TINJAUAN TEORI
A. Definisi Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan klinis dimana terjadi penurunan fungsi ginjal
secara mendadak yang berakibat kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis
tubuh hilang, dan disertai gejala-gejala sebagai akibat :
1. Gangguan keseimbangan air dan elektrolit
2. Gangguan keseimbangan asam-basa
3. Gangguan eliminasi limbah metabolisme, misalnya ureum, creatinin
4. Gagal ginjal akut biasanya disertai anuria, oliguria, produksi urin normal maupun poliuria.
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan
pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan
fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam
tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang
ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia. (Davidson
1984). Gagal ginjal akut adalah penurunan laju filtrasi glomerulus secara tiba-tiba, sering kali
dengan oliguri, peningkatan kadar urea dan kreatinin darah, serta asidosis metabolic dan
hiperkalemia. (D. Thomson 1992 : 91).
Gagal ginjal akut adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat
sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan
ureum dan kreatinin darah (Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito : Ilmu Penyakit dalam Jilid II
: 91). Gagal ginjal akut adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal
sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai
kenaikan ureum dan kreatinin darah. Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu sindrom klinis
yang di tandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) laju
filtrasi glomerulus (LFG), di sertai akumulasi nitrogen sisa metabolisme (ureum dan
kreatinin). Gagal Ginjal Akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal dalam
membersihkan darah dari bahan-bahan racun, yang menyebabkan penimbunan limbah
metabolik di dalam darah (misalnya urea).
B. Anatomi Ginjal
Ginjal berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar
kepalan tangan manusia dewasa. Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang
berjumlah 1-1,2 juta buah pada tiap ginjal. Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus
atau kapiler, bersifat sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus atau
kapiler tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang
berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa atau saluran yang
disebut tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran ureter, kandung kencing, kemudian ke
luar melalui uretra.
C. Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat
vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah ”menyaring atau membersihkan” darah.
Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring
menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini
diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2
liter/hari. Ginjal memiliki fungsi, antara lain :
Penyebabnya adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi
seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, infeksi, agen nefrotoksik, adanya hemoglobin dan
mioglobin akibat cedera terbakar mengakibatkan toksik renal/ iskemia atau keduanya, transfusi
terus menerus dan pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID).
↓
Penurunan aliran darah ke ginjal
↓
Penurunan LFG
↓
Peningkatan fraksi dari filtrate yang dieabsorbsi pada tubulus proximal
↓
Penurunan flow urin
↓
Retensi Natrium
↓
Edema
1. Pre renal
Klien akan menunjukkan gejala seperti : hipotensi, takhikardi, penurunan haluaran urine,
penurunan cardiac output dan tekanan vena sentral (CPV), letargi.
2. Intra renal
Klien akan menunjukkan gejala: oliguria atau anuria, edema, takhikardi, nafas pendek,
distensi vena jugularis, peningkatan berat badan, bunyi nafas rales atau crackles, anoreksia,
nausea, mual muntah, letargi atau mengalami tingkat kesadaran yang bervariasi, abnormalitas
elektrolit kadang-kadang terjadi.
3. Pasca renal
Klien mungkin akan memperlihatkan perbaikan. Perawat harus tetap memonitor
adanya oliguria atau anuria intermitten, gejala uremia dan letargi.
Selain itu ada beberapa manifestasi klinis pada penyakit GGA ini yaitu :
a. Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah dan gravitasinya
rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025)
b. Peningkatan bun, creatinin
c. Kelebihan volume cairan
d. Hiperkalemia
e. Serum calsium menurun, phospat meningkat
f. Asidosis metabolik
g. Anemia
h. Letargi
i. Mual persisten, muntah dan diare
j. Nafas berbau amoniak
k. Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan
kejang.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
2. Radiography
Radiologi digunakan untuk mengetahui ukuran ginjal, melihat adanya obstruksi di renal
pelvis, ureter dan ginjal. Computed tomographic (CT) scans tanpa zat kontras dapat dilakukan
untuk mengetahui adanya obstruksi atau tumor. Kontras media dapat digunakan untuk
mengetahui adanya trauma ginjal. Arterialangiography mungkin diperlukan untuk mengetahui
pembuluh darah ginjal dan aliran darah.
3. Pemeriksaan lain
Biopsi ginjal mungkin diperlukan bila penyebab utama belum bisa ditegakkan.
H. Penatalaksanaan
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas
biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ;
menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka.
2. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut
; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh
karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan
kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG
(tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis.
Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium
polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian,
Pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan
darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine,
drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai
dasar untuk terapi penggantia cairan.
4. Pertimbangan nutrisional
Diet protein dibatasi sampai 1g/kg selama fase oligurik untuk menurunkan
pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik. Kebutuhan kalori
dipenuhi dengan pemberian diet tinggi karbohirdat, karena karbohidrat memiliki efek
tehadap protein yang luas (pada diet tinggi karbohidrat, protein tidak dipakai untuk
memenuhi kebutuhan energi tetapi “dibagi” untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan.
Makanan dan cairan yang mengandung kalium yang mengandung kalium dan fosfat
(pisang, buah dan jus jeruk, kopi) dibatasi. Masukan kalium biasanya dibatasi sampai
2g/hari. Pasien mungkin memerlukan nutrisi parenteral total.
5. Cairan IV dan diuretik
Aliran darah ke ginjal yang adekuat pada banyak pasien dapat dipertahankan melalui
cairan IV dan medikasi. Manitol, furosemid, atau asam etrakrinik dan diresepkan untuk
mengawali diuresis dan mencegah atau mengurangi gagal ginjal berikutnya. Jika gagal
ginjal akut disebabkan oleh hipovolemia akibat hipoproteinemia, infus albumin yang
diresepkan. Syok dan infeksi ditangani jika ada.
6. Koreksi asidosis dan kadar fosfat
Jika asidosis berat terjadi gas darah arteri harus dipantau; tindakan ventilasi yang
tepat harus dilakukan jika terjadi masalah pernapasan. Pasien memerlukan terapi natrium
karbonat atau dialisis. Peningkatan konsentrasi serum fosfat pasien dapat dikendalikan
dengan agens pengikat-fosfat (alumunium hidroksida); agens ini membantu mencegah
peningkatan serum fosfat dengan menurunkan absorpsi fosfat di saluran intestinal.
7. Pemantauan berlanjut selama fase pemulihan
Fase oligurik gagal ginjal akut berlangsung dari 10-20 hari dan diikuti oleh fase
diuretik, dimana haluaran urin mulai meningkat’ menunjukkan bahwa fungsi ginjal
membaik. Evaluasi kimia darah dilakukan untuk menentukan jumlah natrium, kalium,
dan cairan yang diperlukan selama pengkajian terhadap hidrasi lebih dan hidrasi kurang.
Setelah fase diuretik, pasien diberikan diet tinggi protein, tinggi kalori dan didorong
untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
H. Pemeriksaan Diagnostik
2. Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium,
Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.
7. Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.
8. Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis
9. Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menemukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
10. EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia,
hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Kaji A, B, C
a. Airway
1) Penilaian tentang kesadaran, dengan cara menyentuh, menggoyangkan dan
memanggil namanya, misalnya bapak atau ibu
2) Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera, lihat adakah partikel-
partikel benda asing seperti darah, muntahab, permen karet, gigi palsu atau tulang
3) Posisi pasien diatur agar mudah untuk bernapas
4) Peningkatan sekresi pernapasan
5) Adanya benda asing pada saluran pernapasan
6) Adanya bunyi napas yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas
b. Breathing
1) Auskultasi bunyi napas dan evaluasi ekspansi dada, usaha respirasi dan adanya
bukti trauma dinding dada atau abnormalitas fisik
2) Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan, dan observasi pernapasan
ekspansi bilateral dada
3) Jika pernapasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan pernapasan, pasien
diberikan alat oksigenisasi yanga dekuat.
4) Pola dan frekuensi pernapasan
5) Pengembangan dada simitri atau tidak
6) Penggunaan otot bantu pernapasan
7) Adanya retraksi interkosta
c. Circulation
1) Cek nadi dan iramanya serta ritmenya
2) Kaji tekanan darah
3) Kaji warna kulit(Adanya sianosis)
4) Kajia adanya bukti perdarahan
5) Kirimkan sampel darah untuk melakukan cek labolatorium
6) Capiler refill (3-4 detik)
7) Adakah tanda tanda syok
2. Pasang Kateter
Pemasangan kateter untuk persiapan melakukan peritoneal dialysis, selain itu untuk
pengeluaran urin.
Pada umumnya dilakukan dialysis peritoneal manual, dialysis peritoneal ini merupakan
teknik yang paling sederhana dengan cara sebuah kantong berisi cairan dipanaskan sesuai suhu
tubuh, lalu cairan dimasukkan kedalam rongga peritoneum selama 10 menit dan dibiarkan
selama 60 – 90 menit. Kemudian dikeluarkan dalam waktu 10 – 20 menit. Keseluruhan prosedur
memerluka waktu 12 jam.
4. Lakukan Pengkajian
a. Inspeksi
1) Pernapasan kusmaul (menunjukkan asidosis metabolic)
2) Takipnea
3) Kulit kering
4) Pembesaran vena – vena leher
5) Distensi abdomen
6) Mual muntah yang ditandai dengan bau uremik dapat dilakukan pemberian
terapi cairan
b. Palpasi
1) Penurunan turgor kulit
2) Pembesaran ginjal dan kantung kemih dapat diraba (pada obstruksi bagian luar
kantung kemih)
3) Edema (pada kelebihan cairan)
c. Perkusi
1) Resonansi perkusi diatas pembesaran ginjal
2) Garis perkusi pada distensi kantung kemih
d. Auskultasi
1) Desiran (pada oklusi arteri ginjal)
2) Pernapasan : perubahan bunyi napas
3) Kardiovaskular : adanya hipotensi yang ditandai dengan hipovolumia dapat
menyebabkan terjadinya shock karena adanya gangguan pada eritropoesis. Dapat
juga terjadi takikardi, disritmia ; frisksi gesekan mengindikasikan perikarditis
uremik.
B. Diagnosa dan Intevensi Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin,
kalsifikasi jaringan lunak.
Kriteria :
a. Tekanan darah sistole antara 100-140 dan diastole antara 70-90 mmHg, frekuensi nadi
antara 60-100, nadi perifer yang kuat, capilary refill time yang baik.
b. Stabilisasi lingkungan interna yang diusahakan melalui:
Kesadaran mental, rentang perhatian, dan interaksi, yang sesuai dengan lingkungan.
c. Tidak ada dan terkendalinya udim perifer dan tidak terjadi uim paru.
d. Keseimbangan elektrolit terkendali:
1) Sodium: 125-145 m eq/l
2) Potassium: 3-6 meq/l
3) Bicarbonat: >15 meq/l
4) Calsium: 9-11 mg/dl
5) Phoshate: 3-5 mg/dl
6) Serum albumin >2 g/dl
e. Pengendalian katabolisme protein dan produk pecahan protein
1) Urea nitrogen <100 mg/dl
2) Kreatinin <15 mg/dl
3) Uric acid <12 mg/dl
Intervensi:
a. Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan tekanan darah akibat perubahan
posisi Auskultasi suara jantung dan paru. Evaluasi adanya edema, perifer, kongesti
vaskuler dan keluhan dispnoe.
b. Kaji tingkat kemampuan klien beraktivitas.dan batasi aktivitas berlebihan.
c. Beri tambahan O2 sesuai indikasi.
d. Kolaborasi dalam Pemeriksaan laboratorium (Na, K), BUN, Serum kreatinin, Kreatinin
klirens.
e. Pemeriksaan thoraks foto.
f. Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Siapkan Dialisis
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen
lain melewati membran semipermiabel. Pada hemodialisis, darah merupakan salah
satu kompartemen dan dialisat adalah bagian yang lain. Membran semi permiabel
adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran
pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti
urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak
bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel-sel darah
terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua
kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Darah yang mengandung produk sisa seperti urea dan kreatinin, mengalir kedalam
kompartemen dialiser atau ginjal buatan, tempat akan bertemu dengan dialisat, yang
tidak mengandung urea atau kreatinin. Ditetapkan gradien maksimum sehingga zat ini
mengalir dari darah ke dialisat. Aliran berulang darah melalui pada rentang kecepatan
200-400 ml/menit lebih dari 2-4 jam mengurangi kadar produk sisa ini menjadi
keadaan yang lebih normal (Hudak & Gallo, 1996).
Sistim dari hemodialisa akan membuang produk metabolisme protein seperti urea,
kreatinin dan asam urat, membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan
banding antar darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam
arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultra
filtrasi), mempertahankan atau mengembalikan sistim bufer tubuh dan
mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
2. Resiko kelebihan Volume Cairan b. d mekanisme regulatori (gagal ginjal) dengan retensi urin
ditandai dengan :
a. Pemasukan lebih besar dari pengeluaran, oliguria, perubahan pada berat jenis urin.
b. Distensi vena; TD/CVP berubah
c. Edema jaringan umum, peningkatan berat badan
d. Perubahan status mental, gelisah
e. Penurunan Hb/Ht, gangguan elektrolit, kongesti paru pada foto dada.
Kriteria Hasil :
Menunjukan haluan urine tepat dengan berat jenis/hasil laboraturium mendekati normal; berat
badan stabil, tanda vital dalam batas normal; tak ada edema.
Intervensi :
a. Awasi denyut jantung, TD, dan CVP.
b. Catat pemasukan dan pengeluaran akurat. Termasuk cairan tersembunyi seperti aditif
antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkirakan kehilangan tak kasat mata, contoh :
berkeringat.
c. Awasi berat jenis urin.
d. Rencanakan penggantian cairan pada pasien, dalam pembatasan multipel. Berikan
minum yang disukai sepanjang 24 jam. Berikan bervariasi, contoh : panas, dingin,
beku.
e. Timbang berat badan tiap hari dengan alat dan pakaan yang sama.
f. Kaji kulit, wajah, area tergantung nutuk edema. Evaluasi derajat edema (pada skala +1
sampai +4 ).
g. Auskultasi paru dan bunyi jantung.
h. Kaji tingakat keasadaran ; selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
i. KOLABORASI:
1) Perbaiki penyebab yang dapat kembali karena GGA, contoh : memperbaiki fungsi
ginjal, memaksimalkan curah jantung, menghilangkan obstruksi melalui
pembedahan.
2) Awasi pemeriksaan laboraturium,contoh : BUN, kreatinin ; Natrium dan kreatinin
urine ; Natriun serum ; Kalium serum ; Hb/Ht ;
3) Foto dada ;
4) Berikan/batasi cairan sesuai indikasi ;
5) Berikan obat sesuai indikasi : Diuretik, contoh : furosemid (Lasix) dan mannitol
(osmitrol) ; . Antihipertensif, contoh : klonidin (catapres) ; metildopa (aldomet) ;
prazosin (minipress).
6) Masukkan/pertahankan kateter tak menetap , sesuai indikasi.
7) Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi.
3. Resiko terhadap Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Katabolisme protein;
pembatasan diet untuk menurunkan produk sisa nitrogen, Peningkatan kebutuhan metabolic,
Anoreksia, mual/muntah; ulkus mukosa mulut.
Intervensi:
a. Kaji/catat pemasukan diet.
b. Berikan makan sedikit dan sering.
c. Berikan pasien/orang terdekat daftar makanan/cairan yang diizinkan dan dorong
terlibat pada pilihan menu.
d. Timbang berat badan tiap hari.
e. Tawarkan perawatan mulut sering/cuci dengan larutan (25%) cairan asam asetat.
Berikan permen karet, permen keras, penyegar mulut diantara makanan.
f. KOLABORASI :
1) Awasi pemeriksaan laboraturium,contoh : BUN, albumin, serum, transferin,
natrium, dan kalium.
2) Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi.
3) Berikan kalori tinggi, diet rendah/sedang protein. Tremasuk kompleks karbohidrat
dan sumber lemak untuk memenuhi kebutuhan kalori (hindari sumber gula pekat).
4) Berikan obat sesuai indikasi : Batasi kalium, natrium, dan pemasukan fosfat sesuai
indikasi. Sediaan besi ; Kalsium ; Vitamin D ; Vitamin B komplek ; Antiemetik,
contoh : prokloperazin (Compazine), trimetobenzamid (Tigan) ;
1. Diharapkan mahasiswa dapat memahami teori tentang gagal ginjal akut dan tindakan
kegawatdaruratan yang harus dilakukan pada klien dengan gagal ginjal akut.
2. Saran untuk institusi : dalam mata ajar keperawatan gawat darrat, institusi harus dapat
mengembangkan penelitian terkait masalah gagal ginjal akut, sehingga institusi dapat
memberikan fasilitas untuk menerapkan pengkajian kegawatdaruratan terhadap berbagai masalah
pada klien dengan gagal ginjal akut.
DAFTAR PUSTAKA
Boswick, John A. 1998. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC
Hudak, Carolyn H. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.
Krisanty, Paula. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : CV Trans Infomedia.
Lumenta, Nico A, dkk. 1992. Penyakit Ginjal. Jakarta : Gunung Mulia.
Smeltzer,C.Suzanne&Bare,G.Brenda.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-bedah.Edisi 8
volume2.Jakarta:EGC
Talbot, Laura A. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
http://urinalsystem4a.blogspot.com/2013/11/asuhan-keperawatan-pada-pasien-gga.html
https://purwondjawa.wordpress.com/2010/12/20/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-gagal-
ginjal-akut/