Anda di halaman 1dari 11

MODUL PERKULIAHAN

Rekayasa Pondasi I
Rencana pembelajaran mata kuliah
Rekayasa Pondasi 1 dalam satu
semester, review Mektan I dan II,
memberi pertimbangan dalam
pemilihan jenis pondasi yang akan
digunakan pada kondisi tanah
tertentu

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

01
Fakultas Teknik Teknik Sipil MK11021 Wimpie Agoeng N. Aspar
Perencanaan Dan
Desain

Abstract Kompetensi
Uraian umum tentang fungsi dan jenis- Mahasiswa mampu menjelaskan
jenis pondasi, Teori keruntuhan dan kriteria ponadasi dangkal serta teori
daya dukung keruntuhan, daya dukung
Pengantar dan Pengenalan Rekayasa Pondasi 1
1. KLASIFIKASI TANAH SECARA TEKNIS (REVIEW MEKANIKA TANAH)
Sistem klasifikasi tanah dibagi dalam kelompok dan subkelompok berdasarkan sifat-
sifat teknis yang umum digunakan yaitu penyebaran ukuran butir, batas cair, dan batas
plastis. Sistem klasifikasi tanah yang utama adalah (1) Sistem AASHTO (American
Association of State Highway and Transportation Officials) dan (2) USCS (Unified Soil
Classification System). Sistem klasifikasi AASHTO terutama digunakan untuk klasifikasi
tanah sebagai bahan subgrades jalan raya dan tidak digunakan untuk konstruksi pondasi
bangunan. Sistem klasifikasi USCS pada umumnya digunakan untuk mengklasifikasi tanah
sebagai bahan konstruksi bangunan.

1.1 Sistem AASHTO


Klasifikasi tanah sistem AASHTO pada awalnya digunakan oleh Komite Klasifikasi
Material untuk Subgrades dan Granular Jalan di USA pada tahun 1945 (Highway Research
Board, 1945). Pada sistem AASHTO tanah dapat diklasifikan dalam 8 (delapan) kelompok
utama yaitu A-1 sampai A-8 berdasarkan sebaran ukuran butir, batas cair, dan indkes
plastisitas. Tanah diklasifikan dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3 merupakan material
granular berbutir kasar dan kelompok A-4 A-5, A-6 dan A-7 merupakan material berbutir
halus. Tanah gambut, butiran sisa-sisa puing halus dan tanah organik diklasifikasikan dalam
kelompok A-8. Semua tanah tersebut diidentifikasi dengan inspeksi secara visual. Klasifikasi
tanah sistem AASHTO sudah diatur dalam American Society for Testing Materials D-3282.

1.2 Sistem Klasifikasi Tanah Seragam (USCS)


Sistem klasifikasi tanah USCS pada awalnya dikembangkan oleh Casagrande pada
tahun 1942 (Das, 1999; Das 2000, dan Das 2002) dan selanjutnya direvisi dan diadopsi oleh
United States Bureau of Reclamation and the Corps of Engineers. Sistem USCS saat ini
secara luas digunakan untuk semua pekerjaan geoteknik. Klasifikasi tanah sistem USCS
menggunakan simbol huruf yaitu G = gravel (kerikil), S = sand (pasir), M = silt (lanau), C =
clay (lempung), O = organic silts dan clay (lempung dan lanau organik), Pt = peat dan highly
organic soils (gambut dan tanah organik), H = high plasticity (plastisitas tinggi), L = low
plasticity (plastisitas rendah), W = well graded (gradasi baik), dan P = poorly graded (gradasi
jelek). Klasifikasi tanah sistem USCS sudah diatur dalam American Society for Testing
Materials D-2487.

2015 Rekaya Pondasi 1 Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Wimpie Agoeng Noegroho Aspar http://www.mercubuana.ac.id
1.3 Perbandingan antara Sistem AASHTO dan Sistem Seragam (USCS)
Kedua sistem klasifikasi tanah ini (AASHTO dan USCS) didasarkan pada tekstur dan
plastisitas tanah. Kedua sistem ini mengklasifikan tanah dalam dua kelompok utama yaitu
tanah dengan butiran kasar dan butiran halus yang dipisahkan menggunakan ayakan
saringan nomor 200. Menurut Sistem AASHTO tanah dipertimbangkan berbutir halus bila
lebih dari 35% lolos ayakan saringan nomor 200. Menurut Sistem USCS tanah
dipertimbangkan berbutir halus bila lebih dari 50% lolos ayakan saringan nomor 200. Tanah
berbutir kasar yang memiliki 35% partikel halus akan berperilaku seperti material berbutir
halus. Hal ini karena sejumlah butiran haus yang ada akan mengisi rongga-rongga antara
butiran kasar. Dengan pertimbangan tersebut, Sistem AASHTO sepertinya lebih sesuai.
Dalam Sistem USCS tanah berpasir dan berkerikil dengan jelas dipisahkan, sementara
Sistem AASHTO tidak memisahkan secara jelas. Sistem USCS lebih deskriptif dalam
penamaan jenis tanah, sementara Sistem AASHTO tidak jelas karena semua menggunakan
simbol A. Untuk tanah organik dideskripsi dengan jelas oleh Sistem USCS, sedangkan
Sistem AASHTO tidak menjelaskan tentang tanah organik.

2. FUNGSI DAN JENIS PONDASI


2.1 Fungsi Pondasi
Fungsi pondasi adalah untuk meneruskan beban dari struktur atas ke lapisan tanah
keras di bawahnya agar konstruksi yang ditopang dapat berdiri dengan aman dan stabil.
Rancangan pondasi untuk beberapa konstruksi seperti gedung, jembatan dan bendungan
pada umumnya memerlukan pemahaman tentang hal-hal tertentu seperti (a) beban yang
akan dipindahkan oleh konstruksi atas ke sistem pondasi, (b) persyaratan peraturan
bangunan setempat, (c) perilaku tegangan yang berhubungan dengan kemampuan
perubahan bentuk tanah yang akan mendukung sistem pondasi, dan (d) kondisi geologi
pada lokasi yang sedang dipertimabngkan. Dua hal terakhir merupakan faktor yang sangat
penting karena keduanya berhubungan sangat erat dengan mekanika tanah.
Sifat-sifat geoteknik tanah – seperti distribusi ukuran butir, plastisitas, kompresibilitas,
dan kekuatan geser – dapat dievaluasi dengan pengujian laboratorium yang tepat. Untuk
mengevaluasi parameter-parameter tanah misalnya apakah parameter-parameter itu
ditentukan di laboratorium dan/atau di lapangan atau diasumsikan, pemahaman yang baik
dalam hal prinsip dasar mekanika tanah merupakan faktor yang mutlak harus diketahui.
Harus disadari bahwa dalam banyak hal timbunan tanah asli dimana pondasi dibangun
biasanya tidak homogen.
2.2 Jenis Pondasi
Pada saat menentukan pondasi yang paling ekonomis, harus dipertimbangkan beban
konstruksi atas, kondisi tanah dalam, dan penurunan yang diijinkan. Secara umum, pondasi

2015 Rekaya Pondasi 1 Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 Wimpie Agoeng Noegroho Aspar http://www.mercubuana.ac.id
gedung-gedung dan jembatan-jembatan bisa dibagi dalam dua katagori utama; (1) pondasi
dangkal dan (2) pondasi dalam. Kebanyakan pondasi dangkal, kedalaman pondasi bisa
sama atau kurang dari tiga sampai empat kali lebar pondasi. Pondasi tiang dan tiang bor
adalah pondasi dalam. Pondasi dalam digunakan pada saat lapisan tanah atas memiliki
daya dukung yang jelek dan jika menggunakan pondasi dalam akan mengakibatkan
kerusakan konstruksi yang cukup berarti dan /atau instabilitas.
Selanjutnya klasifikasi pondasi tersebut diikuti dengan kriteria berapa besar
kedalaman pondasi ditanam dalam tanah. Definisi terminologi yang dipilih dalam rekayasa
pondasi adalah:
a. Pondasi dangkal misalnya pondasi telapak, pondasi telapak menyebar, pondasi matras.
Kedalaman pondasi dangkal biasanya adalah D/B < 1, tetappi biasanya bisa agak lebih
besar sedikit.
b. Pondasi dalam misalnya pondasi tiang (pancang atau bor), pondasi kaison yang dibor.
Kedalaman pondasi dalam biasanya adalah L/B > 4.
Ilustrasi kedua tipe pondasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1: Definisi Terminologi yang dipilih dalam Rekayasa Pondasi


Pemiliihan tipe dan penerapannya dalam pelaksanaan biasanya didasarkan pada berbagai
pertimbangan misalnya kondisi tanah, beban yang dipikul oleh pondasi dan metode
pelaksanaan konstruksi akan digunakan. Tabel 1 mengilustrasikan beberapa pertimbangan

2015 Rekaya Pondasi 1 Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 Wimpie Agoeng Noegroho Aspar http://www.mercubuana.ac.id
dalam pemilihan tipe pondasi dan penggunaannya dalam praktek berdasarkan
pertimbangan kondisi tanah dimana pondasi dibangun.

Tabel 1: Tipe Pondasi dan Tipikal pemakaiannya dalam praktek (Bowles, 1997)
Tipe Pondasi Pemakaian Kondisi tanah
Pondasi telapak menyebar Menahan beban kolom Kondisi umum dimana daya
dan pondasi telapak terpisah, menahan dinding dukung cukup mampu
dinding menahan beban. Bisa
digunakan pada tanah lapisan
tunggal, lapisan tanah kaku di
atas tanah lunak, atau
sebaliknya. Perlu dikontrol
terhadap penurunan akibat
dari segala sumber beban
Pondasi telapak kombinasi 2 – 4 kolom untuk satu Sama seperti untuk kondisi
pondasi telapak dan/atau pondasi telapak menyebar
bila ruangan terbatas
Pondasi matras (mat Beberapa baris dari kolom- Daya dukung tanah biasanya
foundation) kolom paralel; beban kolom lebih kecil daripada pondasi
berat; pemakaian untuk telapak menyebar, dan lebih
mengurangi perbedaan dari separoh luas tapak
penurunan tertutup oleh pondasi telapak
menyebar. Perlu dikontrol
terhadap penurunan akibat
dari segala sumber beban

3. KRITERIA PERANCANGAN PONDASI DANGKAL


Variasi kondisi dan pembebanan yang tidak diperkirakan dengan cermat atau
pergerakan tanah yang belum diperhitungkan diawal dalam merancang pondasi bisa
mengakibatkan terjadinya persoalan penurunan pondasi. Secara umum persyaratan yang
harus dipenuhi dalam merancang pondasi adalah berapa besarnya penurunan yang
diijinkan dan kekuatan tanah. Dengan demikian kriteria perancangan pondasi dangkal harus
dipertimbangkan dengan cermat dan perlu mendapat perhatian khusus. Beberapa kriteria
yang harus diperhitungkan adalah:

a. Kedalam pondasi dangkal (telapak atau matras) harus cukup untuk menghindari
pemampatan material dari bawah pondasi. Keretakan pondasi sering dijumpai pada saat
terjadi penurunan pondasi. Keretakan pondasi existing sering dijumpai di pada saat
penggalian tanah untuk pembangunan pondasi baru.

b. Kedalaman pondasi harus berada di bawah zona perubahan volume akibat perubahan
musim seperti dari musim kering ke musim hujan. Hal ini biasanya harus mengikuti
peraturan bangunan setempat.

2015 Rekaya Pondasi 1 Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Wimpie Agoeng Noegroho Aspar http://www.mercubuana.ac.id
c. Kondisi tanah mengembang harus diperhitungkan dalam pembangunan pondasi dangkal.
Jika tidak diperhitungkan, bangunan kecenderungannya mengalami tekanan ke atas
dengan migrasinya uap airtanah yang akan menyebabkan instabilitas konstruksi
bangunan.

d. Tambahan kekuatan kompresif harus diperhitungkan, sistem pondasi-tanah dangkal


harus aman terhadap guling, geser, dan tekanan ke atas.

e. Pondasi harus dilindungi terhadap material korosif terutama apabila pondasi dibangun di
areal bekas tanah timbunan sampah atau tanah urug yang mudah mengembang
(expansive soil).

f. Sistem pondasi harus mampu menahan perubahan-perubahan konstruksi dikemudian


hari dan dengan mudah dimodifikasi bila terjadi perubahan struktur bangunan atas atau
perubahan beban.

g. Dalam perancangan pondasi harus selalu memenuhi persyaratan bangunan yang


dikeluarkan oleh pemerintah setempat.

4. TEORI KERUNTUHAN DAYA DUKUNG


Untuk mendapatkan kinerja yang memuaskan, pondasi dangkal harus memiliki dua
karakteristik utama, yaitu :
a. Pondasi dangkal harus aman terhadap keruntuhan geser pada tanah yang
mendukungnya.
b. Pondasi dangkal tidak boleh mengalami pemindahan tempat (displacment) yang relative
berlebihan, yaitu, penurunan.
Beban pondasi persatuan luas dimana keruntuhan geser dalam tanah terjadi disebut daya
dukung ultimit. Suatu pondasi menerus dengan lebar B, diletakkan di atas permukaan tanah
pasir padat atau tanah lempung kaku, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.a. Jika beban
sedikit demi sedikit diberikan pada pondasi, maka penurunan yang terjadi akan bertambah.
Variasi beban pada pondasi per satuan luas, q, dan penurunan pondasi ditunjukkan pada
Gambar 2a. Pada titik tertentu – ketika beban per satuan luas sama dengan qu – keruntuhan
secara tiba-tiba pada tanah yang mendukung pondasi terjadi, dan keruntuhan permukaan
pada tanah akan berkembang sampai ke permukaan tanah. Beban per satuan luas tersebut,
qu, umumnya dikenal sebagai daya dukung ultimit pondasi. Bila tipe keruntuhan tiba-tiba
tersebut terjadi pada tanah, maka hal ini disebut sebagai keruntuhan geser umum.

2015 Rekaya Pondasi 1 Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 Wimpie Agoeng Noegroho Aspar http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 2: Kondisi Keruntuhan Daya Dukung Dalam Tanah: (a) Keruntuhan Geser Umum;
(b) Keruntuhan Geser Lokal; (c) Keruntuhan Geser Pons (Vesic, 1973)

Jika pondasi yang dimaksud terletak di atas pasir atau tanah lempung yang
dipadatkan dengan kerapatan sedang (Gambar 2b), kenaikan beban pada pondasi akan
diikuti oleh pertambahan penurunan. Akan tetapi, dalam hal ini keruntuhan permukaan pada
tanah sedikit demi sedikit berkembang menjauhi pondasi, seperti yang ditunjukkan oleh
garis utuh pada Gambar 1b. Bila beban pada pondasi per satuan luas sama dengan qu(1),
gerakan pondasi akan diikuti oleh hentakan tiba-tiba. Selanjutnya gerakan pondasi yang
cukup besar diperlukan untuk mengakibatkan keruntuhan permukaan tanah yang

2015 Rekaya Pondasi 1 Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 Wimpie Agoeng Noegroho Aspar http://www.mercubuana.ac.id
berkembang sampai ke permukaan tanah (seperti ditunjukkan dengan garis putus-putus
pada Gambar 2b). Beban per satuan luas dimana proses tersebut terjadi disebut daya
dukung ultimit, qu. Selebihnya dari titik tersebut, kenaikan beban akan diikuti dengan
bertambahnya penurunan pondasi yang sangat besar. Beban pondasi per satuan luas, qu(1),
disebut sebagai beban keruntuhan pertama (Vesic, 1963). Perhatikan bahwa harga q
maksimum tidak diperoleh pada keruntuhan tipe ini, dimana hal ini disebut keruntuhan geser
setempat dalam tanah.
Jika pondasi didukung oleh tanah yang relatif lepas, grafik beban-penurunan akan
seperti yang ada di Gambar 2c. Dalam hal ini keruntuhan permukaan tanah akan
berkembang sampai ke permukaan tanah. Lewat dari beban runtuh ultimit, qu, grafik beban-
penurunan akan tajam dan khususnya lurus. Keruntuhan tipe ini disebut keruntuhan geser
pons.
Vesic (1963) melakukan beberapa pengujian beban-daya dukung di laboratorium terhadap
pelat bulat dan persegi yang didukung oleh pasir dengan beberapa variasi kerapatan relatif
pemadatan, Dr. Variasi qu(1)/( 12 B ) dan qu/( 12 B ) yang diperoleh dari pengujian tersebut

ditunjukkan pada Gambar 3 (B = diameter pelat atau lebar pelat persegi, dan  = berat
volume pasir kering). Sangat penting untuk diperhatikan bahwa dari gambar tersebut, untuk
Dr  kira-kira 70%, tipe keruntuhan geser umum terjadi dalam tanah.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, Vesic (1973) membuat korelasi
antara moda keruntuhan dan daya dukung pondasi yang terletak di atas pasir. Gambar 4
menunjukkan hubungan tersebut, yang melibatkan notasi berikut ini.
Dr = kerapatan relatif pasir
Df = kedalaman pondasi diukur dari permukaan tanah

B* = 2 BL (1)
BL
dimana B = lebar pondasi
L = panjang pondasi
(Catatan: L selalu lebih besar dari B)
Untuk pondasi bujur sangkar, B = L; untuk pondasi bulat, B = L = diameter, maka B* =
B. Gambar 5 menunjukkan penurunan, S, pelat bulat dan persegi di atas permukaan pasir
pada beban ultimit seperti yang dijelaskan pada Gambar 3. Gambar 5 menunjukkan kisaran
umum S/B dengan kerapatan relatif pemadatan pasir. Jadi, secara umum, dapat dikatakan
bahwa untuk pondasi dangkal (yaitu, Df/B* kecil), beban ultimit terjadi pada penurunan
pondasi sebesar 4 – 10% B. Kondisi ini terjadi bila keruntuhan geser umum dalam tanah
terjadi. Akan tetapi, dalam hal keruntuhan geser setempat atau pons, beban ultimit bisa
terjadi pada penurunan sebesar 15 – 25% lebar pondasi (B).

2015 Rekaya Pondasi 1 Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Wimpie Agoeng Noegroho Aspar http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 3: Variasi qu(1)/( 12 B ) dan qu/( 12 B ) Untuk Pelat Lingkaran dan Persegi di Atas

Permukaan Pasir (Vesic, 1963)

2015 Rekaya Pondasi 1 Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Wimpie Agoeng Noegroho Aspar http://www.mercubuana.ac.id
Kerapatan Relatif, D r
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
0
Runtuh
Runtuh
geser
Runtuh geser lokal
1 umum
geser pons

2
B
/f
D
3

Df
B
4

Gambar 4: Moda Keruntuhan pondasi dalam Pasir (Vesic,1973)

Kerapatan Relatif, D r
0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

Geser lokal Geser umum


Geser pons
25

20

15
S/B (%)

10
Pelat persegi lebar 12 inci
Pelat diameter 8 inci
5 Pelat diameter 6 inci
Pelat diameter 4 inci
Pelat diameter 2 inci
0
16,5 17 17,5 18 18,5 19 19,5

Berat Volume Kering, kN/m3

Gambar 5: Kisaran Penurunan Pelat Bulat dan Persegi pada Beban Ultimit (Df/B = 0)
Dalam Pasir (Vesic, 1963)

2015 Rekaya Pondasi 1 Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Wimpie Agoeng Noegroho Aspar http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
American Society for Testing Materials D-3282, Standard Practice for Classification of
Soils and Soil-Aggregate Mixtures for Highway Construction Purposes, Annual
Books of ASTM, Vol. 04.08, Conshohocken, PA., 2004.
American Society for Testing Materials D-2487, Test Method for Classification of Soils for
Engineering Purposes, Annual Books of ASTM, Vol. 04.08, Conshohocken, PA.,
2004.
Bowles, J. E., Foundation Analisis and Design, edisi ke 5, McGraw-Hill, New York, 1997

Das, Braja M., Priciples of Foundation Engineering, edisi ke 4, Brooks/Cole PWS


Publishing Company, USA, 1999.
Das, Braja M., Fundamentals of Geotechnical Engineering, Brooks/Cole Thomson
Learning, USA, 2000.
Das, Braja M., Principles of Geotechnical Engineering, edisi ke 5, Brooks/Cole Thomson
Learning, USA, 2002.
Vesic, A. S., “Bearing Capacity of Deep Foundationa in Sand,” Highway Research Record
No. 39, National Academy of Science, hal. 112-153, 1963.
Vesic, A. S., “Analysis of Ultimate Loads of Shallow Foundations,” Journal of the Soil
Mechanics and Foundations, American Society of Civil Engineers, Vol. 99, No. SM1,
hal. 45-73, 1973.

2015 Rekaya Pondasi 1 Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11 Wimpie Agoeng Noegroho Aspar http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai