ekologisnya.”

Philippa menjatuhkan kumbang yang dipegangnya itu ke karpet di dekat kaki


Mrs Coeur de Lapin, seolah dia terkejut mendengar hal ini. Padahal, tindakannya
itu untuk menyembunyikan sebuah tujuan. “Maaf,” katanya.

“Tak apa-apa,” ujar Mrs Coeur de Lapin. Lalu dia membungkuk untuk
memungut kumbangnya. “Buatannya sangat kuat. Bahkan sekarang setelah
beberapa ribu tahun, kumbang ini hampir tidak
mungkin pecah.”

Saat Mrs Coeur de Lapin membungkuk untuk mengambil kumbang batu hijau
dari karpet, Philippa memanfaatkan kesempatan itu untuk mendongak ke atas
kepala wanita itu dan melihat ikat kepala hitam-danemasnya dengan lebih
saksama. Saat melakukan itu, dia mendapat kesan tertentu, setidaknya selama
sesaat ikat kepala itu membengkak sedikit dan kemudian kemps lagi, nyaris
seolah ikat kepala itu bernapas. Bahkan, saat Philippa mulai curiga kalau ikat
kepala itu telah menghirup dan mengembuskan udara - dia ingat kenapa ikat
kepala itu seperti telah dikenalnya. Ikat kepala itu hamper identik dengan ikat
kepala yang dikenakan Akhe natenpada lukisan di dinding makam. Hampir iden
tik, kecuali kalau ular emas-dan-hitam ini tidak memiliki kepala belakang yang
jelas.

John tidak melihat apa-apa. Dia terlalu sibuk mengambil kesempatan untuk
melihat ke dalam teles kop lagi saat wanita itu membungkuk mengambil kembali
kumbangnya. Philippa memikirkan cara untuk memastikan apakah ikat kepala
itu memang ular hidup atau itu Cuma khayalannya saja? Apa yang dimakan oleh
ular? Dia bertanya dalam hati. Binatang pengerat kecil? Apakah ular yang
melingkar di kepala istri Duta Besar Prancis itu mau melewatkan makanan
gratis, katakanlah, tikus? Philippa mulai berkonsentrasi dengan kuat, lebih kuat
dan lebih lama daripada biasanya, karena mungkin sesuai untuk pencip taan
makhluk hidup, yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Akhirnya, saat
konsentrasinya sudah penuh, seberani mungkin dia mengucapkan kata fokusnya
keraskeras.

“FABULONGOSHOOMARVELISHLYWONDE

RPIPICAL.”

“Kau mengatakan sesuatu, Sayang?” tanya Mrs Coeur de Lapin.

“Ehm, aku bilang, terima kasih dan asyik sekali karena Anda telah menunjukkan
koleksi-koleksi yang menakjubkan seperti itu,” ujar Philippa yang berusaha
mengabaikan tikus sawah kecil yang dia munculkan di tumpukan rambut pirang
Mrs Coeur de Lapin.

Philippa berharap kecurigaannya tentang ikat kepala emas dan hitam itu salah.
Bahkan saat dia perhatikan, ikat kepala itu tibatiba mulai bergerak di kepala Mrs
Coeur de Lapin seperti tutup yang melepaskan diri dari leher botol. Dan apa
yang sebelumnya tampak seperti sutra atau satin, kini dengan jelas terungkap
sebagai kulit ular yang mengkilap.

Philippa merasakan darahnya membeku dan menendang bagian belakang kaki


John saat kepala seekor ular kobra Mesir yang berbetuk datar dan tampak jahat
muncul dari tengah rambut ikal Mrs Coeur de Lapin. Ular itu, sambil menjulur-
julurkan lidah, menatap dengan gaya menghipnotis ke arah tikus itu. John
memandang sekeliling, dia menahan perasaan marah, lalu, saat mendapati
tatapan Philippa, John melihat sekilas ke arah rambut Mrs Couer de Lapin. Dia
merasakan adanya bahaya, dan tikus itu mengintip dari pinggir badan ular,
berusaha

mengukur ketinggian yang diperlukan untuk melompat dari kepala wanita


Prancis itu ke lantai. Terlambat! Karena detik berikutnya, ular itu menyerang
dengan kecepatan seperti lecutan cambuk. Dalam hitungan detik, tikus malang
itu ditelan bulat-bulat.
20
“Luar biasa,” desah John saat ular itu mengatupkan mulut dan mulai meremas
tikus itu dalam badannya yang panjang.

“Aku tidak suka ini,” bisik Philippa. “Sebaiknya kita pergi saja.”

“Mungkin kau benar,” John sependapat sambil mendorong silinder teleskop


menjauh dengan gaya acuh tak acuh, seolah dia tak peduli sedikit pun pada tata
rambut Mrs Coeur de Lapin. Sambil tersenyum sopan, dia menurunkan tangga
dan beringsut menuju pintu.

“Jangan pergi,” protes Mrs Coeur de Lapin yang tampaknya tidak menyadari apa
yang sedang terjadi di atas kepalanya. “Kalian baru saja datang.” Kemudian dia
sedikit tersentak, seolah ada per yang memantul di dalam tubuhnya. “Kalian
baru saja datang. Kalian baru saja datang.” Seolah Mrs Coeur de Lapin itu kaset
yang pitanya kusut. “Kalian baru saja datang. Kalian baru saja datang.”

Dan kemudian matanya berkaca-kaca dan kosong: mulutnya menganga,


beberapa gigi palsunya me lorot dan kepalanya terkulai ke depan di bahunya,
seolah seseorang telah mematikan daya di belakang lehernya.

“Ayo kita keluar dari sini,” ajak John.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Aku berusaha,” sahut Philippa, “hanya saja

SEMUA DIMASUKKAN KE BOTOL

sepertinya aku tidak bisa menggerakkan kakiku.”

“Hei! Aku juga. Apa yang terjadi? Aku lumpuh.”

“Kalau saja Nimrod ada di sini.” Setelah menelan tikus, ular kobra Mesir itu
mengangkat kepala dan tubuh bagian atasnya di depan wajah Mrs Coeur de
Lapin dan mulai melepas lilitannya, yang se olah tak berujung, hingga akhirnya
sampai ke lantai. Be gitu sampai di sana, kobra itu mulai membesar sampai tu
buhnya setebal badan manusia dan kepalanya seukuran sekop.
“Jangan tatap matanya,” perintah Philippa. “Ular itu berusaha menghipnotis
kita.”

“Aku tidak keberatan dihipnotis asalkan tidak digigit,” sahut John yang merasa
sudah agak terhipnotis. Dia seperti melihat ular itu telah menumbuhkan tangan
dan kaki, dan berubah menjadi manusia dengan hidung bengkok, janggut tipis
berwarna terang. Ekspresi tidak ramah tampak di wajah tirus orang itu. Satu atau
dua detik kemudian, hewan melata itu telah benarbenar berubah menjadi pria
Inggris tampan bertampang sombong dan licik.

Menyadari kalau dia tak bisa lari, Philippa berusaha me ngendalikan rasa
takutnya. “Iblis, kurasa,” katanya dingin.

“Kau terlalu banyak merasa, katak kecil jelek,” ejek Iblis. “Kalau ada yang lebih
kubenci daripada Jin muda, itu adalah Jin muda dari suku Marid.” Iblis menelan
ludah dan meletakkan satu tangan di atas perut. “Kurasa kalian mengira cukup
pandai dengan ide tikus itu, eh?”

“Tidak terlalu pandai.” Philippa gemetar.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Apakah kau tahu betapa menjijikkan sebenarnya rasa tikus itu? Uh, aku mual.
Dan badanku bau seperti kandang reptil di kebun binatang London.” Dia
menjilat bagian dalam mulutnya beberapa kali, mendengus seram. Kemudian dia
membuang ludah berwarna hijau dan menjijikkan, ke atas karpet.

“Lalu kenapa kau memakannya?” tanya Philippa.

“Karena, Nona Bakiak Kecil yang Pintar, itulah ular,” jawab Iblis. “Ular makan
tikus. Aku memakannya tanpa sempat bertanya kepada diriku bagaimana seekor
tikus bisa tibatiba berkeliaran di rambut Mrs Coeur de Lapin. Meskipun dia
orang Prancis, tapi aku yakin dia sering keramas. Itu bertentangan dengan
kebiasaan umum.”

Iblis memakai setelan garis-garis Savile Row, sepatu kulit ular kerajinan tangan,
dan membawa tongkat untuk berjalan dengan kenop perak di bagian atas. Dia
mengendurkan dasi sekolah Eton kunonya, lalu me lepaskan kancing kerah
kemeja Turnbull & Asser-nya. Dia berulang kali terbatuk, dan kemudian batuk
itu berubah menjadi suara muntah yang nyaring.
“Ini gara-gara berubah bentuk menjadi manusia sehabis melahap tikus,” kata
Iblis sambil meludahkan lagi lendir hijau ke lantai. “Gara-gara bulunya.” Dia
muntah lagi. “Tersangkut di kerongkongan. Bahkan ular memuntahkan bagian
itu setelah makan.”

Iblis mendekati baki minuman, mengambil botol brendi buram, dan


menghabiskan isinya dengan satu

tegukan besar. Selama beberapa saat dia memandang ke arah komputer dengan
jengkel, seolah merasa terganggu. Lalu, dengan mata menyipit, dia menatap si
kembar dengan penuh kebencian. “Tentu saja, aku tak akan mengubah bentuk
menjadi manusia lagi dengan begitu cepat kalau kalian tidak mencelupkan jari-
jari kalian yang kotor itu ke dalam minyak lampuku.”

Dia mengelengkan kepala dengan tidak sabar dan tersenyum mengejek. “Itu ciri
khas suku Marid. Selalu ikut campur. Di sanalah aku, bermurah hati karena usia
muda kalian, lalu kalian melemparkan tikus brengsek itu padaku.” Sekali lagi
Iblis itu muntah dengan menjijikkan, dan kali ini, dia berhasil memuntahkan
tikus tadi ke lantai.

“Nah, bersiap-siaplah untuk menyesal, Anakanak,” bentak Iblis.

Selama beberapa saat tikus yang basah kuyup itu diam tak bergerak, tapi
kemudian ia bangkit. Tikus itu menggosok-gosokkan kumisnya sejenak lalu lari
ke pintu. Philippa melontarkan sorakan lirih karena tikus itu selamat dari cobaan
berat yang mengerikan.

“Kalian lihat tikus itu?” kata Iblis, dan beberapa senti sebelum tikus itu
mencapai pintu dan meraih kebebasan, Iblis meledakkan makhluk malang itu
menjadi abu dengan satu tatapan tajam. “Setelah aku selesai dengan kalian,” dia
melanjutkan, “kalian akan berpikir kalau tikus itu lebih beruntung dibanding
orang yang jatuh dari pesawat tanpa parasut. Aku belum memutuskan apakah
aku akan

memakan kalian, atau melempar kalian ke dalam saluran pembuangan yang


terdalam di dunia, yaitu di hotel di St. Petersburg, Rusia. Aku belum
memutuskan, dan itulah satusatunya alasan mengapa kalian masih hidup.
Percayalah, kalian belum merasakan penderitaan yang sesungguhnya sebelum
menginap di hotel Rusia itu.”
Saat Iblis bicara, John merasa kalau Philippa sedang berusaha mengumpulkan
kekuatan batin. John ber usahamelakukan hal yang sama karena mereka dapat
mematahkan kekuatan Iblis yang membuat mereka tak bisa bergerak.

“Jangan pernah berpikir dapat menggunakan kekuatan kalian untuk


melawanku,” ejek Iblis sambil memperbaiki ujung lengan yang licin dan kemeja
yang apik. “Jin muda seperti kalian bisa melawan Jin yang berpengalaman dan
jahat sepertiku. Aku akan telan kalian seperti aku menelan biskuit Skotlandia
yang hambar. Lagi pula,” Iblis mengangkat beberapa helai rambut di jarinya,
“aku punya rambut kalian sehingga cukup mudah untuk mengikat kalian
berdua.”

“Jadi itu sebabnya kau selalu mengusap rambut kami,” kata John. “Sudah
kuduga ada yang aneh tentang itu.”

“Dan aku sudah tahu ada yang aneh pada kalian. Sejak aku mengendalikan
wanita ini untuk mengawasi Nimrod. Aku terus mengawasi kalian sejak piknik
itu. Tak ada anak manusia yang suka makan kaviar dan foie grass.” Dengan hati-
hati, Iblis mengambil helai bulu terakhir dari bibirnya.

“Kami tidak melakukan apa-apa padamu,” ujar John menentang.

“Kau melupakan tikus itu.” “Selain soal tikus itu.“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Kau memohon supaya tetap hidup?” Iblis duduk di kursi modern yang tidak
nyaman itu dan menyeringai. “Silakan. Setelah makan tikus, aku memang perlu
tertawa terbahakbahak.”

“Tidak, sungguh. Kenapa kau ingin membunuh kami?” desak John.

“Kita ada di pihak berlawanan dalam perang ini, Nak. Itulah alasannya. Kau
sebaiknya juga bertanya mengapatikus tidak rukun dengan ular. Aku berurusan
dengan nasib buruk, dan suku kalian berurusan dengan nasib baik. Kecuali
dalam kasus kalian, nasib baik sepertinya berkurang,” ujar Iblis

“Tentu saja tidak harus menjadi seperti ini,” bantah Philippa.

Iblis tertawa seolah benarbenar geli mendengar komentar Philippa. “Kenaifan


yang sangat menyentuh,” ujarnya. “Kurasa itu adalah suara hati suku Marid yang
memang sudah banyak dikenal.” Iblis bangkit dengan cepat, lalu mendekati John
sehingga Jin muda itu dapat mencium aroma tikus pada napasnya. “Ada apa
sebenarnya dengan suku kalian? Keinginan untuk merusak kesenangan Jin lain.
Sebagai Jin muda, kalian seharusnya memahami betapa lebih menyenangkan
mendatangkan nasib buruk daripada menciptakan nasib baik.”

Iblis mengerutkan kening dan kemudian tersentak saat dia melihat keraguan di
wajah John.

“Apa Nimrod tidak memberitahu kalian? Kurasa memang belum. Kenyataannya,


kita sama. Suku Marid, Ifrit, Jann, Ghul. Kita semua suka lelucon. Menarik kursi
dari bawah perempuan gendut. Melempar kulit pisang ke depan polisi bodoh.
Benar, kan, John? Apa kau tak pernah ingin menambah kedalaman genangan air
di depan orang buta yang menyeberang jalan? Atau membuat pulpen tinta bocor
di jas putih pengantin pria? Aku bisa melihat kalau kau juga ingin
melakukannya.” Iblis tersenyum dan menegakkan badan.

“Saat Nimrod masih muda, seusia kalian ini, tidak ada yang lebih dia sukai
daripada menimbulkan nasib buruk. Oh, sungguh. Dia tidak selalu menjadi anak
baik. Hanya saja saat dia bertambah tua, seperti anggota suku kalian yang lain,
dia menjadi sombong dan membosankan. Suara hati suku Marid. Homoeostasis.
Omong kosong. Tak adayang namanya homoeostasis. Kebenarannya, nasib
buruk akan selalu lebih banyak dibanding nasib baik, dan suku kalian akan kalah
perang.” Iblis menatap John lebih dekat lagi. “Bisa kulihat kalau hal itu juga
yang sedang kau pikirkan, kau mau mengakuinya, John?”

“Tidak,” jawab John. “Aku benci kau dan semua yang kau yakini.”

“Kau punya prinsip yang kuat, ya?” Iblis tertawa lagi. “Kau sama sombongnya
dengan pamanmu. Tapi itu bukanmasalah. Suku Ifrit selalu membenci suku
Marid dan begitu sebaliknya. Selalu begitu. Aku akan mengatakan ‘selalu
begitu’, kecuali untuk sebuah kenyataan yang, sebagai satu suku, hari-hari kalian
hanya tinggal dihitung dengan jari. Secepatnya hal itu akan terjadi, setelah aku
bisa mendapatkan Jin Akhenaten yang hilang.”

Iblis mengoyang-goyangkan botol brendi yang diapegang.

“Tapi kebetulan, aku tidak akan bunuh kalian. Itutidak ada gunanya. Aku akan
masukkan kalian dalam botol dan menyimpan kalian dalam kulkasku sampai
kalian sudah siap memanggilku ‘Tuan’.”
“Hal itu takkan pernah terjadi,” sergah Philippa.

“Kami tak akan pernah memanggilmu ‘tuan’,” sambungJohn.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Katakata yang berani, Jin Muda, tapi kalian pastibelum baca The Baghdad
Rules. Dalam masalah itu kalian tidak punya pilihan. Kalian wajib memberikan
tiga permintaan pada siapa pun yang membebaskan kalian. Termasuk aku.”

“Tidak akan,” ujar Philippa.

“Bukan berarti aturan itu ada pengaruhnya. Be gini, kalian pasti akan merasa
sangat berbeda setelah satu atau dua tahun terkurung dalam botol ini,” kata Iblis
sambil mengoyang-goyangkan botol itu. “Terpenjara dalam botol atau lampu
bikin otak jadi kacau. Percayalah. Tak ada kejahatan yang takkan kalian lakukan
setelah kedinginan dalam kulkas.”

Iblis menuang tetes brendi terakhir ke lidahnya yang kehijauan, kemudian


dengan hati-hati dia mele takkan botol itu di meja, tepatnya di antara kumbang-
kumbang Mrs Coeur de Lapin.

“Ada permintaan terakhir untuk memohon belas

kasihan? Kata menantang? Tidak? Sayang sekali.” “Biar mampus,” kata John.

Iblis tertawa. “Lebih baik kau berharap aku tidak mati, Jin Kecil,” katanya.
“Coba pikir. Kalau aku mati, lalu siapa yang akan tahu kalian terpenjara dalam
botol kristal ini? Kalian mungkin dengan mudah berakhir seperti Rakshasas yang
idiot itu. Agoraphobia. Eksentrik. Ber sikap aneh. Rakshasas terkurung dalam
botol susu kotor selama lima puluh tahun. Pikirkan itu, Anakanak. Lima puluh
tahun. Tampaknya bau susu basi, keju, dan kemudian jamur, tentu saja,
membuatnya gila. Sungguh, mengagumkan kalau dia bisa berfungsi sepenuhnya
dalam masyarakat Jin normal. Pikirkan itu kalau kalian meregangkan badan
dalam botol brendi ini, ya?”

Asap tebal mulai muncul di bawah kaki si kembar dan lambatlaun makin tebal
hingga mereka tak bisa lagi melihat Iblis atau, bahkan, ruangan tempat mereka
berada.

“Berterima kasihlah karena aku tidak menggunakan ikatan ganda. Dan aku
mengurung kalian di dalam botol yang cukup besar. Aku bisa saja mengurung
kaliandalam pulpen tintaku atau ceruk racun dalam tongkatku. Setidaknya
sekarang ini kalian akan cukup nyaman.”

Suara Iblis sepertinya meninggi di atas mereka, dan baru beberapa saat
kemudian si kembar menyadari kalau itu karena mereka berubah menjadi asap.

Saat gumpalan asap terakhir menghilang ke dalam sepatu dan kaus kaki mereka,
si kembar mendapati diri mereka berada dalam tempat yang tampaknya seperti
ruang kaca raksasa. Seketika itu juga mereka disergap oleh claustrophobia dan
uap brendi. Setelah beberapa menit kemudian barulah si kembar merasa
menyesuaikan diri dengan situasi baru itu.

Philippa mengembuskan napas keraskeras dan, setelah duduk di lantai kaca yang
halus, dia bergumam,“Sia-sialah rencana Nimrod.” Sambil menahan tangis.
Kemudian dia menambahkan, “Apa yang akan kita lakukan sekarang?”

“Ini bisa lebih buruk,” sahut John. “Kita bisa saja mati.”

“Ya, kurasa begitu.” Philippa menggigit bibir. “Aku takut, John,” dia mengakui.

“Aku juga,” sahut John. “Kurasa beginilah jadinya.“Sambil gemetar meraba


dinding botol itu yang halus dan mengkilap, dia menambahkan, “Kita terpaksa
tunggu sampai ada yang membuka tutup botol ini.”

“Tak dapat kubayangkan, kita telah memilih perjalanan berkeliling dunia seperti
ini,” ujar Philippa. Dia berusaha menghela napas dalam-dalam, tapi se pertinya
ada batas jumlah udara yang bisa dihirup. “Kuharap ada lebih banyak udara di
dalam sini.”

John sepertinya terpengaruh ketika melihat saudaran yasusah bernapas. Dia pun
berusaha menghela napas panjang untuk mengendalikan rasa panik yang mulai
muncul. “Menurutmu kita takkan kehabisan udara di sini, kan?”

“Apa kau tidak dengar apa yang dikatakan Iblis kalau Mister Rakshasas pernah
berada di dalam botol selama lima puluh tahun?”

“Jangan ingatkan aku akan hal itu.” John menggelengkan kepala. “Aku jadi
ingin tahu, bagaimana caranya Mister Rakshasas dapat bernapas?”
“Mungkin bau itu yang membuatmu mengira tidak ada cukup udara. Menurutmu
bau apa itu? Agak memabukkan ya.”

“Brendi, kurasa,” jawab John sambil mengendus-endusdinding, dan tertawa


gugup.

“Aku tak melihat ada yang lucu,” ujar Philippa.

“Aku hanya berpikir kalau kita ini adalah Jin dalambotol brendi.“TXT BY
OTOY http://ottoys.wordpress.com

Philippa melempar senyum mengejek.

“Aku hanya berusaha melihat sisi baiknya,” ucap John.

“Apakah persoalan ini ada sisi baiknya?” Philippa mengeluarkan saputangan dan
mengusap sudut mata nya. “Coba jelaskan.”

“Kita saling memiliki,” kata John. Duduk di samping Philippa, dia merangkul
saudaranya. “Aku benci kalau harus berada di sini sendirian.”

“Aku juga,” sahut Philippa.

“Maksudku, aku lebih suka kalau kau tidak ada di sini, kalau kau mengerti
maksudku. Tapi karena kau ada di sini, aku jadi senang, itu saja.”

Setelah beberapa saat, Philippa mendorong lengan John dan berkeliling botol
brendi itu, yang mem butuhkan waktu beberapa menit. “Aneh,” katanya,
“Ternyata sepertinya lebih besar di bagian

dalam.”

“Kita berada di luar ruang tiga dimensi, itulah sebabnya,” jelas John.

“Aku ingin tahu apakah itu berarti kita berada di luar waktu juga. Itulah yang
dikatakan Einstein, kan? Waktu itu relatif. Tergantung pada ruang.”

“Maksudmu?”

Philippa mengangkat bahu. “Entahlah. Hanya saja, mungkin, waktu berjalan


dengan kecepatan berbeda di dalam botol ini.”
“Oh, itu pikiran yang melegakan,” ujar John. “Akuberusaha membiasakan diri
pada ide tentang menghabiskan waktu selama lima puluh tahun terjebak di
dalam sini, dan sekarang kau mengatakan kalau lima puluh tahun bisa saja lebih
lambat daripada itu.”

Philippa menelan ludah dengan perasaan mual. “Kau benar. Di pihak lain,
mungkin waktu berjalan lebih cepat di sini. Jadi lima puluh tahun akan terasa
seperti lima menit. Apa pun itu, aku berharap punya pil arang yang pernah
diberikan Ibu.”

“Mengapa tidak kita coba?” kata John. “Bukankah Nimrod pernah mengatakan
tentang menggunakan kekuatan Jin di dalam botol, untuk membuat pera botan,
makanan dan minuman? Beberapa pil arang pastilah tidak terlalu sulit.”

Tanpa keraguan, Philippa menggumamkan kata fokusnya, dan muncullah dua


buah pil di telapak tangannya.

“Bagus,” puji John. Dia pun menelan pil yang di sodorkan Philippa.TXT BY
OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Bagaimana kalau karpet?” usul Philippa. “Lantai ini agak keras dan licin.”
“Warna apa?”

“Merah muda,” kata Philippa. “Aku suka warna merah muda.”

“Merah muda?” John mengernyit. “Mengapa tidak warna hitam saja? Aku suka
warna hitam. Hitam itu keren. Lagi pula, bukankah warna itu lebih baik untuk
sebuah televisi?”

“Kau ingin nonton televisi sekarang?”

John mengangkat bahu. “Apa lagi yang bisa kita lakukan?”

Setelah beberapa usaha, John hanya mampu mem buat sesuatu yang tampak
seperti patung modern ketimbang sebuah televisi, tapi akhirnya dia berhasil juga.
Bahkan John berhasil membuat kursi berlengan. Dia pun duduk dan menyalakan
televisi.

“Kebiasaan,” ujar Philippa. “Kita terjebak di dalam sini, dan yang kau pikirkan
cuma televisi.”
Tapi begitu gambarnya muncul, John mengerang. “Cool,” katanya. “Televisi
Mesir.”

“Memangnya program televisi apa yang kau harapkan? Bukankah kita memang
berada di Mesir.” Phi lippa mengangkat bahu. “Mungkin kau bisa belajar bahasa
Arab.”

John melempar remote control-nya ke layar televisi, mengeluarkan teriakan


marah, dan membenamkan wajahnya ke dalam tangan. “Kita tidak akan bisa
keluar dari sini,” desahnya.
21
Di dalam botol, menit berganti jam, dan jam berganti hari. Si kembar pun
menghibur diri dengan berusaha menghias dan menambahkan perabot di dalam
botol brendi Mrs Coeur de Lapin demi kepuasan bersama. Tapi ini terbukti
mustahil, dan setelah seminggu, mereka sepakat untuk membagi ruang lantai
menjadi dua dengan menggunakan layar. Mereka memilih gaya desain yang
benarbenar terpisah. John menciptakan ruangan berteh-nologi mutakhir dengan
warna abu-abu dan hitam, lengkap dengan kursi kulit besar berlengan yang bisa
direbahkan. Ditambah pula sebuah kulkas besar, PlayStation, dan televisi layar
lebar dengan DVD player sehingga selalu ada yang bisa ditonton, meskipun
Cuma fi Im lama. Sementara ruang tinggal Philippa seluruhnya berwarna merah
muda dan lembut, dengan ranjang besar, ada banyak boneka, radio (yang hanya
memutar music Mesir, sesuatu yang nyaris dia sukai), perpustakaan yang
dipenuhi buku tentang Firaun, dan dapur lengkap di mana dia bisa belajar
memasak. Suatu hari, dia memutuskan memasakkan makanan untuk John dan
mengundangnya datang ke wilayah separuh-botolnya. Mereka baru saja duduk
untuk makan saat denting nyaring tinggi di atas kepala mereka memberitahu-
TONGKAT LAMBANG KEKUASAAN SEKHEM

kan bahwa botol minuman itu dibuka lagi.

Philippa menelan ludah cukup keras karena tegang.

“Mungkin Iblis telah memutuskan untuk mem bunuh kita,” ucap John saat botol
itu mulai terisi kembali dengan asap.

“Apa yang terjadi dengan melihat sisi baiknya?” Tanya Philippa.TXT BY OTOY
http://ottoys.wordpress.com

“Asalkan dengan cepat, aku tak peduli,” jawab John. “Aku bisa menjadi gila
karena terjebak di sini.”

“Apa yang membuatmu berpikir kalau Iblis adalah jenis Jin yang memberikan
kematian dengan cepat?” Philippa bertanya dan memekik ketakutan saat mera
sakan tubuhnya terangkat melewati leher botol dan memasuki dunia luar lagi.

Saat asap menipis, si kembar sadar sudah di perpustakaan Mrs Coeur de Lapin.
Wanita Prancis itu berbaring di sofa panjang dengan mata terpejam sambil
mendengkur, tapi tidak ada tanda-tanda Iblis. Sebaliknya, si kembar malah
menjadi senang melihat Nimrod tengah duduk di kursi modern yang tidak
nyaman sambil mengisap cerutu besar dan tampak puas pada dirinya sendiri.

“Apa yang terjadi?” tanya John.

“Ke mana Iblis?” tanya Philippa.

“Iblis?” Nimrod melambailambaikan botol parfum kecil antik yang dihadiahkan


si kembar kepada Mrs Coeur de Lapin. “Oh, dia sudah aman di sini,” katanya.
“Dia tidak akan merepotkan kita lagi.”

“Kau menangkapnya?” teriak Philippa. “Bagaimana caranya?”

“Itu takkan terjadi tanpa kalian, sungguh. Begini, aku mengirim kalian ke sini
dengan alasan palsu. Sejak piknik itu, aku sudah mencurigai Mrs Coeur de
Lapin. Aku sebenarnya yakin kalau kalian juga mencurigai Mrs Coeur de Lapin.
Terutama karena kalian akan menghabiskan waktu bersamanya. Iblis sudah
mengendalikan wanita malang itu sejak kita tiba di Kairo.”

“Jadi cerita tentang peti dan mengawasinya dengan teleskop itu bohong?” ucap
John.

“Kau jadikan kami umpan,” ujar Philippa. “Seperti kambing untuk macan.”

“Oh, menurutku perumpamaan itu agak terlalu berlebihan,” kata Nimrod.


“Kalian tidak pernah berada dalam bahaya yang sesungguhnya.”

“Kami bisa terbunuh,” sergah Philippa.

“Oh, tidak,” sahut Nimrod sambil mengembuskan cerutu dengan riang. “Iblis
takkan membunuh dua Jin baik seperti kalian. Apalagi yang semuda kalian. Dua
Jin lagi untuk melaksanakan perintahnya? Me nurutku tidak. Dia tidak bodoh.
Semua omongan tentang memakan dan mengubur kalian dalam saluran
pembuangan itu hanya untuk membuat kalian jadi lemah.”

“Kau mendengarkan ketika dia bilang seperti itu? Bagaimana bisa?” tanya John.

“Kau pikir aku akan membiarkan kalian ke sini sendirian? Aku ada di dalam
sebuah benda mati, hamper mati.”

“Apa, maksudmu kau ada di sini selama ini terjadi?” tanya Philippa.

“Tentu saja. Aku berada di dalam komputer di meja itu. Coba ingat, tadi aku
sempat mengira Iblis mengincarku. Aku tidak sengaja membuat komputer itu
hidup.”

“Aku ingat,” kata John. “Kupikir itu agak aneh saat itu.“TXT BY OTOY
http://ottoys.wordpress.com

“Ya, begitu juga Iblis. Dia setan licik, Iblis itu. Omongomong, aku tahu dia akan
memasukkan kalian ke dalam botol. Dan itulah saat yang kutunggu-tunggu.
Kalian tahu, Jin berada dalam kondisi terlemah saat dia menggunakan
kekuatannya kepada Jin lain. Bahkan lebih lemah daripada saat dia harus
menggunakan kekuatannya kepada dua Jin. Dan kalau kedua Jin itu kebetulan
kembar…, kalian pasti paham. Begitu dia memasukkan kalian ke dalam botol
brendi, aku segera bertindak. Bisa kupastikan kalau tak ada cara lain untuk
mengatasi Jin yang mengerikan seperti Iblis ini.”

“Lalu ke mana saja kau selama ini?” tuntut Philippa. “Sudah berminggu-minggu
kami di dalam botol.”

Nimrod menggelengkan kepala. “Rasanya saja seperti berminggu-minggu. Pada


kenyataannya kalian berada di sana selama, coba kulihat,” Nimrod meme riksa
arlojinya, “sekitar lima belas menit.”

“Lima belas menit?” kata John. “Hanya selama itu? Kau yakin?”

Nimrod meringis. “Ya, aku minta maaf. Itulah yang kukatakan tentang bagian
dalam botol Jin yang berada di luar ruang tiga dimensi. Aku takut

aku tidak sempat memberitahu kalian tentang cara tepat bagi Jin untuk berubah
dan memasuki sebuah botol. Di belahan bumi utara, kalian harus memasuki
dengan arah yang berlawanan dengan arah jarum jam, melawan putaran normal
belahan bumi utara, atau waktu akan melambat, sebaliknya yang terjadi di
belahan bumi selatan. Prinsipnya sama dengan air yang mengalir ke dalam pipa
saluran di bak mandi. Yah, semacam itulah. Diakui, memang lebih sulit
mengingat hal itu saat orang lain yang memasukkan kalian ke dalam botol. Tapi
kalau kalian melakukannya dengan benar, itu bisa menghemat waktu. Misalnya,
penerbangan dari London ke Australia, yang normalnya memakan waktu sekitar
dua puluh empat jam, bisa terasa seperti hanya dua puluh empat menit. Kalau
salah melakukannya, kalian akan merasa seperti dua puluh empat minggu. Sifat
waktu relatif terhadap ruang. Belakangan ini, kukira mereka mengajarkan hal-
hal seperti itu di kelas satu.

“Semuanya berjalan dengan baik, dan kalian lumayan hebat. Takkan terpikir
olehku untuk mem buat tikus muncul di rambut Mrs Coeur de Lapin. Kau
membuatnya muncul dengan sempurna, Philippa.”

Tapi si kembar masih agak jengkel pada sang pa man.

“Aku minta maaf sudah membohongi kalian,” ujar Nimrod, “tapi sejujurnya,
tidak ada jalan lain. Kalian takkan ke sini kalau merasa dijauhkan dari aksi yang
se sungguhnya. Dan aku tidak bisa memberitahu,

kalau kalian adalah bagian dari jebakan Jinku. Aku tak mau risiko kalian akan
membongkar seluruh permainan ini. Tolong katakan, apa kalian mau memaafkan
aku?”

“Baiklah,” ucap mereka.

“Apakah kami harus memberimu tiga permintaan?” tanya John. “Seperti


menurut The Baghdad Rules.”

“Tidak perlu. Bagian 18. Kerabat. Kita saudara, jadi tidak perlu.”

Nimrod mengisap cerutu dengan riang dan mengembuskan cincin asap yang
berbentuk ular kobra yang mengangkat kepala.

“Bagaimana kau tahu kalau Iblis mengendalikan MrsCoeur de Lapin?” tanya


Philippa.

“Ikat kepala itu, tentunya. Sama dengan yang dikenakan Akhenaten pada lukisan
dinding makam. Tapi itu salah satu alasannya.”

“Dan alasan lainnya?”

“Sesuatu yang kau katakan padaku, Philippa.” “Apa?”


“Kata kebenaran yang kau dengar saat kalajengking yang dipakai Iblis untuk
mengikatku di makam Akhenaten itu dilahap api.”

“Rabat?”

“Benar. Kecuali bahwa kata yang kau dengar bukanlah Rabat, tapi sesuatu yang
sangat mirip. Tepatnya, rabbit (kelinci).”

“Rabbit!” seru John. “Tentu saja. Lapin itu kata dalam bahasa Prancis yang
berarti rabbit.”

“Tepat sekali,” kata Nimrod. “Meskipun pandai,TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

Iblis adalah jenis Jin yang malas. Aku berharap dia mungkin memberi Hussein
Hussaout kata ikatan yang akan memberiku petunjuk di mana dia berada atau
apa yang akan dia lakukan. Meskipun begitu, aku butuh waktu agak lama untuk
menghubungkan rabbit dengan lapin.”

“Tapi bagaimana dengan suku Ifrit yang lain?” Tanya John. “Palis, si penjilat
kaki. Dan lainnya.”

“Oh, kini mereka takkan berani mencoba apa pun. Tidak dengan pemimpin suku
mereka, Iblis, tersingkir. Mereka terlalu pengecut.” Nimrod menumpukan kaki di
tumit dan meniup gumpalan asap besar ke langit-langit, yang mengambil bentuk
angka romawi V untuk victory [kemenangan]. “Tidak bisa kukatakan kepada
kalian betapa hebat yang telah kita lakukan ini. Kita mungkin tidak menemukan
Jin Akhenaten yang menghilang, tapi kita telah melakukan hal terbaik kedua.
Kita telah mencegah suku Ifrit menemukan mereka.”

“Sebenarnya,” ujar Philippa, “aku punya teori di mana kita bisa mencari Jin
Akhenaten yang hilang itu.”

Abu jatuh dari cerutu Nimrod saat dia menatap Philip pa dengan agak terkejut.
“Benarkah?”

“Ya.” Philippa berlutut di samping kursi modern yang tidak nyaman dan, setelah
memungut buku tentang Akhenaten yang dibaca Mrs Coeur de Lapin, dia
mengambil robekan halaman yang dipakai sebagai pembatas dan
memberikannya kepada Nimrod.
Nimrod dan John menatap halaman yang me

nampilkan empat foto berwarna, masing-masing mem perlihatkan benda aneh


yang sama. Benda itu memiliki tinggi sekitar enam puluh sentimeter dan
berbentuk agak mirip tongkat berjalan, dengan puncak bergaya berlian besar
yang tebalnya 8 atau 10 sentimeter dan panjangnya 15 atau 18 senti meter.

“Semua ini tongkat lambang kekuasaan Se-khem,” ujarnya. “Tongkat kerajaan


yang digunakan raja dan para petinggi Mesir sebagai tanda kekuasaan, dan
dilambailambaikan pada sesajen di makam untuk memberi kekuatan pada orang
yang sudah meninggal.” Dia meng angkat bahu. “Aku banyak membaca dalam
lima belas menit terakhir tadi.”

Nimrod tersenyum ramah kepada Philippa. “Tapi aku tidak melihat bagaimana
semua ini bisa menolong kita menemukan Jin yang hilang itu.”

“Ada yang melingkari foto tongkat kerajaan lain dalam buku ini,” ujar Philippa.
“Anggaplah sesaat Iblis yang melingkari tongkat lambang kekuasaan itu, seperti
di kepala Mrs Coeur de Lapin, berada di bawah perintahnya, maka gambar itu
sepertinya menunjukkan bahwa Iblis ter tarik pada tongkat kerajaan.”

“Teruskan,” ujar Nimrod.

“Pertama,” kata Philippa, “Dalam laporan koran tentang pembobolan di Cairo


Museum, dikatakan bahwa beberapa tongkat kerajaan telah dirusak.”

“Ya, benar,” sahut Nimrod sambil berpikir. “Tapi ada beberapa canopic dibuka
juga.”

“Dengan anggapan bahwa itu semua hanya

pengalih perhatian koran, yang dirancang untuk menyingkirkan kita dari


jejaknya. Juga anggapan bahwa memang hanya tongkat kerajaan yang mereka
incar.”

“Baiklah,” ujar Nimrod. “Seandainya memang begitu. Mengapa ada yang ingin
merusak tongkat lambang kekuasaan Sekhem?”

“Saat kita di makam Akhenaten,” jelas Philippa, “gambar di dinding…, lukisan


dinding itu…, menun jukkan Firaun yang menggenggam tongkat kerajaan tinggi
di atas kepala ketujuh puluh Jin. Kau ingat bagaimana cahaya matahari seperti
memancar dari bagian puncak tongkat itu dan menyentuh setiap Jin tersebut?”

“Ya, aku ingat,” jawab Nimrod.

“Nah, kalau begitu, ini bagian ketiga teoriku. Ada sesuatu yang dikatakan Iblis
saat dia mengurung kami di dalam botol brendi. Dia bilang kami beruntung
karena wadahnya bukan pulpen tinta atau ceruk racun di dalam tongkat
berjalannya. Dan itu membuatku berpikir. Seandainya bagian yang tebal dari
tongkat itu juga berongga. Bukankah itu akan menjadi tempat yang bagus untuk
menyimpan ketujuh puluh Jin yang kekuatannya telah didapatkan? Bukan di
dalam canopic atau botol, tapi di dalam tongkat kita, tepat di dalam simbol
kekuasaan. Aku baru saja berada di dalam botol brendi, tapi aku sadar bahwa
kita bisa dengan mudah menempatkan tujuh puluh Jin di dalamnya. Dan kalau
berada di dalam sana, maka mengapa tidak di bagian puncak tongkat

kekuasaan itu, di mana semua hieroglyphic itu berada?“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Tongkat Sekhem berhubungan dengan Osiris,” ujar Nimrod. “Osiris juga


disebut Sekhem Agung. Sekhem berarti kekuatan atau keperkasaan. Tapi kau
benar, Phil. Dengan Jin yang menjadi sumber kekuatan dan keperkasaan
Akhenaten, itu akan menjadi tempat yang sempurna untuk menyimpan ketujuh
puluh Jin.” Nimrod menatap foto tongkat lambang kekuasaan itu dengan lebih
cermat. “Aku tidak melihat mengapa tak ada ruang bagi mereka semua di dalam
sana kalau puncaknya berongga, seperti katamu. Tempat itu bahkan bisa
menyembunyikan botol rahasia. Ya, luar biasa, itu teori yang cemerlang.”

“Tapi bagaimana Akhenaten mendapat kekuatan untuk menguasai begitu banyak


Jin?” tanya Philippa. “Kita masih belum tahu.”

“Menurutku kita sudah tahu,” ujar John. “Setelah kita lihat cara Iblis menguasai
Mrs Coeur de Lapin. Aku bertaruh, empat ribu tahun yang lalu, anggota suku
Ifrit menguasai Akhenaten dengan cara yang sama seperti Iblis mengendalikan
Mrs Coeur de Lapin. Bahwa salah satu dari mereka mengambil wujud ular asli di
hiasan kepala raja.”

“Ya,” sahut Nimrod. Dia pun berjalan menuju meja dan mengangkat gagang
telepon.
“Siapa yang kau telepon?” tanya John.

“Polisi,” kata Nimrod. “Aku ingin tanya kepada mereka tentang pembobolan di
museum itu.”

Nimrod bicara dalam bahasa Arab selama beberapa menit. Saat meletakkan
gagang telepon, dia tampak sangat gembira. “Tongkat Sekhem tidak dipatahkan
menjadi dua,” katanya. “Bagian atasnya yang berhias itulah yang di rusak.
Bahkan, dibanting, seolah ada yang berusaha mencari tahu apakah bagian itu
berongga.”

Dia berjalan cepat menuju pintu.

“Kau mau ke mana?” tanya Philippa.

“Pulang. Kita harus menceritakan semua ini pada Mister Rakshasas.


Secepatnya.”

“Bagaimana dengan dia?” tanya Philippa sambil menunjuk Mrs Coeur de Lapin
yang masih tidur di sofa. “Apakah dia akan baik-baik saja?”

“Dia akan baik-baik saja setelah tidur beberapa saat,” jawab Nimrod. “Kurasa
dia takkan ingat banyak tentang kejadian ini saat terjaga nanti. Bahkan sama
sekali tidak ingat, sungguh. Bagaimanapun juga, dia orang Prancis. Bila
terbangun, dia mungkin akan mengira sudah terlalu banyak minum anggur saat
sarapan.”

Di rumah Nimrod, Mister Groanin membawa lampu ku ningan yang berisi


Mister Rakshasas ke perpustakaan dan menggosoknya kuatkuat untuk
memanggil Jin tua itu. Mister Rakshasas mendengarkan dengan sabar apa yang
diceritakan Nimrod, lalu mengangguk. “Aku tidak melihat penjelasan lain yang
lebih masuk akal,” dia menyetujui. “Keponakan perempuanmu patut dipuji
karena kecerdasannya.”

“Hebat, kan?” kata Nimrod. “Sekarang kita tahu apa yang kita cari meskipun
kita belum tahu di mana.”

“Benar,” sahut Mister Rakshasas, “ada banyak tongkat kerajaan di museum di


seluruh dunia.” Dia mengangguk ke arah si kembar. “Aku yakin ada satu di
Museum Metro politan, New York. Tapi aku tahu hanya satu tongkat lambang
kekuasaan Sekhem dari Dinasti ke-18 yang berada di luar Kairo. Tepatnya
berada di British Museum, London.”

Nimrod mendesah. “Selalu begitu, ya? Tiga puluh tahun aku mencari Jin yang
hilang ini, dan ternyata selama ini mereka mungkin berada tepat di bawah
hidungku.”

“Apakah ini berarti kita akan pulang ke Inggris?” tanya John.

“Ya, sepertinya begitu,” tegas Nimrod. “Mister Groanin. Sebaiknya kau telepon
British Airways dan pesan kan tiket penerbangan berikutnya ke London untuk
kita semua.”

“Syukurlah,” ujar Groanin sambil berjalan cepat ke pintu. “Aku bilang,


syukurlah. Aku sudah tidak tahan lagi dengan hawa panas ini.”

“Sungguh sayang sekali,” sahut Nimrod, menga baikanucapan kepala


pelayannya. “Padahal kalian baru saja me nemukan kekuatan Jin, dan lagi
panasnya padang pasir ini mungkin akan segera berkurang.” “Kita bisa kembali
lagi ke Mesir lain waktu,” kata John. “Benar, kan?”

“Tentu saja,” jawab Nimrod. “Pada liburan sekolah kalian yang berikutnya.”

“Paman benar,” kata John kepada Nimrod, “ten tang Kairo. Aku tak pernah me
nyangka akan menyukainya. Kota ini mungkin kotor, bau, sesak, tapi tak ada
tempat lain di bumi yang seperti ini.”

“Aku pernah bilang begitu?” ujar Nimrod. “Yah, sudah pasti kota ini hebat, tapi
tunggu sampai kau melihat Alexandria. Dan Yerusalem. Dan New Delhi. Dan
Istanbul. Belum lagi Gurun Sahara. Bahkan Berlin, yang sebagaimana kau
ketahui, adalah tempat tinggal Jin Biru Babilonia. Hanya saja saat ini, tak satu
pun dari kota itu yang sepenting London dengan British Museumnya. Apa yang
akan kita temukan di sana bukan hanya me mengaruhi masa depan seluruh Jin,
tapi juga dunia mundane.”

22TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

RUANG 65

Seperti biasa, warga London tidak terlalu menikmati musim panas di kota itu.
Hari-harinya terlalu panas atau terlalu dingin. Terlalu sering hujan atau kurang
hujan. Dan sepertinya selalu ada orang yang mengeluh, apa pun cuacanya.
Satusatunya warga London yang hampir tidak pernah mengeluh tentang musim
panas di kota London adalah Groanin.

“Variasi cuacanya paling aku suka,” jelasnya saat mereka tiba kembali di rumah
di Kensington. “Tak ada dua hari yang sama. Hari ini panas, sangat panas untuk
ukuran kota London. Maka besok, mungkin akan hujan, dan lusa, mungkin akan
berangin. Coba saja perhatikan per mainan kriket selama empat hari, kalau
kalian tidak percaya. Ada beragam cuaca sepanjang pertandingan kriket itu.”

John, yang mendapati kalau kriket sudah cukup sulit untuk ditonton selama
empat menit, apalagi empat hari, mengatakan pada Groanin bahwa dia percaya
saja.

Keesokan paginya, tepat jam sepuluh, Nimrod mengajak si kembar ke


Bloomsburry dan British Museum. Nimrod lebih suka menyebutnya dengan
singkatan ‘BM1.

BM adalah sebuah gedung besar yang agak mirip kuil Yunani, khususnya kuil
Dewi Athena Parthenos di Acropolis, ibukota Athena. Tapi saat

menapaki tangga depan yang menghadap ke Jalan Great Russell, mereka hanya
menemukan satu bus penuh wisatawan.

Nimrod memimpin si kembar melewati lorong masuk, ke dalam halaman


tertutup yang disebut Great Court lalu melewati Ruang Baca lama, yang
merupakan bangunan bundar besar di tengah-tengahnya. Dia melambaikan
tangan pada mereka untuk menuju ke sisi barat Great Court, dan mereka
memasuki bagian dalam galeri Mesir. Di sana bendabenda purbakala Mesir milik
BM dipajang. Nimrod memimpin mereka ke utara, menaiki tangga sebelah barat,
dan masuk ke ruang 60 sampai 66. Nimrod menemukan apa yang mereka cari di
dalam sebuah kotak kaca, di antara banyak mumi keluarga raja Mesir - ada yang
sudah diawetkan selama lima ribu tahun - dan bermacammacam benda
arkeologis yang berhubungan dengan pemakaman. Tapi, setelah memakai
kacamata untuk mengamati lebih cermat tongkat Sekhem itu, yang ditegakkan di
atas sandaran granit kecil, dia menge rutkan kening dan menggelengkan kepala.

“Ya ampun,” katanya. “Dikatakan di sini, tongkat kerajaan, Dinasti ke-17.


Terlalu awal untuk masa Akhenaten. Kuharap Mister Rakshasas tidak membuat
kesalahan.”

Philippa memeriksa barang yang dipamerkan itu, lalu mengangkat bahu. “Jadi
BM tidak tahu segalanya,” ujarnya, lalu melihat lagi. “Mungkin mereka
membuat kesalahan.”

Nimrod menggerutu, seolah menurutnya kemungkinan itu sangat kecil.TXT BY


OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Meskipun harus kuakui,” lanjut Philippa. “Tongkat ini kelihatan biasabiasa saja.
Tidak kelihatan seperti tongkat yang berisi tujuh puluh Jin.”

“Benar,” desah Nimrod.

“Kau tak bisa mengetahui apakah ini tongkat yang benar?” tanya Philippa,
“Maksudku, apakah tongkat ini tidak mengeluarkan getaran atau sesuatu?”

“Aku bukan alat pendeteksi,” jawab Nimrod, “lagi pula, kalau tongkat itu
memang mengeluarkan getar an, seperti katamu, aku atau Jin lain pasti sudah
menge tahuinya dari dulu?”

“Kurasa begitu,” sahut Philippa.

Dengan hidung menempel pada kotak pajangan, dan mengamati tongkat Sekhem
itu sedekat mungkin, John cenderung sependapat dengan saudaranya saat dia
melihat sesuatu yang aneh.

“Tunggu dulu,” katanya. “Kau tidak melihat se suatu?” Dia mundur beberapa
langkah dan menunjuk. “Hanya setipis rambut, tapi ada retakan di kacanya.”

Nimrod dan Philippa mundur dari kotak pajangan itu, sementara John
menambahkan, “Ayo tebak, retakan itu kelihatan seperti retakan di dinding
kamarku.”

“Kau benar, John,” komentar Nimrod. “Kerja bagus. Aku harus membawa
kacamata lain. Yang ini payah.”

“Ya, tapi apa artinya?” tanya Philippa.

“Sudah pasti itu adalah pesan,” jawab John.


“Dan kali ini kurasa aku tahu dari siapa.” “Siapa?” tanya Philippa.

“Tentu saja Jin Akhenaten yang hilang,” jawab John. “Itulah pengirimnya.”

“Ya Tuhan, memang benar,” desah Nimrod. “Kau benar, John. Pasti itu
penjelasannya.”

“Itu tanda agar kita tahu inilah tongkat lambang kekuasaan yang sebenarnya,”
lanjut John.

Dan selama beberapa saat, mereka hanya berdiri dan memandang tongkat itu.

“Tongkat itu terbuat dari emas?” tanya Philippa. “Tapi tidak terlihat seperti
emas.”

“Kalau terbuat dari emas, tongkat itu pasti ter-lau berat untuk dibawa,” jawab
Nimrod. “Tongkat lam bang kekuasaan tak ada manfaatnya kalau terlalu berat
untuk dibawa. Bukan, itu terbuat dari kayu yang dilapisi emas.”

“Apakah kita akan mencurinya sekarang?” Tanya John.

“Astaga, tidak,” sahut Nimrod. “Kita melakukan apa yang dikenal dalam dunia
kriminal sebagai ‘mengamati sasaran’. Menentukan keadaan lokasi, kira-kira
begitu. Pendeknya, mengamati lokasinya baik-baik sebelum memikirkan rencana
yang akan memungkinkan kita untuk mengambil tongkat itu.”

“Mengapa tidak kita hilangkan saja kaca pelin dungnya lalu mengambilnya?”
tanya John. “Pasti tidak terlalu sulit karena ada retakan di kacanya.”

Nimrod menatap John dan kemudian mengangguk ke arah kamera keamanan


yang ditempatkan di sudut atas ruangan.

“Kita hilangkan juga yang itu,” usul John.

“Keponakan mudaku sayang,” kata Nimrod. “Bukankah aku sudah


menasihatimu agar menggunakan kekuat an Jinmu dengan hemat? Bukankah
aku sudah peringatkan tentang risiko yang harus dibayar untuk penghamburan
keinginanmu? Di mana pun dan kapan pun memungkinkan, kita berusaha
melakukan segala nya dengan cara mundane. Lagi pula, dalam keadaan ini,
mengguna kan kekuatan Jin justru membahayakan.”
“M embahayakan? Bagaimana bisa?“TXT BY OTOY
http://ottoys.wordpress.com

“Sekarang setelah kita tahu tongkat Sekhem ini benarbenar berisi Jin Akhenaten
yang hilang, memakai kekuatan Jin mungkin akan berbahaya untuk apa yang
tersimpan di dalamnya. Atau, terlebih lagi, untuk kita. Dengan demikian, kita
bisa masuk ke BM dengan menggunakan kekuatan Jin, tapi untuk memaksa
masuk ke kotak pajangan ini, menurutku lebih baik kita menggunakan metode B
dan C yang lebih konvensional.” Dia tersenyum. “Bobol dan curi.”

“Misalnya?” tanya Philippa.

Nimrod mengetuk kaca kotak pajangan itu untuk mencoba-coba. “Dengan obor
las,” katanya. “Kaca ini sebenarnya plastik, jadi tidak mudah pecah, dan akan
meleleh seperti mentega.”

“Bagus,” ujar Philippa. “Kami boleh pakai sweater kerah-gulung warna hitam?
Seperti yang dilakukan dalam fi Im bila orang membobol suatu tempat.”

Nimrod mengerutkan kening, “Tidak. Kita tidak berniat membobol BM seperti


yang kau katakan.”

“Tapi kita berencana masuk secara ilegal,” bantah John.

Nimrod melirik gelisah kepada beberapa wisata wan yang sedang tertawa geli
sambil bergantian berfoto di dekat salah satu mumi. Lalu Nimrod memalingkan
wajah dari tongkat Sekhem. “Kau bisa berbicara agak keras?” Desisnya kepada
John. “Kurasa turis-turis itu tak bisa mendengarmu.” Nimrod melihat berkeliling
Ruang 65 itu seolah mencari sesuatu.

John mengikuti tatapannya. “Apa yang dicari?” tanyanya.

“Tempat yang bagus untuk bersembunyi bila kita kembali nanti,” jawab Nimrod.

“Bukankah kamera itu akan melihat kita?”

“Tidak, karena kita akan ada di dalam wadah.”

John mengangguk saat salah seorang wisatawan mengeluarkan sebotol Coca-


Cola dari ransel dan mulai meminumnya. “Seperti botol Coke, mungkin,”
usulnya.

“Ya,” Nimrod mengiyakan. “Takkan ada orang yang me merhatikan botol itu.”

John berjalan melintasi ruangan dan membungkuk seolah mengamati salah satu
mumi, tapi matanya mengamati celah di antara dasar kotak dan lantai berkarpet.
“Mister Groanin bisa meletakkan botol Coke yang berisi kita bertiga di bawah
salah satu pajangan mumi ini,” katanya.

“Ya,” sahut Nimrod sambil berpikir. “Mungkin saja.” Dia meraba pinggiran
kotak pajangan dengan jari telunjuknya dan memeriksa debu yang terkum—

pul. “Dari kotoran yang ada di sini, bisa kutebak kalau baru setelah beberapa
hari lagi petugas kebersihan akan me ne mukannya.”

Nimrod berdiri dan mengusap-usap dagu sambil memikirkan rencana John.


“Ya,” katanya. “Kita akan kembali ke sini, di dalam botol, sebelum jam lima,
saat BM akan ditutup. Mister Groanin akan meletakkan botol itu di bawah orang
malang ini dan, setelah gelap, kita akan berubah wujud, lalu siap bekerja.”

John sedang membaca catatan yang ditempelkan di kotak itu. “Petinggi Mesir
yang tak dikenal, Dinasti ke-19.” Dia menggeleng-gelengkan kepala.
“Sepertinya aneh kalau harus berakhir seperti ini. Dalam kotak kaca di sebuah
museum. Kurasa aku tidak ingin itu terjadi padaku. Pria malang ini bahkan tidak
punya nama. Begitu juga yang di sebelahnya. Agak menyedihkan, sungguh.”

“Menurutku justru menjijikkan,” tukas Philippa. “Semua orang ini punya


kehidupan. Teman, orangtua, anakanak. Mereka seperti kita, mungkin, tapi tidak
persis seperti kita. Kau tahulah maksudku. Harus ada hokum yang melarang hal
semacam ini.”

“Tapi saat ini aku lebih khawatir memikirkan Jin yang hilang itu daripada hak-
hak manusia dari kantong tulang tua ini. Lagi pula, setelah lima ribu tahun,
kurasa kita takkan terlalu mementingkan di mana kita berakhir. Aku lebih suka
dikubur di laut dan dimakan oleh ikan. Sepertinya hanya itu cara yang adil,
mengingat jumlah ikan yang suka kumakan. Oh ya, aku jadi ingat, ini sudah
waktunya

makan siang,” komentar Nimrod.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com


Di sebuah restoran yang dikenal Nimrod, mereka menyantap kepiting cornish
yang diberi saus dan ikan pipih dover, setelah itu dia membeli obor las di took
piranti keras di Toko Seven Dials. Nimrod mencobanya pada jendela kaca di
samping rumah. Selain bau plastik terbakar, eksperimen itu berjalan lancar.
Hanya perlu waktu kurang dari lima belas menit untuk melelehkan kaca
sehingga menghasilkan lubang seukuran piring makan malam di salah satu
jendela.

“Kuharap petugas keamanan tidak punya pen ciuman yang tajam,” ujar Philippa.
“Baunya busuk.”

Sekitar jam tiga, John minum sebotol Coca Cola. Si kembar mengenakan
pakaian yang mereka anggap cocok untuk memulai aksi pencurian (dengan
sweater kerah-gulung, wajah dihitamkan, dan ransel). Semen tara Nimrod hanya
mengenakan setelan warna lebih gelap dan topi hitam berping-giran lebar.
Mereka mengubah wujud ke dalam botol kosong itu.

“Ini,” katanya sambil menyerahkan pil arang kepada keponakannya, “sebaiknya


minum satu pil ini. Kita mungkin berada di sini selama beberapa jam.” Dia
tersenyum. “Tapi, tentu saja, itu tidak mutlak.”

“Ini bagian dari menjadi Jin yang paling tidak kusukai,” Philippa mengakui
sambil berjalan tak sabar mengelilingi pinggir bagian dalam botol.

“Kau akan terbiasa,” kata Nimrod. “Pernahkah kau naik pesawat di kelas
ekonomi akhir-akhir ini?

Atau naik kereta bawah tanah di London? Menurutku, bagian dalam botol Coke
ini jauh lebih menyenang kan. Omongomong, aku masih kurang nyaman. Kita
butuh beberapa kursi.”

Nimrod menggunakan kekuatannya untuk menciptakan tiga kursi kulit besar


yang bisa direbahkan dengan sabuk pengaman. “Aku selalu memakai model ini,”
katanya. “Kursi-kursi ini sama dengan yang dipunyai maskapai British Airways
kelas satu. Sangat berguna dalam bepergian.” Ketika merasakan kalau botol itu
mulai bergerak, Nimrod menambahkan, “Sebaiknya pasang sabuk pengaman
kalian. Menurut pengalamanku, Mister Groanin bisa jadi agak kasar saat dia
menangani botol Jin. Itu karena dia belum pernah berada di dalam botol.”

John dan Philippa menjerit keras saat tibatiba botol itu mulai berayun seperti
lonceng.

“Dia berjalan ke mobil,” tawa Nimrod. “Itulah re potnya kalau hanya memiliki
satu lengan. Dia akan terus mengayunnya.”

“Menurutku, kau dapat membuat Groanin mera sakan seperti apa rasanya berada
di dalam botol ini,” usul John. “Agar nanti dia lebih berhati-hati.”

“Oh, tidak, itu tidak mungkin,” sahut Nimrod. “Mundane tidak tahan menjalani
pengalaman itu. Kalian mung kin tidak memerhatikan, tapi Jin tidak perlu
banyak bernapas saat di dalam botol atau lampu. Bila Jin dalam keadaan tidak
berwujud ini, kita bisa bertahan dalam waktu lama hampir tanpa udara sama
sekali. Seperti mati suri. Tapi mundane, kalian tahu, mati bukan hanya karena
keharusan

untuk menghela napas, tapi keharusan yang sama untuk mengembuskan napas.
Karbondioksida yang mem zbunuh mereka, bukan karena kekurangan oksigen.
Jadi jangan pernah tergoda untuk memasukkan manusia ke dalam botol. Itulah
mengapa manusia yang membuat kita kesal, kita ubah menjadi binatang. Agar
mereka bisa bernapas.”

“Omongomong,” kata Philippa. “Apa yang terjadi pada botol berisi Iblis?”

“Dia berada di dalam lemari pembeku di rumah ku, di Kairo. Itu demi
kebaikannya sendiri. Jin agak mirip kadal. Mereka menjadi lambat dalam udara
dingin,” kata Nimrod.

“Dalam lemari pembeku?” ujar Philippa, “bukan kah itu kejam?”

“Apakah kau tidak melupakan sesuatu?” sergah John. “Dia hampir melakukan
hal yang sama pada kita. Mungkin malah lebih buruk.”

“Saudaramu benar, Philippa,” kata Nimrod. “Jangan terlalu mengasihani Iblis.


Dia jahat sekali. Menjaga agar Iblis setengah-beku akan mencegahnya untuk
marah,sehingga kalau ada yang tidak sengaja membuka botol minuman keras itu,
maka Iblis takkan segera merusak segalanya. Suku Ifrit terkenal gampang marah,
bahkan di saat senang. Kalian pernah mendengar tentang kebakaran besar di San
Fransisco tahun 1906 akibat gempa? Itu ulah Iblis. Tapi itu bukan apa-apa
dibandingkan dengan apa yang dilakukan Iblis senior di tahun 1883. Dia
menghancurkan pulau di dekat Indonesia. Sebuah gunung yang disebut
Krakatau. Ledakannya sangat

keras sampai terdengar sejauh 4828 kilometer. Abunya menghujani Singapura,


lebih dari 80S kilometer di utara Krakatau. Ledakan itu pun menimbulkan
gelombang raksasa, tsunami, tingginya lebih dari tiga puluh meter. Sedikitnya
36.000 orang tewas.” Nimrod menggelengkan kepala. “Sama sekali jangan
dekati anggota suku Ifrit bila mereka terbebas dari kurungan untuk jangka waktu
yang lama.”

Dua puluh menit kemudian, Groanin memarkir Rolls-Royce di Montague Place.


Sambil membawa botol Coke di saku mantelnya, dia memasuki BM melalui
pintu belakang. Dia tidak suka datang ke BM, karena tempat itu mengingatkan
bagaimana dia kehilangan lengan, lebih dari sepuluh tahun lalu. Dia tidak pernah
bisa memasuki pintu Jalan Montague, atau, pintu masuk Jalan Great Russel
tanpa mengenang peristiwa itu. Bagaimana macan-macan itu mengamuk di
Ruang Baca, mengaum keras, sebelum lompat mele wati meja peminjaman, dan
menyerang staf per pustakaan yang ketakutan.

Kini perpustakaan itu sudah dipindahkan ke gudang tembok yang menyeramkan


di St. Pancras. Nimrod mengatakan kalau tempat itu memiliki semua daya tarik
sebuah toilet umum. Tapi Ruang Bacanya sama seperti yang diingat Groanin,
hanya saja tanpa binatang buas itu. Dan begitulah, dengan kenangan peristiwa
penyerangan macan buas, Groanin berjalan menaiki lantai pertama, lalu menuju
ke Ruang 65.

Di Ruang Mumi, dia berjalan berkeliling dengan

acuh tak acuh, seperti wisatawan lain. Sebelum ber lutut, sambil berpura-pura
mengikat tali sepatu, dia meletakkan botol Coke di bawah kotak pajangan yang
berisi mumi tanpa nama, lalu mengetuk botol itu tiga kali.

Di dalam botol, ketukan Groanin terdengar seperti suara gong besar yang
dipukul kuatkuat. Nimrod dan si kembar melihat arloji. Jam lima kurang
seperempat, danmalam masih akan tiba beberapa jam lagi. “Kalian sudah berada
di posisi, tepat di tempat yang kalian perintahkan padaku,” katanya. “Aku pergi.”

“Terima kasih, Groanin,” ujar Nimrod. “Sampai ketemu besok.”

“Ada yang mau minum teh sore?” tanya Nimrod sambil memunculkan meja
penuh teh dan hidangan lain di tengah-tengah mereka. Di atas taplak meja damas
putih yang kaku, terdapat sandwich, scone, kue, selai, beragam teh, dan Coca-
Cola untuk si kembar.

“Aku tidak lapar,” John mengakui.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Teh tidak ada hubungannya dengan rasa lapar,” sahut Nimrod. “Untuk orang
Inggris, itu seperti waktu kanonis - waktu untuk berdoa. Dan ini hampir sama
dengan ritual penting seperti upacara minum teh di Jepang. Kecuali untuk satu
hal. Dengan teh, di Jepang, ada peng akuan bahwa setiap pertemuan manusia
merupakan satusatunya kesempatan yang takkan terulang lagi. Jadi, segala
sesuatu yang berkenaan dengan teh harus dinikmati lantaran manfaat apakah
yang bisa diberikan teh itu kepada

orang yang memi numnya.”

“Aku juga tidak lapar,” timpal Philippa. Dia berusaha membaca buku pemberian
Groanin: New Oxford Book of English Verse.

Nimrod mengeluarkan suara menggerutu seolah sangat tidak menyetujui


kurangnya minat John dan Philippa untuk minum teh. “Berarti lebih banyak the
untukku,” katanya, dengan rakus menumpuki piringnya dengan beberapa
sandwich mentimun.

“Aku tidak tahu bagaimana kau bisa makan,” ujar Philippa.

“Mudah saja,” sahut Nimrod. “Aku hanya mele takkan makanan ke dalam mulut,
lalu mengunyahnya sebentar, sampai aku siap menelannya.” Dia mengedar kan
pandangan sekilas ke seputar dinding kaca warna kehijauan. “Tentu saja ini
bukan tempat yang biasa kutempati. Botol Coke, maksudku. Biasanya aku
bepergian dalam botol yang lebih menarik, botol yang terbuat dari kaca Venesia
yang kulengkapi dengan perabotan indah. Ada gimnasium, bioskop kecil, sudah
pasti dapur, dan ranjang yang cukup me mukau. Aku menyebutnya Istana Grotti.
Lelucon kecil. Kurasa kalian takkan memahaminya, tapi kenyataannya me mang
begitu. Ingatkan aku untuk menunjukkannya kepada kalian suatu hari nanti.”

John membuka sebotol Coca-Cola dan memi numnya sebelum menyadari betapa
aneh rasanya minum Coke di dalam botol Coke. “Berani taruhan, ini tidak
pernah dilakukan sebelumnya,” katanya dalam hati.

“Aku tak tahu bagaimana kau bisa begitu te nang,“ucap Philippa kepada
Nimrod. “Kita berencana merampok British Museum dan kau bicara soal teh.
Apakah yang akan kita lakukan tidak membuatmu agak gugup?”

“Oh, Anakku, komentar itu terlalu keras, kan?” protes Nimrod. “Kita bukan
benarbenar penjahat.”

“Aku merasa seperti penjahat,” kata Philippa.

“Menurutku, itu karena kau bersikeras untuk terlihat seperti penjahat,” sahut
Nimrod sambil me nuang the lagi untuk dirinya sendiri. “Wajah yang
dihitamkan, sweater kerah-gulung, sarung tangan kulit, sepatu kets? Kalau
berpakaian seperti itu, aku yang minta polisi menangkapku. Kalian kelihatan
benarbenar payah.” Nimrod mengeluarkan kotak obat dari saku celananya. “Ini
pil arang. Minumlah.”

Waktu berlalu dengan cepat. Sebelum mereka menyadari sudah jam sembilan,
Nimrod mengingatkan tentang ke untungan dari perubahan wujud yang
berlawanan dengan arah jarum jam di belahan bumi utara. Dia mengatakan kalau
sekarang sudah aman untuk mengubah wujud kembali dari botol Coke ke Ruang
65. “Kurasapetugas kebersihan sudah pergi sekarang,” katanya. “Itu kalau
mereka datang. Keadaan di BM tidak seperti dulu lagi.”

“Bagaimana dengan kamera keamanan?” tanya John.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

Nimrod merogoh saku dan mengeluarkan sebuah alat elektronik kecil.

“Perangkat kecil yang kurancang sendiri,” jelasnya. “Kunamakan ‘Filter Idiot’.


Alat ini mengganggu sinyal radio dan televisi. Aku memakainya pada
orangorang yang membawa ponsel di kereta api, untuk menghentikan ocehan
mereka. Aku membuatnya untuk mengatasi kecenderunganku yang sebelumnya,
yaitu membuat orangorang seperti itu bisu selama beberapa jam. Tapi alat ini
bekerja dengan baik sekali pada hampir semua sinyal siaran, misalnya CCTV.”
Nimrod menunjuk ke barat. “Philippa, pergilah ke pintu sebelah sana dan awasi
keadaan. Siapa tahu ada yang datang untuk melihat ketidakberesan kameranya.
Itu bukan berarti kalau di sini ada banyak barang berharga yang bisa dicuri.
Pasaran harga dari mayat-mayat berumur lima ribu tahun itu tidaklah besar.”

“Tolong jangan sebut-sebut mereka,” sergah Phi lippa. “Aku sudah cukup takut.”
“John, kau bisa membantuku mengeluarkan per alatan kita.”

Nimrod meletakkan perlengkapannya di satu sisi galeri, di depan kotak pajangan


kaca berisi tongkat-tongkat lambang kekuasaan. Di tengahnya ada kotak kaca
lain berisi bermacammacam sarcophagus. Dan di sisi lain galeri itu, tepatnya di
dalam kotak kaca ketiga, ada lusinan mumi. Tubuh-tubuh mengerut itu
dibungkus perban abu-abu, ditumpuk satu sama lain seperti cerutu yang
diletakkan dalam salah satu kotak milik Nimrod. Ada sesuatu yang lebih
mengerikan yang bisa dirasakan di galeri orang Mesir itu di malam hari.
Bayang-bayang yang sepertinya mengubah posisi mereka. Belum lagi pantulan
bisu pada kotak kaca yang

memainkan trik-trik aneh pada khayalan John maupun Philippa. Mereka harus
melihat barang pajangan itu sebanyak dua kali untuk memeriksa kalau itu
memang sedang tidak bergerak. Tapi bukan hanya karena cahaya atau kurangnya
cahaya yang menggerogoti pikiran si kembar, tapi mereka juga merasa tengah
menodai bendabenda zaman kuno.

Philippa merangkul badannya sendiri. “Tempat ini membuatku merinding,”


katanya.

“Menurutku memang ada sedikit suasana mengerikan di sini,” Nimrod mengakui


sambil mengeluarkan pemantik rokoknya. “Kalian tahu, salah satu sarcophagus
tua ini, yang terbuat dari emas, memiliki reputasi tersendiri.Dia pernah berisi
mumi yang ada di kapal Titanic. Diikuti kutu kannya, tentunya.”

“Ada mumi di kapal Titanic?” tanya John sambil menyerahkan obor las kepada
Nimrod. “Aku tidak pernah tahu.”

“Benar,” kata Nimrod sambil menyalakan obor las. “Mumi Putri Amen-Ra.
Kapal Titanic tenggelam, menyebabkan kematian seribu lima ratus orang. Dan
pada tahun itu, 1912, banyak orang yang melemparkan kesalahan pada mumi
Putri Amen-Ra. Tidak menge jutkan sebenarnya, mengingat jumlah orang yang
telah menemui kematian aneh melalui pertemuan mereka dengan Putri Amen-
Ra. Tampaknya, sebelum mumi itu dibeli oleh kolektor dari Amerika dan
meninggalkan ruangan ini, para penjaga malam dan petugas kebersihan tidak
berani mendekati sarcophagus-nya. Mereka bahkan mengaku bisa

mendengar suara pukulan dan tangisan dari dalam petinya.” Nimrod tertawa
mengejek. “Tentu saja itu cuma cerita. Dan aku takkan mencemaskan soal putri
itu. Seperti yang tadi kukatakan, muminya ada di dasar Lautan Atlantik bersama
penumpang Titanic lain yang tidak sempat keluar dari kapal. Jadi dia takkan
mengganggu kita.”

“Itu sangat melegakan,” ujar Philippa.

“Dulu, sudah pasti ada lebih banyak mumi di dalam sini,” kata Nimrod.
“Beberapa yang dipajang sekarang, hanyalah sebagian kecil dari lusinan mumi
yang dimiliki BM. Setahuku, banyak di antaranya yang disimpan dalam lemari
besi di bawah tanah. Disembunyikan agar tidak mengganggu orang. Aku sendiri
tidak bisa mengerti mengapa murni-murni itu akan mengganggu. Bagaimanapun
juga, kalau kita sudah mati, ya mati saja.” Nimrod tertawa. “Bukan berarti hanya
mumi manusia yang mereka miliki di sana, aku rasa mereka juga memiliki
beberapa mumi binatang.” Dia menggelengkan kepala. “Aku heran, mengapa
pendukung hak-hak untuk binatang belum mengajukan keberatannya tentang hal
itu?”

John melihat lagi ke arah benda itu ketika Nim rod menyentuh kaca plastik
dengan api biru dari obor las di depan tongkat Sekhem. Benar saja. Di sana ada
kucing, babon, anjing, buaya, elang, dan ular kobra yang diawetkan. Bahkan ada
mumi belut. John menggelengkan kepala dengan tidak sabar. “Me ngapa ada
orang yang ingin membuat mumi belut?” gerutunya sambil berusaha
menyingkirkan kematian dan mumi dari benaknya, meskipun tidak

berhasil. Dengan teror mumi, bau plastik yang terbakar, dan percakapan Nimrod
yang membuat bulu kuduknya berdiri, dia mulai merasa agak mual.

“Tentu saja, apa yang diyakini orang Mesir ten tang kebangkitan dari kematian,
semuanya mereka dapatkan dari kita, para Jin. Bukan berarti semua itu
mengandung kebenaran, bahkan juga bagi kita, para Jin,” kata Nimrod.

Tapi John hampir tidak menyimak omongan pamannya, karena sepertinya dia
melihat salah satu mumi itu bergerak. Ataukah dia berkhayal? Satu atau dua
detik berlalu, dan dia berkata dalam hati, pastinya dia tengah berkhayal lantaran
asap plastik yang terbakar sudah membuat kepalanya pusing. Dan dia berkata,
mumi yang berumur lima ribu tahun itu tidak akan bergerak kecuali di dalam fi
Im horor kuno yang menyeramkan. Dia berkata dalam hati, kini dia berada di
London, pada abad ke-21. Mustahil ada mayat yang bisa hidup kembali. Para
penjaga malam yang dibicarakan Nimrod, pasti keliru. Mustahil Putri Amen-Ra
hidup selama lima ribu tahun.

Dia menggigit bibir berusaha mengendalikan getaran yang memengaruhi


rahangnya. Aneh juga. Seolah tubuhnya sudah mengenali sesuatu yang me nolak
untuk diakui oleh otaknya. Dan kemudian, sesuatu di dalam kotak pajangan itu
bergerak lagi. John mengerjap, menggosok matanya. Setelah melihat sekali lagi,
dia pun menyadari kalau bukan mumi yang bergerak, tapi sesuatu dari dalam
mumi yang berwujud seperti manusia. Tapi entah bagaimana dia bisa menembus
pandangan, seolah tidak benarbenar berada di sana. Sejenak, dia mengira itu
pantulan obor las pada kaca di depan kotak mumi. Tapi dia menyadari kalau
Nimrod sudah mematikan obor las, dan sekarang sedang memeriksa lubang pada
kotak pajangan yang menjadi tempat penyimpanan tongkat-tongkat lambang
kekuasaan. John tidak menyadari apa yang terjadi dalam salah satu kotak kaca
lain di belakangnya.

Wujud itu berdiri dari mumi horizontal dan melangkah keluar dari kotak kaca.
Lebih tinggi dari pada yang diperkirakan oleh John. Dan cukup jelas bagi
hidungnya sekarang, seolah pancaran itu membawa serta bau busuk dari makam
kuno. Seperti bau buku tua yang jadi lembab dan berlumut. Mungkin juga itu
adalah bau dari sesuatu yang lebih buruk.

“Paman Nimrod, apakah menurutmu hantu itu ada?” begitu John berkata lebih
keras. Dia nyaris tak berani mengalihkan tatapan dari sosok tinggi hampir
terlihat transparan di dalam kotak itu. Tapi John tetap tak berani me natap
wajahnya. Pertama kali melihatnya saja sudah terlalu banyak.

“Oh, ya. Hantu memang ada.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Kalau begitu, kurasa, sebaiknya kau lihat ini.”


23
Saat bersemangat mengawasi tangga sebelah barat di dekat pintu Ruang Mumi,
Philippa tidak memerhati kanapa yang terjadi di belakangnya, di dalam Ruang
65. Saat mendengar bunyi obor las dimatikan, dia menganggap bahwa pekerjaan
itu hampir selesai. Dia lalu memanggil Nimrod untuk menanyakan laporan
perkembangan, tapi ternyata tak ada jawaban. Dan saat Philippa berbalik untuk
kembali, dia mendapati jalan ke Ruang Mumi tertutup garis berbentuk kebiruan -
mencorong dari babon jantan besar dan buas yang menghampirinya dengan
merangkak.

“Wow,” dia menelan ludah. “Apa itu?”

Philippa belum pernah melihat hantu, apalagi hantu babon. Tapi dia tetap
menegakkan kepala dan tidak, seperti niat awalnya, menjerit ketakutan. Dia tak
ingin menarik perhatian petugas keamanan. Maka mereka saling mengitari
dengan hati-hati selama beberapa saat sebelum hantu babon itu meraung
nyaring, dan memamerkan taring-taringnya dengan agresif. Babon itu mulai
bergerak ke arah Philippa. Philippa berusaha mengendalikan rasa takutnya dan
mundur ke dalam Ruang 65. Tapi babon itu tetap diam di tempat, seolah menjaga
pintu.

“Nimrod,” panggil Philippa. “Ada hantu di sini.

KEMBALINYA AKHENATEN

Setidaknya menurutku itu hantu. Aku rasa Hantu ba bon.”

“Ya,” kata Nimrod dengan suara lirih dan tenang, seolah tak terkejut
mendengarnya. “Itu pasti chae ropithecus. Salah satu hantu mumi di sini, aku
rasa. Cobalah tetap tenang, Sayangku.”

“Gampang saja kau bicara,” sergah Philippa.

Babon itu ditemani oleh buaya yang kelihatan seperti hantu juga. Juga ada ular
kobra.

“Sekarang semakin banyak,” ratap Philippa. “Buaya dan kobra, dan mereka
kelihatan tidak bersahabat. Coba lihat ke sini.”

“Sepertinya aku tidak bisa, Philippa,” sahut Nim rod tenang. “Begini, di sini juga
ada hantu.”

Philippa mundur menjauh dari hantu-hantu binatang itu, mengitari kotak kaca,
lalu menoleh ke belakang untuk melihat Nimrod dan John yang sedang berdiri
mematung. Mereka seolah membeku di lantai Ruang 65. Pada tatapan pertama,
dia mengira mereka sedang memandang patung batu biru yang memantulkan
cahaya, tapi ketika sosok itu bergerak, dia menyadari dengan perasaan ngeri
kalau sosok itu hampir transparan, dan terbuat dari bahan tak berwujud, sama
seperti hewanhewan itu. Di saat yang sama, dia terkesiap dan rambutnya se
pertinya berdiri tegak begitu dia mengenali sosok hantu itu. Sosok itu berwajah
panjang dan bengis, mata berbentuk buah badam, bibir tebal, rahang melorot,
perut gendut jelek, dan paha raksasa.

Ini hantu raja Mesir. Inilah hantu Firaun nye-leneh, Akhenaten. John gemetar.
Mungkin karena

hantu, Akhenaten tampak lebih menakutkan ketimbang Iblis.

“Mundur ke belakangku, John,” perintah Nimrod. “Kau juga, Philippa.” Si


kembar mematuhi tanpa ragu-ragu. “Tak perlu cemas, tapi jangan lakukan apa
pun kecuali bila aku suruh.” Setelah si kembar berada di belakangnya, Nimrod
menegakkan punggung dan menatap dingin ke wajah hantu raja itu.

“Bagaimana kau bisa berada di sini?” tanya Nimrod kepada hantu itu.

Suara hantu yang menjawab itu awalnya seperti erangan sekarat yang berupa
bisikan, seperti batu lembek yang diremukkan menjadi abu di atas lantai kayu.
Tapi lambatlaun semakin mengancam saat ter dengar lebih keras.

“Kau yang membawaku ke sini, Jin,” jawab hantu Akhenaten. “Kekuatan Jinmu
yang memanggilku dan para Jinku. Selama hampir dua abad aku berbaring di
sini, di tempat yang tidak suci ini, dengan nama dan semua hartaku dirampas,
tanpa nama seperti pasir di gurun. Tapi suatu hari aku tahu bahwa Jin, seperti
dirimu, akan datang kemari untuk mencari itu.”

Hantu Akhenaten menunjuk ke seberang galeri, ke arah tongkat lambang


kekuasaan Sekhem yang masih berdiri dalam kotak pajangan yang telah
dilubangi dan dibakar oleh Nimrod.

“Tongkat kerajaanku dan kekuatan tersembunyi yang disimpannya.” Bibir


gemuk tebal itu terpisah untuk memperlihatkan senyum mengerikan. “Dan saat
kau melakukannya, kugunakan kekuatan Jinmu

sendiri untuk melawanmu, untuk kembali.“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Selama ini kau berada di sini, dan tak ada yang tahu siapa dirimu?” tanya
Nimrod yang mulai mundur men jauhkan dirinya dan si kembar dari babon dan
buaya yang mendekat.

“Benar,” jawab si hantu. “Saat kau memantrai dirimu sendiri untuk keluar dari
botol itu, kau berada tepat di bawah tubuh Akhenaten yang diawetkan. Dan
kekuatan Jin-mu lebih dari cukup untuk membantu mengembalikan rohku dari
keabadian. Aku dan bebe rapa makhlukku.”

“Tapi bagaimana kau bisa kembali?” tanya Nim rod. “Jin tidak menjadi hantu.
Kecuali…,” Nimrod berhenti, “….kecuali roh Jin-lah yang merasuki hantu
manusia Akhenaten.”

“Akhirnya kau mengerti,” ujar hantu Akhenaten.

“Aku mulai paham,” ujar Nimrod. “Bukan Putri Amen-Ra yang membuat para
penjaga malam itu ketakutan. Tapi kau. Tapi kejadian itu tahun 1910. Mengapa
diam saja selama bertahun-tahun ini?”

“Ada yang memanggil hantu di sini. Pada tahun 1910. Satu Jin lain datang ke
sini secara diam-diam.”

“Tentu saja. Harry Houdini.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres dan berhenti sebelum aku sempat
muncul. Tapi kau membawa dua Jin lain. Lebih dari cukup untuk mewujudkan
kembali diriku.”

“Well, ini mengagumkan,” komentar Nimrod. “Dan aku minta maaf melakukan
itu kepadamu setelah bertahun-tahun. Tapi sekarang sudah waktunya kau pergi.”
Nimrod mengibaskan tangan di udara
dan kemudian mengucapkan kata fokusnya, lebih keras daripada yang pernah
didengar si kembar. “QWERTYUIOP!”

Akhenaten tertawa. “Setelah lima ribu tahun, butuh lebih dari satu Jin untuk
mengikatku, Marid,” desis hantu itu. “Dan ada lebih banyak cara, cara kuno,
untuk mengikat Jin lebih daripada yang pernah diimpikan dalam fi Isafatmu.”
Akhenaten melirik ke bawah pada hantu babon itu. “Babi!” geramnya.

Nimrod berteriak kesakitan saat tibatiba babon itu melompat ke depan dan
menancapkan taringnya ke kaki Nimrod. Nimrod berteriak lagi saat babon itu
mengikutinya melintasi ruangan dan menggigit kakinya lagi. Dalam sekejap,
berdasarkan perintah, babon itu kembali ke sebelah tuannya yang jahat, darah
Nimrod menetes dari taring-taringnya yang tajam ke atas sehe lai kain berhias
huruf hieroglyphic yang digenggam Akhena ten.

“Sekarang yang kubutuhkan hanyalah nama kunomu.” Hantu Akhenaten


tersenyum. “Nama Gemetrianmu, sebutannya bagi zaman sekarang.”

Nimrod bergerak sempoyongan ke arah pintu dan menjauh dari si kembar,


kemudian berteriak, “John, Philippa, lari!”

Tapi sebelum mereka bisa bergerak, Akhenaten telah mencengkeram. “Katakan


nama kuno mu, atau akan kusuruh Babi merobekrobek kerongkongan mereka,”
sergah Akhenaten.

“Jangan beritahu dia, Paman,” teriak Philippa yang membuat babon itu meraung
marah kepadanya.

Nimrod tidak ragu-ragu dan memberitahu Akhenaten nama rahasianya.

Akhenaten tersenyum dan melepas kedua anak itu, lalu dia mengambil canopic
dari tumpuan, kemudian melepas tutupnya yang berbentuk kepala babon
sebelum mengempitnya di bawah ketiak.

“Lari, Anakanak, lari!” perintah Nimrod yang diserang buaya dan ular. Dia
berjuang untuk men jauhkan Akhenaten dari si kembar. “Kalian tidak takkan
kuat melawannya.”

Hantu Akhenaten menatap buas ke arah John dan Philippa. “Aku akan berurusan
dengan kalian, setelah se lesai memasukkannya ke dalam botol,” dia berkata dan
berjalan, tanpa ragu, mengejar Nimrod.

Si kembar berpandangan dengan putus asa.

“Apa yang harus kita lakukan?” tanya John. “Kita tidak bisa meninggalkannya.”

Di ambang pintu, Nimrod menjerit kesakitan karena hantu babon menggigitnya


untuk ketiga kali. Dia memandang berkeliling untuk melihat hantu Akhenaten
yang menuju ke arahnya sambil memegang canopic yang terbuka dengan penuh
arti. Nimrod beru saha mela wan, tapi dia tahu kalau itu hanya sia-sia. Jin jahat
yang menghidupkan hantu manusia saja sudah cukup menge rikan, tapi
Akhenaten sepertinya memiliki kekuatan beberapa Jin. Ribuan tahun di dalam
makam tidak membuatnya lemah. Tibatiba apa yang disadari Nimrod dengan
penuh kepedihan, hanyalah mengatakan kalau dia sedang berurusan dengan
sesuatu yang

jauh lebih kuat daripada Akhe naten sendiri. Akhenaten dan anggota suku Ifrit
yang dulu mengendalikan Akhenaten, pasti juga telah mati di saat yang sama,
karena roh mereka kini menyatu.

Akhenaten meletakkan canopic itu di sebelah kepala Nimrod. “Kau akan


menjadi budakku,” katanya. “Untuk selamanya.”

“Lari,” teriak Nimrod untuk terakhir kalinya kepada si kembar. Teriakan yang
menjadi jeritan tertahan saat rahang hantu babon itu mencengkeram lengan
atasnya.

Tapi, tetap saja, John dan Philippa bertahan di Ru ang Mumi, takut bila tetap di
situ, tapi juga takut meninggalkan Nimrod menemui nasib buruk.

“Bukankah Akhenaten mengatakan butuh lebih dari satu Jin untuk


mengikatnya?” ujar John. Setelah mengulurkan tangan lewat lubang kaca plastik
yang telah dilelehkan Nimrod, John mengambil tongkat lambing kekuasaan
Sekhem, memutarnya sesuai pan jangnya, lalu menariknya. “Nah, ada tujuh
puluh Jin dalam tongkat lambang kekuasaan ini. Pasti itu lebih dari cukup untuk
mengalahkan Akhenaten.”

“Tapi bagaimana kita tahu mereka akan menolong kita?” tanya Philippa.
“Mereka semua adalah Jin yang dulu nya menuruti perintah Akhenaten.”
“Jin harus menepati janji yang dia buat karena dibebaskan,” kata John. “Itu
aturannya.” Di bawah sorot sinar dari senter Philippa, dia mulai memeriksa
bagian atas tongkat yang lebih tebal itu dengan sangat hati-hati. “Tapi bagaimana
cara kita membukanya?”

Suara dari dalam tongkat sekhem itu menjawab pertanyaannya. John nyaris men
jatuhkan benda kuno itu ke lantai. “Kau harus menghidupkan ketu-juhpuluh
nya,” kata suara tersebut. “Cari tulisannya. Biarkan tulisan itu yang
membantumu.”

“Aku sedang cari!” teriak John. “Tapi aku tidak mengerti bagaimana tulisan itu
bisa membantu.”

“Maksudnya hieroglyphic itu,” seru Philippa. “Lihat, yang melingkar itu disebut
cartouche, dan hanya berisi satu simbol: ankh, yaitu tanda kehidupan. Dan aku
rasa masing-masing simbol yang kelihatan seperti huruf N di bawah cartouche
itu adalah angka sepuluh.”

“Kau benar,” kata John. “Ada tujuh N. Tujuh kali sepuluh sama dengan tujuh
puluh. Itu pasti jawabannya. Tapi bagaimana kita membawa tujuh simbol itu ke
ankh?”

Jari-jari John mulai menekan huruf hieroglyphic itu. Tibatiba, dia merasakan
salah satu huruf N, yang artinya sepuluh, bergeser. “Ini seperti teka-teki,”
katanya. “Hieroglyphic ini bergerak memutar.” Dia menekan salah satu angka
sepuluh itu ke atas, ke dalam cartouche di sebelah ankh. “Berhasil!” teriaknya.

“Tunggu,” kata Philippa. “Kita belum mendapat janji dari Jin di dalam tongkat
ini.”

Dengan berbicara kepada suara di dalam tongkat itu, John berkata. “Dengar, aku
akan membebaskan kalian semua kalau kalian berjanji untuk menghancurkan
Akhenaten dan bekerja hanya untuk Kebaikan.“TXT BY OTOY
http://ottoys.wordpress.com

Tanpa ragu-ragu suara itu menjawab, “Selama tiga ribu tahun kami menunggu
kedatanganmu, Jin Muda. Kami menunggu perintahmu.”

Jari-jari John sudah menggeser tujuh angka sepuluh itu ke dalam cartouche yang
berisi ankh kehidupan. Seketika itu juga, dia merasa sesuatu terjadi. “Kurasa
berhasil,” katanya. John melepas tongkat itu.

Tongkat lambang kekuasaan itu tetap berdiri tanpa dipegang, dan selama
beberapa saat, tetap ter diam seperti gelagah yang kaku. Kemudian, seperti
bunga besar berwarna keemasan, bagian atas tongkat itu membuka. Awan asap
kehijauan yang lembab mulai menyeruak keluar. Jauh lebih banyak asap
dibanding saat Nimrod dan si kembar keluar dari botol Coke. John berpikir bau
asap itu seperti lumut, dan Philippa berpendapat baunya seperti bagian dalam
makam Akhenaten di Mesir. Asap yang berumur tiga ribu tahun itu dengan cepat
memenuhi ruangan, mengaktifkan alarm asap, dan dengan cepat menjadi begitu
tebal, sehingga si kembar nyaris tidak bisa saling melihat. John menyambar
tangan adiknya.

Setelah itu, Ruang 65 mendadak bersih dari asap. Galeri itu tampak dipenuhi Jin
yang terbebas dari dalam tongkat lambang kekuasaan Sekhem. Lusinan pria
kecil, berkepala botak, bermata sayu mengenakan jubah putih pendeta Mesir,
yang kelihatan persis seperti gambar relief dinding di makam Akhenaten.
Masing-masing pria itu saling memegang

tangan yang penuh cincin, mem bungkuk hormat, dan mengucap kan
penghormatan kepada John dan Phi lippa sebelum bergabung dalam lingkaran
mengelilingi Akhenaten dan hantu-hantu binatangnya. Sambil mengulangi kata
dalam bahasa yang tidak dikenal si kembar, ketujuh puluh Jin itu bersama-sama
mengucapkan mantra untuk mengalahkan Akhe naten.

“Hentikan!” teriak hantu Akhenaten. “Kuperin tahkan kalian!”

Tapi mantra Jin itu terus berlanjut, kini menjadi lebih keras. Suara yang
mengerikan, yang tidak dipa hami si kembar, jelas terdengar sebagai raungan
histeris hantu babon dan makian Akhenaten. Tampaknya suatu kekuatan besar
sedang dilibatkan. Pada saat inilah angin mengerikan berhembus masuk, tepat
menuju ke tengah lingkaran, seolah akan menggulung Akhenaten dan
membawanya ke suatu tempat tanpa nama nun jauh di sana. Hantu buaya me
raung, dan hantu babon menyalak histeris, sementara mantra dan angin itu
sepertinya bergabung dalam satu kekuatan dashyat.

“Tidak,” jerit hantu Akhenaten. “Tidak!”

Jeritan sedih yang menyayat hati membuat Phi lippa nyaris merasa iba
kepadanya.
Saat akhirnya angin berhenti bertiup, Akhenaten dan pasukannya telah
dibungkam. Si kembar pun menerobos ke arah pintu di mana mereka terakhir
kali melihat Nimrod. Mereka berharap dapat mene mukannya dalam keadaan
selamat. Jin-jin tersebut membungkuk lagi saat si kembar lewat di

tengah-tengah mereka.

“Nimrod,” panggil John. “Kau baik-baik saja? Di mana kau?”

Canopic yang terbuat dari kapur dengan tutup kepala babon tergeletak di lantai,
di kaki salah satu pendeta Jin yang tampaknya adalah pemimpin. Dia memungut
wadah itu, menyentuhnya dengan dahi dan, sambil membungkuk dalam-dalam,
menyerahkan canopic itu pada John, dengan satu kata. “Akhenaten,” ucapnya.

“Dia di dalam sini?“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Pendeta Jin itu mengangguk.

Philippa memandang berkeliling ruangan. “Tapi di mana Nimrod? Di mana


teman kami?”

Sejenak, tatapan pendeta Jin itu jatuh pada canopic itu.

“Kau tak bermaksud mengatakan kalau dia juga berada di dalam sini, kan?”
tanya Philippa.

Pendeta Jin itu mengangguk lagi.

John mengambil canopic itu dan bergerak untuk membuka tutupnya, tapi
pendeta Jin itu menahan tangan John, dan menggelengkan kepala. “Akhenaten,”
katanya. “Akhenaten.”

“Dia benar,” kata Philippa. “Kita tak bisa membebaskan Nimrod tanpa
membebaskan Akhenaten.”

John mengangkat canopic itu ke atas kepala dan berteriak. “Nimrod? Kau bisa
mendengar kami? Apa kah kau baik-baik saja?”

Suatu suara, sangat lemah, karena canopic itu sangat tebal, menjawab seolah dari
kejauhan. Tapi John maupun Philippa bisa mendengar apa yang
dikatakan.

“Apa yang akan kita lakukan?” tanya John. Mereka mendengar teriakan petugas
keamanan yang menaiki tangga sebelah barat.

“Kita tak bisa meninggalkan canopic itu di sini begitu saja,” kata Philippa.
“Orang lain bisa saja membuka dan mengeluarkan Akhenaten tanpa sengaja.”

“Benar juga,” kata John.

Para pendeta Jin itu mulai duduk di lantai Ruang 6Sseolah menunggu ditangkap.

“Ayo,” kata John. “Aku punya ide.” Dia menyambar ‘idiot fi iter’ dan mulai
berjalan ke arah yang berlawanan dengan tangga sebelah barat. “Jangan buang-
buang waktu.”

Benar. Sudah ada petugas keamanan yang menaiki tangga berlapis mosaik itu,
dan mereka terkejut karena menemukan apa yang terlihat seperti tujuh puluh pria
ber kostum Mesir kuno.

“Astaga,” kata seorang petugas. “Dari mana mereka datang?”

“Mau apa kau, Mustapha?” tanya petugas kedua. “Apakah ini demonstrasi? Atau
pertunjukan seni?”

“Telepon polisi,” perintah petugas ketiga. “Telepon Kantor Pusat. Telepon


Imigrasi. Menurutku orangorang ini berasal dari luar kota.”

“Mungkin ini kelompok kilat,” komentar yang lain. “Aku pernah baca yang
seperti ini di koran.”

Dengan begitu banyak orang berkepala botak yang memblokir pintu Ruang 65,
para petugas tidak

me merhatikan si kembar yang lari keluar Ruang Mumi ke arah ruang tempat
koleksi benda Yunani dan Romawi.

John mendahului Philippa. Dia masuk ke dalam ruangan di mana terdapat


beberapa vas kecil dari zaman Romawi dan Etruria. Malam itu hangat, lumayan
lembab di British Museum dan, berkat kedekatannya dengan saudara
kembarnya, John merasa kekuatan Jinnya tidak ter pengaruh oleh iklim Inggris.
Selama beberapa saat dia berkonsentrasi penuh ke arah kaca, lalu berkata,
“ABECEDARIAN!”

Sebuah pintu yang tampak mewah, muncul pada kotak pajangan. Setelah
membukanya, John mulai mengatur ulang berbagai pajangannya.

“Apa yang kau lakukan?“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Kau akan tahu. Kemarikan canopic itu.”

Philippa menyerahkannya, dan John menempat kannya dengan sangat hati-hati


di bagian belakang pajangan, di atas penopang kayu yang telah dia bersihkan
dan berlabel: Vas Apuiian.

“Mereka takkan tahu bedanya,” John berpendapat. Dia menurunkan vas Apuiian
yang asli ke sisi seberang kotak pajangan itu, lalu menutup pintu.

“Apa tidak lebih baik kalau kau letakkan canopic di salah satu galeri Mesir?”
Philippa mengajukan keberatannya.

“Mungkin,” kata John. “Tapi galeri-galeri Mesir itu mungkin sudah dipenuhi
petugas sekarang. Dan lebih penting lagi, mereka mungkin perlu waktu berhari-
hari untuk memeriksa semua pajangan untuk

mengetahui apa yang telah dicuri. Mungkin mereka akan menutup galeri itu
untuk sementara waktu. Sedangkan ruangan ini tampaknya tak terganggu.”

“Benar juga,” timpal Philippa. “Tapi di mana kita akan bersembunyi?”

“Aku sudah pikirkan itu,” ucap John sambil menunjuk ke vas biru metalik yang
menempati kotak kaca sendirian. Dia sudah memakai kekuatan Jin untuk
menciptakan lubang kecil di bagian atas kotak. Melalui lubang itulah mereka
akan mengubah wujud.

“Tapi kita belum pernah melakukan perubahan wujud,” ujar Philippa. “Tidak
sendirian. Dan tentu saja tidak di iklim yang dingin.”

“Kita tidak punya pilihan,” desak John. “Atau kita akan ditangkap petugas. Dan
kalau kita tertangkap, kita mungkin akan dipulangkan, dan Nimrod akan terjebak
di sini selama berabad-abad. Lagi pula vas itu cantik. Mungkin kau tidak
perhatikan, malam ini panas. Menurutku kita bisa melakukan ini.” John meraih
tangan Philippa. “Kita masukkan tubuh kita ke dalam vas ini. Besok, setelah
keributan reda dan keadaan aman, kita akan keluar, mengambil canopic berisi
Nimrod, dan segera pulang.”

“Mengapa kita tidak pulang sekarang saja?” Tanya Philippa.

“Karena dengan hantu Akhenaten di dalamnya, kita tidak bisa mengambil risiko
memakai kekuatan Jin pada canopic itu,” jelas John. “Kita harus tunggu sampai
museum buka kembali besok pagi jam sepuluh, lalu berusaha
menyelundupkannya keluar

melewati pintu utama dalam ranselku.”

Philippa mengangguk setuju karena dia tidak punya rencana lain. Berdiri di
depan vas itu, mereka berpegangan tangan dan berusaha menyiapkan diri.
Philippa mulai berkonsentrasi pada vas yang akan mereka masuki.

“Ini Vas Portland,” katanya. “Dibuat sekitar awal milenium pertama. Vas ini
dihancurkan menjadi lebih dari dua ratus keping oleh seorang pemuda Irlandia
pada tahun 1845. Tapi di zaman sekarang, ini dikenal sebagai subjek dari puisi
terkenal karya John Keats yang berjudul Ode on a Grecian Urn’. Itu ada dalam
buku puisiku,” katanya sambil mengangguk ke belakang, tepatnya ke arah ran
selnya. “Buku yang diberikan Mister Groanin.”

“Kau sudah selesai?” tanya John tidak sabar. Di luar ruangan, dia bisa dengar
anjing polisi menggong gong.

“Ya,” jawab Philippa. “Aku hanya berusaha ber konsentrasi pada vas itu, itu
saja.” “Pada hitungan ketiga?” “Pada hitungan ketiga.”

“Tidak, tunggu. Kita harus ingat untuk masuk berlawanan dengan arah jarum
jam.” John memandang Philippa dengan tatapan kosong. “Belahan bumi utara.
Ingat? Ruang, waktu. Untuk membuat waktu di dalam vas terasa lebih cepat.”

John mengangguk. “Pada hitungan ketiga, kalau begitu.”

Philippa balas mengangguk. “Pada hitungan ke tiga.”


“Satu - dua - tiga - ” “FABULONGOSHOO - ” “ABECEDARIAN!”

” - MARVELISHLYWONDERPIPICAL!“TXT BY OTOY
http://ottoys.wordpress.com
24
Bagi John, berada di dalam Vas Portland itu akan jadi malam yang panjang.
Bahkan jadi lebih panjang lagi oleh Philippa. Begitu Philippa sudah duduk
nyaman di kursi merah muda rancangannya sendiri, dia mengeluarkan buku New
Oxford Book of English Verse dari ransel perampoknya, dan mulai membaca.

“Bagaimana kau bisa membaca di saat seperti ini?” tanya John sambil berjalan
mondar-mandir di bagian dalam vas, “apalagi setelah apa yang terjadi pada
Nimrod.”

“Aku berusaha untuk tidak memikirkan apa yang terjadi pada Nimrod,” jawab
Philippa. “Kalau memikirkan dia, aku pasti menangis. Mana yang lebih kau
suka?”

“Kau benar,” John menyetujui, “kalau begitu kau baca sajalah. Perhatian ini
dengan sendirinya bisa kualihkan.”

Philippa membaca keraskeras bait pertama dari puisi karya John Keats yang
terinspirasi oleh Vas Portland:

“Kaulah pengantin ketenangan yang tak terkoyak, Anak angkat kesunyian dan
waktu yang lambat

Hingga sejarawan Sylvan itu dapat menyatakan Kisah yang lebih manis daripada
sajak kami:

Apa yang dihantui legenda daun ber jumbai pada

DALAM VAS PORTLAND

bentukmu.

Tentang dewata atau manusia, atau keduanya,

Di ceiah atau lembah Arcadia? Manusia atau dewa apakah ini? Apa yang dibenci
para perawan?

Pengejaran giia apa ? Perjuangan melarikan diri apa?


Pipa dan tamborin apa? Kesenangan liar apa?”

“Kita pasti tak mengira orang ingin menulis puisi tentang vas tua bodoh itu,”
ungkap John. “John Keats. Pendapatnya tentang vas Yunani kuno mungkin akan
sangat berbeda kalau dia menghabiskan malam di dalamnya.”

“Tidak seharusnya kita bermalam di dalam sini,” ujar Philippa. “Secara tidak
mutlak, paling tidak.” John memandangnya dengan tatapan kosong. “Kita ma
suk berlawanan arah dengan jarum jam, kan?” John mengangguk. “Dengan
begitu kita bisa berasumsi kalau waktu di luar vas ini akan berlalu lebih cepat
daripada waktu di dalamnya.”

“Tentu saja,” sahut John. “Kita hanya harus tinggal di sini selama sepuluh atau
lima belas menit dan hari sudah berganti pagi.” Dia melihat arlojinya. “Tidak
lama lagi kita sudah keluar dari sini.”

“Kuharap kita bertemu Mister Groanin,” ujar Philippa. “Dia pasti khawatir kalau
tidak bisa kembali ke Ruang Mumi untuk mencari botol Coke itu.”

“Tidak secemas itu kalau dia bisa masuk, dan membawa pulang botol tersebut,
kemudian mendapati kita tidak ada di dalamnya.”

Mereka menempelkan telinga di kaca, karena itu adalah bahan pembuat Vas
Portland. Dengan saksama mereka mendengarkan suara dari ruangan di luar,
untuk mencari tahu apakah ada orang di sana.

“Kedengarannya lumayan sepi,” kata John.

“Ssstt, terus dengarkan,” perintah Philippa. “Orang selalu tenang saat di


museum. Kalau ribut, mungkin mereka akan disuruh keluar.”

Satu menit lagi berlalu, mereka masih tak mendengar apa-apa.

“Sepertinya kita harus mengambil risiko,” cetus John. Dia menggenggam tangan
saudaranya. “Siap?”

“Siap.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Tinggi Vas Portland itu hanya seperempat meter. Kaca biru gelap dari badan vas
itu ditutupi beberapa patung manusia yang terbuat dari kaca putih. Patungpatung
manusia mitologi: Poseidon, Aphrodite, dan, mungkin, Paris, prajurit Troya yang
hebat. Patungpatung itulah yang membuat vas terasa memiliki semacam aura
magis, seolah ular yang dipegang Aphro dite mendadak dapat tumbuh besar dan
memakan Cupid yang terbang melayang di atas kepalanya. Kirakira begitulah
yang ada di benak mahasiswa seni saat membuat sketsa untuk tugas kelasnya.

Mulamula dia bertanya-tanya, apakah asap yang membumbung keluar dari vas
itu adalah ilusi optik, atau mungkin mahasiswa itu telah berkhayal lantaran dia
telah begadang beberapa malam untuk menye lesaikan lukisan untuk si pembeli.
Konon Van

Gogh menjadi gila karena terlalu banyak bekerja. Dan mahasiswa seni itu sadar
kalau dia juga akan menjadi gila. Setidaknya mahasiswa itu akan tergolong
menjadi orang yang terkenal.

Mahasiswa itu meletakkan pensil dan buku sketsanya, melepas kacamata, dan
mengosok-gosok matanya. Sementara di saat itu, asap sudah turun ke lantai dan
sama sekali tidak mirip asap, namun lebih mirip ectoplasma - sesuatu yang
diyakini sebagian orang merupakan bahan pembentuk hantu. Secara naluri,
mahasiswa itu mundur beberapa langkah dari sesuatu yang dibayangkannya
adalah tempat vas itu - karena kini asap sudah cukup tebal. Dia baru saja akan
berlari keluar ruangan untuk menyalakan alarm saat asap itu lenyap dengan
kecepatan yang tidak lazim. Dan asap itu berubah menjadi dua orang anak,
berumur sekitar dua belas tahun. Keduanya memakai pakaian serba hitam
dengan wajah yang dihitamkan, seperti dua orang perampok kecil.

“Alihkan perhatiannya, sementara aku pergi ambil canopic,” gumam John.

Philippa tersenyum ramah, setelah memungut buku sketsa mahasiswa itu dan
melihatlihat gambar di dalamnya dengan penuh minat. “Lumayan,” kata Philippa
bersahabat. “Bisa kubayangkan ini agak sulit digambar.”

Mahasiswa itu mengambil buku sketsanya dari Philippa dan menggeleng. “Aku
tidak berbakat. Kalau saja aku berbakat, segalanya akan berbeda. Aku
benarbenar berharap kalau aku berbakat.”

“Oooh, aku merasa agak aneh,” kata Philippa yang duduk di lantai. Tapi dia tahu
perasaan seperti itu. Perasaan yang sama dengan yang apa yang pernah dia
rasakan di New York saat Mrs Trump berharap dapat memenangkan lotere.
“Agak dingin di sini.”
“Kau baik-baik saja?” tanya mahasiswa itu, “mau kuambilkan segelas air?”

“Tidak,” jawab Philippa. “Aku akan baik-baik saja.”

John datang dan membantunya berdiri. Ransel John tampak berat karena beban
canopic itu. Philippa melempar tatapan bertanya kepada John yang kemu dian
menjawab dengan anggukan.

“Aku baik-baik saja,” ujar Philippa tersenyum ramah pada mahasiswa itu.
“Mister…?”

“Finger,” sambung siswa itu. “Namaku Frederick Finger.”

Philippa menyentuh buku sketsanya dan melihat gambar itu lagi, mengenali
kebenaran yang tidak bisa disangkal dari apa yang dikatakan mahasiswa itu.
Gambar itu dibuat oleh seniman yang punya sedikit atau bahkan tidak punya
bakat sama sekali. Tapi keadaan akan berbeda sekarang. Begitu dia meyakininya.

“Kami harus pergi,” katanya. “Dan Mister Finger, kau salah. Kau punya bakat.
Bakat besar. Kau hanya belum me nemukannya. Ikuti nasihatku dan cari lagi
besok. Kurasa kau akan terkejut melihat perbedaan yang dibuat dalam sehari.”

“Ayo,” desis John. “Kita keluar dari sini.”

“Kau mengabulkan permintaannya?” tanya John saat mereka di tangga.

“Katamu aku harus mengalihkan perhatiannya,” kata Philippa. “Jadi itu yang
kulakukan.”

“Agak tolol, menurutku,” kata John. “Mengapa ada orang yang ingin
menggambar vas tua?”

“Dia seniman. Itulah yang dilakukan seniman.”

Beberapa menit kemudian mereka telah berada di luar BM, berdiri di depan kios
majalah, dan mencari taksi. Pada saat itulah mereka melihat tajuk utama koran
The Daily Telegraph: 70 ORANG MESIR MEMBOBOL BRITISH MUSEUM,
dan foto dari beberapa pendeta Jin yang naik ke dalam van polisi. Philippa
membeli suratkabar itu dan membaca beritanya keraskeras.
“Sebanyak tujuh puluh pria yang berpakaian pendeta Mesir kuno, ditahan pada
Selasa malam saat polisi dipanggil ke British Museum menyusul laporan
pembobolan Ruang Mumi galeri Mesir kuno. Tidak diketahui pasti apakah pria-
pria itu - yang berkepala botak, berpakaian pendeta Mesir kuno, dan sedikit
sekali bisa berbahasa Inggris - berkumpul untuk memprotes pameran mayat-
mayat yang diawetkan. Beberapa di antaranya berumur beberapa ribu tahun,
yang dipindahkan dari tempat peristirahatan asli me reka di awal abad terakhir.
Juru bicara British Museum mengonfi rmasikan bahwa beberapa artefak yang
lebih kecil rusak atau hilang. Pengacara untuk para pria itu, yang semua
tampaknya berasal dari Timur Tengah, meskipun sejauh ini tak seorang pun di
antara mereka yang

bisa diidentifi kasi, mengatakan pada Telegraph bahwa mereka akan mencari
suaka politik di Inggris. Pada hari Rabu, Perdana Menteri mengatakan pada
Parlemen bahwa jika terbukti semua pria itu memasuki negara ini secara ilegal,
mereka akan dipulangkan. Beberapa tahun terakhir ini, ada beberapa telepon dari
para pendukung yang mengatakan bahwa mumi di British Museum seharusnya
telah dikuburkan dengan selayaknya. Mrs Deirdre Frickin-Humphrey-Muncaster
yang berasal dari kelompok Mums for Mummies yaitu sebuah kelompok yang
menuntut perubahan, mengatakan bahwa ‘Peristiwa ini menyoroti skandal yang
sudah ada selama beberapa dekade di British Museum. Setiap orang berhak
dikuburkan dengan layak, tak peduli berapa lama mereka sudah mati’.”

“Aku sependapat,” ujar Philippa. “Sudah waktunya kita belajar agak lebih
menghargai kebudayaan lain.”

John mengerang nyaring. “Jangan sebut-sebut soal waktu di depanku,” katanya


sambil merebut koran dari tangan Philippa. “Lihat.” Dia menunjuk halaman
depan koran itu. “Ini koran hari Kamis yang menggambarkan kejadian pada
Selasa malam. Pastinya kita telah berada dalam vas selama sekitar tiga puluh
enam jam!”

“Oh, tidak,” keluh Philippa. “Groanin pasti sangat cemas.”

Mereka memberhentikan taksi dan menuju Kensington, tempat di mana mereka


melihat Groanin dan Mister Rakshasas sedang menunggu dengan

cemas.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Kalian membuat kami sangat cemas,” kata Mister Groanin. “Dengan polisi
berkeliaran di mana-mana, aku tak bisa mendekati galeri Mesir kemarin. Dan
pagipagi sekali tadi, saat ke sana, aku tak menemukan apa-apa. Bahkan di dalam
botol Coke itu.” Groanin mengernyit. “Di mana Nimrod?”

“Ceritanya panjang,” jawab John yang lalu menceritakan apa yang telah terjadi.
Bagaimana Nimrod terjebak di dalam canopic bersama Jin yang merasuki hantu
Akhenaten dan mereka berharap Mister Rakshasas akan tahu apa yang harus
dilakukan selanjutnya. Jin tua itu mendengarkan dengan seksama, memeriksa
canopic yang berisi Nimrod dan hantu Akhenaten, kemudian menggelengkan
kepala dengan sedih.

“Apa pun yang kita lakukan,” kata Mister Rak shasas, “jangan buka tutup
canopic ini, karena Akhena ten akan keluar lagi.” Dia mendesah pasrah.
“Kasihan Nimrod.”

“Tapi Nimrod bisa menyamankan diri di dalam sana, kan?” tanya John.

“Oh, dia tak akan berani banyak memakai ke kuatannya,” jawab Mister
Rakshasas. “Karena takut itu justru akan membantu memperkuat Akhenaten.”

“Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Phi lippa.

“Ini sangat membingungkan, pastinya, sulit mengetahui bagaimana makan telur


tanpa memecahkan cangkangnya. Aku teringat pada Dua Belas Tugas yang
diminta Eurystheus untuk dilakukan

Hercules. Tepatnya, teka-teki Sphinx. Aye, tentu saja, ini per mainan katakata.”

“Kalau itu kami sudah tahu,” ucap John sabar. “Bagaimana kita akan
memecahkannya?”

“Aku tidak tahu,” Mister Rakshasas mengakui. “Sejujur nya, aku belum pernah
menemui masalah seperti ini.”

“Pasti ada caranya,” ujar John. “Hercules melaksanakan dua belas tugas yang
diperintahkan kepadanya, dan Oedipus memecahkan teka-teki Sphinx. Pasti kita
bisa menyelesaikan masalah ini kalau kita semua menyatukan pikiran.”

Mister Rakshasas mengangguk pelan. “Otak muda kalian jauh lebih tajam
daripada otakku,” katanya. “Pipa tua mengeluarkan asap termanis, tapi pipa baru
membakar lebih cepat. Mungkin kalian bisa memikirkan sesuatu. Tapi kuakui
bahwa, setidaknya untuk saat ini, aku tidak bisa.”

Philippa mengetuk-ngetuk pelipis dengan buku jari telunjuk seolah, entah


bagaimana, bisa mengeluarkan ide yang berguna dari bagian otaknya yang
jarang digunakan. Yang sepertinya berhasil.

“Saat kami berada di dalam botol Coke,” akhirnya begitu katanya, karena
pikiran itu membutuhkan beberapa saat untuk mencapai mulutnya, “Ada sesuatu
yang dikatakan Nimrod tentang Iblis. Sesuatu tentang Jin yang memiliki sifat
seperti kadal. Bagaimana darah panas mereka menjadi lambat dalam udara
dingin.”

“Aku ingat,” kata John.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Bagaimana dia memasukkan botol berisi Iblis

kedalam lemari pembeku di Kairo, untuk memperlambat Iblis. Yang kupikirkan,


seandainya kita bawa canopic itu ke tempat yang benarbenar dingin serta
membiarkan Nimrod dan Akhenaten membeku bersamaan. Lalu, saat mereka
melemah, dan udara dingin telah membuat mereka jadi sangat lambat, kita bisa
membuka canopic itu, lalu masuk ke dalamnya untuk mengeluarkan Nimrod.
Akhirnya, canopic itu kita tutup lagi sebelum Akhenaten bisa lolos.”

“Tapi,” bantah Mister Rakshasas, “begitu berada di dalam canopic, kalian juga
akan kedinginan; dan kekuatan kalian pun akan melemah.”

“Kami bisa memakai pakaian antariksa,” ujar John, yang menyukai rencana
Philippa. “Di antariksa, suhunya benarbenar mencapai nol, tapi dalam pakaian
itu kita bisa tetap nyaman dan hangat. Dengan begitu kami bisa masuk ke
canopic dan tetap tidak terpenga ruh oleh udara dingin.”

“Ide yang hebat,” ujar Philippa. “Tapi tempat mana yang cukup dingin?”

“Bagaimana dengan Kutub Utara?” usul John. “Dengan cara itu, kalau
Akhenaten memang berhasil lolos, kemungkinan jatuh korban akan lebih kecil.
Begitu juga kalau dia merusak sesuatu.”

“Aku selalu ingin melihat Kutub Utara,” ujar Philippa.


“Aku juga,” timpal John. “Ayo kita berharap Nimrod bisa bertahan selama yang
kita butuhkan untuk mencapai ke sana.”
25
Bersama Groanin dan lampu yang berisi Mister Rakshasas, si kembar terbang ke
Moskow. Begitu mereka mendarat, seorang petugas pabean Rusia ber wajah
dingin, meminta si kembar membuka ransel dan meminta mereka membuka
canopic berisi Nimrod dan hantu Akhenaten.

“Kacau,” kata Groanin, memalingkan wajah dari pemandangan itu seolah dia
tidak tahan melihatnya.

Philippa menggumamkan kata fokusnya secepat mungkin. Sebenarnya dia tidak


berani menggunakan kekuatan Jin pada canopic, tapi menurutnya mungkin tidak
apa-apa kalau dipakai kepada petugas pabean itu.

“Tolong dibuka,” ulang petugas itu.

Philippa mundur selangkah dan menunjuk ke arah topi lancip petugas itu dengan
perasaan jijik. Sambil mengernyit jengkel, petugas itu melepas topi nya. Dia
mendapati sepertinya ada banyak hal di Bandara Sheremetyevo Moskow. Topi
petugas itu dirayapi kecoak-kecoak besar. Dia berteriak jijik dan menjatuhkan
topi itu ke lantai. Memanfaatkan kesempatan itu, Philippa meng ucapkan kata
fokusnya lagi. Kali ini untuk menciptakan tiruan sempurna dari canopic yang
berisi Nimrod dan hantu Akhenaten. Di saat yang sama, dia masukkan canopic
yang asli ke dalam ranselnya. Ketika petugas itu sudah mene-TEMPAT
TERDINGIN DI BUMI

nangkan diri, dia membuka tutup kepala babon dari canopic yang berukuran
lebih kecil. Pada saat membukanya, terdapat canopic lain di dalam canopic itu,
dan begitu seterusnya, sampai meja petugas itu di penuhi dengan tutup dan
badan lebih dari selusin canopic, seperti boneka Matrushka Rusia. Petugas itu
pun tampak lelah, ditambah lagi ada kecoak lain yang merayap di tengkuknya,
maka dia menyuruh si kembar pergi.

“Ya ampun,” ujar Groanin, saat Philippa sudah menutup ranselnya lagi. “Aku
tadi sempat berpikir permainan ini sudah selesai. Aku bilang, aku kira permainan
ini sudah berakhir. Dan kita semua akan menuju kamp kerja paksa di Siberia.”

“Kau berpikir dengan cepat, Phil,” puji John. “Bagus. Kecoak-kecoak itu sangat
inspiratif. Dari mana kau dapat ide itu?”

“Kecoak?” Philippa menunjuk ke gerai bar kopi di dekat sana di mana beberapa
kecoak berjalan malas melintasi sepotong kue yang tidak dimakan. “Tempat itu
penuh kecoak. Kurasa beberapa kecoak lagi tidak akan tampak aneh bila berada
di topi pria itu.”

Karena beberapa jam menunggu di Bandara Sheremetyevo, ditambah wabah


kecoak tadi, si kembar terlihat tidak bersemangat untuk makan di restoran mana
pun sebelum melakukan penerbangan selanjut nya menuju Norilsk.

Dari Norilsk, yang merupakan salah satu kota terbesar dalam Lingkar Kutub
Utara, mereka terbang ke Khatanga, di Semenanjung Taimyr. Dari

Khatanga, mereka terbang ke utara lagi, menyeberangi Tanjung Chelyuskin,


yaitu tempat paling utara dari Eurasia, ke Pulau Srednij, di mana mereka
bermalam. Srednij merupakan tempat tinggal bagi satu detasemen militer kecil,
beberapa ilmuwan gletser, beberapa anjing laut, dan beruang kutub.
Beruangberuang sangat meng ganggu, kata salah seorang ilmuwan, di malam
hari mereka datang untuk mencuri sampah dan mereka juga sangat berbahaya.

Dari Pulau Srednij, mereka terbang menggunakan helikopter ke Pangkalan Es -


sebuah lapangan terbang di atas es mengapung yang berjarak kurang dari seratus
tiga belas kilometer dari Kutub Utara. Di sini, siang hari berlangsung dua puluh
empat jam dan suhu selalu berada jauh di bawah nol derajat; dan tak ada yang
bisa dilihat kecuali salju di bawah kaki mereka - hanya sedikit berbeda dengan
warna langit yang biru-kelabu - dan tenda-tenda berwarna terang yang akan
menjadi tempat mereka menghabiskan malam kedua di Rusia. Termasuk sebuah
helikopter militer tua dan jelek, yang akan mengangkut mereka ke Kutub Utara
esok hari.

“Aku tidak tahu apa yang kulakukan di sini,” keluh Groanin malam itu, saat
mereka bertiga duduk menggigil di dalam tenda anti-badai, “sungguh, aku tidak
tahu. Bagai zmana aku bisa ikut ke tempat yang jelek ini. Aku takkan pernah
tahu. Inilah tempat terakhir di bumi yang ingin kudatangi. Kupikir Mesir sudah
jelek, tapi ini jauh lebih parah. Tidak mengapa bagi Mister Rakshasas. Aku
yakin

dia nyaman sekali di dalam lampunya. Aku bertaruh dia punya semua yang
nyaman. Tapi aku tidak berkeberatan memberitahu kalian kalau aku sudah
bosan. Usia dan segala keku rangan ini membuatku tidak pantas melakukan perja
lanan di mana aku bisa saja menjadi santapan beruang kutub sialan. Bisa
kudengar suara mereka semalam, mengendus-endus di sekeliling bak sampah di
luar. Aku tidak tidur sekejap pun. Kubilang, aku tidak tidur sekejap pun.”

Philippa memberi Groanin secangkir kopi panas dengan harapan itu bisa
membuatnya berhenti menggerutu.

“Dengar ya, kalian berdua,” katanya sambil menarik janggut yang dia pelihara
sejak tiba di Rusia. “Untuk apa kalian pergi jauh-jauh ke Kutub Utara?
Menurutku, tempat kita sekarang ini sudah cukup dingin untuk tujuan kalian.
Takkan lebih dingin lagi di sana daripada di sini. Bahkan Kutub Utara saja bukan
tempat yang tepat. Tempat itu cuma sekadar bacaan kompas di peta, atau
semacam navigasi satelit. Bukan berarti kalian bisa meng ambil gambar atau apa
saja. Kuberitahu, kalau aku punya tiga permintaan…”

“Jangan,” kata John. “Jangan.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Tapi dia benar juga,” ucap Philippa.

“Tentu saja aku benar. Begini, mengapa tidak kalian buka saja canopic itu di sini
nanti malam? Pada tengah malam. Saat semua orang sudah tidur. Dengan cahaya
matahari selama dua puluh empat jam di tempat ini, akan sama mudahnya
melihat apa

yang bisa kita lakukan saat tengah hari.”

“Hawanya dingin,” kata Philippa. “Dan mungkin lebih baik kita lakukan lebih
cepat, demi kebaikan Nimrod.”

“Baiklah.” John mengeluarkan canopic itu dari ransel Philippa, dan berdiri
dengan penuh tekad.

“Kau mau ke mana?” tanya Groanin.

“Meletakkan canopic itu di luar sana,” jelas John. “Aku ingin memastikan kalau
hantu Akhenaten sudah membeku saat kita buka tutup canopic ini. Sementara
itu, sebaiknya kau memberitahu Volodya kalau ada sedikit perubahan rencana.”

Pemandu mereka, Volodya, seorang pria kecil berkacamata kotor dan kumis
kecil tipis, bisa dime ngerti bila dia menjadi bingung saat Groanin dan Philippa
memberitahukalau mereka berubah pikiran dan benarbenar tak ingin pergi ke
titik geografi s aktual - nol derajat garis lintang dan garis bujur -yang menandai
Kutub Utara.

“Tapi sertifi kat penjelajah kalian,” katanya. “Untuk menyatakan bahwa kalian
pernah ke sana. Bagaimana dengan itu?”

Philippa mengangkat bahu. “Itu cuma arah di kompas, tidak ada bendera atau
apa pun di sana, kan?”

“Aku tidak bisa mengembalikan uangnya, kalau itu yang kau maksud.”

“Kami tidak meminta pengembalian uang,” tukas John. “Bukan itu maksud
kami. Hanya saja anggota kelompok kami yang dewasa, Mister Groanin, dia
sudah mulai bosan.”

Volodya mengangkat bahu. “Aku hanya merasa aneh, kalian sudah pergi sejauh
ini lalu berhenti tidak jauh dari titik tujuan. Tapi kalian ada benarnya juga.
Sejauh 113 kilometer ke utara pun tetap disebut Kutub Utara. Jarak 113
kilometer bukan apa-apa di atas es ini.” Dia mengetuk-ngetuk kepalanya. “Kutub
Utara mungkin hanya ada dalam pikiran manusia. Jadi, mungkin aku akan tetap
memberi kalian sertifi kat penjelajahan itu.”

“Begitu dong,” kata Groanin. “Omongomong, Volodya. Apa makan malamnya?”

“Sup anjing laut dan es krim,” jawab Volodya, sambil melempar senyum yang
memamerkan gigi bogangnya. “Enak, kan?”

“Jangan lagi,” erang Groanin. “Kita sudah makan sup anjing laut sialan itu
kemarin malam. Rasanya seperti makan irisan karet panas.”

“Karet,” cengir Volodya. “Lezat, kan?”

“Tidak,” sergah Groanin. “Apa kau tidak punya beruang kutub atau yang
lainnya?”

“Sulit sekali membunuh beruang kutub,” sahut Volodya. “Tapi beruang kutub
justru membunuh para pemburu dengan sangat mudah.” Volodya mengangkat
bahu. “Anjing laut yang terbaik. Dan, sudah pasti, es krim Rusia.”
“Terserahlah,” komentar Groanin.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Mengapa? Apa kau tidak suka es krim Rusia? Semua orang tahu es krim Rusia
ini yang terlezat di dunia.”

“Siapa yang bilang?” tanya Groanin, saat mereka kembali ke tenda mereka
sendiri. “Aku bertanya, siapa yang bilang kalau es krim Rusia yang terlezat di
dunia? Sudah jelas dia belum pernah makan es krim Italia. Itulah es krim terlezat
di dunia. Setidaknya es krim itu mengandung telur, susu, dan gula. Sedangkan
satusatunya bahan dalam es krim Rusia adalah es.”

“Apa salahnya kalau dia menjadi bahagia lantaran penjelasannya itu?” tanya
Philippa.

“Ya, tapi itu tidak benar,” bantah Groanin.

“Ya, tapi apa pengaruhnya? Saat kau di sini, dan tak ada yang bisa dimakan
kecuali es krim Rusia, mungkin akan membantu untuk berpikir kalau es krim
Rusia adalah yang terlezat di dunia.”

Setelah makan malam di tenda besar di sebelah helikopter, Volodya bermain


kartu dengan pilot heli kopter, seorang wanita muram bernama Anna. Wanita itu
bergigi hampir sejelek gigi Volodya, dengan ke biasaan bersendawa yang
mengusik setiap kali dia kehilangan kesempatan dalam permainan kartu.

“Kalau aku,” ujar Groanin. “Kurasa akan kubiarkan wanita itu menang.
Menurutku kita semua akan beruntung kalau dia bernasib baik.”

“Aku sependapat denganmu,” kata Philippa dan meng gumamkan kata fokusnya
untuk memastikan kalau Anna dapat memenangkan empat kesempatan
berikutnya seperti yang diperkirakan Groanin. Ternyata itu sangat mengubah
suasana menjadi baik di tenda.

Sekitar setengah jam kemudian, Groanin dan si kembar pergi ke tenda mereka.
Groanin pun tertidur. Si kembar menunggu kedua orang itu usai

bermain kartu dan tertidur, sebelum membangunkan Groanin dan memanggil


Mister Rakshasas dari lampunya. Mister Rakshasas, dengan janggut putih dan
baju panas merahnya, tidak dipungkiri kalau dia terlihat seperti Sinterklas.
Sementara kedua pria itu menunggu si kembar memakai baju ruang angkasanya,
dengan menggigil mereka menatap ke seberang daerah kosong yang membeku.
Angin dingin meniup penutup tenda dan, sekali-sekali, es bergeser di bawah kaki
mereka dengan mengeluarkan bunyi derak yang keras.

“Tempat ini menakutkan,” komentar Mister Rakshasas sambil memandang


sekelilingnya dengan sedih.

“Aku setuju,” sahut Groanin, sambil mengangkat ransel berisi baju panas
Nimrod ke punggung John.

“Berdoalah,” ujar Mister Rakshasas, “bau apa ini? Sungguh tidak sedap.“TXT
BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Sup anjing laut,” jawab Groanin. “Percayalah, sebusuk apa pun baunya, itu
tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasanya.”

“Baunya seperti mengandung banyak daging,” ujar Mister Rakshasas, hidungnya


yang keriput sema kin mengkerut karena jijik. “Aku belum pernah makan
daging. Tidak untuk orang seusiaku. Daging diperuntukkan orang muda, bukan
orang tua. Perlu gigi yang kuat dan metabolisme yang besar untuk mencerna
makanan itu.”

“Aku tidak tahu tentang itu,” Groanin mengakui. “Tapi percayalah, kau tak
banyak merugi, makanan itu payah, dan kualitas tendanya buruk. Aku benci

memikirkan apakah helikopter itu layak terbang atau tidak. Satusatunya yang
berjalan dengan baik di sini hanyalah janggutku.”

“Kalau sering dikatakan bahwa pada musim dingin susu beralih ke tanduk sapi,
itu benar juga,” ucap Mister Rakshasas kembali mengucapkan istilah-istilah
yang hanya dimengerti oleh dirinya sendiri.

Saat si kembar selesai mengenakan baju luar angkasa bekas NASA yang John
beli di Harrods, keduanya melangkah ke luar tenda dan menghadapi angin utara
yang menggigit dengan merasa sehangat panggangan.

“Satu langkah kecil bagi manusia,” canda John. “Satu langkah raksasa bagi
kemanusiaan.”

John mengambil canopic dan menunjuk ke kejauhan, “Ayo kita menjauh dari
tenda,” dia ber teriak agar suaranya dapat terdengar dari dalam helm luar
angkasa. “Siapa tahu ada yang mendengar.” Komunikasi antara dia dan Philippa
lebih mudah, dengan mikrofon radio di dalam busana luar angkasa mereka.

Masih memegang canopic dengan dua tangannya yang berbaju luar angkasanya
berwarna oranye, John berjalan sekitar sembilan puluh meter ke utara dari
perkemahan.

“Kelihatannya ini tempat yang bagus,” katanya sambil mendongak saat satu
benda ringan dan berbulu lembut melayang di udara dan mendarat pada kaca
helmnya.

Salju mulai turun. John berharap dapat menyele

saikan misi itu sebelum angin kencang berubah menjadi badai salju. Dia
meletakkan canopic itu di salju, lalu mundur selangkah.

Mister Rakshasas berlutut di samping canopic dan menyentuh tutup berkepala


babon dengan tangannya yang bersarung. “Aku akan menunggu sampai kalian
mulai berubah wujud, baru aku membuka tutupnya,” teriaknya untuk
mengalahkan angin yang semakin kencang. “Kalau Akhenaten yang pertama kali
berusaha keluar, aku akan segera menutupnya kembali. Apakah itu cukup
dimengerti?”

“Bagaimana kau bisa tahu kalau itu yang akan terjadi?” tanya Philippa.

“Seekor kumbang pasti mengenali kumbang lain.” Sambil tersenyum, Mister


Rakshasas kembali berkata dengan istilahnya. “Aku akan tahu apakah itu
Nimrod atau bukan.”

John dan Philippa memberinya tanda ibu jari yang terangkat, lalu menggenggam
tangan masing-masing.

“Kalian harus memeluk Nimrod dan saling berpegangan sebelum mulai berubah
wujud,” lanjut Mister Rakshasas. “Dan jangan sekali-sekali berubah wujud kalau
kalian disentuh Akhenaten. Itu akan berbahaya bagi kalian bertiga.”

Tanda ibu jari terangkat lagi.

“Aku akan menghitung mundur,” ujar Mister Rakshasas. “Tiga…, dua…,


satu…,”

“FABULONGOSHOO - !”

“ABECEDARIAN!“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

” - MARVELISHLYWONDERPIPICAL!”

Udara dingin di depan helm mereka berubah menjadi asap dan Mister Rakshasas
mengangkat tutup canopic itu. Hal terakhir yang dilihat si kembar sebelum asap
yang berlawanan arah jarum jam membungkus mereka dan mengantarkan ke
dalam canopic adalah beruang kutub raksasa yang berderap kelaparan ke arah
mereka.

Di ruangan antara bagian luar dan dalam canopic, John berkata, “Beruang. Kau
melihatnya? Beruang kutub besar. Dia pasti mencium bau sup anjing laut.”

“Setidaknya ada yang menyukai sup itu,” ujar Philippa.

“Menurutmu apa yang akan mereka lakukan?”

“Tergantung apakah Mister Rakshasas bisa menggunakan kekuatan Jinnya atau


tidak. “Kemungkinan besar mereka hanya akan berusaha kabur,” ujar Phi lippa.
Sementara asap menghilang, mereka mendapati diri mereka telah berada di
dalam canopic yang setengah mem beku.

Mengenakan mantel bulu tebal, topi, sarung tangan dan sepatu bot, Nimrod
duduk di lantai canopic, bersandar pada dinding kapur yang melengkung dengan
lutut ditarik ke dada. Rambutnya sekaku sikat kawat dan tak ada jejak napas
keluar dari mulut atau lubang hidungnya. Di ujung berlawanan lantai itu
terbaring apa yang dipandang sekilas oleh si kembar terlihat seperti sebuah karya
seni modern, berbentuk semi transparan, ke biruan, dan berkilau dari patung
mengerikan, sama seperti yang mereka lihat di Cairo Museum. Itu hantu

Akhenaten yang juga membeku.

Si kembar berlutut di sebelah paman mereka dan menatap wajahnya yang pucat
membeku. Nimrod tak bergerak sedikit pun atau menunjukkan tanda-tand nyata
kalau dia mengetahui kehadiran si kembar disampingnya. Mata cokelatnya yang
biasanya hangat dan bersinar-sinar, kini terbuka tanpa berkedip. Sewaktu John
menyentuh dengan tangannya yang bersarung, dia merasa tubuh pamannya
mengeras, seolah sudah beku. Selama beberapa saat si kembar membisu.

“Apakah dia mati?” bisik John.

“Entahlah,” jawab Philippa sambil menggigit bibir ketakutan, “mungkin karena


berada di dalam botol, maka dia terlihat seperti mati suri. Dan di luar rangkaian
ruangwaktu yang normal, itu menyiratkan kalau sesungguhnya kita tidak hidup
saat kita berada di sini, maka aku tidak melihat bagaimana dia bisa mati.”

“Coba ulangi lagi,” ujar John. “Jangan ulangi! Setelah kupikir-pikir, jangan
diulangi. Kurasa otakku tidak sanggup mencernanya.”

“Yang kumaksud, dia tidak mati karena dia tidak benarbenar hidup di dalam sini.
Kita harus mengeluarkan dan menghangatkan tubuhnya. Lalu kita akan lebih
mengetahui kondisi kesehatannya.”

Mendadak, canopic itu berguncang-guncang menakutkan. Si kembar


memandang ke arah hantu Akhenaten yang membeku untuk melihat apakah dia
yang bertanggung jawab. Tapi sosok itu tidak bergerak. Hal selanjutnya yang
mereka ketahui,

hembusan udara menerobos ke dalam canopic itu.

“Beruang itu,” teriak John. “Dia mengendus-endus bagian dalam canopic untuk
mengetahui apakah ada sesuatu yang bisa dimakan.”

Hembusan udara lain membanjir ruang canopic. Mata Philippa yang awas,
melihat ujung rambut beku Nimrod agak menekuk dan kemudian berubah
menjadi tetesan embun. “Dia meleleh,” teriaknya. Sewaktu menatapnya, pupil
salah satu mata Nimrod sepertinya agak menyipit. “Dia hidup. Dia hidup.”

John memeriksa alat pengukur suhu yang terdapat di pakaian antariksanya. “Itu
karena suhu di dalam sini meningkat,” katanya. “Lihat! Napas panas beruang itu
menghangatkan bagian dalam canopic ini.”

Bahkan saat bicara dia memandang dengan panik kearah Akhenaten. Hantu Jin
Firaun itu ikut meleleh juga, lebih cepat ketimbang Nimrod. Memang kenya
taannya, hantu - bahkan hantu Jin dari Mesir - memiliki toleransi terhadap dingin
yang lebih besar dibandingkan dengan Jin mana pun. Tak ada keraguan soal itu.
Mata Akhenaten yang berbentuk seperti buah badam mulai terbuka, seolah
bangkit dari tidur nyenyak yang panjang.

“Tak ada waktu untuk memasukkan Nimrod ke dalam baju panas,” kata John.
“Sebelum Akhenaten sadar, kita harus keluarkan dia sekarang juga, walaupun
masih membeku.”

“Bagaimana dengan beruang kutub itu?” tanya Philippa. “Binatang itu bisa
menyerang kita.”

“Kita harus mengambil risiko. Kurasa tak ada hal

lain yang bisa kita lakukan. Kita berharap saja asap dari perubahan wujud kita
akan membuatnya bingung sekian lama sehingga kita bisa memikirkan sesuatu.”
John meng genggam tangan Nimrod dan kemudian tangan saudaranya. “Siap?”

“Siap.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Ayo!”

“FABULONGOSHOO - ” “ABECEDARIAN!”

” - MARVELISHLYWONDERPIPICAL!”

Beberapa detik kemudian, mereka telah berbaring di salju, jauhnya hanya


beberapa meter dari beruang yang terus menyorongkan hidungnya dengan rakus
ke dalam canopic. Rupanya beruang itu yakin kalau ada sesuatu yang lezat di
dalamnya. Sementara itu, tidak ada tanda keberadaan Mister Rakshasas dan
Groanin.

Panas yang dihasilkan dari gabungan kekuatan Jin si kembar dan perubahan
wujud mereka, cukup untuk membuat Nimrod lebih tersadarkan. Pria itu pun
mengerangan nyaring tanpa disengaja. Mendengar itu, beruang tadi pun berbalik
dan melihat mereka.

“Oh-oh,” ujar John dan berdiri. Jelas beruang kutub itu siap menyerang. John
punya waktu beberapa detik untuk memutuskan apa yang harus dilakukan.

Beruang kutub besar itu tidak pernah makan manusia atau bahkan Jin, tapi dia
tentu saja mau mencoba jenis daging baru itu. Dengan hidung hitam pekat yang
mengendus-endus aroma mangsa—

nya, be ruang itu berlari kencang ke arah ketiga Jin itu sambil meraung keras.

Tidak banyak waktu untuk berpikir atau berkon sentrasi. Itulah hal pertama yang
dapat dipikirkan John. Dia teringat ketika Nimrod mengajak mereka ke padang
pasir untuk mencoba kata fokus pertama yang mewujudkan makanan piknik.

“ABECEDARIAN!”

Makanan piknik yang sangat mewah, dilengkapi karpet kotak-kotak serta


keranjang, seketika muncul di hadapan beruang kutub yang datang menyerang.
Bukan hanya makanan piknik kuno, tapi makanan piknik bagi juara tinju kelas
berat dunia, dengan daging kalkun panggang, daging domba dingin, ikan salem
rebus utuh, beberapa lusin sandwich, dua trifl e raksasa, sepotong roti keju, dan
empat botol besar limun. John tidak tahu apakah be ruang kutub itu menyukai
limun. Beruang kutub itu berhenti, mengendus-endus daging kalkun panggang,
menjilati potongannya, dan duduk untuk makan.

“Bra-bra-bra-bravo,” teriak Nimrod dengan suara serak.

“Huh,” Philippa menghembuskan napas lega, “nyaris sekali.“TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

“Ca-ca-canopicnya,” kata Nimrod, giginya bergemeletuk keras, “Pa-pa-pa-


pasang tu-tu-tutup nya.”

Sementara beruang itu makan dengan gembira dan hampir tidak memerhatikan
ketiga Jin itu, John masih mengambil jarak yang lebar, siapa tahu hewan itu
ingin berbagi pikniknya, dan berlari cepat ke arah canopic yang menggeletak.

Sepertinya tepat waktunya. Karena segumpal asap tipis kebiruan perlahan mulai
muncul di dekat bagian atas canopic, seperti asap dari rokok yang hampir
padam. John dapat mengira kalau ini pasti hantu Akhenaten yang berusaha kabur
dalam keadaan sete ngah membeku. Tapi masalahnya, di manakah tutup canopic
itu? Karena terbuat dari batu kapur putih, benda itu tidaklah mudah ditemukan di
tanah yang tertutup salju.

“Cepat, cepat,” katanya, mendorong dirinya menemukan tutup itu sebelum


Akhenaten sempat kabur. Dia me lempar helmnya dengan harapan kalau tanpa
kaca depan pakaian antariksanya, dia bisa melihat tutup itu dengan lebih jelas.

Dia masih mengais-ngais tanah saat, beberapa meter dari tempatnya, sebuah
gundukan salju besar bergerakgerak. Dan selama beberapa detik John mengira
itu mungkin beruang kutub kedua. Lalu, dari dalam salju, muncullah Mister
Rakshasas dan Groanin.

“Apakah ini yang kau cari?” ujar Groanin sambil melemparkan tutup botol itu
kepada John. Untuk ukuran orang yang punya lengan normal, lemparan itu
mungkin lemparan sulit; tapi bagi lengan buntung Groanin yang ber kembang
dengan baik, itu adalah hal mudah, dan tutup canopic itu melesat ke arah sarung
tangan John yang merentang seperti puck hoki ukuran ekstra besar.

Bahkan saat menangkapnya, John menghempaskan diri ke arah canopic yang


terbuka. Dia meraih canopic itu dan menekan tutupnya keraskeras ke atas setan
yang muncul dari dalam canopic. Selama sesaat dia merasakan per lawanan di
bawah tangannya yang bersa rung, lalu keadaan tenang.

Mister Rakshasas dan Groanin membantunya berdiri.

“Tangkapan yang bagus, Anak Muda,” ujar Groanin. “Kau bisa menjadi pemain
kriket yang hebat.”

“Lemparan tadi bagus,” puji John.

“Aku cukup sering main bowling saat masih muda,” jelas Groanin.

“Selamat,” ujar Mister Rakshasas. “Kau tepat waktu, me nurutku. Satu detik
lagi, Akhenaten pasti sudah bebas.”

“Apa yang terjadi saat beruang itu muncul?” Tanya Philippa.

“Saat beruang itu muncul?” ulang Mister Rak shasas. “Aku gunakan kekuatanku
yang sangat terbatas untuk men ciptakan igioo di sekeliling kami. Pastinya,
cuma itu yang bisa kupikirkan.”

“Tepat pada waktunya juga,” ujar Groanin. “Kalau bukan karena igioo itu, kini
kami pasti sudah berada di dalam perut beruang itu.”

Dengan hati-hati mereka semua memandang ke arah beruang kutub yang,


untungnya mulai menyantap ikan salem rebus, dan masih mengabaikan mereka.
Tak ada yang lebih disukai beruang daripada ikan salem. Mereka mengikuti
Philippa dan Nimrod kembali ke kemah.

“Bagaimana keadaanmu?” tanya John.

“Lumayan,” jawab Nimrod. “Berkat kau dan Phil. Tak ada paman yang pernah
memiliki dua keponakan pemberani seperti kalian. Kalian adalah kebanggaan
semua bangsa Jin.”

“Apa yang akan kita lakukan padanya?” tanya John sambil memberi isyarat ke
arah canopic yang masih dipegangnya.

“Benar. Aku tak akan tenang kalau itu belum diamankan,” kata Nimrod.

Satu jam kemudian, saat kekuatan Jin Nimrod sudah pulih, dia mengikat canopic
itu dengan seke-ran jang kawat titanium, lalu menurunkannya ke dalam lubang
di es yang dibor ke dalam Laut Arktik. “Beres,” katanya. “Kurasa itu hal terakhir
yang akan kita dengar tentang hantu Akhenaten.”

“Kuharap begitu,” timpal Philippa.

“Dan kini,” ujar Nimrod. “Kalau tidak keberatan, kurasa sudah waktunya aku
masuk ke lampumu, Mister Rakshasas. Aku butuh mandi air panas, secangkir
teh, dan kemudian tidur yang lama. Kalian tak tahu betapa melelahkan berada di
dalam canopic menjengkelkan itu. Bertarung melawan roh jahat Akhenaten,
pagi, siang, dan malam. Aku lelah.”

“Tidak apa-apa bagi sebagian orang,” keluh Groanin setelah Nimrod dan Mister
Rakshasas menghilang kedalam lampu kuningan. “Aku berharap bisa mandi air
panas dan minum secangkir teh enak.” John dan Philippa tersenyum
berpandangan.

“Mengapa tidak?” kata mereka.TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

Dan sepertinya Volodya sangat senang ketika

Groaninmenghabiskan jam terakhirnya di dalam tenda di Pangkalan Es sebelum


mereka semua terbang pulang, me nikmati secangkir teh dan mandi terbaik yang
pernah dia rasakan.
26
EPILOG DI QUOGUE

Ketika kembali ke London, berita besarnya adalah ketujuh puluh Jin Akhenaten
yang hilang, yang kini disebut oleh koran-koran sebagai Bloomsbury Seventy,
telah dideportasi kembali ke Mesir. Ini membuat mereka se mua sangat bahagia
karena, setelah beberapa ribu tahun, mereka semua sangat rindu pada negara
mereka dan pemandangan piramida. Sementara itu, gelombang panas telah
melanda kota itu, yang mem buat si kembar sangat puas. Dengan suhu sekitar 32
derajat Celsius, London hampir sepanas Kairo. Selama waktu singkat yang
tersisa sebelum kembali ke New York, John dan Philippa bisa mengambil
keuntungan dari suhu seperti itu untuk melanjutkan pelajaran mereka sebagai Jin
di bawah pengawasan Nimrod. Mereka mulai belajar cara membatalkan tiga
permintaan, cara bepergian di luar batas tubuh mereka, dan cara mendeteksi Jin
lain. Mereka belajar lebih banyak tentang sejarah Jin dan jauh lebih banyak lagi
tentang The Baghdad Rules dari Mister Rakshasas. Dan mereka juga belajar cara
bermain Astaragali.

“Semua Jin terhormat belajar cara bermain Astaragali,” jelas Nimrod. “Ini
permainan dadu kuno, diciptakan dua atau tiga milenium lalu, yang dirancang
untuk meminimalkan efek keberuntungan.

Tujuh dadu heksagonal dikocok dalam satu kotak berpenutup, disembunyikan


dari pandangan, dan ditawarkan pada pemain berikutnya yang memasang
taruhan lebih bagus daripada taruhan sebelumnya. Bila satu taruhan ditantang, si
pemberi atau si penerima kehilangan permintaan tergantung pada apakah taruhan
itu benar atau dusta. Keahlian dalam memasang taruhan, entah itu benar atau
palsu, yang mengurangi efek keberuntungan. Permainan ini hanya dimainkan
oleh Jin, tapi ada masanya ketika bangsa Romawi memainkannya. Tapi, aku
yakin permainan ini masih dinikmati beberapa orang di Jerman. Di sana
permainan ini disebut Unwahrheit Notiuge yang artinya Berbohong Demi
Kebaikan.”

Si kembar mengikuti permainan itu dengan an tusias. Terbukti, mereka sangat


cerdik dalam strategi taruhan. Begitu cerdiknya sehingga Nimrod mem beritahu
kalau me reka harus mempertimbangkan untuk mengikuti Turnamen Astaragali
Terbuka Ame rika Serikat mendatang di Chicago. Chicago sering dianggap
sebagai kota paling tidak beruntung di Amerika.

“Sebagai peserta dalam turnamen yunior, ini merupakan kesempatan besar bagi
kalian untuk bertemu Jin lain yang seusia kalian,” ujar Nimrod, “juga untuk
bertemu Jin Biru dari Babilonia yang Hebat, yang biasanya hadir sebagai Juri
Utama.”

“Kau akan datang?” tanya John.

“Aku tak pernah melewatkannya.”

“Kalau begitu kami akan ikut,” kata mereka.

“Kusarankan kalian berlatih keras,” ujar Nimrod. “Ini satusatunya arena di mana
keenam suku Jin pernah bertemu dalam kondisi netral dan kompetisi itu sangat
ketat.”

Tak terasa, tibalah saatnya bagi si kembar untuk pulang ke New York naik
pesawat British Airways. Begitu banyak yang telah terjadi sejak mereka pergi.
Nimrod tetap saja menyarankan mereka menyembunyikan sebagian besar
kejadian dari orangtua mereka.

“Beritahu mereka kalau kalian pergi ke Mesir dan kalian mendapatkan banyak
kesenangan,” jelas Nimrod di Bandara Heathrow. “Kesenangan itu baik.
Orangtua suka anakanak mereka bersenang-senang. Kesenangan adalah sesuatu
yang seharusnya didapatkan anak muda seperti kalian. Tapi membobol masuk
BM dan pengalaman fatal di Lingkar Arktika adalah sesuatu yang berbeda. Tak
ada orangtua yang ingin mendengar anakanaknya ham pir dimakan beruang
kutub. Sudah pasti ibu kalian akan curiga. Mungkin dia telah berhenti
menggunakan kekuatan Jin, tapi pasti dia akan merasakan perubahan dalam
homoeostasis yang disebabkan oleh Jin Akhenaten yang hilang. Berkat kalian
berdua.

“Kemudian beritahu mereka kalau kalian telah me - ngunjungi banyak museum


dan melihat banyak hal menarik, misalnya piramida. Ayah mundane suka
mendengar tentang museum dan betapa menariknya tempat itu. Dan beritahu
mereka semua tentang buku-buku yang sudah kalian baca. Lebih

baik lagi kalau beli beberapa buku lagi dan baca semuanya. Itu perintah. Baca
juga koran. Mulailah berlatih piano. Beginilah dua Jin muda seharusnya bersikap
bila mereka memiliki seorang ayah manusia.

“Dengan kata lain, berusahalah untuk menjadi mundane. Jadilah se-mundane


mungkin untuk ukuran dua Jin muda. Itu berarti tidak mengabulkan permintaan
orangorang, Philippa. Kalau kalian mendengar sese orang mengharapkan
sesuatu, tarik napas dalam-dalam, hitung sampai seratus dan saat melakukan itu,
berusahalah memikirkan dengan serius apakah dengan memberikan begitu saja
apa yang paling mereka inginkan akan membuat kehidupan orang itu akan
benarbenar meningkat atau tidak? Kurasa aku tidak pernah mendengar ada orang
yang mengatakan secara lebih baik dibandingkan dirimu, Groanin.”

“Terima kasih, Sir.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Ingatkan lagi pada si kembar apa yang kau katakana dulu, Groanin.”

“Berhati-hatilah dengan apa yang kau inginkan,” kata Groanin. “Bukan karena
kau akan mendapatkan nya, tapi karena kau tidak terlalu menginginkannya bila
sudah mendapatkannya.”

“Jangan khawatir,” ujar Philippa. “Kami sudah memikir kan cara untuk membuat
Ayah dan Ibu lebih rileks setelah sampai di East 77th Street nomor 7.”

Dan setelah si kembar mengatakan cara apakah itu, Nimrod menyetujui kalau
mereka mungkin juga memiliki karier di bidang diplomatik nantinya.

“Aku akan merindukan kalian,” ucap Nimrod, saat mereka sampai di bandara.

“Tidak sebanyak kami merindukanmu,” kata Phi lippa sambil memeluk Nimrod,
dan mengusap air mata.

“Kau janji akan mengunjungi kami segera?” Tanya John, merasa ingin menangis
juga.

“Tentu. Sudah kubilang aku akan pergi ke Chicago, kan? Untuk menghadiri
Turnamen Astaragali?” Nimrod mengeluarkan saputangan merah dan mem bersit
hidung.

#TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com


Saat kedatangan kembali mereka di New York, si kembar dijemput oleh sopir
mereka, dan segera menuju ke rumah musim panas mereka di Quogue, Long
Island, untuk berakhir pekan. Hari itu bertepatan dengan Hari Buruh.

Mister dan Mrs Gaunt sangat senang bertemu mereka lagi, dan begitu juga si
kembar. Kini mereka baru menyadari kalau mereka saling merindukan dan
mencintai. Mister Gaunt yang paling senang melihat anakanaknya sudah tumbuh
sangat berbudaya dan bijaksana.

Dua anjing Rottweiler itu, Winston dan Elvis, yang dulunya dikenal sebagai Neil
dan Alan, tidak kalah se nangnya melihat kepulangan si kembar dan, pada John
dan Philippa melupakan bahwa dulu mereka - kedua anjing itu - telah berencana
untuk membunuh ayah mereka. Mereka hanyalah dua hewan peliharaan
kesayangan keluarga dan akan

selalu bersikap demikian, selama mereka menjadi anjing.

Tentu saja ibu mereka, Layla, merasakan masih banyak lagi yang telah terjadi
pada si kembar diban ding apa yang telah diceritakan kepadanya.

“Jadi apakah kalian akan menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi?”
tanyanya kepada si kembar di malam pertama akhir pekan mereka.

“Paman Nimrod menceritakan semua tentang bagaimana kami adalah Jin dan
menunjukkan cara melakukan banyak hal,” cerita Philippa. Lalu, berusaha untuk
mengalihkan perasaan ingin tahu ibu mereka, Philippa mencari cara agar
keadaan berbalik. “Tapi yang ingin kuketahui: Apakah Ibu akan memberitahu
alasan Ibu tidak mengatakan tentang siapa dan apa kami ini?”

“Benar,” John menyetujui. “Bukannya menyerah kan segalanya kepada


Nimrod.”

“Sederhana saja,” jawab Layla. “Karena Ibu telah berjanji kepada Ayah kalian
kalau Ibu akan berusaha mem besarkan kalian sebagai anak normal. Dan selama
kalian sama seperti anakanak lain, Ibu terjebak pada janjiitu. Tapi segalanya
berubah saat geraham bungsu kalian muncul. Sejak saat itu kalian adalah Jin.
Dan Ibu tidak lagi terikat janji pada Ayah kalian. Dia mencemaskan kalian, dan
dia juga takut pada kalian.”

“Karena itu kami punya usul,” ucap Philippa. “Kami berpikir, demi keluarga
kita, kami memutuskan untuk tidak menggunakan kekuatan itu tanpa
berkonsultasi dengan Ibu lebih dulu.”

Inilah gagasan yang telah mereka bahas dengan Nimrod.

“Ibu tidak bisa mengharapkan kami berpura-pura bahwa tak ada yang terjadi
atau mengingkari jati diri kami,” imbuh John. “Tapi Ibu bisa mengharapkan
kami akan menggunakan kekuatan itu dengan penuh per timbangan dan
tanggung jawab.”

“Menurut Ibu, itu usul yang cemerlang,” kata Layla menyetujui. “Jadi kalau
seseorang…, mungkin sahabat kalian di sekolah, Mrs Trump, atau bahkan
ayahmu…, yang memohon sesuatu?”

Philippa mengangguk. “Kami akan menarik napas dalam-dalam, menghitung


sampai seratus, lalu memikirkan dengan serius apakah hidup mereka akan
benarbenar meningkat atau tidak dengan memberi begitu saja apa yang paling
mereka inginkan.”

“Dan kemudian tidak melakukan apa-apa,” tam bah John.

“Ibu terkesan,” Layla mengakui. “Bisa Ibu lihat kalian sudah mempelajari
sesuatu yang sangat penting. Permintaan sangatlah berbahaya, apalagi bila
terkabul. Ingatitu. Seluruh dunia bisa kacau karena permintaan untuk menjadi
kaya dan berkuasa. Bila permohonan itu berupa kuda, pengemis akan
menungganginya. Bila permohonan itu tentara, maka orang yang lemah akan
berkuasa. Dan kalau permohonan itu obat mujarab, maka semua orang akan
hidup selamanya.”

“Kalau boleh,” celetuk Philippa, “kami ingin mendiskusikan satu permintaan


kecil dengan Ibu

sekarang.”

“Silakan.“TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

“Kami ingin Ibu berbaikan lagi dengan Paman Nimrod,” kata John.

“Itu mudah.” Layla tersenyum. “Ibu akan meneleponnya malam ini,


bagaimana?” “Bagus.”
“Ayah kalian senang sekali karena kalian sudah pulang,” kata Layla.

“Benarkah?”

“Ibu yakin,” sahut Layla.

“Dari mana Ibu tahu?” tanya John.

“Ibu tahu saja.”

Dan bahkan saat berbincang, mereka mendengar suara yang jarang mereka
dengar: ayah mereka ber nyanyi sambil mandi.

PENUTUP

Children of the Lamp: THE AKHENATEN ADVENTURE

P. B. KERR

ISI

Firaun Mesir Kuno Fakta Tentang Firaun Sejarah Jin Resep Creemy Special
Special Dapatkan Kata Fokusmu

ian Penutup ini dipandu oleh Lisa Ann Sandell

FIRAUN MESIR KUNO

Para penguasa Mesir kuno memiliki kebiasaan yang menarik. Meskipun kita
tidak tahu banyak ten tang Firaun-Firaun paling awal, yang memerintah pada
masa Kerajaan Mesir Tua (26SD SM sampai 2134 SM), tapi kita tahu bahwa
mereka menganggap diri mereka dewa dan memerintah dengan kekuasaan
absolut. Raja-raja Mesir kuno ini membangun piramida seba gai monumen
lambing keagungan mereka tanpa meninggalkan catatan ten tang keberhasilan
mereka.

Pada masa Kerajaan Mesir Pertengahan (2D4D SM sampai 1640 SM), Firaun
tidak lagi dianggap sebagai dewa, tapi mereka dilihat sebagai perwakilan dewa
di bumi. Tidak seperti pendahulunya dari Kerajaan Mesir Tua, Firaun-Firaun ini
telah mencatat prestasi-prestasi heroik, lewat tulisan dan relief tiga dimensi yang
dipahat ke dalam dinding kuil. Tapi kita punya alasan untuk menduga bahwa
catatan-catatan ini kurang akurat menurut sejarah, lebih mirip pekerjaan
hubungan masyarakat.

Tak semua Firaun adalah lakilaki, dan juga tidak semuanya orang Mesir. Kita
tahu tiga wanita yang memerintah Mesir sebelum 332 SM. Firaun wanita yang
ter penting adalah Ratu Hatshepsut. Kekaisaran Mesir diambil alih kekuatan
asing antara tahun 1640 SM dan 1550 SM karena pada tahun-tahun yang
mengarah pada periode ini, Mesir diban-jiri imigran asing. Para imigran ini,
yang bernama kaum Hyksos, akhirnya dikalahkan orang Mesir, yang di pimpin
oleh Jenderal Ahmosis yang brilian pada 1550 SM.

Selama masa Kerajaan Mesir Baru (1550 SM sampai 1070 SM), Mesir
diperintah oleh sederet raja pejuang yang mempertahankan kekuasaan atas
negerinya dan negeri di sekitarnya untuk mencegah agar dominasi Hyksos tak
terjadi lagi. Tapi, deretan raja-pejuang berakhir saat Akhenaten berkuasa.

Sebagai anak muda, dan mungkin cacat, Amen hotep IV naik takhta. Amenhotep
IV pindah agama dan menolak kuil dewa-dewa Mesir. Sebagai gantinya, dia
memuja satu dewa, dan dewa itu adalah Aton. Dengan begitu, Amenhotep
memperkenalkan agama monoteis pertama di dunia. Amenhotep mengganti
namanya menjadi Akhenaten dan menjadikan Aton sebagai dewa matahari,
dengandemikian merebut peran tradisional Ra, dewa matahari Mesir. Lebih jauh
lagi, Akhenaten membangun kota yang dipersembahkan untuk memuja Aton dan
menamainya Akhetaton atau “Cakrawala Aton.”

Akhenaten dan istrinya, Nefertiti, pindah ke Akhetaton sehingga raja muda itu
bisa memfokuskan diri pada agamanya. Tapi, karena mencurahkan diri
sepenuhnya pada agama, Akhenaten mengabaikan badai penting yang
mengancam perbatasan Mesir. Kaum Hittite, yang mendesak perbatasan,
mengancam keberadaan Mesir.

Kerajaan Mesir Kuno yang terus berpindah tangan dan selalu di ambang
kehancuran, lambat laun

runtuh. Setelah Akhenaten turun takhta, raja-raja dinasti Ramses (Ramses I dan
penerusnya) yang berkuasa. Raja yang terbesar dari dinasti ini adalah Ramses II,
yang selama berkuasa telah membangun berbagai monumen arsitektural terbesar.
Tapi, kekacauan selalu mengancam Mesir.
Orang Libya, Nubia, Assyria, dan Persia semua menguasai Mesir antara tahun
1070 SM dan 332 SM Alexander Agung menaklukkan Mesir untuk Kekaisaran
Yunani pada 332 SM dan membangun ibukota Alexandria di mulut Sungai Nil.
Tapi setelah kematiannya, kekaisaran Alexander yang luas dibagi-bagi di antara
para jenderalnya, dan Mesir pun jatuh ke tangan Ptolemy I.

Ptolemy mengadopsi kebiasaan orang Mesir, meskipun dia orang Yunani.


Menurut kebiasaan orang Mesir, raja-raja dinasti Ptolemy (yang semuanya ber
nama Ptolemy) menikahi adik perempuan mereka (yang semuanya bernama
Cleopatra). Tapi, raja dan ratu dinasti Pto lemy berbicara dalam bahasa Yunani
dan menganggapkebudayaan Yunani lebih hebat dibanding kebudayaan Mesir.
Orang Mesir Asli menempati peringkat terendah dalam struktur masyarakat.
Orangorang Yunani itu menamai kembali kota-kota dan menjadikan bahasa
Yunani sebagai bahasa nasional. Nama “Egypt” (Mesir) sendiri ada lah kata dari
bahasa Yunani; orang Mesir menamai negeri mereka “Kernet”. Tapi raja-raja
Ptolemy sangat toleran pada kebiasaan dan agama-agama asing. Produk
kebudayaan paling awet yang mereka hasilkan adalah terjemahan kitab

suci Yahudi ke dalam bahasa Yunani.TXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

Penguasa terakhir dari garis Ptolemy, Cleopatra VII, bertempur dengan saudara
tirinya untuk mempe rebutkan suksesi kekuasaan dan mengundang Kaisar Julius
dan Kekaisaran Romawi untuk ikut campur. Kaisar Julius kemudian merebut
Mesir dan menjadikan negeri itu dalam kendali Roma, memberi Cleopatra
jabatan ratu bayangan. Setelah kematian Kaisar Julius, Mark Anthony dan
Kaisar Augustus bertempur untuk menguasai Roma, Cleopatra berpihak kepada
Mark Anthony dan kalah. Maka Mesir menjadi propinsi dalam kerajaan
Romawi.

Ada banyak kisah dan intrik yang dikaitkan dengan para Firaun Mesir. Mereka
meninggalkan monumen, piramida raksasa, Sphynx yang misterius, harta karun
yang terkubur seperti sarcophagus bercat emas, dan makam-makam penuh harta.
Tapi semakin banyak yang kita ketahui dan pelajari, semakin dalam misterinya.

FAKTA TENTANG FIRAUN

Raja-raja Firaun dikubur dalam makam yang luar biasa, piramida-piramida besar
penuh emas dan harta karun. Raja-raja Firaun diawetkan setelah kematiannya
dan mayat mereka dimasukkan dalam sarcophagus berhias. Isi tubuh mereka -
jantung, hati, perut, dan usus - dikeluarkan dan diawetkan dalam wadah-wadah
yang berbeda. Hatshepsut adalah Firaun wanita pertama di Mesir. Dia memulai
pemerintahannya pada 1502 SM. Dia selalu menampilkan diri dalam kostum
pria, dengan janggut, agar tidak mengagetkan orangorang Mesir kuno.

Tak seorang pun tahu cara piramida dibangun tanpa mesin-mesin modern.

Bila ketinggian lantai mencapai langit-langit dari sebuah gedung modern kira-
kira 3,048 meter, maka Piramida Terbesar di Giza kira-kira setinggi gedung
pencakar langit 45 tingkat. Piramida Terbesar itu didirikan oleh Khufu.
Piramida-piramida di Giza dibangun 4500 tahun lalu.

Kata “pharaoh” (Firaun) aslinya berasal dari Injil dan punya makna yang sangat
berbeda dalam bahasa Mesir kuno: nomor lima1.

SEJARAH JIN

Meskipun mereka tinggal di tengah manusia sejak awal zaman, sangat sedikit
yang kita tahu tentang Jin. Dan meskipun mereka tinggal di bumi, hanya sedikit
orang yang benarbenar melihatnya. Sebagian besar manusia menganggap Jin
sangat jahat, padahal itu jauh dari kebenaran. Sebagian besar manusia juga
percaya bahwa Jin tinggal di dalam lampu dan menghabiskan hidup untuk
menunggu seseorang membebaskan mereka. Itu juga tidak benar.

Kenyataannya, Jin adalah makhluk supranatural yang paling menarik. Mereka


muncul pertama kali dalam mitologi Arab, sekitar tahun 1000, terutama dalam
dongeng yang dikumpulkan dalam Kisah Seribu Satu Malam. Jin, menurut cerita
itu, adalah makhluk dari api dan udara, diciptakan oleh Tuhan dari api tak
berasap bersamaan sewaktu Dia menciptakan manusia dari tanah. Jin bebas dari
semua kekangan fi sik, dan sering bisa mengambil wujud manusia atau hewan.
Sebagian besardari mereka tinggal di tempat-tempat terpencil, seperti bebatuan,
pohon, atau reruntuhan, dan bisa ditemukan di bawah tanah, di udara, atau dalam
api. Sebagian Muslim percaya bahwa Jin sangat menyukai tempat-tempat yang
tidak bersih, seperti kamar mandi, tempat sampah, atau ku buran, dan karena itu
ada doa khusus yang diucapkan saat memasuki tempat itu untuk menghindari
kemarahan Jin.

Terlepas dari upaya perlindungan semacam itu, Jin tidak selalu jahat atau
berbahaya. Bahkan, yang membuat mereka menjadi makhluk paling menarik
adalah, seperti manusia, mereka lahir dengan kehendak bebas dan bisa
membedakan antara yang benar dan yang salah. Karena itu, meskipun beberapa
Jin men jengkelkan dan bahkan jahat, yang lain bersahabat dan suka menolong.
Tapi, secara umum, Jin cenderung mudah jengkel, dan menuntut penghormatan
yang pantas dari manusia; seringnya, penghormatan itu berarti mengucapkan
pujian atau memberikan hadiah atau penghargaan kecil.

Sebagaimana manusia, fakta penting yaitu Jin terbagidalam beberapa kelompok.


Ghut, misalnya, tak dapat dipercaya dan suka berubah bentuk, dan si’ia punya
bentuk yang tidak konsisten dan sama culasnya. Tapi dua kelompok yang paling
penting adalah Ifrit dan Shaitan.

Ifrit - makhluk raksasa bersayap yang terbuat dari asap - biasanya lebih tua, lebih
kuat, dan lebih cerda di banding Jin lain. Mereka lebih suka tinggal di
bawahtanah, di mana mereka membangun masyarakat yang sangat mirip
masyarakat manusia, dengan raja, suku, dan juga ada perdagangan. Mereka juga
lebih suka menikahi jenis mereka sendiri, meskipun terkadang ada juga yang
memilih pasangan manusia.

Tidak seperti Ifrit yang bisa baik atau jahat, Shaitan selalu jahat, begitu jahat
sehingga nama mereka sinonim dengan nama setan. Penulis Arab,

Al-Jahiz, menggambarkan shaitan dengan sederhana sebagai “jin yang tidak


beriman”, yaitu Jin yang tidak beriman atau patuh kepada Tuhan. Cerita rakyat
di Arab menggambarkan shaitan sebagai makh luk yang sangat jelek; meskipun
bisa berwujud manusia, kaki mereka seperti kaki setan, selalu berkuku binatang.
Mereka hidup di perbatasan cahaya dan kegelapan, makan kotoran, dan
menyebarkan penyakit. Senjata terhebat Shaitan adalah kemampuan mereka
untuk membujuk manusia kepada kejahatan.

Pemimpin shaitan adalah Iblis, yang oleh kaum Muslim diyakini sebagai nama
lain setan. Iblis sendiri adalah Jin, salah satu yang paling awal dan paling kuat.
Meskipun menurut legenda bahwa sebelum penciptaan manusia surge dihuni
malaikat, yaitu makh luk yang terbuat dari cahaya, Tuhan mengizinkan Iblis -
makhluk yang terbuat dari api -untuk ting gal di antara malaikat. Menurut ajaran
Islam, saat Adam diciptakan, Tuhan memerintahkan agar semua malaikat
bersujud di hadapan manusia pertama, untuk me nunjukkan bahwa manusia
adalah makhluk yang lebih sem purna. Semua malaikat bersujud, tapi Iblis
menolak. Dia terbuat dari api, bantahnya pada Tuhan, sedangkan Adam terbuat
dari tanah, dan karena itu dia menganggap dirinya lebih hebat daripada Adam.
Saat mendengar ini, Tuhan mengusir Iblis dari surga. Karena dendam, Iblis
menyelinap masuk kembali dan meyakinkan Adam dan Hawa agar me nentang
perintah Tuhan dan memakan buah dari pohon ter larang. Karena

Iblis adalah Jin yang licik dan pandai membujuk, Adam dan Hawa menuruti
bujukan itu hingga mereka berdua terusir dari surga.

Insiden ini menjadi yang pertama dalam pertempuran panjang yang harus dilalui
Jin dan manusia untuk memilih antara yang benar dan yang salah.

Tradisi Arab mengatakan bahwa Jin, seperti juga manusia, diharuskan percaya
pada Tuhan dan mematuhi perintahNya. Tapi Syaithan mengikuti Iblis sebagai
pemimpin mereka, dan tidak bersedia, sedangkan Jin lain melakukannya. Cerita
rakyat memberitahukan bahwa suatu hari Muhammad, nabi orang Muslim,
bersama sekelompok pengikutnya pergi ke pasar di Ukaaz. Lantaran
ketidakpatuhan dan cara-cara Iblis yang jahat, Tuhan mencegah Jin mendapat
berita dari surga. Karena itu sekelompok Jin diutus untuk memeriksa situasi, dan
kebetulan mereka berpapasan dengan Muhammad.

Muhammad menerima kedatangan Jin itu dengan baik, dan memberitahu mereka
tentang perintah Tuhan dan juga kenabian dirinya. Karena terpesona, kelompok
itu kembali dan memberitahukan Jin lain tentang nabi baru itu dan khotbahnya.
Saat itulah beberapa Jin, yang menyadari nilai agung perintah Tuhan, memilih
menjadi sangat religius dan berbuat baik. Sementara lainnya, masih tidak patuh
seperti Iblis, mengabaikan ajaran itu dan menganggapnya sebagai hal yang
bodoh. Dan, seperti ma nusia, Jin harus menghadapi konsekuensi dari berbagai
perbuatannya. Diyakini bahwa Jin baik akan dirangkul

oleh Tuhan dan yang jahat dihukum untuk selamanya.

Tapi, terlepas dari banyaknya kesamaan di antara mereka, manusia dan Jin tidak
memiliki kekuatan yang sama. Jin memiliki kekuatan yang jauh lebih besar
daripada manusia, kekuatan yang Tuhan berikan pada me reka sebagai ujian,
meminta agar mereka tidak menyalahgunakannya dan hanya memakai kekuatan
itu untuk membantu orangorang yang membutuhkan. Selain kemampuan
mengambil wujud dan bentuk yang berbeda, Jin juga bisa menguasai pikiran dan
tubuh manusia hingga kerasukan. Jin bisa membuat manusia kerasukan karena
banyak alasan; ada Jin yang melakukannya karena merasa telah disakiti manusia,
sementara yang lain semata-mata karena jatuh cinta pada manusia. Yang sering
terjadi, Jin membuat manu sia kerasukan karena ingin menyakiti. Bila seseorang
kerasukan, lalu menyebut nama Tuhan, maka Jin itu akan terusir.

Meskipun tidak sekuat dan secakap Jin, manusia diberi bermacammacam cara
untuk mengatasi lawan licik mereka. Jin bisa terbebas dari kekangan fi sik, tapi
mereka tidak abadi; mereka memiliki kebutuhan badaniah seperti manusia, dan
mereka bisa terbunuh dengan bermacammacam cara. Dan yang lebih penting
lagi adalah kenyataan bahwa manusia bisa membaca sejumlah bacaan untuk
menyesatkan, mengusir, atau bahkan memperbudak Jin. Ke yakinan yang kuat
dan kepercayaan religius biasanya merupakan pertahanan terbaik untuk

melawan Jin yang mendendam. Inilah sebagian alasan ada begitu banyak cerita
populer tentang Jin yang ditawan di dalam botol, lampu, dan sebagai-nya. Salah
satu cara terpopuler yang digunakan manusia untuk melawan Jin adalah
menjebak makhluk itu dalam tempat yang tak memungkinkan mereka bisa lepas
kecuali dibebaskan oleh manusia. Dalam hal itu, mereka akan terus berutang
budi kepada manusia. Lebih jauh lagi, seperti dalam kisah Aladdin dan Lampu
Ajaib yang populer dari Kisah Seribu Satu Malam, saat manusia tahu dan
membebaskan Jin dari tempatnya ditahan, seringnya Jin itu menghadiahi
manusia dengan per mintaan.

Meskipun sebagian besar manusia tidak pernah bertemu Jin, bukan berarti
makhluk itu tidak ada. Memahami apa arti Jin dan apa yang mampu mereka
lakukan itu sangat penting, bila manusia ingin hidup damai dengan Jin.

RESEP CREEMY SPECIAL SPECIALTXT BY OTOY


http://ottoys.wordpress.com

Mintalah bantuan orang dewasa saat memasak! Bahan:

</2 potong terung ukuran sedang, dipotong menjadi batangan 2 x 1,2 cm


2 wortel kecil dikupas dan dipotong menjadi
batangan dengan ukuran 2 x 1,2 cm

1 cangkir kacang polong


1 cangkir buncis, dipotong sepanjang 2,5 cm
1 buah kentang ukuran sedang, dikupas dan dipotong menjadi batangan 2 x 1,2
cm

‘/2 cangkir santan


4 buah cabai hijau besar
2 sendok teh benih pohon apiun putih VM sendok teh garam

3 tomat ukuran sedang, cincang kasar 1 sendok teh yogurt murni tanpa aroma

1 sendok teh garam masaia (campuran rempah istimewa

dari Timur yang dibuat menggunakan sebagian atau semua bahan berikut: biji
cumin, ketumbar, kapu-laga, merica hitam, kayu manis, cengkeh, pala, dan
kunyit) 2 sendok teh daun ketumbar cacah

Cara membuat:TXT BY OTOY http://ottoys.wordpress.com

1. Masukkan terung, wortel, kacang polong, buncis, dan kentang ke dalam panci
berukuran sedang. Tambahkan 1 cangkir air. Didihkan. Tutup, lalu kecilkan api
menjadi sedang, dan masak selama 4 menit atau sampai sayuran agak lembek.

2. Sementara itu, masukkan santan, cabai, benih pohon apiun, dan garam ke
dalam wadah blender listrik. Tambahkan S ons air, pasang tutupnya, dan giling
sampai menjadi pasta halus. Sisihkan.

3. Bila sayuran sudah masak, tambahkan pasta bumbu dan S ons air lagi. Aduk
dan didihkan pelan-pelan selama S menit. Kemudian tambahkan tomat, yogurt,
dan garam masala. Aduk perlahan sampai tercampur. Didihkan campuran itu dan
kecilkan api, biarkan selama 2-3 menit. Tuang campuran itu ke piring saji dan
hias dengan daun ketumbar.

CARI KATA FOKUSMU

“Kata fokusmu itu seperti kaca pembesar. Pernahkah kau melihat cara kaca
pembesar memfokuskan tenaga matahari pada satu titik yang sangat kecii di
tengah selembar kertas sehingga kertas itu terbakar? Kata fokus bekerja dengan
cara yang sama.” - Mister Rakshasas

Jin harus memilih kata fokus pribadi untuk membantu mereka berkonsentrasi
dalam mengarahkan sihirnya dengan akurat. Mereka ingin memilih kata yang tak
pernah diucapkan siapa pun dengan lantang dalam percakapan, kata yang tidak
ditangkap dengan mudah, d an kata yang takkan mereka lupakan.

Jin bisa menemukan kata yang tidak lazim dalam kamus, seperti John Gaunt dan
Mister Rakshasas, atau orang bisa menyusun huruf berdasarkan pola yang unik
atau berdasarkan logika seperti Paman Nimrod. Atau Jin muda bisa menciptakan
kata fokus dengan menggabungkan bagian dari beberapa kata, seperti Philippa
Gaunt.

Cobalah menciptakan kata fokusmu sendiri dengan mengingat semua elemen


tadi di dalam benak.

Contoh:

Tradisional: ABRAKADABRA

Paman Nimrod: QWERTYUIOP

Mister Rakshasas: SESQUIPEDALIAN

John Gaunt: ABECEDARIAN

Philippa Gaunt: FABULONGOSHOOMAR

VELISHLYWONDERPIPICAL

Anda mungkin juga menyukai